Anda di halaman 1dari 253

PERILAKU BUDAYA

ANTI KORUPSI
(PBAK)
Oleh :
Ade Surya, MESy., M.Si

AKPER YPIB Majalengka


PERILAKU BUDAYA ANTI
KORUPSI (PBAK)

Ade Surya, MESy., MSi

AKPER YPIB MAJALENGKA TA.2015


Materi Dasar Matkul
Perilaku Budaya Anti-korupsi

1. Pengertian Korupsi
2. Faktor Penyebab Korupsi
3. Dampak Masif Korupsi
4. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi
5. Upaya Pemberantasan Korupsi
6. Gerakan, Kerjasama dan Instrumen
Internasional Pencegahan Korupsi
7. Tindak Pidana Korupsi Dalam Peraturan
Perundang-undangan Indonesia
8. Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti Korupsi
Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pokok Bahasan
arti kata dan definisi korupsi secara
tepat dan benar; Pengertian Korupsi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan
sejarah korupsi dan
pemberantasan korupsi di
Sub Pokok Bahasan
Indonesia dengan benar; 1. Definisi Korupsi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan 2. Bentuk-bentuk Korupsi
bentuk-bentuk korupsi dan perilaku
koruptif dengan benar;
3. Sejarah Korupsi
4. Mahasiswa mampu membedakan
bentuk tindak pidana korupsi dan
perilaku koruptif;
5. Mahasiswa mampu menganalisis
perbuatan korupsi dan perilaku
koruptif di masyarakat;
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi
dan memahami berbagai bentuk
tindak korupsi dan perilaku
koruptif.
Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa mampu menjelaskan POKOK BAHASAN :


faktor pendorong terjadinya Faktor Penyebab Korupsi
korupsi;
SUB POKOK BAHASAN :
2. Mahasiswa dapat membedakan
1. Faktor Penyebab Korupsi;
faktor internal dan faktor eksternal 2. Penyebab Korupsi dalam
penyebab terjadinya korupsi; Perspektif Teori;
3. Mahasiswa dapat menyimpulkan 3. Faktor Internal dan
faktor internal dan faktor eksternal
Eksternal Penyebab
Korupsi.
pendorong prilaku korup;
4. Mahasiswa mampu mengeliminir
sikap diri sendiri yang cenderung
mendorong perilaku korup;
5. Mahasiswa dapat menumbuhkan
sikap anti korupsi.
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

POKOK BAHASAN :
Dampak Masif Korupsi

SUB POKOK BAHASAN :


1. Dampak Ekonomi
Kompetensi Dasar 2. Dampak Sosial dan
1. Mahasiswa mengetahui Kemiskinan Masyarakat
dampak korupsi; 3. Dampak Birokrasi
2. Mahasiswa dapat memiliki Pemerintahan
empati pada korban korupsi; 4. Dampak terhadap Politik
3. Mahasiswa bersedia tidak dan Demokrasi
melakukan perbuatan 5. Dampak terhadap
korupsi. Penegakan Hukum
6. Dampak terhadap
Pertahanan dan Keamanan
7. Dampak Kerusakan
Lingkungan
Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pokok Bahasan
nilai-nilai anti korupsi untuk Nilai-nilai anti korupsi dan
mengatasi faktor internal prinsip-prinsip anti
penyebab terjadinya korupsi;
2. Mahasiswa mampu menjelaskan korupsi
prinsip-prinsip anti korupsi yang
berpedoman pada nilai-nilai anti Sub Pokok Bahasan
korupsi untuk mengatasi faktor
eksternal penyebab terjadinya 1. Nilai-nilai anti korupsi
korupsi agar korupsi tidak terjadi; 2. Prinsip-prinsip anti
3. Mahasiswa mampu memberikan korupsi
contoh penerapan prinsip-prinsip
dan nilai-nilai anti korupsi dalam
suatu organisasi/institusi/
masyarakat untuk mencegah
terjadinya korupsi dalam setiap
kegiatannya.
Kompetensi Dasar
POKOK BAHASAN :
1. Mahasiswa mampu
Upaya Pemberantasan Korupsi
menjelaskan berbagai upaya
pemberantasan korupsi;
SUB POKOK BAHASAN :
2. Mahasiswa mampu
1. Konsep Pemberantasan
membandingkan berbagai
Korupsi;
kelebihan dan kelemahan
2. Upaya Penanggulangan
upaya pemberantasan korupsi
Kejahatan (Korupsi) dengan
dari berbagai sudut pandang;
Menggunakan Hukum
3. Mahasiswa mampu
Pidana;
menjelaskan berbagai upaya
3. Berbagai Strategi dan/atau
apa yang dapat dilakukannya
Upaya Pemberantasan
dalam rangka mencegah dan
memberantas korupsi baik di Korupsi.
lingkungannya maupun dalam
masyarakat.
Kompetensi Dasar
1. Mahasiswa mampu menjelaskan
gerakan-gerakan internasional POKOK BAHASAN
pencegahan korupsi; Gerakan-gerakan, kerjasama
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan beberapa instrumen
kerjasama-kerjasama internasional pencegahan
internasional pencegahan korupsi.
korupsi;
3. Mahasiswa mampu menjelaskan
beberapa instrumen SUB POKOK BAHASAN
internasional pencegahan 1. Gerakan dan Kerjasama
korupsi; Internasional Pencegahan
4. Mahasiswa mampu Korupsi;
membandingkan kelemahan- 2. Instrumen Internasional
kelemahan dan kelebihan- Pencegahan Korupsi;
kelebihan pemberantasan 3. Pencegahan Korupsi :
korupsi di negara lain; Belajar dari Negara Lain.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan
arti penting ratifikasi Konvensi
Anti Korupsi bagi Indonesia.
9
Kompetensi Dasar
POKOK BAHASAN
Tindak Pidana Korupsi dalam
1. Mahasiswa memahami sejarah
Peraturan Perundang-undangan di
pemberantasan Tindak Pidana
Indonesia
Korupsi;
2. Mahasiswa memahami alasan
dan latar belakang perubahan SUB POKOK BAHASAN
1. Sejarah Pemberantasan Tindak
peraturan perundang-undangan
Pidana Korupsi;
Tindak Pidana Korupsi dan 2. Latar Belakang Lahirnya Delik
peraturan perundang-undangan Korupsi dalam Perundang-undangan
lain yang terkait; Korupsi;
3. Mahasiswa mengetahui Tindak 3. Delik Korupsi menurut Undang-
Pidana Korupsi dalam peraturan undang Nomor 31 tahun 1999 juncto
perundang-undangan; Undang-undang Nomor 20 tahun
4. Mahasiswa mampu menjelaskan 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 31 tahun
bentuk-bentuk perbuatan
1999 tentang Pemberantasan Tindak
korupsi yang dilarang. Pidana Korupsi;
4. Gratifikasi.

10
Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa mampu POKOK BAHASAN


memahami perilaku korupsi Peran dan keterlibatan
dengan memperhatikan mahasiswa dalam
berbagai peristiwa yang pencegahan korupsi
terjadi di lingkungan
keluarga, kampus,
masyarakat sekitar, dan
SUB POKOK BAHASAN
lingkup nasional. 1. Gerakan Anti Korupsi
2. Mahasiswa mampu dan 2. Peranan Mahasiswa
berani untuk melakukan 3. Keterlibatan Mahasiswa
berbagai bentuk tindakan
pencegahan korupsi.
3. Mahasiswa mampu
menginternalisasi perilaku
anti korupsi ke dalam
kehidupan sehari-hari.
PETA KONSEP
Peran Serta Dlm
Pemberantasan
Korupsi
Contoh
korupsi Badan-badan Gerakan/ Strategi
dan Sikap Pemberantasan Organisasi Pemberan
Anti Korupsi Anti Korupsi tasan Korupsi
Korupsi

KPK ICW Gerakan “Masyarakat


Kepolisian Anti Korupsi”
GEMPITA(G Gerakan “Pembersihan”
Kejaksaan erakan Gerakan “Moral”
Masyarakat Gerakan “Pengefektifan
Birokrasi”
Peduli Harta
Negara)
12
MENGAPA PERILAKU BUDAYA ANTI-KORUPSI ?
PENDEKATAN YANG DIPAKAI

Pendekatan HUKUM Pendekatan BISNIS Pendekatan PASAR


• Menciptakan
• Penegakan
• Mengadakan kompetisi antar
hukum, aturan
kompetisi sehat penyedia barang-
hukum, aparat
dalam kinerja jasa sehingga
hukum
dengan hadiah semua berlomba
• Berdampak cepat ,
insentif bagi menunjukkan
biaya tinggi
karyawan - kinerja baik (tidak
• Tapi masalah
sehingga orang korup) supaya
justru muncul dari
tidak perlu korupsi dipilih
aparat hukum
pelayanannya

TAPI MENGAPA KASUS-KASUS KORUPSI TERUS TERUNGKAP,


KORUPTOR-KORUPTOR BARU TERUS LAHIR ??
KARENA UPAYA DENGAN KETIGA PENDEKATAN
SEBELUMNYA BELUM MAKSIMAL MAKA PERLU
DIDAMPINGI DENGAN UPAYA PENDEKATAN
BUDAYA..

PENDEKATAN BUDAYA
• Membangun dan memperkuat sikap anti-korupsi
individu melalui pendidikan
• Cenderung membutuhkan waktu yang lama
untuk melihat keberhasilannya,
• Biaya tidak besar (low costly), namun
• Hasilnya akan berdampak jangka panjang (long
lasting).

PENDIDIKAN : PENDEKATAN BUDAYA dalam MENCEGAH KORUPSI


Strategi Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi
adalah serangkaian
tindakan untuk mencegah
dan memberantas TPK
melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor,
penyelidikan –
penyidikan – penuntutan
dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dengan
PP 71 TH 2000 peran serta masyarakat.

MAHASISWA
Perilaku Budaya ANTI-KORUPSI…

MATA KULIAH YANG LAIN

WAJIB SEMINAR/
KULIAH UMUM
INDEPENDEN
PILIHAN PELATIHAN,
SISIPAN KURSUS

KAMPANYE, DLL
TUJUAN : membangun karakter anti-korupsi.
kompetensi Mahasiswa :

Mencegah orang lain untuk


tidak korupsi

Mencegah diri sendiri untuk


tidak korupsi

Mampu mengenali dan


memahami korupsi
TANTANGAN : mendesain mata kuliah anti-korupsi
yang menarik

MATERI :
kognitif, up
to date
DOSEN : METODE :
Fasilitator, afektif,
motivator psikomotorik

ANTUSIASME
MAHASISWA
& KELAS
YANG HIDUP
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

BEBERAPA KONSEP PEMBELAJARAN

RETENTION RATE

STUDENT-CENTERED LEARNING

PARTICIPATORY LEARNING

PROBLEM-BASED LEARNING

THEORY PLANNED BEHAVIOUR


PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

BEBERAPA METODE KREATIF

DISKUSI KELAS

STUDI KASUS

KULIAH UMUM

ANALISIS FILM/KEJADIAN

SKENARIO PERBAIKAN SISTEM


PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

MENGUKUR KARAKTER

Keaktifan di
kelas

Tugas- MK.
Tugas
tugas Anti-
besar
kecil korupsi

Ujian Akhir
DEFINISI KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
Etimologi…
Etimologi…
Bahasa Inggris Bahasa Perancis Bahasa Belanda

Corruption, Corruptie,
Corruption
Corrupt Korruptie

Jahat, rusak,
Rusak
curang

Istilah “korupsi” yang dipakai di Indonesia


merupakan turunan dari bahasa Belanda
PENGERTIAN
Korup artinya busuk, suka menerima uang
suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
1
kepentingan sendiri dsb;

Korupsi artinya Perbuatan Busuk


2 seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dsb;

Koruptor
3
artinya orang yg melakukan korupsi.
DEFINISI
KORUPSI “KORUPSI” dari bahasa Latin
“corruptio” atau “corruptus”
“corruptio” dari kata “corrumpere”,
 “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan
“corruptie/korruptie” (Belanda).

kebusukan, keburukan, kebejatan,


ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian
DEFINISI
KORUPSI Di Malaysia dipakai kata
“resuah” dari bahasa Arab
“risywah”,
menurut Kamus umum Arab-
Indonesia artinya korupsi.
Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan
seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan
perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk
memperoleh kedudukan Semua ulama sepakat mengharamkan
risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, perbuatan ini
termasuk dosa.
PENDAPAT PAKAR

corruptie adalah korupsi,


perbuatan curang,
perbuatan curang, tindak
pidana yang merugikan
keuangan negara.

Subekti dan Tjitrosoedibio


PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

PENDAPAT PAKAR

menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang,


yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi,
dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal
ini diambil dari definisi “financial manipulations and
deliction injurious to the economiy are often labeled
corrupt”

Baharuddin Lopa mengutip


pendapat David M. Chalmers
Tingkatan KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
33 tingkatan
tingkatan KORUPSI
KORUPSI
Material benefit
(Mendapatkan keuntungan material
yang bukan haknya melalui
kekuasaan)

Abuse of power
(Penyalahgunaan kekuasaan)

Betrayal of trust
(Pengkhianatan kepercayaan)
Pengkhianatan terhadap kepercayaan
(betrayal of trust)
• Pengkhianatan merupakan bentuk
korupsi paling sederhana
• Semua orang yang berkhianat atau
mengkhianati kepercayaan atau
amanat yang diterimanya adalah
koruptor.
• Amanat dapat berupa apapun, baik
materi maupun non materi (ex:
pesan, aspirasi rakyat)
• Anggota DPR yang tidak
menyampaikan aspirasi
rakyat/menggunakan aspirasi
untuk kepentingan pribadi
merupakan bentuk korupsi
Apakah jika seseorang melakukan
perselingkuhan, dia juga sudah melakukan
korupsi, dan pantas disebut koruptor?
Penyalahgunaan kekuasaan
(abuse of power)
• Abuse of power merupakan korupsi
tingkat menengah
• Merupakan segala bentuk
penyimpangan yang dilakukan melalui
struktur kekuasaan, baik pada tingkat
negara maupun lembaga-lembaga
struktural lainnya, termasuk lembaga
pendidikan, tanpa mendapatkan
keuntungan materi.
Penyalahgunaan kekuasan untuk mendapatkan
keuntungan material (material benefit)

• Penyimpangan kekuasaan untuk


mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
• Korupsi pada level ini merupakan tingkat
paling membahayakan karena
melibatkan kekuasaan dan keuntungan
material.
• Ini merupakan bentuk korupsi yang
paling banyak terjadi di indonesia
Unsur-unsur yang dapat
menentukan sesuatu dapat
dianggap sebagai korupsi

1. Secara melawan hukum


2. Memperkaya diri
sendiri/orang lain
3. Merugikan keuangan/
perekonomian negara
MERUGIKAN KEUANGAN/ PEREKONOMIAN NEGARA

1. Korupsi menghambat pembangunan &


kegiatan usaha di Indonesia
2. Setiap kegiatan perekonomian harus
melewati “pintu-pintu” korupsi
3. Perkembangan kegiatan usaha terhambat,
pengangguran makin banyak, harga barang
& jasa menjadi melambung
4. Pendidikan dan kesehatan sangat mahal
Salah satu hal mengapa di indonesia
korupsi semakin sulit diberantas
• Karena korupsi sudah “mendarah
daging”, sehingga perilaku korupsi
sudah menjadi hal yang biasa dan
bukan lagi dianggap sebagai
“penyakit”yang harus segera
disembuhkan.
• Dengan demikian, semakin
sulitnya membedakan mana
perilaku korupsi dan mana yang
bukan korupsi
• Ibarat maling teriak maling
Bentuk-bentuk KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
BENTUK-BENTUK KORUPSI
Kerugian Keuangan Negara

Suap Menyuap

Penggelapan Dalam Jabatan

Pemerasan

Perbuatan Curang

Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

Gratifikasi
Dampak KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
Dampak Korupsi

49% (110 juta) penduduk Indonesia.... hidup di bawah garis kemiskinan
(Survey WB)


LISTRIK: 70 juta penduduk setiap malam masih dirundung kegelapan


ENERGI: 52.5% konsumsi energi tergantung pada BBM, subsidi untuk 62
juta kiloliter BBM tahun 2005 sebesar 20% APBN.


KESEHATAN: 2/3 penduduk Indonesia masih mengkonsumsi makanan
kurang dari 2.100 kalori per hari.


AIR: ...50 juta penduduk miskin tidak memiliki akses air bersih.
Penyediaan air bersih menjangkau 9% dari total penduduk.


KERUSAKAN ALAM: 1.6 juta hektar hutan di Indonesia dibabat setiap
tahunnya, 39% habitat alami turut musnah, Padahal 30 juta jiwa tergantung
hidupnya dari hutan.

KORUPSI berdampak terhadap Kemiskinan!


Dampak Korupsi (1)
a. Terhadap Perekonomian Nasional

• Laju pertumbuhan ekonomi yg masih lamban


• 49 % penduduk Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan. 2/3 penduduk Indonesia
mengkonsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori
per hari (survey WB)
• Negara masih bergantung pada hutang luar negeri
• Kebocoran dana pembangunan dan pungutan tidak
resmi dari biaya produksi masih tinggi
2
1

4
3
Dampak Korupsi (2)
b. Terhadap Sumber Daya Alam
• Minyak akan habis sebelum tahun 2030
(52.5% konsumsi enerji bergantung pada BBM. Subsidi untuk
62 juta kiloliter BBM tahun 2005 menghabiskan hampir 20%
APBN. 70 juta rakyat Indonesia setiap malam kegelapan,
tanpa listrik)
• Hutan sudah dalam keadaan stadium 4 (1,6 juta hektar hutan
dibabat setiap tahun, 39% habitat alami musnah)
• 50 juta penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses
terhadap air bersih. Penyediaan air bersih saat ini baru
menjangkau 9% dari total penduduk Indonesia
• Pencemaran laut dan hilangnya potensi kelautan sebagai
primadona perekonomian nasional
• Bencana alam marak secara nasional
2
1

4 3
2
1

3
Dampak Korupsi (3)
c. Terhadap Keamanan & Keutuhan Negara

• Terjadi konflik vertikal & horisontal (18.910 orang


meninggal dalam kerusuhan dari tahun
1998 – 2001)
• Terjadi isu “sara” dalam setiap Pilkada
• Tuntutan daerah tertentu untuk merdeka, atau
merubah bentuk negara kesatuan kepada negara
federal (Masyarakat Bengkalis, akhir tahun 2006,
meminta bergabung dengan Malaysia)
2
1

4
3
Dampak Korupsi (4)
d. Terhadap Sosial Budaya
• Keretakan kehidupan rumah tangga
• Lahir generasi yang split personality
• Lahir budaya keganasan
• Lahir budaya hedonisme
2
1

4
3
DAMPAK lain KORUPSI
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Dampak Korupsi

perbedaan yang ada


di depan mata & tanpa jarak

DAMPAK KORUPSI
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

DAMPAK KORUPSI
Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit
demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses
formal.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah
sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya
rakyat luas.
Mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat kekacauan dan ketidak efisienan yang
tinggi
• LISTRIK: 70 juta penduduk Indonesia setiap malam
masih dirundung kegelapan - tanpa listrik
• ENERGI: 52.5% konsumsi energi di negeri ini sangat
tergantung pada BBM → subsidi untuk 62 juta kiloliter
BBM pada tahun 2005 menghabiskan hampir 20%
APBN.
• KESEHATAN: 2/3 penduduk Indonesia masih
mengkonsumsi makanan kurang dari 2.100 kalori per
hari → sebagaian besar masyarakat kita hidup di bawah
standar garis kemiskinan.
• AIR: 50 juta penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki
akses terhadap air bersih. Penyediaan air bersih saat ini
baru menjangkau 9% dari total penduduk Indonesia.
• KERUSAKAN ALAM: 1.6 juta hektar hutan di Indonesia
dibabat setiap tahunnya, belum lagi yang disebabkan
oleh kebakaran. Akibatnya, 39% habitat alami turut
musnah.

KORUPSI Penghambat UTAMA Pemberantasan Kemiskinan!


Penanganan Perkara TPK oleh KPK
(data terdakwa)

NO JABATAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 JUMLAH
1 Anggota DPR dan DPRD 2 7 8 27 1 45
2 Kepala Lembaga/Kementerian 1 1 1 1 2 6
3 Duta Besar 2 1 1 4
4 Komisioner 3 2 1 1 7
5 Gubernur 1 2 2 2 1 8
6 Walikota/Bupati dan Wakil 3 7 5 5 4 3 27
7 Eselon I, II dan III 2 9 15 10 22 14 12 5 89
8 Hakim 1 1 2
9 Swasta 1 4 5 3 12 11 8 4 48
10 Lain-lain 6 1 2 4 4 9 3 29
JUMLAH 4 23 29 27 55 45 65 17 265

*)data per Juni 2011

5
Penanganan Perkara TPK oleh KPK
(data jenis TPK)

JENIS PERKARA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 JUMLAH
Pengadaan Barang/Jasa 2 12 8 14 18 16 16 4 90
Perijinan 5 1 3 1 0 10
Penyuapan 7 2 4 13 12 19 10 67
Pungutan 7 2 3 0 12
Penyalahgunaan Anggaran 5 3 10 8 5 3 34
JUMLAH 2 19 27 24 47 37 40 17 213

*)data per Juni 2011


Potensi Kerugian Negara
dari Kasus TPK

DATA TAHUN 2000 S/D SEMESTER 1 2010

TOTAL Rp. 46.630.881.731.686 Rp. 46.6 TRILIUN


*)data dari berbagai sumber
MODUS

1. Money Politic Rekrutmen Elit Parpol


dan Ormas
2. Praktek Suap & Percukongan Dalam
Pilkada, Pemilu Legislasi s/d Pilpres
3. Penjarahan Aset APBD s/d APBN
(Kementerian, BUMN, BUMD) oleh
Aparat Parpol
4. State Capture Corruption
Corruption Beureucracy
DAMPAK

1. Pemiskinan Massif
DAMPAK

2. Pelanggaran Demokrasi & HAM

3. Pelemahan Wacana & Spirit


Keberagamaan Dalam
Agenda Sosial
DAMPAK

4. Hegemoni
“Korupsi Sebagai Style Of Life”

13
PROBLEM BUDAYA

1. Kevakuman & Krisis Ideologi Parpol


2. Trend Politik Oligarchi & Dinasti
3. Krisis Tradisi Advokasi dari Ormas Agama
dan Lembaga Pendidikan
4. Menguatnya Permisivisme Massif
5. Hilangnya Elanfital Ormas-ormas Agama
RESPON LSM / ORMAS / PT
ORMAS PERG.
BIDANG LSM AGAMA TINGGI

1. Perlawanan Korupsi ICW / PUKAT /


SOMASI / GERTAK ? ?
2. Kontrol Parlemen FORMAPPI ? ?
3. Korban Kekerasan KONTRAS
? ?
4. Penegakkan HAM IMPARSIAL /
ELSAM ? ?
5. Perlindungan TKI
MIGRANT CARE /
Aliansi Buruh Migran ? ?
6. Advokasi Hukum YLBHI ? ?
7. Perlindungan Konsumen YLKI
? ?
8. Lingkungan Hidup WALHI / SDA ? ?
Jenis2 KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
JENIS-JENIS KORUPSI
Transaktif
(kesepakatan timbal balik)

Ekstorsif
(ancaman)

Intensif
(penawaran)

FAKTOR MOTIVASI Nepotistik DAMPAK


PENCETUS (Keutungan Keluarga)

Otogenik
(krn org dalam)

PENGARUH Suportif
(dukungan-perlindungan)

Defensif
(pertahanan diri)
Friday, November 17, 2023
Korupsi Berdasarkan Motif

• Corruption by Need
• Corruption by Greed
• Corruption by Opportunity
• Corruption by Exposure
Bentuk Perbuatan Korupsi

• Perbuatan yang merugikan


keuangan/perekonomian negara
• Suap Menyuap
• Penggelapan
• Pemerasan
• Perbuatan Curang
• Perbenturan Kepentingan
• Gratifikasi
Jenis Korupsi
berdasar model

• Material Corruption
• Political Corruption
• Intellectual Corruption
PRINSIP-PRINSIP
ANTI KORUPSI
Transparansi

Akuntabilitas Kewajaran
PRINSIP-
PRINSIP
ANTI-
KORUPSI

Kontrol Aturan
Aturan Main
Main
Akuntabilitas
• Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara
aturan dan pelaksanaan kerja
• Semua lembaga mempertanggung jawabkan
kinerjanya sesuai aturan main baik dalam
bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi
(de jure), baik pada level budaya (individu
dengan individu) maupun pada level lembaga.
Bagaimana mengukur Akuntabilitas ?

1. Akuntabilitas harus dapat diukur dan


dipertanggungjawabkan melalui mekanisme
pelaporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan semua kegiatan.
2. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung
maupun manfaat jangka panjang dari sebuah
kegiatan.
Transparansi
 Transparansi : prinsip yang mengharuskan
semua proses kebijakan dilakukan secara
terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
 Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus
kontrol bagi seluruh proses dinamika
struktural kelembagaan.
 Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan
kejujuran untuk saling menjunjung tinggi
kepercayaan (trust).
Perlunya keterlibatan masyarakat dalam proses
transparansi:
 Proses penganggaran yang bersifat bottom up, mulai dari
perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban
dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.

 Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan. Hal


ini terkait pula dengan proses pembahasan tentang sumber-
sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
 Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan
yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan)
dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan
tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.

 Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek


pembangunan yang berkaitan dengan kepentingan publik dan
yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan
oleh masyarakat sendiri.

 Proses evaluasi terhadap penyelenggaraan proyek yang


dilakukan secara terbuka dan bukan hanya
pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara
teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.
Kontrol masyarakat sangat diperlukan
Proses Perencanaan
Program Pembangunan,
Anggaran Pendapatan
dan Anggaran Belanja Negara
atau Daerah

Evaluasi dan Penilaian Implementasi


Kinerja Anggaran
Kontrol Alokasi Sektor,
Out Come Jangka Pendek Masyarakat Pelaksanaan,
& Jangka Panjang serta Pengawasan Format

Laporan Pertanggungjawaban
Out Put
(Teknisi Fisik dan Administrasi)
Fairness

 Prinsip fairness ditujukan


untuk mencegah terjadinya
manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik
dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran
lainnya.
lima langkah penegakan prinsip fairness

1. Komprehensif dan disiplin : mempertimbangkan keseluruhan aspek,


berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget).

2. Fleksibilitas : adanya kebijakan tertentu untuk efisiensi dan efektifitas.

3. Terprediksi : ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for


money dan menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran
yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di
dalam proses perencanaan pembangunan.

4. Kejujuran : adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang


disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis.
Kejujuran - bagian pokok dari prinsip fairness.

5. Informatif : adanya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif


sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan
keputusan. Sifat informatif - ciri khas dari kejujuran.
Kebijakan
Anti KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
Kebijakan Anti-Korupsi
• Kebijakan anti korupsi mengatur tata interaksi agar tidak
terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan
masyarakat.

• Kebijakan anti korupsi tidak selalu identik dengan undang-


undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang
desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun
lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui
sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan
anggaran negara oleh para pejabat negara.
Pengertian Kebijakan
• Kebijakan a/ aturan tertulis yg merupakan
keputusan formal organisasi, yg bersifat
mengikat, yang mengatur perilaku dgn tujuan
u/ menciptakan tata nilai baru dlm
masyarakat.

• Kebijakan akan menjadi rujukan utama para


anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya
bersifat problem solving dan proaktif.
4 Aspek Kebijakan Anti-Korupsi

Pembuat
Isi

Kebijakan Anti-korupsi

Kultur Pelaksana
4 Aspek Kebijakan ….
 Isi kebijakan:
Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-
unsur yang terkait dengan persoalan korupsi.
 Pembuat kebijakan:
Kualitas isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
 Pelaksana kebijakan:
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-
aktor penegak kebijakan; yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
 Kultur kebijakan:
Eksistensi sebuah kebijakan terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap,
persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang
anti korupsi. Lebih jauh kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kontrol Kebijakan

Kontrol kebijakan merupakan upaya agar


kebijakan yang dibuat betul-betul efektif
dan mengeliminasi semua bentuk
korupsi.
3 Model Kontrol Kebijakan

Partisipasi Oposisi

KEBIJAKAN

Revolusi
3 Model Kontrol Kebijakan
 Partisipasi:
Melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan
ikut serta dalam penyusunan dan
pelaksanaannya.
 Oposisi:
Mengontrol dengan menawarkan alternatif
kebijakan baru yang dianggap lebih layak.
 Revolusi;
Mengontrol dengan mengganti kebijakan
yang dianggap tidak sesuai.
Perbedaan kontrol terhadap kebijakan
tergantung pada sistem yang
terbangun. Dalam sistem demokrasi
yang sudah mapan (established),
kontrol kebijakan tersebut dapat
dilakukan melalui partisipasi dan
oposisi.
Pengertian Korupsi 13
Perbuatan korupsi menyangkut :

Sesuatu yang bersifat amoral,


Sifat dan keadaan yang busuk,
Menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah,
Penyelewengan kekuasaan dalam jabatan
karena pemberian,
Menyangkut faktor ekonomi dan politik dan
penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatan.
Korupsi di Indonesia sudah
‘MEMBUDAYA’ sejak dulu, sebelum dan
sesudah kemerdekaan, di era Orde
Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era
Reformasi. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk memberantas korupsi,
namun hasilnya masih jauh DARI
HARAPAN.
Lomba poster KPK, Karya : Arbi Syahrur Rajab Lomba poster KPK, Karya : Briliantina Latifah Hidayat
Selamat datang
generasi muda
anti-korupsi

Indonesia akan
lebih baik jika
tanpa korupsi

Lomba poster KPK, Karya : Christian Tumpak


PENTINGNYA PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI BAGI
MAHASISWA
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

PENTINGNYA PENDIDIKAN ANTI


KORUPSI BAGI MAHASISWA

• Pemberantasan korupsi (terutama


Pencegahan) perlu melibatkan peran
serta masyarakat , termasuk
mahasiswa.

• Mahasiswa mempunyai potensi besar


untuk menjadi agen perubahan dan
motor penggerak gerakan anti korupsi.
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

Peran Mahasiswa
Dalam Pemberantasan Korupsi

1. Menjaga diri dan komunitas mahasiswa


bersih dari korupsi dan perilaku koruptif.

2. Membangun dan memelihara gerakan


moral anti korupsi.

PERAN MAHASISWA..
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

Contoh Pencegahan
PERAN MAHASISWA…
NILAI-NILAI
Anti KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
PERILAKU BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

NILAI-NILAI ANTI-KORUPSI

1 2 3
KEJUJURAN KEPEDULIAN KEMANDIRIAN

4 5 6
TANGGUNG
KEDISIPLINAN KERJA KERAS
JAWAB

7 8 9
KESEDERHANAAN KEBERANIAN KEADILAN

JUPE MANDI TANGKER KEBEDIL


Nilai & Prinsip Anti-korupsi
Problematika
KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
PROBLEMATIKA KORUPSI
Solusi KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
SOLUSI
Pilar2 dlm Pemberantasan
KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
3 PILAR PENCEGAHAN

• Pemerintah
1. Monitoring kajian sistemsi
– Reformasi Birokrasi/Reformasi Sektor Peradilan/Good Governance

2. Memperkuat kapasitas anggota DPRD


3. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
(LHKPN)
4. Pelaporan/Penetapan Status Gratifikasi
• Swasta
– Etika Bisnis (Good Corporate Governance)
1. E-Procurement (e-Announcement)
2. Island of Integrity
3 PILAR PENCEGAHAN

• Masyarakat
1.Pelayanan Publik
2.Pendidikan Anti-Korupsi
3.Peran serta Masyarakat/Laporan
- Koalisi Masyarakat Anti Korupsi
- Sanksi Sosial
Strategi Pemberantasan
KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI

PREVENTIF
JANGKA
PENDEK
JANGKA
STRATEGI
MENENGAH DETEKTIF GOOD
GOVERNANCE
JANGKA
PANJANG

REPRESIF
STRATEGI PREVENTIF
• Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat.
• Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.
• Membangun Kode Etik di sektor publik.
• Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Politik, dan Asosiasi
Bisnis.
• Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
• Penyempurnaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri .
• Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas
kinerja bagi instansi pemerintah.
• Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.
• Penyempurnaan manajamen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN).
• Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
• Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.
STRATEGI DETEKTIF

• Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan


dari masyarakat.
• Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi
keuangan tertentu.
• Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan
fungsi publik.
• Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan
anti pencucian uang di masyarakat internasional.
• Dimulainya penggunaan nomor kependudukan
nasional.
STRATEGI REPRESIF

– Pembentukan Badan Komisi Anti Korupsi.


– Penyidikan, penuntutan, peradilan dan
penghukuman koruptor besar.
– Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok
korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas.
– Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
– Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan
tindak pidana korupsi secara terpadu.
– Pemberlakukan sistem pemantauan proses
penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu.
– Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi
beserta analisisnya.
– Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja
antara tugas penyidik tindak pidana korupsi
dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut
umum.
STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI

 Strategi jangka pendek  strategi yang diharapkan mampu


segera memberikan manfaat/ pengaruh dalam
pemberantasan korupsi.
 Strategi jangka menengah strategi yang secara sistematis
mampu mencegah terjadinya TPK Perbaikan sistem
administrasi dan manajemen penyelenggara negara
 Strategi jangka panjang  diharapkan mampu merubah
budaya/ pola pandang dan persepsi masyarakat terhadap
korupsi
STRATEGI JANGKA PENDEK
• Kegiatan penindakan yang ‘keras dan tegas’
• Membangun sistem kepegawaian yang berkualitas, mulai dari
perekrutan, sistem penggajian, sistem penilaian kinerja dan
sistem pengembangannya.
• Membangun sistem akuntabilitas kinerja sebagai alat
mekanisme pengendalian (control mechanism) terhadap
lembaga pemerintahan agar terwujud suatu perubahan yang
berlandaskan efektifitas, efisiensi dan profesionalisme
• Perbaikan pelayanan publik
STRATEGI JANGKA MENENGAH
• Membangun beberapa proses kunci dalam perbaikan
manajemen kepemerintahan yang berorientasi kepada hasil
dan infrastruktur informasi terkait lainnya di instansi
pemerintah yang mendorong efisiensi dan efektivitas.
• Memberikan motivasi untuk terbangunnya suatu
kepemimpinan yang mengarah pada efisiensi dan efektivitas.
• Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses-proses
pengambilan keputusan pemerintah serta meningkatkan akses
publik terhadap pemerintahan.
STRATEGI JANGKA PANJANG
• Membangun dan mendidik masyarakat pada
berbagai tingkat dan jenjang kehidupan untuk
mampu menangkal korupsi yang terjadi di
lingkungannya.
• Membangun suatu tata kepemerintahan yang
baik sebagai bagian penting dalam sistem
pendidikan nasional.
• Membangun nilai etika dan budaya anti
korupsi
PEMBERANTASAN KORUPSI
Korupsi bisa diberantas dengan cara:
1. Menaikkan gaji pegawai rendah
dan menengah
2. Menaikkan moral pegawai negeri
3. Legitimasi pungutan liar menjadi
pendapatan legal.
(Gunnar Myrdal)
STARTEGI
PEMBERANTASAN KORUPSI

 STRATEGI JANGKA PENDEK  strategi yang


diharapkan mampu segera memberikan manfaat/
pengaruh dalam pemberantasan korupsi.
 STRATEGI JANGKA MENENGAH strategi yang
secara sistematis mampu mencegah terjadinya TPK
Perbaikan sistem administrasi dan manajemen
penyelenggara negara
 STRATEGI JANGKA PANJANG  diharapkan
mampu merubah budaya/ pola pandang dan persepsi
masyarakat terhadap korupsi
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

1. Upaya Pencegahan (Prefentive)


Upaya preventif harus dibuat dan dilaksanakan
dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya praktik korupsi. Setiap
penyebab korupsi yang teridentifikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat
meminimalkan penyebab korupsi.
2. Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan yaitu upaya yang dilakukan
kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
diberikan peringatan,dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan di hukum pidana.
Sejarah
KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
SEJARAH KORUPSI
DI INDONESIA

 Era Sebelum Indonesia Merdeka


◦ Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai
oleh "budaya-tradisi korupsi" yang tiada henti karena
didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita.
◦ Perilaku elit bangsawan yang korup, lebih suka
memperkaya pribadi dan keluarga, dll
◦ Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada
waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan,
sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris "belum
mengenal" atau belum memahaminya.
 Kebiasaan mengambil ‘upeti’ dari rakyat kecil
2. ORDE BARU
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato
kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-
terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu
memberantas korupsi dalam hubungan dengan
demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan
memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya
Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai
Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK
mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan
Soeharto untuk menunjuk Komite Empat
beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih
dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo,
Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto.
3. ERA REFORMASI
Usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie
dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan
berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas
Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga
Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid,
membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000. Melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika
membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999 dan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sejarah Korupsi di Indonesia
 Era Pasca Kemerdekaan
• Orde Lama
 Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah
dua kali dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi - Paran dan
Operasi Budhi - namun ternyata pemerintah pada waktu itu
setengah hati menjalankannya.
 Sejarah kemudian mencatat pemberantasan korupsi pada
masa itu akhirnya mengalami stagnasi.
Sejarah Korupsi di Indonesia
 Era Pasca Kemerdekaan
• Orde Baru
 Membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang
diketuai Jaksa Agung. Dianggap tidak serius dalam
memberantas korupsi
 Menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua
yang dianggap bersih dan berwibawa
 Membentuk Opstib (Operasi Tertib) derigan tugas antara lain
juga memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan
sinisme di masyarakat.
 Praktek korupsi terus tumbuh subur
Sejarah Korupsi di Indonesia
 Era Pasca Kemerdekaan
◦ Era Reformasi
 Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya "korupsi" lebih
banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada
Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara
sudah terjangkit "Virus Korupsi".
 Presiden BJ Habibie pernah mengeluarkan UU Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau
badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman
 Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Sejarah Korupsi di Indonesia
 Era Pasca Kemerdekaan
• Era Reformasi
 KPK lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih
eksis
Pendidikan Antikorupsi
3 tahun – pendidikan seumur hidup
pertama, masa
terpenting
pertumbuhan
otak manusia

3 th 12 th 18 th
Pra Dalam Dunia
kehamila kandung
Dasar Menengah Tinggi kerja
n an
0 th 6 th 15 th 23 th

- Doa Pendidikan
- makanan norma &
Baligh
- bacaan perilaku dasar
- yang didengar,
dilihat

4 bulan dalam kandungan:


Primordial Covenant

12
Multiplier Effect MoU Kerjasama Pendidikan Antikorupsi

MoU KPK - Univ

Training of the
Trainers (TOT)
Liputan di majalah remaja
mahasiswa

Wawancara Radio, TV

Penayangan PSA
Mahasiswa
dapat Pelatihan SMP/SMU
membantu Peliputan koran lokal
kampanye &
pendidikan MoU KPK – Perguruan Tinggi ditindaklanjuti
antikorupsi
KPK
dengan tindakan nyata pendidikan dan kampanye
128
antikorupsi
C = corruption; P = power; A = accountability;
BG = bad governance; GG = good governance

C = P - A = BG Kalbu yang telah


Spiritual
mendapatkan ‘Nur
Accountability Ilahi’
GG = P + A
Memiliki Visi & Misi
Public
yang amanah
Accountability

Performance Ukuran & Memiliki tujuan dan


(kinerja) yang baik pengukuran kinerja sasaran yang
dan akuntabel yang amanah amanah

Kinerja akan optimal jika yang diberi amanah memegang


prinsip nilai, sikap, & perilaku yang baik, serta selalu
berusaha memuaskan pemberi amanah (stakeholders). Untuk
itu suatu lingkungan organisasi harus senantiasa belajar dan
berkembang. 129
UPAYA-UPAYA MENANGKAL
KORUPSI
Upaya-upaya menangkal korupsi

Cara Struktural Sistemik


Cara Abolistik
Cara Moralistik
Cara Struktural Sistemik
Korupsi bersumber dari kelemahan yang terdapat
pada sistem politik & sistem administrasi negara
dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya.
Untuk itu harus dilakukan upaya untuk
mendayagunakan segenap suprastruktur politik
maupun infrastruktur & pada saat yg bersamaan
membenahi birokrasi, sehingga celah untuk korupsi
dpt ditutup.
Cara Abolisionistik
Cara ini berangkat dari asumsi bahwa korupsi adalah
suatu kejahatan yg harus diberantas dengan terlebih
dulu menggali sebab-sebabnya & penanggulangan di
arahkan pada usaha menghilangkan sebab-sebab
tersebut.
HUKUM TINDAK PIDANA
KHUSUS
A. PENGERTIAN

Pengertian pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang


diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan
apakah ada perbedaan dari kedua istilah ini. Secara prinsipil tidak ada
perbedaan antara kedua istilah ini. Oleh karena yang dimaksud dengan
kedua istilah itu adalah UU Pidana yang berada di luar Hukum Pidana Umum
yang mempunyai penyimpangan dari Hukum Pidana Umum baik dari segi
Hukum Pidana Materil maupun dari segi Hukum Pidana Formal.
Kalau tidak ada penyimpangan tidaklah disebut hukum Pidana Khusus atau
Hukum Tindak Pidana Khusus. Hukum tindak pidana khusus mengatur
perbuatan tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu yang tidak dapat
dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Oleh karena itu hukum tindak
pidana khusus harus dilihat dari substansi dan berlaku kepada siapa Hukum
Tindak Pidana Khusus itu
Hukum Tindak pidana khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana
Umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam UU
pidana merupakan indikator apakah UU pidana itu merupakan Hukum Tindak
Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum Tindak
Pidana Khusus adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur dalam UU
pidana tersendiri. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Pompe yang
mengatakan : “Hukum Pidana Khusus mempunyai tujuan dan fungsi
tersendiri” .
UU Pidana yang dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus ada
yang berhubungan dengan ketentuan Hukum Administrasi Negara terutama
mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak pidana yang menyangkut
penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak pidana
korupsi.
B. DASAR HUKUM

UU Pidana yang masih dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus adalah
UU No 7 Drt 1955 (Hukum Pidana Ekonomi), UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2002 dan UU No 1/Perpu/2002 dan UU No 2/Perpu/2002.
Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu atau untuk orang/golong-
an tertentu. Hukum Tindak Pidana Khusus menyimpang dari Hukum Pidana Materiil
dan Hukum Pidana Formal. Penyimpangan diperlukan atas dasar kepentingan hukum.
Dasar Hukum UU Pidana Khusus dilihat dari hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP.
Pasal 103 ini mengandung pengertian :
1. Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP
sepanjang UU itu tidak menentukan lain.
2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak
mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin
lengkap).
Perundang-undangan Pidana :
1. UU pidana dalam arti sesungguhnya, yaitu hak memberi pidana dari negara;
2. Peraturan Hukum Pidana dalam arti tersendiri, adalah memberi sanksi pidana
terhadap aturan yang berada di luar hukum pidana umum
Apabila diperhatikan suatu undang-undang dari segi hukum pidana ada bebebarapa substansi:

1. UU saja yang tidak mengatur ketentuan pidana (seperti UU No 1 Tahun 1974, UU No 7/1989
yang diubah dengan UU No 3/2006, UU No 8/1974 yang diubah dengan UU No 43/1999, UU No

22/1999 yang diubah denghan UU No 32/2004 , UU No 4 / 2004, UU No 23/1999 yang diubah


dengan UU No 3/2004).
2. UU yang memuat ketentuan pidana, maksudnya mengancam dengan sanksi pidana bagi
pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu yang disebut dalam Bab ketentuan pidana. (seperti
UU No 2/2004, UU No /1999, UU No 8/1999, UU No 7/1996, UU No 18/1997 yang diubah
dengan UU No 34/2000, UU No 23/2004, UU No 23/20020, UU No 26/2000).
3. UU Pidana, maksudnya undang-undang yang merumuskan tindak pidana dan langsung
mengancam dengan sanksi pidana dengan tidak mengatur bab tersendiri yang memuat
ketentuan pidana. (seperti UU No 31/1999, UU No 20/2002, UU No 1/Perpu/2000, UU No
15/2002 yang diubah dengan UU No 25/2003)
4. UU Hukum Pidana adalah undang-undang yang mengatur ketentuan hukum pidana. Undang-
undang ini terdiri dari undang-undang pidana materil dan formal (undang-undang acara pidana).

Kedua undang-undang hukum pidana ini dikenal dengan sebutan “Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana” (seperti KUHP, UU No 8/ 1981 tentang
KUHAP, KUHP Militer).
5. Hukum Pidana Khusus ada yang berhubungan dengan Hukum administrasi ( HPE, Hk. Pidana
Fiscal, UU No 31 th 1999 khusus masalah penyalahgunaan kewenangan).
C. KEKHUSUSAN T.P. KHUSUS.

Hukum Tindak Pidana Khusus mempunyai ketentuan khusus dan penyimpangan


terhadap hukum pidana umum, baik dibidang Hukum Pidana Materiil maupun dibidang
Hukum Pidana Formal. Hukum Tindak Pidana Khusus berlaku terhadap perbuatan
tertentu dan atau untuk golongan / orang-orang tertentu. Adapun kekhususan dari
Tindak Pidana Khusus dapat berupa :
1. Kekhususan Hukum Tindak Pidana Khusus dibidang Hk. Pidana Materil.
Penyimpangan dalam pengertian menyimpang dari ketentuan Hukum Pidana Umum

dan dapat berupa:


- Menentukan sendiri yang sebelumnya tidak ada dalam HPU disebut dengan
ketentuan khusus.
- Hukum Pidana bersifat elastis (ketentuan khusus).
- Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan hukuman.
(menyimpang).
- Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran (ket. khs)
- Perluasan berlakunya asas teritorial (ekstra teritorial). (menyimpang/ket.khs)
- Sub. Hukum berhubungan / ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan
perekonomian negara (ket. Khs)
- Pegawai Negeri merupakan Sub. Hukum tersendiri.(ket. khs).
- Mempunyai sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk memasukkan tindak
pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU lain itu menetukan menjadi tindak
pidana (ket.khus).
- Pidana denda + 1/3 terhadap korporasi. (menyimpang).
- Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ket. khs).
- Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu.(ket.khs).
- Tindak pidana bersifat transnasional. (ket.khs).
- Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana yang terjadi.
(ket.khs).
- Tindak pidananya dapat bersifat politik ( ket.khs).
- Dapat pula berlaku asas retro active.
2. Penyimpangan terhadap Hukum Pidana Formal, dapat berupa :
- Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa maupun Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
- Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain;
- Adanya gugatan perdata terhadap tersangka / terdakwa TP Korupsi.
- Penuntutan Kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara;
- Perkara pidana Khusus di adili di Pengadilan khusus (HPE);
- Dianutnya Peradilan In absentia;
- Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank;
- Dianutnya Pembuktian terbalik;
- Larangan menyebutkan identitas pelapor;
- Perlunya pegawai penghubung;
D. RUANG LINGKUP TINDAK PIDANA KHUSUS

- Tindak Pidana Korupsi


- Tindak Pidana Pencucian Uang
- Tindak Pidana HAM Berat
- Tindak Pidana Terorisme
- Tindak Pidana Narkotika
- Tindak Pidana Lingkungan Hidup
- Tindak Pidana Perdagangan Orang
- Tindak Pidana Anak
- Tindak Pidana Kehutanan
- Dll.
TINDAK PIDANA KORUPSI
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA / DAERAH ?????

KKN
Menurut Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah

Prevention

Public Education Punishment

Strategy
TERAPI
KORUPSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
15 TERAPI PENYAKIT KORUPSI:
PENDEKATAN AGAMA
TERAPI PERTAMA:

MEMULAI KEHIDUPAN DENGAN NIAT YANG IKHLAS


 HAKEKAT NIAT: Niat adalah dorongan hati untuk berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu.
 BARANG SIAPA YANG HATINYA DIPENUHI
DENGAN URUSAN AGAMA, IA MENDAPATKAN
KEMUDAHAN DALAM MENGHADIRKAN NIAT
UNTUK BERBUAT BAIK.
 KEUTAMAAN NIAT
 UMAR BIN KHATAB BERKATA: AMAL YANG
PALING UTAMA ADALAH MELAKSANAKAN
KEWAJIBAN DARI ALLAH, BERSIKAP WARA’
TERHADAP YG DIHARAMKAN-NYA DAN
MEKLURUSKAN NIAT UNTUK MENDAPATKAN
PAHALA DI SISI-NYA.
TERAPI KE-2

 MENYIKAPI KEHIDUPAN DUNIA BERDASARKAN AJARAN ILAHI


 KARAKTERISTIK DUNIA:
1. Dunia itu indah dan menipu manisua
2. Dunia itu rendah nilainya dibandingkan dengan akhirat; rendah
nilainya di hadapan Allah
3. Kehidupannya tidak kekal
4. Segalanya dilaknat oleh Allah kecuali yang dijadikan sarana untuk
mendekatkan diri kepada-Nya.
5. Duia tidak bisa memuaskan nafsu shahwat manusia.
 Zuhud: zahada fiihi, zahada anhu zuhdan wa zahadan, artinya berpaling
darinya dan meninggalkannya karena menganggap hina/ menjauhinya
karena dosa.
TERAPI KE-3

 MENGENDALIKAN NAFSU
SYAHWAT TERHADAP HARTA
 Hawa Nafsu (Al-Hawa) adalah

kecenderungan diri kpd berbagai


selera yang menyenangkan, tanpa
dilandasi motivasi agama.
 Al-Hawa adalah lawan dari Al-Ilmu

dan Al-Huda.
 Setiap orang yg tidak mengikuti ilmu

dan hidayah, maka ia pengekor hawa


nafsu.
TERAPI KE-4

 MENJAGA AL-KHATARAT DAN AL-


KHUTUWAT
 Al-Khatarat adalah pikiran yang
terlintas di benak, merupakan
dimulainya aktivitas yang baik ataupun
yang buruk. Dari sinilah lahirnya
keinginan untuk melakukan sesuatu,
akhirnya menjadi tekad yang kuat.
 Al-Khutuwat adalah langkah nyata
untuk melakukan suatu perbuatan yang
melanggar larangan.
TERAPI KE-5
 TAWAKKAL
 Tawakkal adalah kesungguhan hati
bersandar kpd Allah dalam rangka
mencari kebaikan dan menolak
kemudharatan pada dirinya baik dalam
urusan dunia maupun urusan akhirat.
 Tawakkal merupakan obat untuk
menyembuhkan ketakutan jiwa yg
bergejolak dalam diri manusia sehingga
dia tidak merasa gundah dan hanya
bersandar kepada Allah.
 Barang siapa yang ingin kuat agamanya
maka hendaknya ia bertawakkal kepada
Allah.
TERAPI KE-6
 MENSYUKURI NIKMAT HARTA YANG ADA
PADANYA
 Syaihk Abdul Qodir Jailani menjelaskan,
hakekat syukur adalah mengakui nikmat
Allah dengan penuh ketundukan.
 Hati mengakui segala nikmat berasal dari
Allah dan anggota badannya tunduk (patuh
pada syari’at-Nya) kepada pemberi nikmat
itu.
 Allah tidak akan mengazab hamba-Nya
yang bersyukur dan beriman (AN-Nisa’:
147);
 Allah menambahkan karunia-Nya kpd
hamba-Nya yang bersyukur dan mengazab
hamba-Nya yang kufur.
TERAPI KE-7
 SABAR MENGHADAPI UJIAN (FITNAH) HARTA
 Sabar berarti melarang dan menahan.
1. Menahan nafsu dari ketergesa-gesaan;
2. Menahan lisan dari keluhan;
3. Menahan anggota badan dari memukul-mukul pipi
dan merobek-robek pakaian.
 Dzun Nun Al-Mishry berkata: sabar adalah menjauhi
hal-hal yang bertentangan dg agama; bersikap tenang
ketika menghadapi ujian; menampakkan kecukupan di
kala kefakiran; berlapang dada ketika ditimpa musibah
dan tidak berkeluh kesah.
 Al-Junaid berkata: sabar adalah menelan kepahitan
tanpa mengerutkan muka.
TERAPI KE-8
 RIDHA TERHADAP KETETAPAN
(QADHA) DARI ALLAH
 Ridha dapat menenteramkan jiwa dan
faktor penyebab kebahagiaan.
 Ridha menimbulkan rasa syukur.
 Ridha menyebabkan seseorang tidak
akan mencari kekayaan yg tidak
halal.
 Ridha menunmbuhkan sifat qona’ah,
yaitu merasa cukup dengan
pemberian Allah.
TERAPI KE-9
 MENUMBUHKAN KHAUF (RASA
TAKUT) KEPADA ALLAH
 Abul Qosim Al-Hakim berkata: Siapa
yang takut kpd sesuatu ia akan lari
darinya, tetapi siapa yang takut kpd
Allah ia justru lari untuk
mendekatinya.
 Rasa khauf akan membakar syahwat
yang diharamkan.
TERAPI KE-10
 MEMBENTUK SIFAT JUJUR DALAM DIRI
 Secara bahasa, jujur berarti menetapkan hukum

sesuai dengan realitas.


 Menurut Syaikh Abdul Qodir Jailani,

mengatakan sebenarnya dalam kondisi apapun,


dalam kondisi yang tidak menyelamatkanmu
kecuali dengan berbohong.
 Macam-macam kejujuran: jujur dalam

berbicara; jujur dalam pergaulan sehari-hari;


jujur dalam menepati janji; jujr dalam
penampilan.
TERAPI KE-11
 MENUMBUHKAN SIFAT MALU
 Malu merupakan akhlak dan jiwa yang

luhur dan indah.


 Malu adalah pakaian kesempurnaan dan

hiasan kecantikan yang hanya dipakai


oleh hamba-hamba Allah yang
dikehendaki-Nya.
 Malu merupakan landasan akhlak mulia

dan selalu bermuara pada kebaikan.


 Malu menumbuhkan sifat Iffah (menjaga

diri dari perbuatan tercela).


TERAPI KE-12
 MUHASABAH (INTROSPEKSI DIRI)
 Umar bin Khattab berkata:
 Hisablah dirimu sebelum kalian diisab; timbanglah
dirimu sebelum kalian ditimbang; sesungguhnya
berintrospeksi pada hari ini lebih bagi kalian
daripada hisab di kemudiann hari, begitu juga pada
hari ‘aradh (penampakan amal). (Riwayat Imam
Ahmad).
 Manfaat muhasabah:
 mengetahui kekurangan diri;
 Mengetahui hak-hak Allah terhadapnya (hak untuk
ditaati dan tidak dimaksiati; diingat dan tidak
dilupakan; disyukuri nikmat-Nya dan tidak dikufuri.
TERAPI KE-13
 MURAQQABATULLAH
 Muraqqabah adalah merasakan keagungan
Allah setiap waktu dan keadaan serta
merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi
maupun ramai, dikala sendiri maupun
berjama’ah.
 Muraqqabah mendorong lahirnya ihsan.
 “Ihsan adalah engkau beribadah kepada

Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika


engkau t idak melihatnya maka Dia melihat
engkau”.
TERAPI KE-14
 MENUMBUHKAN KECINTAAN
(AL-MAHABBAH) KEPADA
ALLAH
 Mencintai Allah merupakan tujuan
akhir dan derajat tertinggi bagi
orang-orang yang ingin mensucikan
jiwanya.
 Segala sesuatu yang dicintai selain
Allah, hendaknya dicintai dalam
rangka cinta kepada-Nya.
TERAPI KE-15
 TAUBAT
 Taubat adalah kembali kepada Allah
dengan menyesali segala dosa dan
melaksanakan setiap hak Allah.
 Para Sufi membagi taubat menjadi 2:
1. Taubat umum, yaitu tabat dari segala
dosa;
2. Taubat khusus, yaitu taubat dari
kelalaian (ghaflah).
 Ibnu Abbas berkata: taubat nasuha
adalah penyesalan dalam hati,
permohonan ampun dengan lisan,
meninggalkan dengan anggota badan
dan berniat tidak akan mengulanginya
lagi.
Tugas KPK UU 30/2002

Koordinasi Supervisi
(Pasal 7) (Pasal 8)

TUGAS
Penyelidikan,
Monitoring KPK Penyidikan &
(Pasal 14) (Pasal 6) Penuntutan
(Pasal 11)

Pencegahan
(Pasal 13)
163
PENDAHULUAN

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya


atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut obyeknya,
yaitu dari segi hukumnya
Dengan uraian diatas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam
arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan
hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh
aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh
Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum
yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
INDONESIA NEGARA HUKUM.
SEGALA SESUATU YANG ADA DI INDONESIA DIATUR OLEH HUKUM,
- HUKUM YANG TERTULIS.
- HUKUM YANG TIDAK TERTULIS/ ADAT / KEBIASAAN.
- HUKUM

Dilihat dalam garis - garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai
sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana merupakan
bagian dari hukum publik yang memuat ketentuan-ketentuan tentang :

1. Aturan Umum Hukum Pidana dan Aspek Larangan Berbuat yang


Disertai Ancaman Pidana.

2. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana pada diri sipembuat


(Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan).

3. Tindakan dan upaya - upaya yang boleh atau harus dilakukan


negara melalui alat-alat perlengkapannya.
PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

 Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturan
peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi
telah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakin
kompleks dalam realisasinya.

 Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesia
menempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam
kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspek
kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai proses
penegakkan hukum.

 Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar
oleh masayarakat umum, seperti memberi hadiah kepada Pejabat / Pegawai
Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu
dipandang lumrah sebagai kebiasaan dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini
lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.
 Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah
satunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian
korupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang
pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa,
pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika
ditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan
tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benar
bentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.

 Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian
korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat ini pemahaman
masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.

 Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama
ini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi.
Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan
dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat
menjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.

 Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan


sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar
seseorang tidak melakukan korupsi.
KETIGAPULUH BENTUK / JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI
TERSEBUT PADA DASARNYA DAPAT DIKELOMPOKAN SEBAGAI
BERIKUT :

1. Kerugian keuangan negara


2. Suap - Menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
TPK UU No 31 th 1999 Jo UU No 20 Th 2001
SUAP
KERIGIAN MENYUAP
KEUANGAN Ps
NEGARA 5,6,11,12,13 PENGGELAPAN
Ps 2 & 3 DLM JABATAN
Ps 8, 9,
Ps 10.a,b c

PERBUATAN
PEMERASAN
Ps 12, e,g, f KORUPSI
UU NO 31 TH 1999
JO
UU NO 20 TH 2001
PERBUATAN CURANG
Ps 7 ayat (1) a,b,C,d
Ps 7 (2)
Ps 12.b
Benturan
Kepentingan Gratifikasi
Ps 12 i Ps 12 c
169
SELAIN DEFENISI TINDAK PIDANA KORUPSI YANG SUDAH DIJELASKAN DIATAS,
MASIH ADA TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA
KORUPSI. JENIS TINDAK PIDANA LAIN TERSEBUT TERTUANG DALAM PASAL 21,
22, 23, DAN 24 BAB III UU NO.31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI.

Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdiri atas :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar.
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
4. Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi
keterangan palsu.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberi keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
TINDAK TINDAK
PIDANA PIDANA TREND
KORUPSI KORUPSI SEMAKIN
SEBAGAI DAPAT CANGGIH
BERAKIBAT CARA YANG
EKSTRA
MERUSAK DIGUNAKAN
ORDINARY PEREKONOMIAN PELAKU
CRIME NEGARA
EKSTRA ORDINARY CRIME
(Kejahatan Luar Biasa):

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali


akan membawa bencana yang tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana
korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu maka tindak pidana korupsi
tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa
melainkan telah menjadi suatu “kejahatan luar biasa”.
Upaya Penanggulangannya :
 Untuk menanggulangi kejahatan yang luar biasa tersebut
diperlukan suatu kebijakan sosial (sosial policy).
 Kemudian dijabarkan dalam kebijakan penegakan hukum (law
enforcement policy).
 Pada tataran tersebut dirumuskan dan ditegakkan pula
kebijakan pidana (criminal policy).

Dengan demikian tampak bahwa kebijakan pidana merupakan


bagian dari kebijakan penegakan hukum yang secara
keseluruhan berada dalam suatu sistem kebijakan sosial. Oleh
karena itu kebijakan pidana harus memiliki sinkronisasi dengan
kebijakan penegakan hukum, sedangkan kebijakan penegakan
hukum harus pula searah dan dijiwai oleh kebijakan sosial atau
arah kebijakan penyelenggaraan negara pada umumnya.
Trend Perkembangan :

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam


kehidupan masyarakat. Perkembangannya terus
meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus
yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara
maupun dari segi kualitas tindak pidana yang
dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang
memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta
modus operandi yang digunakan juga semakin canggih.
Faktor-faktor penyebab korupsi di
Indonesia meliputi 4 aspek, yaitu:

1.Aspek perilaku individu,


yaitu faktor-faktor internal yang mendorong
seseorang melakukan korupsi, seperti adanya sifat
tamak, moral yang kurang kuat menghadapi
godaan, penghasilan yang tidak mencukupi
kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang
mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak
mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-
ajaran agama secara benar.
2. Aspek Organisasi.

yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan,


kultur organisasi yang tidak benar, sistem
akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem
pengendalian manajemen, manajemen cenderung
menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam
organisasi.
3.Aspek masyarakat,
yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat
dimana individu dan organisasi tersebut berada,
seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk
terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa
yang paling dirugikan dari terjadinya praktek
korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri
terlibat dalam praktek korupsi, serta pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila
masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya
penyalah artian pengertian-pengertian dalam budaya
bangsa Indoenesia.
4.Aspek peraturan perundang-undangan,
yaitu terbitnya peraturan perundang-undangan yang
bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan
kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas
peraturan perundang-undangan yang kurang
memadai, judicial review yang kurang efektif,
penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan
sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta
lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
perundang-undangan.
MENGAPA KORUPSI
TERJADI
Tiga Aspek :

Institusi/Administrasi

Manusia

KORUPSI

Sosial/Budaya
prepared by mulia ardi
1. Kerugian Keuangan Negara ;
 Pasal 2
 Pasal 3
2. Suap – Menyuap ;
• Pasal 5 Ayat (1) huruf a
• Pasal 5 Ayat (1) huruf b
• Pasal 13
• Pasal 5 Ayat (2)
• Pasal 12 huruf a
• Pasal 12 huruf b
• Pasal 11
• Pasal 6 Ayat (1) huruf a
• Pasal 6 Ayat (1) huruf b
• Pasal 6 Ayat (2)
• Pasal 12 huruf c
• Pasal 12 huruf d
3. Penggelapan Dalam Jabatan ;
 Pasal 8
 Pasal 9
 Pasal 10 huruf a
 Pasal 10 huruf b
 Pasal 10 huruf c
4. Pemerasan ;
 Pasal 12 huruf e
 Pasal 12 huruf g
 Pasal 12 huruf f
5. Perbuatan Curang ;
 Pasal 7 Ayat (1) huruf a
 Pasal 7 Ayat (1) huruf b
 Pasal 7 Ayat (1) huruf c
 Pasal 7 Ayat (1) huruf d
 Pasal 7 Ayat (2)
 Pasal 12 huruf h
6.Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan ;
 Pasal 12 huruf i

7.Gratifikasi ;
 Pasal 12 B jo. Pasal 12 C

8. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana


korupsi.
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi tertuang dalam Pasal 21, 22, dan 24 Bab III
UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
terdiri dari :
1. Pasal 21 : Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara
Korupsi
2. Pasal 22 jo Pasal 28 :Tidak Memberi Keterangan atau
Memberi Keterangan Yang Tidak Benar
3. Pasal 22 jo Pasal 29 : Bank Yang Tidak Memberikan
Rekening Tersangka
4. Pasal 22 jo Pasal 35 : Saksi atau Ahli Yang Tidak
Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu
5. Pasal 22 jo Pasal 36 : Orang Yang Memegang Rahasia
Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau Memberi
Keterangan Palsu
6. Pasal 24 jo Pasal 31 : Saksi Yang Membuka Identitas
Pelapor .
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana korupsi,
harus memenuhi rumusan unsur-unsur sebagaimana termuat dalam masing-
masing Pasal, yaitu :

Unsur Pasal 2 :
 Setiap orang ;
 Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi ;
 Dengan cara melawan hukum ;
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Unsur Pasal 3 :
 Setiap orang ;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi ;
 Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ;
 Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ;
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a :
 Setiap orang ;
 Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu ;
 Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
sehingga bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b :


 Setiap orang ;
 Memberi sesuatu ;
 Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Unsur Pasal 13 :
 Setiap orang ;
 Memberi hadiah atau janji ;
 Kepada Pegawai Negeri ;
 Dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada
jabatan atau kedudukan tersebut.
Unsur Pasal 5 ayat (2) :
 Pegawai Negeri atau Penyelanggara Negara ;
 Menerima pemberian atau janji ;
 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b

Unsur Pasal 12 huruf a :


 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Menerima hadiah atau janji ;
 Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya
agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya ;
 Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.

Unsur Pasal 12 huruf b :


 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Menerima hadiah ;
 Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya ;
 Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
Unsur Pasal 11 :
 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Menerima hadiah atau janji ;
 Diketahuinya ;
 Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran
orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.
Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf a :
 Setiap orang ;
 Memberi atau menjanjikan sesuatu ;
 Kepada hakim ;
 Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili.
Unsur Pasal 6 Ayat (1) huruf b :
 Setiap orang ;
 Memberi atau menjanjikan sesuatu ;
 Kepada Advokat yang menghadiri sidang pengadilan ;
 Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Unsur Pasal 6 Ayat (2) :
 Hakim atau Advokat ;
 Yang menerima pemberian atau janji ;
 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau huruf b.
Unsur Pasal 12 huruf c :
 Hakim ;
 Menerima hadiah atau janji ;
 Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili.
Unsur Pasal 12 huruf d :
 Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan ;
 Menerima hadiah atau janji ;
 Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili.
Unsur Pasal 8
 Pegawai Negeri atau selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu ;
 Dengan sengaja ;
 Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam
melakukan perbuatan itu ;
 Uang atau Surat Berharga ;
 Yang disimpan karena jabatannya.
Unsur Pasal 9
 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu ;
 Dengan sengaja ;
 Memalsu ;
 Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Unsur Pasal 10 hurf a
 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu ;
 Dengan sengaja ;
 Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat
dipakai ;
 Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan dimuka pejabat yang berwenang ;
 Yang dikuasainya karena jabatan.

Unsur Pasal 10 hurf b :


 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu ;
 Dengan sengaja ;
 Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai ;
 Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada pasal 10 huruf
a.
Unsur Pasal 10 huruf c
 Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu ;
 Dengan sengaja ;
 Membantu orang lain Menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai ;
 Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana dimaksud pada Pasal 10
huruf a.

Unsur Pasal 12 huruf e :


 Pegawai Negeri atau penyelenggara negara ;
 Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain ;
 Secara melawan hukum ;
 Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.
 Menyalagunakan kekuasaan.
Unsur Pasal 12 huruf g :
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;
 Pada waktu menjalankan tugas ;
 Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang ;
 Seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya ;
 Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.

Unsur Pasal 12 huruf f :


 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;
 Pada waktu menjalankan tugas ;
 Meminta, menerima, atau memotong pembayaran ;
 Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
umum ;
 Seolah olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas
umum mempunyai hutang kepadanya.
 Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang.
Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf a :
 Pemborong, Ahli Bangunan, atau Penjual Bahan Bangunan ;
 Melakukan perbuatan curang ;
 Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;
 Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf b:


 Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan ;
 Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan
atau menyerahkan bahan bangunan ;
 Dilakukan dengan sengaja ;
 Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) huruf a

Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf c :


 Setiap orang ;
 Melakukan perbuatan curang ;
 Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian
negara RI ;
 Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
Unsur Pasal 7 Ayat (1) huruf d :
 Orang yang bertugas mengawasi penyerahan
barang keperluan TNI dan atau Kepolisian RI
 Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat 1 huruf c) ;
 Dilakukan dengan sengaja.

Unsur Pasal 7 Ayat (2) :


 Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan
atau orang yang menerima penyerahan barang
keperluan TNI dan atau Kepolisian negara RI ;
 Membiarkan perbuatan curang ;
 Sebagaimana dimaksud Pasal 7 Ayat (1) huruf a
atau huruf c.
Unsur Pasal 12 huruf h
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;
 Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang
diatasnya ada hak pakai
 Seolah olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan ;
 Telah merugikan yang berhak ;
 Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.

Unsur Pasal 12 huruf I :


 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;
 Dengan sengaja ;
 Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan
pengadaan atau persewaan.
 Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Unsur Pasal 12 huruf b:
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara ;
 Menerima gratifikasi ;
 Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan
dengan kewajibannya atau tugasnya.
 Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan
kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak
diterimanya gratifikasi.
Unsur Pasal 21 :
 Setiap orang ;
 Dengan sengaja ;
 Mencegah, merintangi atau menggagalkan ;
 Secara langsung atau tidak langsung ;
 Penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa
maupun para saksi dalam perkara korupsi.
Unsur pasal 22 jo. Pasal 28 :
 Tersangka ;
 Dengan sengaja ;
 Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu ;
 Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda istri suaminya atau
harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang
diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan tersangka.

Unsur Pasal 22 jo Pasal 29 :


 Orang yang ditugaskan oleh bank ;
 Dengan sengaja ;
 Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.

Unsur Pasal 22 jo. Pasal 35 :


 Saksi atau ahli ;
 Dengan sengaja ;
 Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang
isinya palsu.
Unsur Pasal 22 jo. Pasal 36 :
 Orang yang karena pekerjaan, harkat, martabat
atau jabatannya yang diwajibkan menyimpan
rahasia ;
 Dengan sengaja ;
 Tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan yang isinya palsu.

Unsur Pasal 24 jo Pasal 31:


 Saksi ;
 Menyebut nama atau nama alamat pelapor atau
hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya
identitas pelapor.
MENERIMA HADIAH ATAU JANJI
BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA

Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling
lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan
paling banyak Rp 250 juta

 Pegawai negeri atau penyelenggara negara


 Menerima hadiah atau janji
 Padahal diketahuinya
 Atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya,
atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.
MENYUAP PEGAWAI NEGERI ATAU PENYELENGGARA
NEGARA

Pasal 5 ayat (1) huruf a


 Memberi atau menjanjikan sesuatu;
 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya;
 yang bertentangan dengan kewajibannya.

Dipidana penjara paling singkat 1 (satu)


tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus
lima puluh juta rupiah
PEMBORONG BERBUAT CURANG
Pasal 7 ayat (1) huruf a
 Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;

 Melakukan perbuatan curang;


 Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;

 Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang,

atau keselamatan negara dalam keadaan perang .

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7


(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
PENGAWAS MEMBIARKAN KECURANGAN
Pasal 7 ayat (1) huruf b
 Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan;
 Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan

atau menyerahkan bahan bangunan ;


 Dilakukan dengan sengaja ;
 Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a .

Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7


(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
PEGAWAI NEGERI / PENYELENGGARA NEGARA MEMERAS
Pasal 12 huruf e
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1
miliar:
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain;
 Secara melawan hukum;
 Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
 Menyalahgunakan kekuasaannya.
TURUT SERTA DALAM PENGADAAN
Pasal 12 huruf i
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1
miliar:
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 Dengan sengaja;
 Langsung atau tidak langsung turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan;
 Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
GRATIFIKASI
Pasal 12B ayat (1)
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan
jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
dengan ketentuan sebagai berikut:
 yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi;
 yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
PENGERTIAN GRATIFIKASI MENURUT PENJELASAN
PASAL 12 B
UU NO. 20 TAHUN 2001
 Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri
dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik .

 Pengecualian
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak

berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya


kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
SANKSINYA

Pasal 12B ayat (2)


Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4
tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
PELAPORAN DAN PENENTUAN STATUS GRATIFIKASI Pasal 16, 17 & 18
UU No. 30
th. 2002

Penerima Laporan Tertulis Proses


Gratifikasi kepada KPK Penetapan Status

30

Pasal Waktu 30 hari Dapat memanggil H


12C kerja Penerima Gratifikasi A
UU sejak diterima R
No. 20 I
th
2001 Pimpinan KPK K
7 Hari Kerja sejak melakukan E
ditetapkan statusnya penelitian R
J
Menteri A
Keuangan
SK Pimpinan
KPK ttg
Penerima Status Gratifikasi
Gratifikasi
MODUS OPERANDI KORUPSI
PENYIMPANGAN PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH
PROSEDUR TIDAK SESUAI PERATURAN PER UU AN.

-PERENCANAAN, -PELAKSANAAN
MARK - UP HARGA / JUMLAH
-PELAPORAN

PERBUATAN
CURANG PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE

GRATIFIKASI PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK


( SUAP )

PENGGELAPAN UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN

PEMALSUAN BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM

PEMERASAN DALAM JABATAN

TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS


Pelaku KORUPSI Sebagaimana UU NO 31 / 1999 yang telah diubah
denganUU NO 20 / 2001

SUBYE PERBUATA AKIBAT


K N
-Memperkaya diri, orang lain, koorporasi
secara melawan hukum (Psl 2)
SETIAP -Menguntungkan diri, orang lain, koorporasi
dengan menyalahgunakan kewenangan,
ORANG
kesempatan atau sarana karena jabatan
-Setiap orang /kedudukan (Psl 3) -Merugikan Ku /
-Pegawai negeri ekonomi Negara
-Penylgr negara -Merugikan individu,
-Suap (Psl 5,6,11,12,13)
-Hakim
instansi, dunia usaha
-Advokat
-Perbuatan curang, membahayakan & masyarakat
PEMBORONG keamanan umum (Psl 7) -Bangsa dan negara
-Penggelapan uang/surat berharga (Psl 8) terpuruk
-Pegawai negeri -Pemalsuan, menghilangkan, merusakkan
-Selain PN buku-buku/daftar-daftar (Psl 9, 10)

-UU Lain yang menyebut -----korupsi


MELAWAN HUKUM UNTUK MEMPERKAYA DIRI DAN
MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN

Pasal 2 (Break of Law)


Formil dan materiil
 secara melawan hukum;
(perbuatan tercela)
 memperkaya diri sendiri atau orang

lain atau korporasi;


Yang dapat
merugikan keuangan
negara atau
Setiap perekonomian
Orang negara
atau
Korpo-
rasi Pasal 3 (Abuse of Power)
- dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi;
- menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ECW
ada padanya karena jabatan Neloe
atau kedudukan;
KEUANGAN / PEREKONOMIAN NEGARA
Unsur Keuangan Negara :
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan
(termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena:
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat negara, baik di
tingkat pusat maupun di daerah.
2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan,
Badan Hukum, dan perusahaan yg menyertakan modal negara, atau perusahaan yg
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian degan negara.

Unsur Perekonomian Negara :


Penjelasan Umum UU No.31 Tahun 1999 menjelaskan sebagai berikut :
Pengertian perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat mandiri yg
didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai
dengaan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
masyarakat.

Kerugian keuangan / perekonomian negara harus dibuktikan secara konkrit (didasarkan alat
bukti yang sah) tidak boleh menggunakan asumsi, kerugian yang propestif; walaupun
kegiatan institusi negara tersebut mendapat keuntungan tidak berarti perbuatan terdakwa
tidak merugikan negara
Korporasi :
adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum.
PERLUASAN PENGERTIAN PEGAWAI NEGERI

1. Orang yang mendapat gaji, upah dari negara atau korporasi.


2. Orang yang menerima Modal atau fasilitas dari negara.

Yang dimaksud dengan fasilitas dari negara adalah perlakuan


istimewa yang diberikan dalam berbagai bentuk misalnya bunga
pinjaman yang tidak wajar, pemberian ijin yang eksklusif
termasuk keringanan biaya masuk, pemberian harga atau pajak
yang tidak wajar (bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku).
PIDANA KHUSUS

PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PREVENTIF REPRESIF
(Pencegahan) (Penindakan)

Penyelidikan
Penyidikan
Pelaksanaan
Penuntutan
Program
Binmatkum
UPAYA PENEGAKAN HUKUM :

 Preventif, yaitu strategi yang diarahkan untuk mencegah


terjadinya tindak pidana dengan cara menghilangkan atau
meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang
terjadinya tindak pidana.

 Detektif, yaitu strategi yang diarahkan untuk


mengidentifikasi tindak pidana yang sering terjadi.

 Represif, yaitu strategi yang diarahkan untuk menangani


atau memproses pelaku tindak pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Pasal 41 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 : Pada intinya masyarakat dapat
berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
2. Wujud dari peran serta masyarakat tersebut berupa :
 Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi.
 Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan TPK kepada Aparat Penegak Hukum
yang menangani perkara TPK.
 Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada
penegak hukum yang menangani TPK.
 Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang
diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 hari.
 Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
Penyelidikan
Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Tugas penyelidikan adalah sangat penting karena merupakan landasan


yang kuat didalam menunjang tugas penyidikan.

Sumber Informasi Sebagai Dasar Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi


didapat dari :
L / satuan operasi
1. Laporan atau Pengaduan Masyarakat L / satuan TO
2. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI L / satuan penyelidikan
Jaksa

Kesimpulan
3. Temuan sendiri.
4. Media massa.
 Kegiatan penyelidikan dilakukan segera setelah aparat penegak hukum menerima
informasi / laporan / pengaduan tentang dugaan adanya suatu tindak pidana
korupsi. Kegiatan penyelidikan ditujukan untuk Mencari, Menggali, Mengumpulkan
Bahan Keterangan, dan Data-Data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai
sumber, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup, yang selanjutnya bahan
keterangan dan data-data tersebut diolah dalam satu proses sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan.

 Oleh karena tugas penyelidikan berfungsi sebagai dasar untuk tugas penyidikan
selanjutnya maka hasil tugas penyelidikan tersebut diharapkan dapat memberikan
kesimpulan bahwa :
Apakah suatu peristiwa pidana itu adalah merupakan suatu kejahatan yang
sekaligus dapat menentukan arah dan alat bukti yang telah diperoleh, sehingga
dapat mempermudah penyidikanya.

Selanjutnya dari bahan keterangan dan data maupun dokumen yang diperoleh
tersebut diolah dalam satu proses analisa yuridis sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan tentang “Apakah suatu perkara yang dilakukan penyelidikan tersebut
telah diperoleh ataupun ditemukan bukti permulaan / bukti awal yang cukup telah
terjadinya suatu tindak pidana ?”
“ BUKTI PERMULAAN “

 Dalam hal Penyidik yang melakukan Penyidikan menetapkan seorang yang karena perbuatannya
atau keadaannya patut diduga sebagai tersangka pelaku tindak pidana, maka penetapan
Penyidik itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” (Prima Facie Evident)
 Demikian pula dalam hal Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap seorang yang
diduga keras sebagai pelaku tindak pidana, maka perintah penangkapan itu harus didasarkan
pada “Bukti Permulaan”
ALAT BUKTI YANG SAH :
“ BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP “ 1. Keterangan Saksi
 Adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. 2. Keterangan Ahli
 Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah. 3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
 Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP diterangkan bahwa : “Yang dimaksud dengan Bukti
Permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana
sesuai dengan bukyi Pasal 1 butir 14”
 Pasal tersebut menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul melakukan tindak
pidana.
 Dengan membaca penjelasan Pasal 17, ternyata apa yang dimaksud dengan Bukti
Permulaan (Prima Facie Evident) masih tetap tidak jelas, apakah bukti permulaan itu
berbentuk Barang Bukti ataukah berbentuk Alat Bukti Yang Sah.
 Hal ini dapat menimbulkan munculnya berbagai penafsiran, berhubung tindakan
Penyidikan itu mempunyai tujuan utama untuk mengumpulkan Bukti yang pada
akhirnya akan bermuara pada penyajian pembuktian di muka sidang Pengadilan, maka
penafsiran terhadap pengertian “Bukti” harus didasarkan dan tidak boleh dilepaskan
dari pengertian “Alat-Alat Bukti Yang Sah”
 Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat pembuktian yang berlaku dan bernilai
untuk memutuskan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana
adalah “Alat Bukti Yang Sah” sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) alat bukti yang
sah.
 Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti
Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu
dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai
dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan
PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk
mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang
dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas
(jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan,
pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan
siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang
ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.
 Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti
yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.
 Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam
pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena
kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.
 Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum
di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan
tersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sah
Penyidikan
Adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.

 Kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi bertujuan untuk


mencari dan menemukan unsur-unsur tindak pidana korupsi
berikut alat bukti yang sah. Dengan demikian dalam kegiatan
penyidikan ini diarahkan pada konstruksi pasal-pasal yang
disangkakan.

 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 Ayat (1) KUHAP


yang berbunyi : “Dalam hal Penyidik telah mulai melakukan
suatu penyidikan peristiwa yang merupakan tindak pidana,
penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum.”
Pemberitahuan tersebut disampaikan oleh Penyidik kepada
Penuntut Umum melalui SPDP.
 Sasaran / target tindakan Penyidikan adalah mengupayakan
PEMBUKTIAN tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya
menjadi terang / jelas dan sekaligus menemukan siapa tersangka
pelakunya.
 Adapun yang dimaksud dengan “Pembuktian” adalah upaya menyajikan /
mengajukan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti di depan sidang
Pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan Surat
Dakwaan Penuntut Umum.
 Upaya pembuktian dilakukan dengan cara-cara yang diatur dalam
KUHAP, yaitu dengan melakukan kegiatan / tindakan mencari /
menemukan / mengumpulkan / menyita alat-alat bukti yang sah dan
barang bukti, yang selanjutnya melalui proses penuntutan, alat-alat bukti
tersebut oleh Penuntut Umum diajukan ke depan persidangan .
PRA
PENUNTUTAN

Dalam Pasal 14 Huruf (b) KUHAP menyebutkan bahwa :


“Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila
ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam
rangka penyempurnaan dari penyidikan.”

Dari ketentutan tersebut diatas menimbulkan Penafsiran yang


berbeda-beda tentang pengertian Pra Penuntutan, yaitu :
1. Pra Penuntutan ditafsirkan sebagai sarana koordinasi antara
Penyidik dengan Penuntut Umum sebelum Berkas Perkara
dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum.
2. Kewenangan Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada Penyidik untuk kesempurnaan Berkas Perkara.
3. Segala tindakan Penuntut Umum yang dilakukanya, sebelum
Berkas Perkara dilimpahkan ke Pengadilan.
PROSES PRA PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Segera setelah Pihak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya


Penyidikan (SPDP) dari Penyidik, maka diterbitkan P-16 (Surat Perintah
Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan
Penyidikan Perkara Tindak Pidana).
2. Apabila setelah pengiriman SPDP, namun Penyidik belum juga menyerah-
kan hasil penyidikannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka pihak
Kejaksaan menerbitkan P-17 (Surat Permintaan Perkembangan Hasil
Penyidikan)
3. Apabila setelah pengiriman SPDP, Penyidik segera menyerahkan berkas
perkara, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bersangkutan segera
memeriksa dan meneliti berkas perkara tersebut.
4. Apabila dan pemeriksaan dan penelitian berkas perkara tersebut, JPU
berpendapat masih diperlukan penyempurnaan, maka diterbitkan P-18 dan
P-19 untuk penyidik.
P-18 : Surat pemberitahuan bahwa hasil penyidikan belum lengkap.
P-19 : Surat pengembalian berkas perkara disertai dengan petunjuk
untuk dilengkapi.
5. Bahwa Penyidik memiliki waktu selama 14 (empat belas) hari untuk
melakukan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan berkas
perkara.
6. Apabila dalam kurun waktu 14 hari, ternyata Penyidik belum menyelesai-
kan penyidikan tambahan atau Penyidik belum mengembalikan berkas
perkara tersebut ke Kejaksaan, maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-20
(Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Tambahan Sudah
Habis).
7. P-21 (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) diterbit-kan
oleh Kejaksaan apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas perkara
yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk
mengikuti perkembangan penyidikan memberikan kesimpulan bahwa
Berkas Perkara tersebut telah memenuhi syarat FORMIL dan MATERIIL.

8. Apabila setelah diterbitkan P-21, namun Penyidik belum juga menyerah-


kan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya kepada Penuntut
Umum, maka pihak Kejaksaan segera menerbitkan P-21 A (Surat
Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) kepada
Penyidik, dengan permintaan agar Penyidik segera menyerahkan
tanggung jawab tersangka dan barang buktinya dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
PENYIDIK menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan kepada PENUNTUT
UMUM. Penyerahan Berkas Perkara dari PENYIDIK kepada PENUNTUT UMUM
dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :

1 Penyerahan Berkas Perkara TAHAP PERTAMA

2 Penyerahan Berkas Perkara TAHAP KEDUA

TAHAP PERTAMA : TAHAP KEDUA :


Penyidik hanya menyerahkan Berkas Penyidik menyerahkan tanggung
Perkara Hasil Penyidikan jawab Tersangka dan Barang Bukti

PRA PENUNTUTAN PENUNTUTAN


Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP
PENERIMAAN BERKAS
PERKARA TAHAP-1

Setelah berkas perkara diterima dari Penyidik , tugas Jaksa


Penuntut Umum adalah melakukan penelitian berkas perkara
yang difokuskan kepada :

1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang


berhubungan dengan formalitas / persyaratan, tata cara
penyidikan, yang harus dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita
Acara. Izin/ Persetujuan Ketua Pengadilan , disamping penelitian
kwantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula kwalitan
kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan
Undang –Undang.
2. Kelengkapan materiil: yakni kelengkapan informasi, data, fakta
dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian.
Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan
materiil antara lain :
KELENGKAPAN FORMIL

 YAKNI meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, yang
diantaranya meliputi :
 Tatacara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah
 Berita Acara
 Izin atau persetujuan pengadilan.

 Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formil perlu diteliti pula kualitas
kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan UU.
KELENGKAPAN MATERIIL

1. Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal


yang dilanggar);
2. Siapa pelaku, siapa siapa yang melihat, mendengar, mengalami
peristiwa itu (tersangka, saksi – saksi/ ahli);
3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi);
4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti);
5. Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti)
6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara victimologis)
7. Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang
mendorong pelaku).
8. Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang
diperlukan bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai
hasil penyidikan.
Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP

PENERIMAAN BERKAS
PERKARA TAHAP-2

PENYERAHAN TANGGUNG JAWAB

TERSANGKA BARANG BUKTI

Penerimaan tersangka HAL-HAL YANG PERLU


dimaksudkan untuk DITELITI :
mengetahui sejauh mana 1. Kuantitas (jumlah,
kebenaran tentang : ukuran,
Keterangan-keterangan takaran/timbangan atau
tersangka dalam BAP; satuan lainnya)
Identitas tersangka (guna 2. Kualitas (harga, nilai ,
mencegah terjadinya Error in mutu, kadar dan lain lain)
Persona; status tersangka
(ditahan/tidak, Residivis atau 3. Kondisi (baik, rusak,
pemula) maupun lengkap/ tidak lengkap).
kemungkinan ada tambahan
keterangan dari tersangka.
PENUNTUTAN

Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke


Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
HAKIM di sidang pengadilan.

“Penuntut Umum berwenang melakukan


penuntutan terhadap siapapun yang “Penuntut Umum melimpahkan perkara ke
didakwa melakukan suatu tindak pidana Pengadilan Negeri dengan permintaan agar
dalam daerah hukumnya dengan segera mengadili perkara tersebut disertai
melimpahkan perkara ke Pengadilan yang dengan Surat Dakwaan”
berwenang mengadili”
( Pasal 137 KUHAP ) ( Pasal 143 ayat (1) KUHAP )
PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

1. Setelah PENYIDIK menyerahkan tanggung jawab tersangka berikut barang


buktinya ke Kejaksaan, maka pada saat itu juga JPU melakukan Pemeriksaan
terhadap Tersangka dan barang Bukti (Formulir Model : BA-15)
2. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Untuk Penyelesaian Tindak Pidana (Formulir Model : P-16 A)
3. Berkaitan dengan penahanan terdakwa, maka diterbitkan Surat Perintah
Penahanan / Pengalihan Jenis Penahanan (Formulir Model : T-7)
4. Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan
penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat.
5. JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat
Dakwaan (Formulir Model : P-29).
6. Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan
disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara
Acara Pemeriksaan Biasa).
Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang Bukti
7. Setelah JPU menerima “Penetapan Hari Sidang” dari Pengadilan Negeri, maka
JPU membuat dan mengirimkan Surat Panggilan kepada:
 Saksi - Saksi (Formulir Model : P-37)
 Terdakwa (Formulir Model : P-38)
Guna hadir di persidangan pada hari yang telah ditetapkan
8. JPU menghadiri seluruh proses persidangan di Pengadilan Negeri
9. JPU membuat dan menyampaikan Surat Tuntutan (Formulir Model : P-42)
10. JPU menyampaikan sikap terhadap Putusan Majelis Hakim.
- Menerima Putusan Majelis Hakim
- Melakukan upaya hukum (Formulir Model : P-46)
11. JPU melaksanakan eksekusi terhadap Putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap (Formulir Model : P-48)
ALAT BUKTI YANG SAH & BARANG BUKTI

Dalam praktik hukum / praktik penegakan hukum, ternyata bahwa para


Pejabat Penyidik pada saat mulai mengayunkan langkah pertamanya
dalam melakukan PENYIDIKAN maka secara otomatis dan secara
langsung sudah terkait dan sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan
pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target
penting dalam kegiatan penyidikan adalah upaya mengumpulkan alat-alat
pembuktian untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.

Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus


tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus sudah menguasai alat
pembuktian yang disebut “BUKTI PERMULAAN” selanjutnya apabila
penyidik sudah melakukan upaya paksa, misalnya : penahanan terhadap
orang yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana (tersangka), maka
tindakan penyidik tersebut paling kurang harus didasarkan pada “BUKTI
YANG CUKUP”
Dengan demikian, meskipun upaya pembuktian yang paling penting dan
menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang
pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan
dan berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan penyidikan.

Dalam proses PENUNTUTAN, terutama pada saat Jaksa Penuntut Umum


(JPU) menyusun Surat Dakwaan, semuanya itu sangat dipengaruhi dan
didasarkan pada kesempurnaan serta keberhasilan tindakan penyidikan,
terutama dalam upaya Penyidik mengumpulkan sarana pembuktian yang akan
disajikan atau diajukan oleh JPU di depan sidang Pengadilan.

Dengan kata lain, keberhasilan penyidikan akan mendukung keberhasilan


tindakan penuntutan, dan keberhasilan tindakan penuntutan akan
menghasilkan PUTUSAN Pengadilan yang adil sebagaimana diupayakan oleh
Penyidik dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dan didambakan oleh
Pencari Keadilan.
ALAT BUKTI

Alat Bukti Yang Sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP adalah
sebagai berikut :

1 KETERANGAN SAKSI

2 KETERANGAN AHLI

3 SURAT

4 PETUNJUK

5 KETERANGAN TERDAKWA
Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa
keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
KETERANGAN SAKSI
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi


nyatakan di muka Sidang Pengadilan.

 Keterangan dari saksi yang tidak disumpah, meskipun sesuai satu dengan yang
lain bukan merupakan alat bukti yang sah. (Pasal 185 ayat 7 KUHAP).
 Keterangan Saksi yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan tersebut
diberikan dibawah sumpah (Pasal 116 ayat 1), maka keterangan saksi itu berlaku
sebagai alat bukti yang sah.
 Keterangan Saksi kepada Penyidik yang dituangkan dalam BAP berlaku sebagai
alat bukti “SURAT” (Pasal 187 huruf b atau d KUHAP)
 Tidak berlaku sebagai Keterangan Saksi, apabila keterangan itu diperoleh dari
orang lain (testimonium de auditu)
 Saksi a charge : Saksi yang memberatkan Terdakwa.
 Saksi a de charge : Saksi yang meringankan Terdakwa.
Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki “KEAHLIAN KHUSUS” tentang hal yang diperlukan
KETERANGAN AHLI untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan (di Sidang Pengadilan)

Keterangan Ahli adalah apa yang seorang AHLI nyatakan di


Sidang Pengadilan. (Pasal 186 KUHAP)

 Keterangan Ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau
Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk “Laporan” dan dibuat “Dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.”
 Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau
Penuntut Umum, maka pada waktu pemeriksaan di Sidang Pengadilan diminta
untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam BAP (Sidang). Keterangan
tersebut diberikan setelah ia (orang ahli) mengucapkan sumpah atau janji
dihadapan Hakim.
 Dalam hal Penyidik untuk kepentingan Peradilan menangani seorang korban,
baik luka, keracunan, ataupun mati diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan “Keterangan Ahli” kepada
Ahli Kedoketran Kehakiman (Kedokteran Forensik) atau dokter dan/atau ahli
lainnya (Pasal 133 ayat 1 KUHAP)
Adalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan
ALAT BUKTI SURAT
atau dikuatkan dengan sumpah.

A. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya
sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
B. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
C. Surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat perndapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi daripadanya.
D. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

surat
Adalah Perbuatan, Kejadian, atau Keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
ALAT BUKTI PETUNJUK
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.

Petunjuk dimaksud hanya


dapat diperoleh dari :

KETERANGAN SAKSI
 PERBUATAN
SURAT PETUNJUK
 KEJADIAN
 KEADAAN
KETERANGAN TERDAKWA

Kekuatan pembuktian alat bukti PETUNJUK sangat ditentukan oleh unsur-unsur


subjektif (arif bijaksana, kecermatan, keseksamaan dalam hati nurani) dari
Hakim.
Adalah apa yang Terdakwa nyatakan di Sidang Pengadilan
KETERANGAN TERDAKWA tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri
atau ia alami sendiri

Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat


digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang
sah sepanjang mengenai hal didakwakan kepada Terdakwa.
( Pasal 182 ayat 2 KUHAP )

Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan


bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang
lain.
KETERANGAN TERDAKWA :
1. Bisa berisi pengakuan
Tersangka / Terdakwa atas
Sangkaan / Dakwaan; atau
2. Bisa berisi pengingkaran /
pemungkiran atas Sangkaan /
Dakwaan.
BARANG BUKTI

Penyitaan :
Adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan
dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan,
dan Pengadilan.

Berdasarkan pengertian / penafsiran otentik sebagaimana dirumuskan dalam


Pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa benda yang
disita / benda sitaan yang juga dinamakan “BARANG BUKTI” tersebut adalah
berfungsi / berguna untuk kepentingan pembuktian Penyidikan, Penuntutan,
dan Pengadilan.
 Benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti adalah berfungsi untuk
kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat bukti
yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara
jelas bahwa barang bukti “tidak termasuk” sebagai alat bukti yang sah.
 Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai
kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut
dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam KUHAP, maka barang bukti tersebut
dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah.
Contoh 1 : Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan penyidikan perkara pembuhuhan, penyidik
melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa senjata tajam yang diduga digunakan untuk
melakukan pembunuhan, baju milik korban, dan sandal dengan bercak darah yang diduga milik pelaku
pembunuhan. Kemudian Penyidik mengirimkan mayat dan BB tersebut ke Laboratorium Forensik / Ahli
Kedokteran Kehakiman untuk mendapatkan Visum Et Repertum dan laporan/surat keterangan ahli. Atas
permintaan Penyidik berdasarkan Pasal 133 jo 86 KUHAP, maka ahli forensik membuat laporan /
keterangan hasil pemeriksaannya dalam bentuk “KETERANGAN AHLI” dan Visum Et Repertum.
Dengan demikian BB yang disita oleh Penyidik dan BB berupa mayat korban pembunuhan tersebut
telah berubah menjadi alat bukti yang sah berupa KETERANGAN AHLI dan Visum Et Repertum (Pasal
184 jo 186 jo 187 huruf c KUHAP)
Contoh 2 : Dalam perkara pencurian, penggelapan, atau penipuan, apabila Barang Bukti (benda sitaan)dari
hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang, atau kalung diajukan di muka persidangan maka sesuai
dengan Pasal 181 KUHAP – HAKIM KETUA Sidang memperlihatkan kepada Terdakwa segala “Barang Bukti”
dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang itu. Jika perlu BB itu diperlihatkan juga oleh HAKIM
KETUA Sidang kepada Saksi. Apabila atas pertanyaan HAKIM KETUA Sidang terdakwa dan saksi memberikan
keterangan bahwa mengenal BB yang diajukan di muka persidangan disertai “Penjelasan” yang berkaitan
dengan BB tersebut, maka BB tersebut telah berubah menjadi Alat Bukti Yang Sah dalam bentuk
“KETERANGAN SAKSI” dan “KETERANGAN TERDAKWA”
Berdasarkan uraian–uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun
Benda Sitaan sebagai Barang Bukti secara yuridis formal tidak termasuk
sebagai Alat Bukti Yang Sah, namun dalam proses praktik hukum / praktik
peradilan, BB tersebut secara materiil dapat berubah dan berfungsi sebagai
Alat Bukti Yang Sah.

Disamping itu keberadaan Barang Bukti di muka persidangan dapat juga


berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan memperkuat “KEYAKINAN
HAKIM” dalam memutus kesalahan atau menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa. Atas dasar itu maka dalam proses pemeriksaan di muka
persidangan, seringkali HAKIM menunda sidang disebabkan PENUNTUT
UMUM tidak/belum mengajukan BB di muka sidang pengadilan.
PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
DI KEJAKSAAN REPUBLIK
INDONESIA

Laporan
Masyarakat/
Hasil temuan Ditelaah
Penunjukan
Instansi lain Jaksa Penyelidik
Surat
Hasil Ada Perintah
telaaha
n
Indikasi TP Penyelidikan
Tidak ada bukti `
permulaan
Proses
TAHAP
Penyelidika
PENYIDIKAN
n
Tidak ditindak
lanjuti
Bukan merupakan
tindak pidana/tidak Hasil
cukup bukti Penyelidika Cukup Bukti
n

Dihentikan Bukan merupakan Dikirim ke


Penyelidikan tindak pidana Instansi lain
korupsi
Tembusan KPK

TAHAP SPDP TAHAP


PENYIDIKAN PENUNTUTAN

Penunjukan
Jaksa Penyidik Dikembalikan Penelitian
untuk dilengkapi kelengkapan
Surat Perintah berkas
Penyidikan

Cukup Bukti
Pemeriksaan
Saksi, Ahli &
Tersangka Berita Acara
Pendapat

Penggeledahan / Hasil
Proses
Penyitaan Penyidikan Lengkap
Penyidikan
Barang Bukti

Penunjukan
Penahanan JPU
Tersangka Bukan merupakan
Dihentikan
tindak pidana /
Tidak Cukup Bukti Penyidikan
SP 3
• Dakwaan PENGADILAN
• NEGERI Putusan
Berkas
Perkara
• Barang bukti

Proses
Sikap
Persidangan Satu Pihak
Kedua Tidak
Surat
belah Menerima
Pelimpahan
pihak
Perkara

Penetapan / UPAYA
Keputusan HUKUM
Ketua PN /
Hakim Kedua Pihak
Menerima
Surat
Dakwaan
Eksekusi

UPAYA HUKUM
• Banding
• Kasasi
Penunjukan Surat • Kasasi Demi
Pembacaan
JPU Tuntutan Kepentingan
Tuntutan
Hukum
• Grasi
• Peninjauan
Kembali
Panitera Rohaniawan

Hakim Anggota Hakim Ketua Hakim Anggota


Panji Pengayoman

MEJA MAJELIS HAKIM

Terdakwa
MEJA PENASIHAT HUKUM
MEJA PENUNTUT UMUM
Penuntut Umum

Penasihat Hukum
Kursi Pemeriksaan

KURSI SAKSI / AHLI

PENGUNJUNG SIDANG
CARA PELAPORAN TP

KORUPSI
Gratifikasi tersebut dapat dilaporkan :
1. Lapor langsung ke kantor KPK.
2. melalui Unit Pengendalian Gratifikasi
(UPG) di masing-masing instansi.
3. Melalui e-mail ke
pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id,
faksimili ke 021-5289-2459, dan
4. situs gol.kpk.go.id.

Anda mungkin juga menyukai