Anda di halaman 1dari 164

MODUL PEMBELAJARAN

MATA KULIAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


JIP 619308 (2-1)

Disusun Oleh
Moh. Rizky Godjali, M.I.P

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021

1
Rencana Pembelajaran/Silabus

No Indikator Capaian Waktu


Kompetensi Dasar Materi Ajar Metode dan Media Teknik Penilaian
Pembelajaran Mata Kuliah
1 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan definsi Pengenalan Konsep Dasar
memahami dan dan sejarah korupsi Korupsi : Daring Sinkronus
pengertian dan jenis- 2. Mampu menjelaskan 1. Definisi dan sejarah korupsi Ceramah dan Tes 150
pengertian dasar korupsi dalam konteks global Menit
jenis korupsi Diskusi Topik
3. Mampu menjelaskan jenis- 2. Pengertian dasar korupsi
jenis perilaku korupsi 3. Jenis-jenis perilaku korupsi
4. Mampu menjelaskan tindakan 4. Jenis-jenis tindak pidana
pidana korupsi berdasarkan korupsi
regulasi 5. Dampak korupsi
2 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan faktor 1. Faktor pendorong Daring Sinkronus 150
memahami dan pendorong tindakan dan tindakan dan perilaku Ceramah, Diskusi Tes Menit
menerangkan sebab perilaku korupsi pada aspek korupsi pada aspek Kelompok Terarah,
dan akibat korupsi individu individu dan Tugas Analisa
2. Mampu menjelaskan faktor 2. Faktor pendorong
pendorong tindakan dan tindakan dan perilaku
perilaku korupsi pada aspek korupsi pada aspek
kelembagaan kelembagaan
3. Mampu menjelaskan faktor 3. Faktor pendorong
pendorong tindakan dan tindakan dan perilaku
perilaku korupsi pada aspek korupsi pada aspek
masyarakat masyarakat

2
4. Mampu menjelaskan dampak 4. Penjelasan dampak dari
dari korupsi korupsi
3 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan korupsi 1. Instrument hukum kasus Daring Sinkronus 150
memahami dan instrumen hukum kasus tindak pidana korupsi Ceramah dan Penugasan Menit
menjelaskan tindak pidana korupsi di 2. Proses penegakan hukum Diskusi Kelompok
penegakan hukum Indonesia kasus korupsi Terarah,
2. Mampu menjelaskan proses 3. Tantangan penegakan
kasus korupsi
penegakan hukum kasus hukum kasus korupsi di
korupsi Indonesia
3. Mampu menjelaskan
tantangan penegakan hukum
kasus korupsi di Indonesia
4 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan Konsep 1. Konsep dasar Daring Asinkronus 150
memahami dan dasar pemberantasan korupsi pemberantasan korupsi Video Materi Menit
menjelaskan 2. Mampu menjelaskan Jenis- 2. Jenis-jenis lembaga dalam Pembelajaran dan Penugasan
mengenai lembaga- jenis lembaga dalam lingkup lingkup pemberantasan Tugas Analisa
pemberantasan korupsi di korupsi di Indonesia
lembaga
Indonesia 3. Struktur, peran, dan
pemberantasan
3. Mampu menjelaskan kinerja lembaga
korupsi Struktur, peran, dan kinerja pemberantasan korupsi di
lembaga pemberantasan Indonesia
korupsi di Indonesia

5 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan korupsi 1. Korupsi dalam perspektif Tatap Muka 150
memahami dan dalam perspektif sosiologis sosiologis Langsung Menit
menjelaskan 2. Mempu menjelaskan korupsi 2. Korupsi dalam perspektif (bila Penugasan
dalam perspektif politik dan politik dan pembangunan

3
perspektif korupsi pembangunan 3. Korupsi dalam perspektif memungkinkan)
dari berbagai disiplin 3. Mampu menjelaskan korupsi budaya Seminar dan Tugas
ilmu dalam perspektif budaya 4. Korupsi dalam perspektif Analisa
4. Mampu menjelaskan korupsi hukum dan etika public
dalam perspektif hukum dan 5. Korupsi dalam perspektif
etika publik menajemen publik
5. Mampu menjelaskan korupsi
dalam perspektif menajemen
publik
6 Mahasiswa dapat 1. Mampu menjelaskan korupsi 1. Korupsi di bidang-bidang Daring Asinkronus 150
memahami dan di bidang-bidang strategis strategis Video Penugasan Menit
menjelaskan Strategi 2. Mampu menjelaskan Strategi 2. Strategi perlawanan Pembelajaran,
perlawanan terhadap perlawanan Korupsi oleh Korupsi oleh unsur civil Diskusi Keompok
unsur civil society society
Korupsi Terarah dan Tugas
3. Mampu menjelaskan Strategi 3. Strategi perlawanan
Analisa
perlawanan korupsi pada korupsi pada aspek
aspek penciptaan system penciptaan system
pencegahan di lembaga pencegahan di lembaga
pemerintahan pemerintahan
7 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan korupsi 1. Korupsi dalam perspektif Daring Sinkronus 150
memahami dan dalam perspektif ekonomi ekonomi : Ceramah dan Tes Menit
menjelaskan Korupsi 2. Mampu menjelaskan korupsi a. Insentif dan efisiensi Tugas Analisa
Pada Sektor Publik di bidang-bidang strategis pendapatan
3. Mampu menjelaskan b. Tujuan Negara dan
kelemahan pengelolaan tujuan ekonomi
sektor publik dan dorongan 2. Korupsi di bidang-bidang
tindakan korupsi strategis :

4
4. Mampu menjelaskan a. Korupsi di bidang
program pencegahan korupsi sumberdaya alam
dalam peningkatan kualitas b. Korupsi pembangunan
pengelolaan sektor publik infrastruktur
c. Korupsi bidang
kesehatan dan
pendidikan
d. Dampak korupsi dan
isu strategis
lingkungan-
kesejahteraan
3. Kelemahan pengelolaan
sektor publik dan
dorongan tindakan
korupsi :
a. Perencanaan dan
pengawasan lemah
b. Problem manajemen
kepengawaian di
sektor publik
c. Kontrol publik yang
lemah
4. Program pencegahan
korupsi dalam
peningkatan kualitas
pengelolaan sektor publik
:
a. Penerapan Good

5
Governance
b. Program exit dan voice
c. Reformasi tata kelola
kepegawaian sektor
public
8 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan konsep 1. Konsep dasar pencegahan Daring Sinkronus 150
memahami dan dasar pencegahan korupsi korupsi : Ceramah dan Penugasan Menit
menjelaskan upaya 2. Mampu menjelaskan nilai- a. Instrument hukum Tugas Analisa
pencegahan korupsi nilai anti korupsi dan upaya b. Instrumen sosial
internalisasi dalam kehidupan budaya
masyarakat 2. Nilai-nilai anti korupsi dan
3. Mampu menjelaskan prinsip prakteknya di masyarakat:
anti korupsi a. Kejujuran dan
4. Mampu menjelaskan kepedulian
program strategi pencegahan b. Kemandirian dan
korupsi disiplin
5. Mampu menjelaskan c. Tanggungjawab dan
Instrumen Internasional kerja keras
Dalam Pencegahan Korupsi d. Kesederhanaan dan
keberanian
e. Keadilan
3. Pinsip antikorupsi :
a. Transparansi
b. Akuntabilitas
c. Kewajaran
d. Kebijakan dan
pengawasannya

6
4. Program strategi
pencegahan korupsi :
a. Sektor pengelolaan
kekuasaan Negara ;
Eksekutif, Legislatif,
Yudikatif
b. Sektor pelayanan
publik
c. Bidang sosial dan
pemberdayaan
masyarakat
5. Instrumen Internasional
Dalam Pencegahan
Korupsi :
a. Peran United Nation
dan lembaga
multilateral lainnya
b. Peran International
NGO’s
c. Ratifikasi konvensi
anti korupsi
9 Mahasiswa mampu 1. Mampu menjelaskan peran Gerakan dan kampanye anti Tatap Muka 150
menjelaskan peran strategis media massa dalam korupsi : Langsung Menit
media massa, membentuk opini dan 1. Media massa dan Foklor (bila Penugasan
pendidikan, dan mempengaruhi keyakinan korupsi di masyarakat : memungkinkan)
pemberantasan korupsi a. Bias negatif
gerakan sosial dalam
2. Mampu menjelaskan peran l b. Skandalisasi liputan

7
kampanye antikorupsi sistem penyelenggaraan korupsi Seminar dan Tugas
pendidikan membentuk c. Personalisasi berita Analisa
generasi akti korupsi korupsi
3. Mampu menjelaskan peran d. Bias bahasa
civil society dalam kampanye 2. Pendidikan anti Korupsi :
antikorupsi a. Model pendidikan
publik
b. Model pendidikan
formal
c. Model pendidikan
informal
d. Pendidikan moral di
keluarga dan
lingkungan masyarakat
3. Gerakan Sosial :
a. Pembentukan dan
pemberdayaan
kelompok
masyarakat penggiat
antikorupsi
b. Framing gerakan
antikorupsi
c. Perluasan segmentasi
kelompok antikorupsi
:
i. Kelompok sosial
keagamaan

8
ii. Kelompok
perempuan
iii. Lintas profesi
iv. Akademisi
10 Mahasiswa mampu 1. Mampu memahami dan 1. Konsep dasar investigasi : Daring Sinkronus 150
memahami investigasi menjelaskan konsep dasar a. Landasan hukum Tutorial dan Tugas Penugasan Menit
penemuan indikasi investigasi b. Sejarah penerapan Praktek
tindakan korupsi 2. Mampu memahami dan 2. Tujuan dan pemanfaatan
menjelaskan tujuan dan hasil investigasi
pemanfaatan hasil investigasi 3. Kegiatan investigasi :
3. Mampu memahami kegiatan a. Investigasi di belakang
investigasi meja
4. Mampu memahami dan b. Investigasi lapangan
menjelaskan tahapan 4. Tahapan investigasi
investigasi (metode mystery shopper)
a. Persiapan
b. Pelaksanaan
c. Pelaporan
d. Evaluasi dan
monitoring
11 Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Praktikum Output 150
melakukan praktikum menjalankan praktikum Lapangan Praktikum Menit
penelitian investigasi dengan baik dan benar
kasus dan indikasi
tindakan Sektor
Pelayanan Publik dan

9
pembangunan di
Provinsi Banten
12 Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Praktikum Output 150
melakukan praktikum menjalankan praktikum Lapangan Praktikum Menit
penelitian investigasi dengan baik dan benar
kasus dan indikasi
tindakan Sektor
Pelayanan Publik dan
pembangunan di
Provinsi Banten
13 Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Praktikum Output 150
melakukan praktikum menjalankan praktikum dengan Lapangan Praktikum Menit
penyusunan baik dan benar
Kampanye Digital
Pencegahan Korupsi
14 Mahasiswa mampu Mahasiswa mampu Praktikum Output 150
melakukan praktikum menjalankan praktikum dengan Lapangan Praktikum Menit
baik dan benar
penyusunan
Kampanye Digital
Pencegahan Korupsi

Sumber Referensi
1. Wijayanto dan Ridwan Zachri (editor). 2009. Korupsi Mengkorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Penerbit :PT Gramedia.
Jakarta:
2. Artidjo Alkostar. 2008. Korupsi Politik di Negara Modern. FH UII Press. Yogyakarta

10
3. Masyur Semma. 2009. Negara dan Korupsi . Penerbit Buku Obor. Jakarta
4. Ermansjah Djaya. 2013, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta.
5. Jeremy Pope, 2003. Strategi Memberantas Korupsi. Transparency International Indonesia (The Coalition Against Corruption),
Jakarta.
6. Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006. Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta 2006.
7. lwi Danil, 2011. Korupsi : Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya. Penerbit Raja Grafindo. Jakarta,

Undang-Undang :
1. Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Korupsi
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

11
A. Pengertian dan Jenis-jenis Korupsi

Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam. Kekayaan ini seharusnya bisa
mensejahterakan masyarakat. Faktanya, menurut data Biro Pusat Statistik pada tahun 2016,
ada lebih dari 28 juta orang miskin di Indonesia, atau sekitar 10 persen dari jumlah penduduk
Indonesia. Selain itu, berdasarkan data dari INFID & OXFAM, dua lembaga non pemerintah
pemerhati masalah sosial, pada 2016, tingkat ketimpangan di Indonesia sangat tinggi. Jumlah
harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan harta dari 100 juta penduduk.i
Mengapa hal ini terjadi. Apakah ada kaitannya dengan korupsi? Jika ada kaitannya, bagaimana
korupsi berperan dalam memiskinkan dan memperlebar ketimpangan pendapatan?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, mari kita melihat kasus korupsi impor
daging sapi misalkan. Setiap tahun, negara kita mengimpor sekitar 600 ribu sapi. Banyak
pihak mempertanyakan mengapa kita harus mengimpor sapi? padahal negara kita memiliki
banyak peternak sapi yang tidak mampu berkembang dan membutuhkan lapangan kerja.
Ternyata ada korupsi di balik impor sapi ini. Sudah dua kali Komisi Pemberantas Korupsi atau
KPK menangkap sejumlah tokoh berkedudukan tinggi yang terkait urusan korupsi daging sapi
ada

Pertama pada tahun 2009, KPK menangkap Luthfi Hasan Ishaq yang merupakan seorang
anggota DPR dan presiden partai keadilan sejahtera karena diduga menerima suap terkait
pengurusan kuota impor daging sapi. Pengadilan memutuskan Luthfi Hassan bersalah, dan
divonis 16 tahun penjara dengan denda 1 milyar rupiah.ii Penangkapan kedua terjadi bulan
Januari 2017. Patrialis Akbar, seorang hakim Mahkamah Konstitusi (MK), ditangkap KPK
karena diduga terkait kasus daging sapi. Patrialis merupakan hakim yang akan memutus
gugatan uji materi undang-undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia diduga
menerima suap sebesar 2 milyar rupiah dari seorang pengusaha importir daging. Akibat
korupsi ini, peternak sapi di Indonesia menjadi tidak bisa berkembang atau bahkan kehilangan
sumber pencaharian mereka. Selain itu, harga daging sapi menjadi mahal dan hanya bisa
dijangkau oleh mereka yang mampu.
Selain kasus impor daging sapi ini, diduga praktek serupa terjadi pada komoditi lain seperti
impor gula dan beras. Berdasarkan contoh-contoh tersebut, kita dapat melihat hubungan antara
korupsi dengan kemiskinan dan ketimpangan. Karena korupsi, kemiskinan dapat meningkat.
Di sisi lain, ada pihak yang mendapatkan keuntungan besar dari praktek ini. Jelas bahwa
korupsi memiskinkan dan memperlebar ketimpangan Setelah melihat hubungan antara
korupsi dengan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, mari kita melihat jumlah kerugian
negara akibat korupsi. Angka ini hanyalah angka kerugian yang berhasil terungkap oleh aparat
hukum. Jumlah kerugian yang tidak terungkap tentunya lebih besar. Menurut kajian
Laboratorium Ilmu Ekonomi dari UGM, selama periode 2001 – 2015, nilai kerugian negara
akibat korupsi adalah 21,26 trilyun rupiah.
Data terbaru dari ICW, dari tahun 2010 hingga 2016, kerugian negara akibat korupsi adalah 24
trilyun rupiah. Data ini diambil dari tren pemberantasan korupsi dari kepolisian, KPK dan
kejaksaan. Bayangkan, ada berapa banyak orang miskin yang bisa mendapatkan rumah layak

12
huni jika uang sebesar itu tidak dikorupsi. Dengan uang 24 trilyun tersebut, pemerintah bisa
membangun 120 ribu unit rumah bagi masyarakat. Apabila korupsi terus dibiarkan
menggerogoti Indonesia, mungkin tidak akan ada warisan bagigenerasi mendatang. Kekayaan
alam akan habis, lingkungan menjadi rusak, dan hanya menyisakan hutang.

Untuk mencegahnya, kita wajib mengenal dan mempelajari tentang pengertian korupsi,
dampaknya dan juga cara melawan korupsi. Setelah melihat dampak dan nilai kerugian negara
akibat korupsi, mari kita melihat rapor korupsi di Indonesia dibandingkan dengan negara lain.
Menurut indeks persepsi korupsi dari Transparansi International, negara kita berada pada
urutan 90 dari 168 negara.. Diambil dari data yang sama, skor indeks persepsi korupsi di
Indonesia pada tahun 2016 berada pada angka 37 dari rentang skor 0 – 100. Skor kecil
mencerminkan tingkat korupsi yang parah, sebaliknya, skor besar menunjukkan kemampuan
negara itu mengendalikan korupsi. Meski mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya,
namun Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei dan
Singapura. Selain itu, berdasarkan hasil Annual Review of Corruption in Asia 2016 yang
dilakukan oleh Political and Economic Consultancy (PERC), Indonesia berada pada peringkat
terburuk keduasetelah India. Indonesia bahkan tertinggal dari negara tetangga seperti Thailand,
Kamboja danVietnam.

Jenis-Jenis Korupsi Berdasarkan Skala Dan Luas Penyebarannya.

Pertama-tama, mari kita membahas pengertian korupsi berdasarkan asal katanya. Korupsi
berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang berarti tidak jujur, tidak bermoral dan
menyimpang. Korupsi memang sangat erat kaitannya dengan perilaku tidak jujur, tidak
bermoral, serakah, manipulatif dan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk
keuntungan diri sendiri. Contoh tindakan koruptif dalam kehidupan sehari-hari adalah jika
seorang guru yang memberikan nilai tinggi hanya karena murid tersebut adalah keponakannya,
bukan karena hasil ujiannya. Perbuatannya ini dikategorikan koruptif. Begitu pula dengan
seorang anak yang meminta uang kepada ibunya untuk membeli buku pelajaran namun justru
digunakan untuk membeli komik, ini juga termasuk tindakan koruptif.
Sedangkan menurut KBBI, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara itu,
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) antara lain mengartikan korupsi sebagai
tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana, atau tindakan memperkaya diri
sendiri atau orang lain yang melawan hukum dan dapat merugikan keuangan atau
perekonomian negara. Korupsi yang terjadi di lingkungan swasta atau organisasi lainnya,
selama tidak melibatkan negara dan penyelenggara negara, tidak tercakup dalam pengertian
korupsi menurut UU ini. Berikutnya adalah jenis-jenis korupsi berdasarkan skalanya. Yang
pertama adalah korupsi kecil-kecilan atau petty corruption. Korupsi ini melibatkan jumlah
uang yang kecil dan biasanya melibatkan pegawai rendahan, meski dalam kasus di Indonesia,
prakteknya sangat sistemik.

13
Misalnya, seorang guru SD Negeri meminta muridnya membayar uang fotokopi latihan soal
sebesar Rp 5.000. Padahal, uang yang dikeluarkan untuk fotokopi tidak lebih dari Rp 2.000
untuk tiap anak.
Atau, dalam kasus lain, seorang polisi yang meminta atau menerima uang damai dari
seseorang yang tertangkap melanggar lalu lintas. Dalam kasus ini sebenarnya warga yang
memberikan suap maupun polisi yang menerima suap sama-sama bisa dikenai pidana korupsi.
Dalam kedua kasus tersebut, sekalipun tindakan mereka tidak merugikan uang negara, tetapi
sebagai aparatur negara, mereka telah menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkayadiri
sendiri. Disamping itu, dalam kasus polisi menerima sogok mengakibatkan pelanggaran lalu
lintas akan terus terjadi karena penegak hukum dimandulkan oleh adanya suap yang ia terima.

Berikutnya adalah Korupsi kelas kakap atau grand corruption. Korupsi ini biasanya melibatkan
pengusaha, pejabat tinggi di pemerintahan, atau politisi yang berpengaruh dan melibatkan
uang dalam jumlah yang besar serta kekuasaan. Ada banyak contoh korupsi kelas kakap.
Biasanya korupsi jenis ini adalah kasus-kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Korupsi pembangunan fasilitas olahraga di Hambalang, Kabupaten Bogor
yang menyeret Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan sejumlah orang terkenal
lainnya termasuk dalam korupsi jenis ini. Kerugian negara yang ditimbulkan tidak tanggung-
tanggung, yaitu lebih dari Rp 700 milyar.
Korupsi e-KTP juga termasuk dalam jenis korupsi kelas kakap karena diperkirakan
menyebabkan kerugian uang negara lebih dari 2,3 triliun rupiah. Uang sebesar itu setara
dengan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki 2.300 sekolah rusak berat yang masih kita
jumpai di berbagai pelosok wilayah Indonesia. Selain pembagian berdasarkan skalanya,
korupsi juga bisa dibagi berdasarkan luas penyebarannya, yaitu korupsi individual, korupsi
institusional dan terakhir korupsi sistemik.

Korupsi individual adalah korupsi yang dilakukan secara perorangan, tanpa melibatkan suatu
lembaga tertentu. Sementara itu, korupsi institusional adalah korupsi yang terjadi dalam satu
lembaga saja, namun tidak menyebar ke lembaga lainnya. Yang terakhir adalah korupsi
sistemik, dimana korupsi telah merajalela di seluruh tingkatan masyarakat, melibatkan begitu
banyak orang, dan terjadi di semua sektor kehidupan. Kondisi di Indonesia dikategorikan
dalam korupsi sistemik karena terjadi sejak proses pembuatan kebijakan dilakukan, baik pada
tingkatan pembuatan Undang Undang, maupun penentuan alokasi anggaran belanja negara
atau daerah. Pada tingkatan ini korupsi bisa membusukkan dan mengancam kelangsungan
hidup suatu negara. Oleh karena itu tidak heran bila korupsi di Indonesia sulit diberantas
sekalipun sudah puluhankoruptor kelas kakap ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Demikian kuliah kali ini, semoga mudah dimengerti dan diharapkan dapat menambah
pengetahuan anda mengenai pengertian dan jenis-jenis korupsi berdasarkan skala dan ruang
lingkupnya.

14
Jenis-Jenis Korupsi Berdasarkan Perbuatannya Menurut Aturan Hukum

Merujuk pada UU Tipikor No. 31/1999 dan UU No.20/2001. Berdasarkan bentuk tindakan dan
perbuatannya, korupsi dibagi menjadi 5vi, yaitu Suap, Gratifikasi, Pemerasan, Pencurian,
Penipuan atau Penggelapan dan Penyalahgunaan Wewenang. Bila kita ditangkap polisi karena
melanggar lalu lintas dan mau ditilang, ada kalanya polisi akan bertanya, “Mau ditilang atau
bagaimana?” Mengajak atau diajak damai kadang terjadi dalam kasus pelanggaran lalu
lintas. Sebagai imbalan kita memberikan “uang damai” kepada polisi tersebut. Uang yang kita
berikan bukan denda yang masuk ke kas negara tetapi masuk ke kantong pribadi polisi
bersangkutan. Secara hukum, ini merupakan perbuatan suap, bukan saja polisi tersebut yang
bisa dijerattindak pidana korupsi tetapi kita juga, selaku pemberi uang suap.
Suap berarti pemberian uang, barang maupun jasa kepada aparatur negara agar aparatur
negara tersebut melakukan sesuatu yang bertetangan dengan kewajibannya.
Salah satu kasus suap yang paling heboh adalah kasus suap yang menyeret Ketua Mahkamah
Konstitusi Akil Mochtar. Akil ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di rumah dinasnya,
3 Oktober 2013, sekitarpukul sepuluh malam. Dalam penangkapan itu KPK menyita uang yang
disembunyikan sekitar Rp 2,5 milyar. Akil ditangkap karena diduga menerima uang suap
untuk memenangkan salah satu pihak terkait dengan perkara sengketa pilkada yang sedang
diperiksa Mahkamah Agung. Dalam sidang pengadilan, Akil divonis bersalah dan dijatuhi
hukuman penjara seumur hidup.
Berikutnya adalah gratifikasi yang berarti memberikan hadiah berupa uang atau barang
kepada aparatur negara sebagai tanda terima kasih. Dalam masyarakat kita, praktik
memberikan hadiah kepada petugas atau aparatur negarasering dianggap hal yang wajar.
Akibat dari gratifikasi adalah aparat yang seharusnya melayani seluruh masyarakat kemudian
membeda-bedakan pelayanan yang diberikan.

Jika seorang aparatur negara menerima gratifikasi, dalam aturannya, penerima wajib
melaporkannya kepada KPK atau Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di lembaganya
masing- masing dalam kurun waktu 30 hari semenjak gratifikasi diterima. Perbedaan antara
suap dan gratifikasi adalah pada niatnya. Jika suap, niat pemberi-nya jelas dimaksudkan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan. Jika gratifikasi, maksud pemberian seringkali sulit
untuk diidentifikasi. Contoh gratifikasi misalnya, pemberian parcel pada seorang pejabat atau
masyarakat yang memberikan uang rokok kepada aparatur negara sebagai tanda terima kasih.
Yang ketiga adalah pemerasan. Aparatur negara yang menggunakan kewenanganya untuk
memaksa orang lain melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya merupakan tindakan
pemerasan. Misalnya, menaikkan tarif dalam pengurusan SIM atau surat izin lainnya di luar
ketentuan. Pungutan liar dapat dikategorikan sebagai tindakan ini.
Jenis korupsi yang keempat adalah pencurian, penipuan atau penggelapan. Misalnya, pegawai
pemerintah yang mencuri aset negara yang berada di bawah wewenangnya, memperoleh aset
milik negara melalui transaksi yang tidak dibenarkan secarahukum, atau melakukan penipuan
dengan menambah harga yang tertera dalam kuitansi. Kejahatan korupsi berupa penggelapan
juga bisa dilakukan oleh pegawai negeri atau pejabatnegara yang memiliki wewenang tertentu.

15
Dalam kejahatan ini pelaku menggelapkan uang atau surat berharga miliki negara yang berada
di bawah tanggung jawabnya. Merusak, memalsukan, menghancurkan, ataupun
menghilangkan nota, surat-surat, atau daftar yang diperlukan untuk pemeriksaan administrasi
termasuk dalam tindak korupsi penggelapan. Jenis korupsi terakhir adalah Penyalahgunaan
wewenang, yaitu menggunakan kekuasaannyauntuk memperkaya diri sendiri. Penyalahgunaan
wewenang biasanya terjadi pada tingkat pengambilan keputusan. Korupsi pengadaan
uninterruptible power supply (UPS) untuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta merupakan salah
satu contoh penyalahgunaan wewenang. Demikian kuliah kali ini, semoga mudah dimengerti
dan diharapkan dapat menambah pengetahuan anda mengenai jenis-jenis korupsi berdasarkan
perbuatannya.

Sejarah Korupsi di Indonesia

Kali ini, kita akan membahas sejarah korupsi di Indonesia. Dari mulai masa penjajahan, era
orde lama, orde baru, hingga pasca reformasi. Pada masa penjajahan, sebuah novel berjudul
Max Havelaar: Lelang Kopi Perusahaan Hindia Belanda yang ditulis oleh Multatuli
menggambarkan bagaimana korupsi yang terjadi pada masa itu. Novel tersebut bercerita
tentang pemerintahan kolonial Belanda yang sengaja membiarkan struktur pemerintahan
tradisional yang korup untuk mempermudah usahanya memeras penduduk jajahan agar dapat
mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun pada akhirnya, Kompeni Dagang Hindia
Belanda – VOC - yang pernah mengalami masagemilang juga mengalami kebangkrutan karena
korupsi. Setelah masa penjajahan, korupsi tetap membayangi Indonesia di awal masa
kemerdekaan, yakni orde lama. Jabatan-jabatan baru yang muncul dalam pemerintahan justru
makin membuka peluang menyebarluasnya korupsi. Situasi itu diperparah dengan
ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan gaji yang layak baik bagi pegawai sipil
maupun tentara. Di kalangan tentara, para komandan menyelundupkan barang-barang dari luar
negeri dengandalih untuk kesejahteraan anak buahnya.
Selama Kekuasaan Orde Baru, Indonesia berada dalam penguasa yang otoriter dan korupsi
Karakter korupsi di era orde baru cenderung terpusat dan melibatkan orang-orang dekat Istana
dan keluarga presiden. Modusnya memberikan konsesi, perlindungan, keistimewaan, dan
monopoli proyek negara. Salah satu contoh adalah dengan memaksa Pertamina melakukan
ekspor-impor minyakmelalui perusahaan keluarga Soeharto.
Melalui campur tangan isterinya, Ny Tien Soeharto, bisnis anak-anak dan keluarga Cendana
tumbuh dengan pesat. Puncaknya adalah krisis ekonomi 1997 yang mengawali kejatuhan
pemerintahan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Kejatuhan Soeharto ditandai dengan
kerusuhan dan konflik berdarah terjadi di mana-mana yang baru bisa dikendalikan beberapa
tahun kemudian. Jalan-jalan rusak tidak terurus, pelayanan publik berjalan pada tingkat
minimum, hukum danpenegak hukum tidak ada wibawanya. Di masa akhir Orde Baru, korupsi
nyaris menempatkan Indonesia dalam deretan negara gagal. Korupsi pada masa reformasi
memiliki karakter menyebar ke semua lini kekuasaan seiring dengan kebijakan otonomi
daerah dan baru-baru ini otonomi desa.

16
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa korupsi sudah terjadi di
Indonesia sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Bahkan korupsi telah menyebar di setiap
jenjang pemerintahan. Bagaimana cara kita mengatasinya. Demikian kuliah kita kali ini
tentang sejarah korupsi di Indonesia.

B. Sebab-sebab dan Dampak Korupsi

Pernahkah Anda bayangkan Indonesia menjadi negara gagal ? Apa sebenarnya negara gagal
itu? Apa kaitannya korupsi dengan kegagalan sebuah negara ? Anda dapat mengetahui
jawabannya, setelah Anda mengikuti kuliah kita kali ini. Kegagalan sebuah negara adalah
dampak terburuk dari korupsi. Dari mana kita tahu bahwa sebuah negara gagal? Negara bisa
dikatakan gagal apabila sebuah negara tidak bisa menjalankan fungsi-fungsi utamanya, yaitu
hukum tidak ada wibawanya, kekacauan terjadi dimana-mana, infrastruktur terbengkalai,
pelayanan publik lumpuh dan daya beli masyarakat jatuh. Ini adalah dampak terburuk yang bisa
ditimbulkan dari korupsi. Mari kita telusuri apa saja dampak korupsi.
Dampak korupsi yang akan kita bahas kali ini adalah:
1. Kerugian keuangan negara
2. Pelayanan publik mahal tapi buruk
3. Langgengnya Kemiskinan
4. Kerusakan lingkungan
5. Biaya politik mahal
6. Negara gagal

Dampak yang paling jelas terlihat adalah kerugian uang negara. Korupsi membuat pendapatan
dan belanja negara berkurang. Harusnya negara mendapat penghasilan yang besar dari pajak,
laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau sumber daya alam tapi karena korupsi
jumlahnya berkurang dan tidak mencapai target. Contohnya pendapatan dari timah, karena
ekspor timah ilegal, sepanjang tahun 2004 – 2013 negara dirugikan lebih dari 3,6 juta dolar
amerika atau setara dengan Rp 4,1 triliun. Dari sisi anggaran belanja, seharusnya anggaran
cukup untuk membangun berbagai fasilitas publik seperti jalan, gedung sekolah, atau rumah
sakit, namun karena korupsi anggaran menjadi kurang dan kondisi fasilitas asal-asalan. Korupsi
dalam pengelolaan dana desa juga menimbulkan kerugian negara yang cukup besar.
Berdasarkan data tren korupsi ICW tahun 2016, hanya dari 48 kasus korupsi di desa, nilai
kerugian negaranya mencapai Rp. 10,4 miliar.ii

Dampak lainnya adalah pelayanan publik yang mahal tetapi buruk. Kita bisa melihat pembuatan
SIM, KTP, atau izin usaha sangat berbelit-belit dan masyarakat harus membayar berlipat-lipat
dari tarif yang seharusnya. Ini disebabkan karena pungutan liar atau biaya siluman dalam
pengurusan hal tersebut. Aparatur negara meminta uang dengan iming-iming urusannya
dipermudah. Begitu pula pelayanan masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan. Survey ICW
terkait sekolah dan rumah sakit misalnya, menemukan banyak jenis pungutan liar yang
dibebankan kepada masyarakat. Padahal pemerintah selalu kampanye pendidikan dan kesehatan
telah bebas biaya. Tidak hanya mahal, pelayanan yang diberikan pun buruk. Terkait
infrastruktur, hal yang paling sering terjadi adalah mark up atau penggembungan nilai proyek,
pemotongan anggaran, dan pengurangan kualitas bahan untuk fasilitas publik, sehingga fasilitas
tersebut cepat rusak. Contoh paling jelas korupsi pusat olahraga Hambalang yang anggarannya
triliunan rupiah. Karena korupsi, pembangunan gedung tidak selesai dan sampai sekarang masih
terbengkalai, sehingga sama sekali tidak bisa digunakan untuk keperluan di banyak bidang.

17
Dampak Berikutnya Dari Korupsi

Dampak korupsi selanjutnya adalah kemiskinan. Coba perhatikan sekeliling Anda. Saat Anda
berada di jalan raya, masih banyak penduduk miskin yang hidup di jalan dengan meminta belas
kasihan orang. Sebenarnya, pemerintah memiliki banyak program terkait pemberdayaan warga
miskin, salahsatunya adalah bantuan sekolah, jaminan kesehatan, hingga bantuan beras. Namun
sayangnya, bahkan program bantuan warga miskin tidak luput dari korupsi. Akibatnya, warga
miskin tidak bisa menikmati program pemerintah ini dan tidak bisa meningkatkan
kesejahteraannya. Coba kita lihat Provinsi Papua. Papua merupakan salah satu provinsi terkaya
di Indonesia karena kekayaan alam yang luar biasa. Pada tahun 2016, Papua memiliki dana
sekitar 56,85 triliun rupiah sebagai dana APBD yang terbilang cukup tinggi jika dibandingkan
dengan daerah lain. Tetapi, 28,4% atau sekitar 914,9 ribu jiwa, termasuk penduduk miskin.
Demikian pula di Banten, meskipun pendapatan daerahnya cukup tinggi, dan letaknya tidak jauh
dari ibu kota negara, akan tetapi masih terdapat banyak kantong kemiskinan. Ternyata
kekayaan alam dan dana APBD yang besar itu tidak dinikmati masyarakat. Lalu kemana
larinya ? Larinya tentu ke kantong-kantong oknum pemerintahan yang tidak bertanggung
jawab.Dampak korupsi yang lain adalah kerusakan lingkungan hidup.

Data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
menunjukkan bahwa jutaan hektar hutan Indonesia rusak parah. Berbagai kerusakan tersebut
bermuara dari obral perizinan oleh kepala daerah dan pejabat di kementrian, agar bisa
memperkaya diri atau mengumpulkan modal politik. Mereka membarter berbagai izin seperti
izin mendirikan bangunan, izin usaha pertambangan, dan hak pengusahaan hutan. Mereka tidak
mempertimbangkan hal penting seperti kelestarian alam dan menjaga warisan sumber daya
alam. Ini menyebabkan sekitar 1,13 juta hektar per tahun hutan Indonesia hilang atau rusak.
Itusetara dengan dua kali luas pulau Bali. Bayangkan, jika setiap tahun hutan Indonesia sebesar
itu hilang, hutan Indonesia akan habisdi tahun 2043.
Salah satu kasus korupsi di sektor kehutanan terjadi di Riau. Tiga gubernur Riau terjerat kasus
korupsi karena korupsi sektor kehutanan. Mereka menerima suap dari para pengusaha untuk
mengalihfungsikan hutan lindung menjadi perkebunan. Ketika seseorang ingin memiliki
kedudukan di dunia politik, ia harus mengeluarkan uang untuk internal partai, kampanye,
membayar tim sukses, sampai membeli suara pemilih. Tidak hanya itu, saat mereka terpilih,
mereka pun harus tetap menyediakan banyak uang untuk iuran partai dan menyumbang
konstituen. Ini yang menyebabkan para politisi akhirnya melakukan korupsi guna mendapatkan
dana tersebut. Akibat lebih lanjut dari biaya politik tinggi, orang-orang yang punya reputasi dan
berkompeten tetapi tidak punya dana, mereka menjadi tidak bisa terpilih, sehingga pemerintah
maupun wakil-wakil rakyat kita, diisi dengan orang-orang yang tidak berkompeten. Kalau
sudah begini, negara dipimpin oleh orang-orang yang tidak berkompeten, menurut Anda apa
akibatnya yang lebih besar?

Dampak yang terakhir dan terbesar adalah kegagalan negara. Apa maksudnya? Negara gagal
adalah negara yang berada di ambang kehancuran. Negaranya masih ada namun kedaulatannya
nyaris habis digerogoti oleh korupsi sehingga negara tidak bisa menjalani fungsinya dalam
melayani masyarakat.

18
Indonesia hampir menjadi negara gagal pada tahun 1998. Korupsi yang terjadi bertahun-
tahun, dibawah kekuasaan Soeharto menyebabkan hutang menumpuk, yang memicu krisis
ekonomi.Krisis ekonomi itu menyebabkan, kerusuhan dan konflik sosial terjadi dimana-mana,
pelayanan sosial yang sangat buruk, lumpuhnya penegakan hukum, dan tingginya biaya hidup.
Ada sejumlah negara yang telah mengalami kegagalan akibat korupsi. Contoh yang pertama
adalah Peru. Peru gagal saat dipimpin oleh Fujimori dari tahun 1990 - 2000 Menurut data
transparansi internasional, Fujimori adalah presiden terkorup dalam sejarah modern.Nah, jadi
itulah dampak-dampak dari korupsi. Sekarang Anda tahu bahayanya korupsi. Karena itu, mari
kita sama-sama bergerak untuk melawan korupsi agar kita bisa mendapatkanpendidikan yang
murah dan berkualitas, infrastruktur dan lingkungan yang baik.

Penyebab Korupsi

Setelah kita mengetahui bagaimana korupsi dapat menghancurkan hidup kita. Selanjutnya, kita
akan membahas faktor-faktor penyebab korupsi. Ada enam faktor penyebab mengapa korupsi
terjadi, yaitu faktor kebutuhan, faktor keserakahan, buruknya tata kelola, lemahnya
pengawasan, hukuman yang lemah dan terakhir tekanan lingkungan. Selanjutnya kita akan
bahas satu per satu faktor-faktor penyebab korupsi yang baru saja kitasebutkan.
Faktor yang pertama adalah faktor kebutuhan. Faktor ini biasanya menjadi penyebab korupsi
bagi pegawai negeri di tingkat bawah. Seperti petugas administrasi di kelurahan dan guru-guru
di daerah. Alasannya mereka “terpaksa” melakukan korupsi karena pendapatan yang
sangat kecil sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada tingkatan ini
korupsi yang paling sering terjadi dilakukan dengan memungut biaya ekstra saat penerimaan
murid baru, menjual soal ujian, sampai menerima sogokan dari wali murid, oleh guru-guru di
daerah. Hal serupa terjadi di pegawai kelurahan atau desa yang mengurus surat-surat
kependudukan.Kita diminta membayar biaya yang seharusnya tidak ada.
Selanjutnya adalah faktor keserakahan.
Ternyata korupsi bukan semata-mata karena terdesak kebutuhan hidup. Banyak pejabat tinggi
yang telah mendapat gaji yang besar dan fasilitas yang mewah dari negara masih saja
melakukan korupsi. Selama tahun 2015, dari kasus-kasus yang ada, 167 kasus korupsi yang
dilakukan para pejabat atau pegawai pemda, 98 kasus dilakukan oleh para direktur dan
komisaris, 48 kasus oleh kepala dinas, 31 kasus oleh anggota DPR/DPRD/DPD, dan 25 kasus
dilakukan oleh kepala desa, camat dan lurah. Ini menunjukkan bahwa korupsi lebih banyak
disebabkan karena keserakahan, daripada desakan kebutuhan hidup. Keserakahan untuk
menumpuk harta, ataupun keinginan untuk naik jabatan menjadi faktor yang biasanya
mendorong pejabat pemerintah yang sudah memiliki penghasilan tinggi untuktetap melakukan
korupsi. Salah satu kasus korupsi yang membuat kita terheran-heran adalah korupsi yang
menimpa Rubi Rubiandini, kepala SKK MIGAS, yang memiliki gaji 260 juta rupiah, tetapi
masih saja korupsi.
Faktor penyebab korupsi berikutnya adalah buruknya tata kelola. Selain dorongan internal
individu pelaku, korupsi juga terjadi karena faktor eksternal terutama buruknya tata kelola di
institusi pemerintah. Tata kelola pemerintahan yang baik seharusnya memiliki 3 unsur berikut,
yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Partisipasi artinya masyarakat seharusnya ikut
serta atau terlibat dalam proses pembuatan program dan kebijakan pemerintah, maupun dalam
pelaksanaan dan pengawasannya.

19
Sedangkan transparansi atau keterbukaan informasi, dibutuhkan agar masyarakat atau publik
bisa melihat secara terbuka setiap aktivitas maupun anggaran dari suatu proyek. Yang terakhir
adalah akuntabilitas atau pertanggung jawaban. Keharusan aparat negara untuk
mempertanggungjawabkan kebijakan maupun kegiatan kepada publik maupun kepada negara,
akan menjadi rem bagi aparat negara untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya. Ketika
ruang publik untuk berpartisipasi ditutup, tidak ada transparansi dan akuntabilitas bisa
dipastikan korupsi akan muncul.

Penyebab Berikutnya

Korupsi juga bisa terjadi karena kurangnya pengawasan. Ada dua jenis pengawasan yang
biasa dipraktekan dalam institusi pemerintah, yaitu pengawasan internal dan pengawasan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh lembaga yang melekat di setiap instansi seperti
inspektorat jenderal yang ada di setiap kementrian atau pemerintah daerah. Pengawasan
internal dilingkungan pemerintahan juga dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan
dan pembangunan) yang berfungsi sebagai auditor internal pemerintah. Tugasnya utama
BPKP, adalah mengawasi anggaran yang dilakukan institusi lembaga pemerintahan yang
menjadi pelaksana anggaran. Sedangkan tugas pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan
Pemeriksan Keuangan (BPK) yang bertugas memeriksa pertanggungjawaban keuangan negara,
DPR, komisi-komisi negara(KPK, Komisi Kejaksaan, atau Komisi Yudisial), dan masyarakat.
Mengapa korupsi masih tetap terjadi walaupun sudah ada 2 pengawasan tersebut. Badan
pengawas internal seperti inspektorat tidak bisa berfungsi secara maksimal karena
kedudukannya berada di bawah otoritas menteri atau kepala daerah. Bahkan berdasarkan
temuan ICW, inspektorat justru kerap menutupi korupsi yang terjadi di kementrian atau
pemerintah daerah. Begitu pula dengan pengawas eksternal seperti DPR. Para wakil rakyat
malah banyak yang menjadi bagian dari jamaah korupsi. Faktor berikutnya adalah hukuman
yang lemah.
Berdasarkan data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), koruptor rata-rata hanya dihukum3-
4 tahun. Ini lebih ringan dibanding hukuman seorang pencuri ayam yang maksimal mencapai 5
tahun penjara. Hukuman bagi koruptor bahkan bisa dikurangi melalui remisi. Ringannya
hukuman bagi koruptor ini menyebabkan tidak ada efek jera atau takut melakukan korupsi.
Faktor yang terakhir adalah tekanan lingkungan kerja. Karena begitu banyaknya atasan yang
korup, bawahannya ikut menjadi pelaksana dari perintah atasan tersebut, walaupun mereka
sadar bahwa korupsi melanggar hukum. Contohnya, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa.
Banyak sekali panitia pengadaan yangposisinya hanya mengamankan pesanan dari atasan atau
pengusaha yang memiliki hubungan dengan atasan. Bisa pula ada kemungkinan karena
hubungan antara pejabat politik dan pemodal. Banyak menteri, anggota DPR, atau kepala
daerah melakukan korupsi karena intimidasi atau balas.

20
jasa kepada para pemodal atau sponsor mereka. Kompensasi yang diberikan berupa izin
konsesi, jatah proyek dan jatah bantuan. Dengan mengetahui penyebab dan dampak dari
korupsi terhadap diri kita, masyarakat, sertaancaman Indonesia menjadi negara yang gagal, kita
perlu ikut aktif mencegah dan memerangikorupsi.

PENINGKATAN KESADARAN (AWARENESS)TERKAIT


PENEGAKAN NILAI-NILAI ETIKA

1. Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis pentingnya penegakan nilai-nilai etika
dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara dan dalam masyarakat

2. Tujuan Instruksional Khusus:


a. Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang berbagai konsep, definisi dan ruang lingkup
Etika Pemerintahan
b. Mahasiswa dapat memahami dan membedakan konsepsi nilai-nilai etika
c. Mahasiswa dapat menganalisis pentingnya peningkatan kesadaran (awareness) dalam
kehidupan sehari-hari serta dalam praktek penyelenggaaan pemerintahan
d. Mahasiswa dapat membuat upaya peningkatan kesadaran (awareness) penegakan nilai-
nilai etika tersebut melalui beragam poster tematik tentang etika pemerintahan

3. Kegiatan Belajar

3.1. PENGERTIAN ETIKA


Setiap individu adalah anggota dari suatu masyarakat sesuai kodratnya sebagai makhluk sosial.
Dalam interaksi pergaulannya dengan anggota masyarakat yang lainnya atau dengan
lingkungannya, ada kecenderungan proses yang semakin terbuka, bebas dan leluasa. Namun hal
ini tidak lantas dapat diartikan bahwa dalam suatu masyarakat tidak ada batasan-batasan sama
sekali. Tetap saja kemudian ada norma-norma yang mengatur supaya tetap terjaga hak-hak asasi
diantara warga masyarakat atau individu yang satu dengan individu yang lainnya. Karena pada
dasarnya tidak satupun individu yang menginginkan hak asasinya dilanggar.
Batasan-batasan nilai normatif yang berlaku dalam masyarakat akan cenderung
mengalami perubahan sesuai dengan perubahan pola pikir dan perilaku serta kondisi dalam
masyarakat itu sendiri. Batasan-batasan nilai normatif dalam interaksi dengan masyarakat dan
lingkungannya inilah yang kemudian dapat kita katakan sebagai nilai-nilai etika.
3.1.1. Etika sebagai Sistem Nilai
Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti sifat, watak, kebiasaan. Sehingga
etika diberi pengertian sebagai kebiasaan hidup yang baik, perilaku hidup yang baik, baik pada
diri seseorang atau pada suatu masyarakat. Etika berisi nilai-nilai tentang tata cara bagaimana
manusia harus hidup dengan berperilaku dan berbuat baik sebagai manusia. Dengan demikian

21
etika menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam kehidupannya. Sebagai pedoman
etika langsung memberi perintah atau larangan konkrit sebagai hal yang siap pakai, sehingga
etika dalam pengertian ini lebih normatif dan mengikat setiap pribadi manusia.
Sebagai contoh nilai kejujuran sebagai padanan etika. Dalam pengertian etika sebagai
sistem nilai, maka seseorang itu jujur karena perintahnya demikian, bahwa hidup itu harus jujur.
Jadi semata-mata mengikuti perintah saja tanpa mengkaji lebih mendalam mengapa saya harus
jujur.

3.1.2. Etika sebagai Filsafat Moral


Etika sebagai salah satu cabang filsafat dan dengan demikian etika disebut sebagai
filsafat moral. Moral sebagai obyek filsafat dan dengan demikian moral sebagai obyek etika.
Filsafat yang padanannya adalah “falsafah” (bahasa Arab) atau “philosophy” (bahasa Inggris),
berasal bahasa Yunani yaitu “philosophia”. “Philosophia” terdiri dari dua kata “philos” yang
artinya kekasih atau sahabat, sedangkan “shopia” artinya kebenaran atau kearifan sehingga
secara utuh berarti sahabat kebenaran atau cinta akan kebenaran. Mencintai kebenaran dengan
kesadaran dalam tindakan atau perilaku dalam menghadapi berbagai masalah yang makin berat
dan kompleks.
Etika sebagai filsafat moral membahas dan mengkaji norma dan nilai moral pada etika
sebagai sistem nilai. Contohnya, seorang anak dikatakan mempunyai moral yang baik, ukuran
“baik” disini bukan karena anak itu selalu patuh pada perintah orang tuanya. Etika sebagai
filsafat moral akan mengkaji apakah kepatuhan anak itu karena ia memang benar-benar
mentaati perintah orang tuanya atau apakah karena ia takut pada orang tuanya. Mungkin anak
itu patuh karena menghormati orang tua merupakan pedoman untuk berperilaku baik. Si anak
tidak pernah mengevaluasi seberapa jauh pandangan dan perintah orang tuanya itu telah sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Bagaimana kalau seandainya anak tersebut
tahu bahwa orang tua yang dihormatinya ternyata adalah seorang pendusta, pecandu narkoba
atau koruptor. Apakah si anak tersebut masih akan menghormati atau taat kepada perintah orang
tuanya?
Jadi etika sebagai filsafat moral atau ilmu menitikberatkan refleksi kritis dan rasional.
Dengan perkataan lain etika sebagai filsafat moral menuntut seseorang untuk bersikap dan
berperilaku secara kritis dan rasional. Seseorang harus tahu dan sadar bahwa sikap dan
perilakunya tersebut baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Menurut Emmanuel
Kant (dalam Matondang, 2005:4) etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk
bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom karena bertindak berdasarkan kesadaran
22
sendiri akan memberikan kebebasan dan dapat dipertanggungjawabkan bahwa tindakan yang
diambilnya adalah etis.

3.1.3. Etika sebagai Kode Etik


Etika sebagai kode etik diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai moral. Kode etik
disusun sebagai standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan
normatif dalam bentuk “aturan main”. Kode etik merupakan komitmen moral dalam
pelaksanaan tugas dan kewajiban seorang profesional. Tugas dan kewajiban manakah yang
mempunyai kode etik dimaksud atau profesi apa saja yang mempunyai kode etik? Apakah
setiap profesi itu mempunyai kode etik? Karakteristik suatu profesi adalah:
a. Memiliki keahlian tertentu yang tidak dipunyai oleh orang lain pada umumnya
b. Mempunyai kode etik
c. Mempunyai tanggung jawab profesi
d. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik

3.2. SISTEMATIKA ETIKA


Secara umum etika dapat dibagi ke dalam dua pembagian besar yaitu etika umum dan
etika khusus. Etika umum membahas norma dan nilai moral, kondisi-kondisi dasar bagi
manusia untuk bertindak secara etis, bagaimana mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan
lembaga-lembaga normatif misalnya suara hati dan semacamnya. Etika khusus merupakan
penerapan daripada prinsip-prinsip atau norma-norma moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Etika khusus melihat perilaku dan kehidupan manusia sebagai manusia dalam
bidang kehidupan dan kegiatan khusus / tertentu.
Etika khusus memberi aturan sebagai pedoman dan orientasi praktis bagi setiap orang
dalam kehidupan dan kegiatan khusus. Di pihak lain etika khusus sebagai refleksi kritis atas
kehidupan dan kegiatan khusus/tertentu mempersoalkan praktek, kebiasaan dan perilaku
tertentu sesuai dengan norma tertentu. Perilaku individu disini ditelaah berdasarkan
kekhususan situasi dan masalah kehidupan.
Etika khusus dibagi lagi menjadi tiga bagian:
1. Etika Individual, yang menyangkut kewajiban dan perilaku manusia terhadap dirinya
sendiri. Etika individual berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka
menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi bermoral. Dengan
perkataan lain prinsip etika individual adalah prinsip etika pribadi

23
2. Etika Sosial, berbicara mengenai kewajiban, sikap dan perilaku individual sebagai
anggota masyarakat. Etika sosial berkaitan dengan nilai-nilai sosial, tata krama. Etika
sosial menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia, karenanya etika sosial
mempunyai lingkup yang luas. Termasuk dalam etika sosial adalah hubungan antar
individu serta interaksi sosial secara bersama termasuk dalam bentuk-bentuk
kekeluargaan seperti keluarga, masyarakat, organisasi formal dan negara. Termasuk
dalam etika sosial adalah etika keluarga, etika profesi, etika politik dan lain-lain
3. Etika Lingkungan Hidup, berbicara mengenai hubungan antara manusia, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dan juga
hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya yang berdampak langsung atau
tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

3.3. MACAM-MACAM ETIKA


1. Etika DESKRIPTIF
Etika deskriptif menggambarkan tingkah laku moral dalam arti yang luas misalnya adat
istiadat, perilaku yang baik atau buruk, yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Yang
digambarkan disini adalah moralitas pada individu-individu tertentu dalam suatu periode
tertentu. Etika deskriptif tidak memberikan penilaian melainkan sekedar penguraian. Contoh
etika deskriptif adalah mengenai adat istiadat di suatu suku atau daerah tertentu.

2. Etika NORMATIF
Etika normatif sering disebut sebagai filsafat moral. Berbeda dengan etika deskriptif
yang hanya memberikan uraian mengenai suatu adat istiadat, etika normatif memberikan
penilaian tentang perilaku manusia. Penilaian ini dibentuk atas dasar norma-norma, misalnya
norma bahwa martabat manusia harus dihormati. Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-
prinsip etis yang rasional dan dapat dipakai dalam praktek kehidupan manusia.

3. METAETIKA
Metaetika berasal dari kata “meta” yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya
melebihi atau melampaui, sehingga metaetika dapat diberi pengertian sebagai penyelidikan dan
penetapan arti atau makna istilah-istilah normatif seperti baik, buruk, benar, salah, adil, tidak
adil dan sebagainya, yang diungkapkan lewat pernyataan-pernyataan etis dalam menilai suatu
tindakan atau perbuatan. Metaetika membahas ucapan-ucapan bidang moralitas. Metaetika
bergerak pada tingkat yang lebih tinggi dari perilaku etis yaitu bahasa etis yang dipergunakan di
24
bidang moral, dengan perkataan lain metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan
etis. Metaetika tidak menyelidiki baik buruknya perbuatan manusia seperti yang dilakukan oleh
etika normatif. Metaetika lebih mengarahkan pandangannya kepada bahasa moral. Misalnya,
kalau kita mengatakan bahwa kita harus berbuat baik, patut, etis maka apa yang dimaksudkan
dengan hal-hal itu dalam konteks etis, ukuran apa yang dipakai untuk menentukan sesuatu itu
baik atau tidak.

3.4. TEORI ETIKA

1. Teori DEONTOLOGI
Kata deontologi berasal dari bahasa Yunani “deon” yang artinya kewajiban dengan
“logos” yang berarti pengetahuan. Menurut teori ini suatu tindakan dianggap baik kalau hal itu
dilakukan sesuai dengan kewajibannya. Oleh karena itu teori ini berpandangan bahwa kita
dalam suatu situasi konkrit tertentu harus melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagaimana
yang tersurat atau tersirat dalam norma dan nilai moral yang ada. Contohnya, menurut suatu
nilai moral kita harus bertindak adil, maka bertindak adil adalah suatu hal yang baik. Karena itu
menurut teori ini kewajiban kita untuk bertindak adil karena hal itu baik. Bagaimana akibat dari
tindakan berbuat adil tidak dipersoalkan dalam teori ini. Kualitas moral suatu tindakan
ditentukan oleh kesesuaian atau ketidaksesuaian tindakan kita pada apa yang menjadi kewajiban
kita, bukan konsekuensi daripada tindakan.
Menurut teori ini pertanyaan yang paling penting pada saat kita membuat keputusan etis
adalah tuntutan apa yang harus kita taati dan larangan apa yang harus kita hindari. Hukum mana
yang harus dipatuhi. Oleh karena itu teori ini sangat menekankan pada motivasi, kemauan baik
dan watak yang kuat untuk bertindak sesuai dengan kewajiban. Dalam teori ini suatu perbuatan
atau tindakan dikatakan mempunyai nilai moral apabila:
a. Tindakan itu dijalankan berdasarkan kewajiban
b. Nilai moral dari tindakan itu bergantung kepada kemauan baik yang mendorong orang
tersebut untuk melakukan tindakan, bukan kepada tercapainya tujuan tindakan tersebut
c. Tindakan itu dilakukan berdasarkan sikap hormat kepada hukum moral universal.
Hukum moral universal menurut Emmanuel Kant adalah “bertindaklah hanya
berdasarkan perintah yang kamu sendiri kehendaki”. Maksudnya, bertindak berdasarkan
keyakinan dalam diri sendiri bahwa orang lainpun dengan situasi yang sama akan
melakukan hal yang sama dengan apa yang kita lakukan. Perlakukanlah sesama manusia
sebagai tujuan dan bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain di luar dirinya.
25
Contohnya, seorang pegawai negeri sipil memberikan pelayanan kepada masyarakat
bukan karena tindakan itu mempunyai akibat yang baik bagi pegawai yang bersangkutan
melainkan karena pelayanan yang diberikan itu sejalan dengan kewajibannya.
2. Teori TELEOLOGI
Kata teleologi berasal dari bahasa Yunani “telos” yang artinya tujuan dan “logos” yang
berarti ilmu. Teori ini mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai atau akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Berdasarkan pandangan ini, suatu
tindakan dikatakan baik kalau tujuan atau akibat dari tindakan tersebut adalah baik. Jadi
menurut teori ini seseorang melakukan tindakan karena adanya situasi yang mendorongnya
untuk melakukan hal itu. Norma dan nilai moral tidak berlaku dengan sendirinya dalam setiap
situasi karena yang lebih menentukan adalah tujuan atau akibat yang tergantung pada situasi
yang dihadapi oleh orang yang mengambil tindakan. Timbul pertanyaan, tujuan itu untuk siapa
dan akibatnya kepada siapa? Kepada diri pribadi, sebagian orang atau keseluruhan orang yang
terlibat dalam tindakan tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan ini etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua yaitu
egoisme etis dan utilitarianisme. Menurut egoisme etis, suatu tindakan baik karena berakibat
baik bagi dirinya sendiri, mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri sehingga akan dinilai
baik secara moral. Kalau tindakan itu tidak berakibat baik maka akan dinilai tidak baik secara
moral. Sedangkan utilitarianisme menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan akibatnya
bagi banyak orang. Suatu tindakan dikatakan baik apabila tindakan itu membawa manfaat
tertentu. Jadi tindakan yang baik adalah tindakan yang menghasilkan manfaat yang lebih besar,
bagi sebanyak mungkin orang. Teori utilitarianisme mendapatkan kritik karena kepentingan
sebagian kecil orang boleh dilanggar asalkan membawa manfaat bagi sebagian besar orang.
Kritik lain terhadap teori utilitarianisme adalah bahwa manfaat yang dimaksud hanyalah
manfaat dari segi materi untuk jangka pendek. Teori ini juga tidak menganggap serius norma
dan nilai moral karena hanya memperhatikan akibatnya saja.

3. Teori KEUTAMAAN
Teori ini tidak mempersoalkan akibat dari suatu tindakan, juga tidak mendasarkan
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal tetapi pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Dalam hubungan ini nilai moral muncul dari pengalaman
hidup dalam masyarakat, dari teladan dan contoh hidup yang diperlihatkan oleh tokoh-tokoh
besar dalam suatu masyarakat dalam menyikapi persoalan-persoalan hidup. Dengan demikian,

26
nilai moral muncul dalam bentuk teladan moral yang nyata yang diberi contoh oleh tokoh-tokoh
dalam masyarakat.
Menurut teori etika keutamaan, pribadi bermoral terutama ditentukan oleh kenyataan
dalam seluruh hidupnya yaitu bagaimana orang tersebut dapat hidup berbuat baik sebagai
manusia sepanjang kehidupannya. Jadi yang menentukan kualitas moralnya adalah apakah
dalam semua situasi yang dihadapi ia mempunyai kecenderungan, sikap dan perilaku moral
yang terpuji dan sikap serta perilakunya itu tidak akan berubah. Jadi dalam teori ini,
kepribadian moral itulah yang menonjol.

3.5. PRINSIP-PRINSIP ETIKA


Dalam sejarah peradaban manusia sejak abad ke-4 SM para pemikir telah mencoba
menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Dalam
hubungan itu sedikitnya terdapat 120 macam “ide agung” (great ideas) yang merupakan
landasan moralitas manusia. Dari seluruh ide-ide agung tersebut dapat diringkaskan 6 (enam)
prinsip yang dapat dikatakan sebagai landasan prinsipil dari etika, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip Keindahan (Beauty)
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap
keindahan. Banyak filsuf yang mengatakan bahwa hidup dan kehidupan manusia itu
sendiri sesungguhnya adalah merupakan keindahan. Hal ini ditunjukkan misalnya
dengan berpenampilan sesuai dengan situasi atau suasana seperti berbusana rapi menuju
kampus untuk kuliah, bekerja di kantor, keindahan dalam hal penataan ruangan dengan
memperhatikan nilai-nilai estetis dan sebagainya yang dapat meningkatkan semangat
dalam bekerja dan belajar.
2. Prinsip Persamaan (Equality)
Hakekat kemanusiaan menghendaki adanya persamaan antara manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya, karena manusia terlahir dengan hak dan kewajiban yang sama
atau sederajat. Watak, karakter atau pandangan hidup masing-masing boleh berbeda
tetapi kedudukannya sebagai anggota dalam suatu kelompok masyarakat adalah sama.
Etika yang dilandasi dengan prinsip persamaan ini dapat menghilangkan perilaku
diskriminatif dalam berbagai aspek interaksi manusia. Pemerintah sesungguhnya tidak
dapat membeda-bedakan tingkat pelayanan terhadap masyarakat, karena setiap warga
negara mempunyai kedudukan yang sama. Yang membedakan dalam pemberian
pelayanan pemerintahanan kepada masyarakat adalah tingkat urgensinya, sehingga
dapat diberikan prioritas-prioritas tertentu.
27
3. Prinsip Kebaikan (Goodness)
Secara umum kebaikan berarti sifat atau karakterisasi dari sesuatu yang menimbulkan
pujian. Perkataan baik (good) mengandung sifat seperti persetujuan, pujian, keunggulan,
kekaguman atau ketepatan. Dengan demikian prinsip kebaikan sangat berkaitan erat
dengan hasrat dan cita manusia. Jika menginginkan kebaikan dalam tatanan sosial,
misalnya, maka yang diperlukan adalah sikap-sikap sadar hukum, saling menghormati,
berperilaku yang baik (good habits) dan sebagainya. Jadi lingkup dari ide atau kebaikan
adalah bersifat universal. Kebaikan ritual dari agama yang satu mungkin berbeda
dengan agama yang lain. Namun kebaikan agama yang berkenaan dengan masalah
kemanusiaan, hormat-menghormati terhadap sesama, kasih sayang dan lain-lain,
merupakan nilai-nilai kebaikan yang sudah pasti diterima. Dalam pemerintahan, tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik pada dasarnya
adalah untuk menciptakan kebaikan dan perbaikan bagi masyarakat warga negaranya.
4. Prinsip Keadilan (Justice)
Suatu definisi tertua yang hingga kini masih sangat relevan untuk merumuskan keadilan
adalah rumusan dari zaman Romawi Kuno yang diterjemahkan sebagai “kemauan yang
tetap dan kekal untuk memberikan setiap orang apa yang semestinya”.
5. Prinsip Kebebasan (Liberty)
Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau
tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul
dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk
bertindak menurut pilihannya, kecuali jika pilihan tindakan tersebut melanggar
kebebasan yang sama dari orang lain. Maka kebebasan manusia mengandung
pengertian:
a. Kemampuan untuk menentukan diri sendiri
b. Kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan
c. Syarat-syarat yang memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihan
beserta konsekuensi dari pilihan itu
Oleh karena itu tidak ada kebebasan tanpa tanggung jawab dan begitu pula tidak ada
tanggung jawab tanpa kebebasan. Semakin besar kebebasan yang dimiliki oleh
seseorang semakin besar pula tanggung jawab yang dipikulnya.

28
6. Prinsip Kebenaran (Truth)

Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan kepada masyarakat agar masyarakat merasa
yakin akan kebenaran itu. Untuk itu kita perlu menjembatani antara kebenaran dalam pemikiran
(truth in mind) dan kebanaran dalam kenyataan (truth in reality) atau kebenaran yang
terbuktikan. Etika tidak selalu dapat diterima oleh orang awam apabila kebenaran yang terdapat
didalamnya belum dapat dibuktikan.

Keenam ide-ide agung atau prinsip-prinsip etika diatas menjadi prasyarat dasar bagi
pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antar manusia, manusia dengan
masyarakat, dengan pemerintah dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain serangkaian etika
yang disusun sebagai aturan hukum yang mengatur jalan hidup dan kehidupan manusia,
masyarakat, organisasi, instansi pemerintah dan pegawai negeri, serta lainnya, harus benar-
benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan dan
kebenaran bagi setiap orang.

3.6. ETIKA DAN MORALITAS

1. KONSEPSI ETIKA
a. Batasan-batasan nilai normatif dalam interaksi antar manusia dengan masyarakat atau
lingkungannya
b. Kebiasaan atau cara bergaul, berperilaku yang baik
c. Pola perilaku atau kebiasaan yang baik, yang diterima oleh lingkungan pergaulan
seseorang atau organisasi tertentu, tergantung pada situasi dan cara pandangnya
d. Nilai-nilai perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau sesuatu organisasi tertentu
dalam interaksinya dengan lingkungannya.

2.KONSEPSI MORALITAS
a. Nilai-nilai dalam diri seseorang yang akan mengendalikan dimunculkan atau tidaknya
kepatuhan terhadap nilai-nilai etika
b. Semangat atau dorongan batin dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
c. Moral atau moralitas ini dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang diyakini oleh seseorang
atau organisasi tertentu sebagai sesuatu yang baik atau buruk, sehingga bisa membedakan
mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak sepatutnya dilakukan
29
d. Merujuk pada nilai-nilai yang diyakini dan menjadi semangat dalam diri seseorang atau
sesuatu organisasi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
e. Moral menekankan pada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus di luar ketaatannya
kepada aturan hukum. Moral merujuk pada tingkah laku yang bersifat spontan seperti
kasih sayang, kemurahan hati, kebesaran jiwa yang kesemuanya tidak terdapat dalam
aturan hukum.

Daftar Pustaka
1. Kumorotomo,Wahyudi. 2013. Etika Administrasi Negara. Penerbit PT.Raja Grafindo
Persada . Jakarta
2. Widjaya, AW. 1999. Etika Administrasi Negara. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta
3. Gie, The Liang. 2001. Materi Pokok Etika Administrasi Negara. Penerbit Karunika,
Universitas Terbuka. Jakarta
4. Osborne,D & Plastrik,P.2001. Memangkas Birokrasi,Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha.Penerbit PPm. Jakarta
5. Soeharyo,S & Sofia,A. 2001. Etika Kepemimpinan Aparatur (Bahan Ajar Diklatpim
Tingkat IV). LAN – RI. Jakarta
6. Lembaga Administrasi Negara.2001. Menguak Peluang dan Tantangan Administrasi
Publik, Bunga Rampai Wacana Administrasi Publik.Penerbit LAN.Jakarta.
7. Fernanda,D. 2003. Etika Organisasi Pemerintah (Bahan Ajar Diklat Prajabatan
Golongan III). LAN – RI. Jakarta
8. Matondang,H & Siregar,B.2005. Materi Pokok Etika Birokrasi. BANDIKLAT
KEUANGAN.PUSDIKLAT PEGAWAI-DEPKEU. Jakarta

4. AKTIVITAS MAHASISWA

Untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan, maka aktivitas yang harus dikerjakan
mahasiswa adalah sebagai berikut:
a) Mahasiswa harus membentuk kelompok yang terdiri dari 5-7 orang. Setiap kelompok
selanjutnya akan membaca, mencatat dan mengumpulkan berbagai kajian terkait dengan
etika pemerintahan dari berbagai sumber bacaan yang ada.
b) Mahasiswa kemudian akan diberikan tema sesuai dengan kelompok yang ada untuk
lebih memfokuskan kajian tentang etika pemerintahan. Adapun tema yang dimaksud
adalah:
1. Governance and Anticorruption (Kelompok 1)
2. Etika Politik dan Pemerintahan (Kelompok 2)
3. Etika Pegawai Negeri Sipil (Kelompok 3)
4. Etika Pelayanan Publik (Kelompok 4)
5. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan (Kelompok 5)
6. Etika Birokrasi (Kelompok 6)
7. Budaya Etika untuk Integritas Publik (Kelompok 7)

30
c) Berdasarkan tema yang ada kemudian mahasiswa membuat desain poster yang
bertujuan untuk membangkitkan kesadaran (awareness) tentang pentingnya penegakan
nilai-nilai etika
d) Pembuatan poster menggunakan sistematika sebagai berikut:
1. Ide rancangan orisinal dan melibatkan semua anggota kelompok
2. Tema poster yang dirancang harus sesuai dengan pembagian tema yang ada sesuai
kelompok
3. Dicetak dalam kertas poster ukuran 20 R dan diberi pigura
4. Nama kelompok, penyusun dan NIM dan deskripsi singkat (sepanjang 1-2 paragraf)
terkait penjelasan poster disertakan pada saat pengumpulan tugas
e) Ketentuan waktu pengumpulan tugas makalah adalah 1 (satu) minggu sebelum
pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS)
Keterangan: Contoh-contoh Poster

Tema: Governance and Anti Corruption


Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

31
Tema : Etika Pelayanan Publik
Sumber: Ombudsman Republik Indonesia (ORI)

32
ETIKA PEMERINTAHAN DAN KORUPSI DALAM PRAKTEK

1. Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis serta mendiskusikan peran penting etika
pemerintahan dalam beragam dimensi penyelenggaraan pemerintahan

2. Tujuan Instruksional Khusus:


a. Mahasiswa memiliki pengetahuan serta mampu mengidentifikasi persoalan-persoalan
terkait beragam tema seperti etika dan mal-administrasi: governance and anticorruption,
etika politik dan pemerintahan, etika PNS, etika pelayanan publik, etika penegakan
hukum serta reformasi birokrasi dan etika pejabat publik dengan menggunakan teori-
teori yang telah dipelajari dalam Etika Pemerintahan
b. Mahasiswa dapat menganalisis dan menyajikan contoh praktek dan solusi dalam
pelaksanaan etika pemerintahan di Indonesia
2. Kegiatan Belajar

A. PERILAKU APARATUR
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan
seseorang secara sadar untuk mentaati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam
suatu kelompok masyarakat atau organisasi. Demikian halnya dengan aparatur pemerintah
dalam kedudukannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Terdapat seperangkat nilai yang
wajib ditaati dan dipatuhi oleh seorang aparatur pemerintah antara lain adalah bagaimana
seharusnya bersikap dan berperilaku dengan baik seperti sikap hormat, kejujuran, tanggung
jawab dan keadilan. Seperangkat nilai ini selanjutnya dijadikan sebagai acuan dan dianggap
sebagai prinsip-prinsip etis atau moral.
Namun pada kenyataannya memang masih saja ditemui adanya perilaku yang menyimpang
dari aparatur ini misalnya melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri dengan
merugikan orang lain, tidak memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat terkait dengan
kedudukannya sebagai „public servant‟ melainkan justru minta pelayanan lebih atas tugas yang
seharusnya menjadi kewajibannya kepada masyarakat yang menjadi kliennya dan masih banyak
lagi. Hal-hal ini adalah sebuah gambaran adanya dekadensi moral dalam diri aparatur
pemerintahan tersebut. Padahal seharusnya sebagaimana pendapat dari E.N. Gladen (dalam
Widjaya, 1999:23) bahwa “...Administrator...means to care for or to look after people to
manage affairs. The administrator is a servant not a master”

33
B. MODEL BIROKRASI
Birokrasi secara epistemologis berasal dari bahasa Yunani „bureau‟ yang artinya meja tulis
atau tempat bekerjanya para pejabat. Dalam bahasa Perancis „bureaucratie‟; dalam bahasa
Jerman „burokratie‟ dan „bureaucracy‟ dalam bahasa Inggris. Birokrasi sesungguhnya

34
dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayanan
publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah tipe suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasi
secara sistematis atau tertur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi mula-mula dibentuk supaya
keputusan-keputusan pemerintah dapat dilaksanakan dengan sistematis melalui aparat-aparat
negara. Keputusan-keputusan politis hanya akan bermanfaat bagi setiap warga negara jika
pemerintah mempunyai birokrasi yang tanggap, sistematis dan efisien. Adalah Max Weber
seorang sosiolog yang juga meminati masalah-masalah kenegaraan yang mengkonsep gagasan
tentang birokrasi ini. Ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi ini adalah sebagai berikut:
a. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi, didistribusikan melalui cara tertentu dan dianggap sebagai
tugas-tugas resmi (spesialisasi pekerjaan)
b. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkis yaitu unit yang lebih rendah berada
dibawah pengawasan dan pembinaan unit kerja yang lebih tinggi (struktur hierarkis)
c. Terdapat keseragaman dalam pengaturan pelaksanaan setiap tugas yang bersifat
konsisten dan juga bermanfaat untuk mengkoordinasikan tugas-tugas yang beraneka
ragam.
d. Pejabat yang ideal melaksanakan tugasnya dengan semangat „sine ira et studio‟ (formal
dan tidak bersifat pribadi) atau bersikap rasional tanpa dipengaruhi hal-hal yang bersifat
pribadi
e. Jenjang karier yang jelas bagi yang berprestasi atau senioritas dalam pekerjaan atau
gabungan diantara keduanya untuk mendorong tumbuhnya kesetiaan terhadap organisasi
serta rasa ikatan (esprit de corps) diantara sesama pegawai
f. Birokrasi mengatasi masalah-masalah yang menonjol dalam organisasi yaitu bagaimana
memaksimalkan efiseiensi dalam organisasi

Dalam kehidupan kenegaraan modern birokrasi semakin menjadi perangkat sentral untuk
memenuhi kepentingan masyarakat. Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) alasan mengapa
kehadiran birokrasi semakin diperlukan (W.Kumorotomo, 2013:71) yaitu adanya:
a. Pluralisme politik, diferensiasi pola kehidupan masyarakat mengakibatkan terbentuknya
pluralisme politik, dan untuk menjawab aspirasi masyarakat yang beraneka ragam
pemerintah harus melakukan departemenisasi yang sangat luas dan itu hanya bisa
dilakukan melalui birokrasi

35
b. Proses konsentrasi, yang terjadi karena begitu banyaknya tugas-tugas finansial yang
mesti dilakukan pemerintah sehingga mau tidak mau harus memelihara gerak langkah
birokrasi dengan sistem pertanggungjawaban yang pasti
c. Kompleksitas teknologi, menghendaki dibuatnya pola-pola rasional yang menjadi ciri
khas birokrasi

Terlepas dari semua itu yang perlu diperhatikan adalah rasionalitas birokrasi hendaknya
tanggap atas kehendak rakyat, bukan sekedar mengutamakan rasionalitas yang kaku. Tujuan
dari dibentuknya birokrasi adalah supaya kepentingan umum dapat dipenuhi melalui
serangkaian aturan yang sama bagi semua pihak. Oleh karena itu birokrasi tidak boleh memihak
atau bias dalam melakukan pelayanan terhadap siapapun termasuk kepada individu-individu
yang mendapat kedudukan sebagai pejabat atau penguasa itu sendiri.

Terdapat tiga corak birokrasi atau model yang umumnya terdapat di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia yaitu:
a. Model Birokrasi Tradisional
Yang diutamakan dari birokrasi ini adalah terwujudnya keharmonisan hirarkis,
mementingkan loyalitas dan keselarasan sosial. Ciri lain yang mewarnai adalah budaya
aristokrat, loyalitas ritual yang cenderung mengarah kultus individu, corak hubungan
„patron-client‟ adanya pengaruh fatalisme atau mistisisme dalam pengambilan
keputusan dan sebagainya. Pertanggungjawaban administratif para birokrat cenderung
berorientasi kepada atasan
b. Model Birokrasi yang menekankan pada struktur yang apolitis dan terpisah dari
aspirasi rakyat. Birokrasi bukan lagi bertindak sebagai pelayan masyarakat tetapi justru
masyarakat yang harus melayani birokrasi. Di dalam proses pengambilan keputusan
birokrasi tidak banyak melibatkan kekuatan-kekuatan sosial politik melainkan bertumpu
pada teknokrat. Misal dalam pola-pola penetrasi birokrasi yang kuat dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat, sistem yang terlalu menekankan pada stabilitas, sistem anggaran
berimbang, politik investasi terbuka dan sebagainya
c. Model Birokrasi Rasional
Yang mengandalkan efiseiensi dan kualitas keputusan yang obyektif yang ditawarkan
bukan kepada pembuat keputusannya. Model ini hanya berfungsi bila antara kekuatan
birokrasi dan kekuatan sosial politik dalam masyarakat terdapat keseimbangan sehingga
terjadi suatu „check and balance‟. Dalam tubuh birokrasi sendiri harus terdapat orang-
36
orang yang memiliki semangat profesionalisme dan komitmen yang tinggi terhadap
kesejahteraan masyarakat. Tetapi dalam beberapa hal kita kerapkali menemukan
kekakuan dalam birokrasi dalam penerapan prosedurnya sehingga dikenal tindakan-
tindakan yang disebut debirokratisasi yaitu usaha-usaha untuk mengurangi prosedur
yang „over acting‟ dan „overlapping‟ dan kurang dari kadar dan bobot sifat idealnya
dalam proses administrasi negara secara keseluruhan dan juga merupakan keputusan
politik dalam bentuk peraturan-peraturan. (W.Kumorotomo, 1994: 72-73)

C.PENTINGNYA ETIKA DALAM BIROKRASI


Beberapa alasan mengapa norma moral dan etika diperlukan dalam organisasi pemerintah
(birokrasi) antara lain:
a. Karena etika berkaitan erat dengan perilaku manusia. Hal ini menyangkut aplikasi
seperangkat nilai luhur dalam bertindak bagi kehidupan seseorang dan organisasi serta
menyangkut berbagai prinsip yang menjadi landasan bagi perwujudan nilai-nilai
tersebut dalam berbagai hubungan yang terjadi antar manusia dan lingkungan hidup
b. Agar bisa mengikuti kehidupan sosial yang tertib, manusia memerlukan kesepakatan,
pemahaman, prinsip dan ketentuan lain yang menyangkut pola perilaku. Etika
memberikan prinsip yang kokoh dalam berperilaku sehingga kehidupan dalam
organisasi semakin bermakna. Setiap bentuk kerjasama didasarkan pada kesepakatan
yang dicapai bersama
c. Karena dinamika manusia dengan segala konsekuensinya baik bersifat norma, moral,
maupun etika perlu dianalisis dan dikaji ulang hal ini dimaksudkan agar tetap relevan
dalam memperkaya makna kehidupan seseorang, kelompok, organisasi, dan masyarakat
luas yang pada gilirannya memperlancar interaksi antar manusia
d. Pentingnya etika dalam era modern dewasa ini lebih jelas terlihat bila diingat bahwa
etika menunjukkan kepada manusia nilai hakiki dari kehidupan sesuai agama,
pandangan hidup dan sosial. Dapat dikatakan bahwa etika berkaitan langsung dengan
sistem nilai manusia, etika mendorong tumbuhnya naluri moralitas, nilai-nilai hidup
yang hakiki dan memberi inspirasi kepada manusia untuk secara bersama-sama
menemukan dan menerapkan nilai-nilai tersebut bagi kesejahteraan dan kedamaian umat
manusia (Sondang Siagian dalam Soeharyo,S, 2001: 17)

Dalam lingkungan organisasi pemerintahan seorang aparatur dituntut untuk bekerja sebagai
abdi negara dan abdi masyarakat. Secara etis seorang aparatur merasa terpanggil untuk
37
melayani kepentingan publik secara adil tanpa membedakan kelompok, golongan, suku, agama
serta status sosial. Menurut etika organisasi pemerintahan Republik Indonesia, seorang aparatur
harus dapat menjadikan dirinya sebagai „role model‟ atau model panutan tentang kebaikan dan
moralitas terutama yang berkenaan dengan pelayanan kepada publik. Dia akan senantiasa
memelihara kewibawaan dan citra pemerintahan melalui kinerja dan perilaku sehari-hari dengan
menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela yang dapat merugikan masyarakat dan negara.
Jadi etika pada dasarnya merupakan upaya menjadikan moralitas sebagai landasan bertindak
dan berperilaku dalam kehidupan bersama termasuk di lingkungan profesi administrasi (Ryaas
Rasyid dalam Soeharyo,S, 2001:18)
Tugas seorang aparatur pemerintah tidak mudah karena ia berhadapan dengan masyarakat dari
berbagai lapisan sosial, berikut selera, kepentingan dan aspirasi yang berbeda-beda, namun ia
harus mampu bertindak arif dengan bersikap adil sebagai salah satu nilai normatif yang mesti
diikuti untuk mewujudkan tatanan sosial yang baik. Berikut ini adalah beberapa pedoman yang
bisa diikuti untuk dapat berlaku dan bertindak secara adil menurut rumusan beberapa filsuf:
a. Plato
 Masing-masing unsur kejiwaan-cipta, rasa, karsa- dapat menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya tanpa mengganggu stabilitas satu sama lain
 Budi rohani dalam keadaan tertib sebagaimana tertibnya keadaan tubuh yang sehat
 Disiplin diri dengan perasaan hati yang dikendalikan oleh akal
b. Philemon
 Tidak mau berbuat salah walaupun bisa melakukannya
 Watak yang tulus untuk berbuat adil, bukan sekedar karena ingin tampak adil
 Menolak mengambil barang berharga milik orang lain walaupun tidak ada resiko
yang merugikan
c. Stanley Benn
 Memiliki integritas
 Hidup menurut asas-asas yang konsisten
 Prinsip hidup tidak digoyahkan oleh pertimbangan keuntungan, hasrat, perasaan dan
hati
Dari pemahaman ini diharapkan bahkan dituntut bahwa seorang pegawai negeri, seorang
aparatur haruslah memiliki persyaratan seorang profesional yang mendapat kepercayaan publik
atau masyarakat yang harus dilayani. Dia dipercayai dan diandalkan memiliki keahlian dan
ketrampilan yang dibutuhkan masyarakat. Lebih dari itu seorang aparatur yang profesional,

38
dipercaya masyarakat karena mempunyai komitmen moral/etis serta bertanggung jawab penuh
atas pekerjaannya kepada publik (public accountabilities).

D. KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL


D.1. NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pegawai Negeri Sipil di samping wajib melaksanakan dan menerapkan kode etik Pegawai
Negeri Sipil, juga wajib menjunjung tinggi nilai-nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil yang
diatur dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004.
Adapun nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. Semangat nasionalisme;
d. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
e. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
f. Penghormatan terhadap hak asasi manusia
g. Tidak diskriminatif;
h. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
i. Semangat jiwa korps.

Penjelasan pasal 6 dari Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 menegaskan bahwa nilai-
nilai dasar bagi Pegawai Negeri Sipil merupakan
pedoman, tingkah laku, dan perbuatan yang berlaku bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil tanpa
membedakan di mana Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bekerja. Nilai-nilai dasar ini
wajib dijunjung tinggi karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai
yang hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa, negara, dan pemerintah.

D.2. Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS


Dalam Penjelasan umum PP No.42 Tahun 2004, dinyatakan bahwa kelancaran tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kesempurnaan pengabdian
unsur aparatur negara. PNS sebagai unsur aparatur negara, abdi masyarakat bertugas
memberikan pelayanan terbaik, adil dan merata serta tidak diskriminatif. Untuk menjamin
tercapainya tujuan pembangunan nasional, menjaga persatuan kesatuan bangsa, profesional dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945,
negara dan pemerintah Indonesia, maka ditetapkan PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan
39
Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Agar PNS mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana
tersebut diatas secara berdaya guna,
berhasil guna, diperlukan pembinaan jiwa korps secara terus menerus dan
berkesinambungan. Pembinaan jiwa korps akan berhasil dengan baik apabila diikuti dengan
pelaksanaan dan penerapan kode etik dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian-Pengertian
1) Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 ayat 1)
Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama,
tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi
Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 ayat 2)
Kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-
hari.
3) Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat Majelis Kode
Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan
penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS.
4) Pelanggaran Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang
bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik.
5) Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999. Jadi
Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil berkewajiban melaksanakan dan
menerapkan kode etik dengan penuh tanggung jawab.
6) Pejabat yang Berwenang
Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat yang berwenang
menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk.

7) Pembinaan Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil

40
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan,
pengabdian, kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada negara kesatuan dan
Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
8) Tujuan Pembinaan Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:
a. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan
guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta
meningkatkan kemampuan dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil;
b. Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil
yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara
dan abdi masyarakat;
c. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan
Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9) Ruang Lingkup Pembinaan Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil
Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup:
a. Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan
b. profesionalitas Pegawai Negeri Sipil;
c. Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Pegawai
Negeri Sipil;
d. Peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk
kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil;
e. Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan
kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang benar
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri
Sipil, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, diperlukan peserta
diklat sebagai calon PNS agar menyadari kedudukan dan tugas PNS dalam organisasi
pemerintah, yang bertugas memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata, tidak
diskriminatif, melalui sikap dan perilaku yang baik sebagai pengamalan kode etik PNS.
Pemahaman yang baik dan benar tentang pembinaan jiwa korps dan kode etik PNS akan
mendorong PNS menyadari bahwa untuk mewujudkan PNS yang diharapkan masyarakat,
diperlukan pembinaan jiwa korps secara terus-menerus dan berkesinambungan, dimana
41
pembinaan jiwa korps akan berhasil dengan baik, apabila diikuti pelaksanaan dan penerapan
kode etik dengan penuh tanggung jawab.
Kode etik PNS tertuang dalam PP No. 42 Tahun 2004 bertujuan meningkatkan kualitas
PNS yaitu mewujudkan PNS yang kuat, kompak, dan bersatu padu, memiliki kepekaan,
tanggap, dan memiliki kesetiakawananan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung
jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat. Kode etik PNS juga bertujuan
untuk PNS yang netral, mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, profesional, dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, serta penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila, UUD 1945, negara, dan pemerintah Republik Indonesia. Kode etik PNS yang
tertuang dalam PP No. 42 Tahun 2004 meliputi etika PNS dalam bernegara, bermasyarakat,
berorganisasi terhadap diri sendiri dan etika PNS terhadap sesama PNS.

D. Dasar Hukum Ditetapkannya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil


Dasar hukum ditetapkannya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah berdasarkan:
a. Pasal 5 ayat (2), pasal 27 ayat (1), dan pasal 28 UUD 1945;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
e. yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.

E. Pelaksanaan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil


Kode etik PNS wajib dilaksanakan PNS dala pelaksanaan tugas maupun dalam pergaulan hidup
sehari-hari diseluruh wilayah Indonesia. Dalam pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004 ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari, Pegawai
Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri
sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil. Adapun butir-butir Etika Pegawai Negeri Sipil
tersebut yang meliputi etika PNS dalam bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, terhadap diri
sendiri, dan terhadap sesama PNS adalah sebagai berikut:
1) Etika Pegawai Negeri Sipil dalam bernegara
42
a. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
c. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik
d. Indonesia;
e. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas;
f. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa;
g. Tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap
kebijakan dan program Pemerintah;
h. Menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
i. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

2) Etika Pegawai Negeri Sipil dalam berorganisasi


a. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
b. Menjaga informasi yang bersifat rahasia;
c. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
d. Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi;
e. Menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka
pencapaian tujuan;
f. Memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
g. Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
h. Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan
kinerja organisasi;
i. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
3) Etika Pegawai Negeri Sipil dalam bermasyarakat
a. Mewujudkan pola hidup sederhana;
b. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih
c. dan tanpa unsur pemaksaan;
d. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;
e. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;
f. Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.
4) Etika Pegawai Negeri Sipil terhadap diri-sendiri
a. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar;
b. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
43
c. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
d. Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan
sikap;
e. Memiliki daya juang yang tinggi;
f. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
g. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
h. Berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
5) Etika Pegawai Negeri Sipil terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil
a. Saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan yang
berlainan;
b. Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
c. Saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun
d. horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;
e. Menghargai perbedaan pendapat;
f. Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
g. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;
h. Berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin
terwujudnya Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.

F. Penegakan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil


Berdasarkan pasal 16 dari PP No. 42 Tahun 2004, dinyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran kode etik, selain dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan tindakan
administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu hukuman displin PNS yang
diatur dalam PP No. 30 Tahun 1980 dalam hal terjadi pelanggaran peraturan disiplin PNS.
Sanksi moral dibuat secara tertulis dapat berupa pernyataan secara tertutup atau pernyataan
secara terbuka.

E. PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL


1. Penjelasan Umum
Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai
penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good
governance), maka PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut untuk setia kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik

44
Indonesia, dan Pemerintah, bersikap disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam
melaksanakan tugas.
Untuk menumbuhkan sikap disiplin PNS, pasal 30 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian mengamanatkan ditetapkannya peraturan pemerintah mengenai disiplin PNS.
Selama ini ketentuan mengenai disiplin PNS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Namun demikian peraturan
pemerintah tersebut perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan, karena tidak
sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. Maka dari itu peraturan tentang disiplin diatur
dalam Undang-undang Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Untuk mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral tersebut, mutlak diperlukan
peraturan disiplin PNS yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga
dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat
mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Peraturan Pemerintah tentang disiplin PNS ini antara lain memuat kewajiban, larangan, dan
hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan
pelanggaran. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS yang telah
melakukan pelanggaran, agar yang bersangkutan mempunyai sikap menyesal dan berusaha
tidak mengulangi dan memperbaiki diri pada masa yang akan datang.
Dalam Peraturan Pemerintah ini secara tegas disebutkan jenis hukuman disiplin yang dapat
dijatuhkan terhadap suatu pelanggaran disiplin. Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman
disiplin. Demikian juga dengan batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum
telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Penjatuhan hukuman berupa jenis hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat sesuai dengan
berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan, dengan
mempertimbangkan latar belakang dan dampak dari pelanggaran yang dilakukan. Kewenangan
untuk menetapkan keputusan pemberhentian bagi PNS yang melakukan pelanggaran disiplin
dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Selain hal tersebut di atas, bagi PNS yang
dijatuhi hukuman disiplin diberikan hak untuk membela diri melalui upaya administratif,
sehingga dapat dihindari terjadinya kesewenang-wenangan dalam penjatuhan hukuman disiplin.

2. KEWAJIBAN DAN LARANGAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

45
Berdasarkan ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka kewajiban PNS adalah sebagai berikut:
1) mengucapkan sumpah/janji PNS;
2) mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3) setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4) menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
5) melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6) menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7) mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau
golongan;
8) memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan;
9) bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
10) melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan,
keuangan, dan materiil;
11) masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12) mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13) menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
14) memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15) membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier;
17) menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Selanjutnya dalam pasal 4 dinyatakan larangan bagi PNS sebagai berikut:
menyalahgunakan wewenang;
1) menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain;
2) tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga
atau organisasi internasional;
3) bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat
asing;

46
4) memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-
barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara
secara tidak sah;
5) melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di
dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
6) memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara
langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
7) menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan
dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
8) bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
9) melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi
atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi
yang dilayani;
10) menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
11) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
12) memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan
calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
13) memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai
foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai
peraturan perundangundangan;
14) memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
47
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan
salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan
calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

3. HUKUMAN DISIPLIN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL


Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS
yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. Dalam pasal 7 PP no.53
tentang Disiplin PNS tingkat dan jenis hukuman disiplin meliputi:
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Gradasi hukuman disiplin PNS terhadap pelanggaran waktu kerja dan jam kerja adalah sebagai
berikut:
48
1. Hukuman disiplin ringan, berupa:
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima)
hari kerja;
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6
(enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan
yang sah selama 11 (sebelas) sampai dengan 15 (lima belas) hari kerja;
2. Hukuman disiplin sedang, berupa:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk
kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 20 (dua puluh)
hari kerja;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja
tanpa alasan yang sah selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 25 (dua puluh lima)
hari kerja; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 (dua puluh enam) sampai dengan 30
(tiga puluh) hari kerja;
3. Hukuman disiplin berat, berupa:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun bagi PNS yang tidak
masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) sampai dengan 35
(tiga puluh lima) hari kerja;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang
menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa
alas an yang sah selama 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) hari
kerja;
c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau
fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alas an yang sah selama 41 (empat
puluh satu) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah
selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih;
Contoh penghitungan pelanggaran disiplin PNS:

49
a. Seorang PNS dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011 tidak masuk kerja
selama 5 (lima) hari maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran
lisan.
b. Selanjutnya, pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 yang bersangkutan tidak masuk
kerja selama 2 (dua) hari, sehingga jumlahnya menjadi 7 (tujuh) hari. Dalam hal
demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis.
c. Selanjutnya, pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2011 yang
bersangkutan tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari, sehingga jumlahnya menjadi 12
(dua belas) hari. Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan dijatuhi hukuman
disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.

III. PRINSIP-PRINSIP MORAL PNS


Dalam kepemerintahan yang baik (Good Governance), PNS bertugas untuk memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat, dan untuk mewujudkan PNS yang mampu memberikan
pelayanan prima menurut Dr. A. Sonny Keraf (2002), ada 7 (tujuh) prinsip moral yang harus
dimiliki dan dihayati oleh PNS yaitu :
a. Profesionalisme
Prinsip-prinsip ini menuntut setiap pejabat publik dalam birokrasi pemerintah untuk
bertindak secara professional sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki,
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mempunyai komitmen
moral yang tinggi untuk membela kepentingan publik. Profesionalisme juga menuntut
agar pejabat publik dalam birokrasi harus konsekuen dan konsisten dalam menjalankan
profesinya. Hal ini berarti kalau dengan kesadaran sendiri memilih menjadi aparat
birokrat harus konsekuen dan konsisten menjalani profesinya dengan segala
konsekuensinya, termasuk penghasilannya yang tidak mencukupi.
b. Integritas moral yang tinggi
Prinsip ini menuntut setiap pejabat publik dalam birokrasi untuk bertindak sesuai
dengan prinsip dan menjaga nama baik sebagai seorang pejabat publik yang wajib
melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya demi melayani kepentingan publik. Pejabat
publik dituntut untuk tidak dikendalikan oleh pihak lain untuk menyalahgunakan
kekuasaan dan wewenangnya dengan merugikan kepentingan publik.
c.Tanggung Jawab Terhadap Kepentingan Publik
Prinsip ini menegaskan bahwa kepentingan publik adalah segala-galanya karena
kepentingan publik adalah nilai tertinggi yang tidak dapat digantikan dan tidak dapat
50
dikalahkan dengan hal yang lainnya termasuk uang atau jabatan yang lebih tinggi.
Seorang aparat birokrat termasuk PNS memilih profesi tersebut bukan untuk
memperkaya dirinya dan mencari kedudukan dan jabatan. Setiap aparat birokrat pada
dasarnya memilih profesi tersebut karena didorong oleh keinginan luhur untuk melayani
kepentingan publik. Menjadi aparat birokrat merupakan panggilan tugas untuk
mengabdi kepentingan publik, bangsa dan negara.
d. Berpihak Kepada Kebenaran dan Kejujuran
Prinsip ini menuntut setiap pejabat publik untuk selalu mempunyai sikap yang salah
adalah salah, yang benar adalah benar. Dan karena itu, setiap orang selalu harus dilayani
sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, demi mempertahankan kebenaran
dan kejujuran, karena kejujuran dan kebenaran merupakan prinsip yang paling pokok
yang harus melekat pada penyelenggara Negara termasuk penyelenggara pemerintahan.
Kebenaran dan kejujuran ini merupakan prinsip paling pokok.
e. Bertindak Secara Adil
Prinsip ini memperlakukan semua orang secara sama tanpa membeda-bedakantanpa
diskriminasi atas dasar agama, ras, suku, jenis kelamin, dan seterusnya. Sebagai pejabat
publik harus netral dan membela yang benar sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang
berlaku. Adanya prinsip “Yang Datang Pertama Harus Pertama Dilayani” adalah
perwujudan prinsip keadilan dalam birokrasi, karena tidak ada yang diistimewakan atau
diberi perlakuan khusus. Keadilan juga menuntut agar setiap pejabat publik
mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan oleh pihak tertentu dengan baik, sehingga
pelanggaran harus dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Jangan Menghalalkan Segala Cara Untuk Mencapai Tujuan
Prinsip ini penting karena birokrasi kita dianggap “bisa diatur” dalam arti melakukan
manipulasi untuk mencapai tujuan yang menyimpang yang merugikan kepentingan
publik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Birokrasi harus melayani publik
dengan baik dan benar sesuai dengan sistem dan prosedur yang berlaku agar
kepentingan masyarakat tidak dirugikan
g. Jangan lakukan pada orang lain apa yang anda sendiri tidak mau perbuatan tersebut
dilakukan pada anda
Prinsip ini harus dipegang teguh birokrasi karena masyarakat selalu ingin dilayani
secara baik sesuai dengan sistem dan prosedur yang berlaku. Jangan mempersulit orang
lain karena anda sendiri tidak ingin dipersulit. Jangan minta sesuatu untuk pelayanan

51
publik yang anda berikan karena anda sendiri tidak ingin diperlakukan demikian, karena
PNS bertugas memberikan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa
Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Salamoen Soeharyo dan Aya Sofia. 2001. Etika Kepemimpinan Aparatur. Lembaga
Administrasi Negara (LAN) – Republik Indonesia. Jakarta

Wahyudi Kumorotomo. 1994. Etika Administrasi Negara. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta

3. AKTIVITAS MAHASISWA

Untuk mencapai standar kompetensi yang diharapkan, maka aktivitas yang harus dikerjakan
mahasiswa adalah sebagai berikut:
a) Mahasiswa membentuk kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 – 7 orang anggota
b) Kelompok yang terbentuk adalah kelompok yang sama sesuai dengan tugas Praktikum I
yaitu pembuatan poster sehingga tema-tema diskusi yang akan dipresentasikan
menyesuaikan dengan poster yang telah dibuat.
c) Presentasi diskusi akan dilaksanakan mulai pertemuan ke – 9 (sembilan) atau pasca
UTS, sampai dengan pertemuan ke – 15 (lima belas)
d) Power Point materi yang akan dipresentasikan di email seluruhnya satu minggu sebelum
pelaksanaan diskusi untuk masing-masing kelompok ke alamat email kelas dan alamat
email dosen pengampu yeni_arh@yahoo.co.id
e) Seluruh makalah lengkap hasil diskusi kelompok dikumpulkan pada pertemuan ke – 15
(1 minggu sebelum UAS)
f) Ketentuan penulisan makalah diskusi adalah sebagai berikut:
I. Mata Kuliah dan Judul Makalah Kelompok
II. Identitas Mahasiswa: Nama, NIM dan Kelas
III. Laporan diketik di atas kertas berukuran A4 70 gram, spasi 1,5 dengan jenis
huruf Arial dan ukuran huruf (font) 12 sebanyak 20 (dua puluh) halaman serta
dijilid Soft Cover warna Biru Muda
52
IV. Makalah diskusi sesuai dengan tema:
a. Governance and Anticorruption
b. Etika Politik dan Pemerintahan
c. Etika Pegawai Negeri Sipil
d. Etika Pelayanan Publik
e. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
f. Etika Birokrasi
g. Budaya Etika untuk Integritas Publik
- Korupsi -

 Sejarah,
 Konsep Dasar,
 Dampak Bagi
Peradaban
Manusia
Etimologi Kata Korupsi

 Corruptio = kerusakan, kebobrokan,


kebusukan
 Rasuah (Mly) = Korupsi
 Gin Moung (Thd) = Makan Bangsa
 Ghulul ( Arb Saudi) = Korupsi
 Tanwu (Chn) = Keserakahan Bernoda
 Otshuko (Jpn) = Kerja Kotor
Perspektif Ahli
 Korupsi adalah diskresi atau monopoli tanpa
adanya akuntabilitas
K= D x M –A
*Robert Klitkgard*
 Korupsi adalah suatu cara diluar hukum yang
digunakan oleh perseorangan atau golongan-
golongan untuk mempengaruhi tindakan-
tindakan birokrasi. (Nathaniel H. Left )
 korupsi adalah mencakup perilaku dari pejabat-
pejabat disektor publik, apakah politikus atau
pegawai negeri, dimana mereka secara tidak
benar dan melanggar hukum memperkaya diri
sendiri atau pihak lain yang dekat dengan
mereka, dengan cara menyalah gunakan
kewenangan publik yang dipercayakan kepada
mereka (Tranparancy International)
Syed Husein Alatas
Penempatan kepentingan-kepentingan publik dibawah
tujuan-tujuan privat atau pribadi dengan pelanggaran
norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi
dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan
dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekwensi
yang diderita publik. 3 Modus korupsi secara umum :
Penyuapan, Pemerasan, Nepotisme
- Syed Husein Alatas
Korupsi Transaktif : Korupsi yang
menunjukan adanya kesepakatan timbal
balik antara pemberi dan penerima demi
keuntungan bersama. Kedua pihak sama-
sama aktif menjalankan perbuatan
tersebut
Korupsi ekstroaktif : Korupsi yang
menyertakan tindakan penekanan
(koersif) tertentu yang menyebabkan
pihak pemberi dipaksa untuk melakukan
penyuapan guna mencegah kerugian lebih
besar, terhindar dari ancaman bagi
diri pribadi, kepentingan, orang-orang
dekat, dan hal-har berharga
- Lanjutan , , ,
Korupsi Investif: Korupsi yang melibatkan
suatu penawaran barang atau jasa tanpa
adanya keterkaitan langsung dengan
keuntungan bagi pemberi suap. Keutungan
didapat pada masa mendatang

Korupsi Nepostistik : Korupsi Berupa


pemberitan perlakukan khusus kepada teman,
anggota keluarga, atau yang mempunyai
hubungan kedekatan dalam rangka menduduki
jabatan publik » perlakuan pengutamaan dalam
segala bentuk yang bertentangna dengan
norma dan peraturan yang berlaku
- Lanjutan , , ,
Korupsi Autogenik: korupsi yang dilakukan individu
karena memiliki kesempatan untuk mendapat keuntungan
dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang
hanya diketahui diri sendiri
Korupsi Suportif : Korupsi yang mengacu pada
penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi dan
mempertahankan keberadaan tindak korupsi yang sedang
berjalan atau lainnya
Korupsi Defensif : Korupsi yang terpaksa dilakukan
dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan
Regulasi Tindak Pidana Korupsi
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi,
 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Tindak Pidana Korupsi,
 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Pengesahan “United Nations Convention Against
Corruption, 2003.
 KUHP
Pasal 209 KUHP
 Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada seorang pejabat dengan maksud
menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya; Diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
 Barang siapa memberi sesuatu kepada seorang
pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya. Pencabutan hak
tersebut dalam pasal 35 No. 1- 4 dapat dijatuhkan.
Pasal UU 31 Tahun 1999
 Pasal 2 ; Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
penjara dengan penjara seumur hidup atau

 Pasal 3 ; Setiap orang yang dengan tujuan


menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun
Tindakan dapat Dianggap
Korupsi Jika memenuhi unsur :

 Melawan Hukum
 Memperkaya Diri Sendiri
 Merugikan Keuangan Negara
Dampak Korupsi
 Dampak ekonomi
 Dampak Legitimasi dan Kedaulatan
Politik
 Dampak Sosial
- Korupsi -

 Faktor
Pendorong
 Kejahatan
Terorganisir
Pendidikan Anti-Korupsi
Untuk Perguruan Tinggi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


RI
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI

METODE PEMBELAJARAN 1
Teori-Teori Pendorong
Penciptaan Kejahatan Korupsi
 Korupsi adalah diskresi atau monopoli tanpa adanya
akuntabilitas
K= D x M –A
*Robert Klitkgard*
 Konsep GONE » *Jack Bologne*
Korupsi = Greed+Opportunity+Need+Expose
 Fraud Triangle Theory *Donald R Cressey*,
tiga faktor yang berpengaruh terhadap fraud
(kecurangan)/korupsi adalah kesempatan,
motivasi, dan rasionalisasi
 Teori Cost-Benefit Model. Menurut teori ini, korupsi
terjadi jika manfaat korupsi yang didapat/dirasakan
lebih besar dari biaya/risikonya
Faktor Pendorong Korupsi
• Keserakahan
• Konsumtif
Aspek Individu • Moral
• …………

• Penegakkan Hukum Lemah


Aspek
• Pengawasan Lemah
Kelembagaan
• Korupsi Sistemik

• Kultur Permisif
Aspek • Kesadaran Bahaya
Masyarakat Korupsi Lemah
• Sekterian
• Lemah Keteladanan
Pengelompokkan Tindak Pidana
Korupsi
berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999, korupsi
dikelompokkan menjadi 30 jenis :
1. Menyuap pegawai negeri;
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena
jabatannya;
3. Pegawai negeri menerima suap;
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang
berhubungan dengan jabatannya;
5. Menyuap hakim;
6. Menyuap advokat;
7. Hakim dan advokat menerima suap;
Lanjutan . . . .

8. Hakim menerima suap;


9. Advokat menerima suap;
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan
penggelapan;
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan
administrasi;
12. Pegawai negeri merusakan bukti;
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
15. Pegawai negeri memeras;
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
Lanjutan . . . .
17. Pemborong membuat curang;
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan
curang;
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara
sehingga merugikan orang lain;
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan
yang diurusnya;
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak
melaporkan ke KPK;
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
Lanjutan . . . .
26. Tersangka tidak memberikan keterangan
mengenai kekayaan;
27. Bank yang tidak memberikan keterangan
rekening tersangka;
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan
keterangan atau memberi
keterangan palsu;
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan,
namun tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan
palsu;
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.
Klasifikasi Secara Umum

1. Merugikan keuangan negara;


2. Suap-menyuap;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam
pengadaan;
7. Gratifikasi.
Korupsi : Kejahatan Terorganisir
1. Pelibatan Pejabat Negara dalam
Monopoli bisnis
2. Korban pemerasan pejabat korup
3. Infiltrasi terhadap pasar bisnis legal
4. Perebutan Kekayaan negara
5. Koneksi kriminalitas internasional
Titik Lemah / Sasaran dari
Kejahatan Korupsi

Kekayaan
/Potensi
Negara
- Korupsi -

 Gratifikasi
 Korupsi Pejabat
Tinggi
• Gratifikasi sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya :
Menyuap pejabat kerajaan untuk bisa bertemua raja dan
atau berdagang
• Dalam konteks budaya Indonesia, ada perubahan mekanisme
pemberian hadiah ; memelihara hubungan yang sifatnya
personal →Alat mencapai tujuan bagi pegawai-pegawai
pemerintah dan elit-elit ekonomi. (Verhazen:2003)
• (Amal Tamagola : 2009) → memandang hadiah sebagai
sesuatu yang berperan sangat penting sebagai “kohesi sosial”
dalam suatu masyarakat maupun antar-masyarakat.
• (Kastorius Sinaga :2009) → konsepsi gratifikasi bersifat luas
dan elementer di dalam kehidupan kemasyarakatan.
Konteks Sosial » Bersifat Netral
Konteks Kekuasaan » Tidak Netral

Sejarah Gratifikasi
Makna & Landasan Hukum

Penjelasan Pasal 12 B UU NO.20 tahun 2001


• Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik
Gratifikasi Memenuhi Unsur :
a. Adanya penerimaan gratifikasi;
b. Penerima gratifikasi haruslah pegawai
negeri/penyelenggara negara;
c. Gratifikasi dianggap suap: Gratifikasi yang diterima
tersebut tidak dilaporkan pada KPK dalam jangka
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi diterima.
Pembayaran Untuk Kontrak Besar
dan Konsesi
Suap Untuk Informasi Kontrak

Suap aksesibilitas lelang tender dan


pembatasan peserta lelang.

Suap untuk pengaturan spesifikasi


tender kualifikasi perusahaan

Suap untuk mark up harga barang


dan penurunan kualitas barang/jasa
Keputusan Para Pejabat

Berpihak Korupsi Pemberian


pada mempertahankan konsesi dan
proyek2 kekuasaan lisensi yang
intensif tidak efisien
modal
Tindakan Perusahaan Swasta Dalam Korupsi
Korupsi,
Demokrasi, &
Pemerintahan
Introduction
• Demokrasi pada satu sisi dapat menjadi
bagian strategi menghentikan intensitas
korupsi.
• Keinginan politisi/pejabat untuk dapat terpilih
kembali dapat mengekang perilaku korup
yang terpublikasi
• Perlindungan HAM dan kebebasan berekspresi
akan mendorong terbentuknya pemerintahan
transparan
• Negara non demokrasi lebih rentan terhadap
tindakan korupsi karena penguasanya tidak
dibebani pengaturan hukum dan kontrol
masyarakat.
FAKTANYA…..
 Di negara-negara demokratis
seperti Jerman, Perancis, AS,
Korsel, dan lainnya masih mudah
menemukan kasus-kasus korupsi
 Jabatan politik yang aman akan
menuju berkembangnya korupsi,
jabatan politik yang tidak aman
juga berdampak hal yang sama
 Sifat Korupsi tidak hanya
ditentukan oleh kualitas organisasi
pemerintahan tetapi kekuatan dan
organisasi swasta
Tipe-Tipe Umum Kondisi Negara
Korup
Banyak Penyuap Sedikit Penyuap

Penerima Suap Kleptokrasi : Pola Monopoli


terpusat pada posisi • Negara pemeras Bilateral
puncak pemerintahan • Negara lemah

Penerima Suap di Suap Kompetitif Negara didominasi


banyak lapisan mafia/bandit
pegawai
pemerintahan

Susan Rose- Ackerman : 2006


Kleptokrasi »»»
• Penguasa negara kleptokrasi akan
mengorganisir sistem politik untuk
meraup keuntungan maksimal
• Monopoli pasar dan membatasi
produksi
• Menyokong program kebijakan yang
mempertinggi sumber penyuapan
walaupun kesejahteraan rakyat lebih
rendah.
• Negara kleptokrasi perlu
mendistribusikan hasil korupsi kepada
12/4/2021

relasi dan kroninya untuk


Lanjutan . . . . .

• Penentuan pajak, regulasi, subsidi,


penentuan harga, swastanisasi sektor
publik dimanipulasi untuk menaikkan
keutungan penguasa
• Kleptokrat harus didukung oleh
sebagian petugas birokrasi yang jujur
untuk mengurangi pembagian hasil
korupsi
Monopoli Bilateral ►►
• Penguasa korup berhadapan dengan penyuap
tunggal, ada pembagian keuntungan/perimbangan
hasil korupsi.
• Penguasa korup akan mendapatkan
keuntungan/insentif dari penyuapan
• Pihak swasta korup lebih senang mendapatkan
kekayaan dengan cepat memalui kuota impor/ lisensi
ekspor kekayaan negara dibanding pekerjaan sulit
membangun industri modern
• Tawar menawar keuntungan korupsi diantara
keduanya ditentukan oleh posisi strategis sumber
kekayaan.
☼ Negara didominasi Mafia
• Mafia sebagai kelompok kriminal yang
terorganisir yang menyediakan jasa-jasa
untuk menggantikan peran negara.
Fungsi diantara keduanya terkadang
saling tumpang tindih
• Swasta mafia mampu membayar
banyak petugas negara.

12/4/2021
Lanjutan . . . . .
• Kondisi pelayanan oleh pemerintah
tidak efisien karena petugas saling
bersaing untuk mendapatkan suap
lebih besar.
• Keadaan bisa membuat kondisi lebih
parah karena swasta akan
menghentikan produksinya akibat
biaya suap melebihi pembayaran
pajak.

12/4/2021
Suap Kompetitif
• Pegawai rendahan yang korup dengan jumlah
banyak berhadapan dengan sebagian besar warga
yang siap untuk menyuap.
• Korupsi dari beberapa orang akan mendorong
sejumlah lainnya untuk mengikuti hal yang sama.
• Semakin banyak jumlah petugas korup ► semakin
mudah menemukan tindakan korupsi ► Semakin
rendah resiko menawarkan suap ► semakin banyak
orang ingin mendapatkan keuntungan.
• Semakin tinggi suap yang diminta >< semakin sedikit
yang sanggup membayar

12/4/2021
Korupsi : Kejahatan Terorganisir
1. Pelibatan Pejabat Negara dalam
Monopoli bisnis
2. Korban pemerasan pejabat korup
3. Infiltrasi terhadap pasar bisnis legal
4. Perebutan Kekayaan negara
5. Koneksi kriminalitas internasional
Titik Lemah / Sasaran dari
Kejahatan Korupsi

Potensi
Kekayaan
Negara
Dilema Sistem pemilihan
dan Korupsi, .
Membeli
Pengaruh
Politik

Pembiayaan
kampanye

Konflik
Kepentingan

“Membeli
Suara
Pemilih

12/4/2021
Korupsi dan Budaya
Teoritisi Kebudayaan
Budaya • Komplesitas mencakup ide2,
aktivitas, dan artifak
Dalam Arti • Didapatkan manusia sebagai
Luas anggota masyarakat

Budaya • Warisan sosial bersifat


mental/nonfisik
dalam Arti • Cara berfikir, cara merasa, cara
Sempit meyakini
Perspektif Budaya
Dalam Korupsi
 Tidak ada satupun
kebudayaan dan agama
yang membenarkan
kejahatan (korupsi)

 Korupsi dipengaruhi oleh


nilai yang berlaku di
masyarakat
Lanjutan . . . . . .
 Korupsi menjadi entitas
sistem kebudayaan
(Konsep sistem politik
Almond)

 Korupsi sebagai dampak


dari dominasi
institusi/kelompok
Korupsi Akan Subur di
Tengah Masyarakat . . .
•Feodalisme
•Sistem Kekerabatan
•Hadiah >< Upeti
•Permisif terhadap
Korupsi
一盏灯
Program-Program
Reformasi
点亮你的心灵
Pencegahan
Korupsi
• Sumber insentif/kesempatan untuk
melakukan korupsi bagi pegawai
negeri ialah kekuasaan untuk
mengalokasikan sumberdaya/sarana
langka dan menimpakkannya dengan
biaya yang tinggi
Program-Program Pencegahan

Eliminasi
program Swasta
nisasi Reformasi
Program
Publik
Reformasi Regulasi
Administrasi Anti
korupsi
A. Eliminasi Program

 Menghapus Program-program yang


terbebani korupsi
 Legalisasi kegiatan yang ilegal
 Menghapus program yang mudah dikorupsi
harus dibarengi peningkatan kualitas
prosedur (perbaikan)
 Adanya perubahan peraturan
B. Swastanisasi Dapat Dipercaya

• Program ini dapat menjadi agenda reformasi


penangkal korupsi >< namun dapat
menjadinsumber potensi korupsi
• Mencegah swasta berhubungan dengan elit
politik atau memiliki konflik kepentingan
dengan penyelenggaraan pemerintahan
• Perlu membentuk lembaga pengawas
monopoli usaha
• Transparansi perpindahan kekayaan pribadi
C. Reformasi Program Publik

Penyederhanaan prosedur birokrasi


Kemudahan mendapatkan pelayanan
Perbaikan sistem pelayanan :
a) Penguatan kompetensi SDM dan
insentif SDM
b) Perbaikan regulasi berkeadilan
Subsidi silang pada program sosial
D. Reformasi Administrasi

Pemerataan kompetensi SDM


Penciptaan tekanan kompetitif dalam
birokasi
Transparansi & Akuntabilitas Kinerja dan
Laporan Keuangan
E. Regulasi Anti Korupsi

Memberikan hukuman berdasarkan dampak korupsi di


masyarakat »» manfaat ilegal, manfaat legal tapi langka,
manfaat legal tidak langka
Memberikan hukuman berdasarkan jumlah uang yang
diterima dan probabilitas terbongkarnya kasus korupsi
Memberikan kompensasi bagi mereka pembuka rahasia
kasus korupsi
Memberikan hukuman berdasarkan nilai uang atas nilai
waktu »» compound value
Insentif tinggi dan kompetensi tinggi bagi penegak
hukum tindak pidana korupsi
Reformasi Kepegawaian Pemerintah

Reformasi rekrutmen
Penghargaan dan
dan reposisi
Penindakan
kepegawaian

Perbaikan sistem Mengurai Korupsi


penggajian pada sistem hierarki

Mengurangi Konflik Kembali pada sistem


Kepentingan kontrak kerja
Langkah Strategis
Pemberantasan Korupsi
Upaya antikorupsi perlu menelaah langkah-lang
kah strategis realistis yang diikuti pembacaan si
tuasi aktual, pengalaman masa lalu yang tepat,
sebab kegagalan penanggulangan korupsi, kele
mahan sistem hukum, dan pembelajaran n
egara lain dalam menekan angka korupsi. Lang
kah tersebut harus digerakkan oleh partipasi pu
blik yang massif dalam menciptakan lingkung
an bebas korupsi.
Konsep Dasar
Pemberantasan Korupsi

Peluang

Keinginan

Kerusakan
Sistem

Akuntabilitas
Chek And Balance
1. Reformasi Birokrasi

• Menciptakan landasan etika yang kokoh ba


gi sistem administrasi publik
• Keterbukaan informasi publik di setiap in
stansi pelayanan publik
• Pengawasan berkelanjutan pada sistem k
euangan negara
• Menghindari kontak langsung dengan ma
syarakat pada kegiatan administrastif
2. Budaya
3. Integrasi Sistem
Pemberantasan Korupsi

a) Penguatan fungsi dan prosedur kelembagaan


(core unit)
b) Penyusunan Standar pelaporan yang dipakai
masing-masing lembaga
c) Harmonisasi fungsi antar lembaga
d) Berwenang menyelidiki kasus di berbagai
bidang
e) Beranggotakan ahli lintas profesi
f) Penggajian khusus dan pemantauan kekayaan
terhadap pegawai
Strategi Pemberantasan Korupsi
Strategi Preventif

Upaya-upaya yang diarahkan untuk dapat


meminimalkan penyebab/peluang korupsi
• Pengendalian sistemik
• Penyempurnaan manajemen kekayaan negara
• ………………
Strategi Detektif
Upaya-upaya yang diarahkan agar apabila terjadi suatu perbua
tan korupsi, maka dapat diketahui dengan cepat, akurat dan
memiliki alternatif penindakan yang tepat :

Sistem pengaduan publik


Kewajiban pelaporan transaksi tertentu
Pelaporan kekayaan secara continue
Forum internasional gerakan anti korupsi dan pencu
cian uang
Pengggunaan identitas tunggal terintegrasi
Strategi Represif
Upaya yang diarahkan agar setiap korupsi yang terungkap dap
at diperiksa dan disidik dengan cepat, akurat, berkeadilan. Se
hingga dapat diketahui persoalan korupsi secara komprehensi
f agar dapat iberikan sanksi yang tepat dan menimbulkan efek
jera sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku:
Pembentuan lembaga anti korupsi
Penanganan korupsi nominal besar
Penentuan prioritas bidang korupsi
Evaluasi dan riset ilmiah (publikasi) terhadap prose
s penanganan korupsi
Sistem pemantauan publik terpadu
INVESTIGASI &
MYSTERI SHOPPER
PENDAHULUAN
bagian dari
tugas &
kewenangan

INVESTIGASI
dalam rangka
baik yang menindak-
dilaporkan lanjuti laporan
masyarakat dugaan
maupun atas korupsi dan
inisiatif pelanggaran
sendiri prosedur
lainnya
PENGERTIAN
INVESTIGASI >
Pencarian
informasi,
pemeriksaan &
pembuktian
mengenai suatu
masalah
Hasilnya Dilakukan
digunakan secara
sesuai dengan sistematis,
tujuan menyeluruh, dan
investigasi objektif

PENGERTIAN
INVESTIGASI >>
Untuk Dengan
memperoleh berbagai
kebenaran cara

Sesuai
peraturan
perundang-
undangan
INVESTIGASI
TUJUAN INVESTIGASI
KEGIATAN INVESTIGASI
Investigasi
Belakang
Meja

Investigasi
Lapangan
PEMANFAATAN HASIL
INVESTIGASI
SEJARAH MYSTERY SHOPPING
• Mulai dilakukan sejak tahun 1940 oleh Perbankan
• Atas inisiasi Menteri PAN-RB dan Ombudsman RI, implementasi
di Indonesia sejak tahun 2013
• Mei 2013 – Februari 2014 dilakukan uji coba pada Kantor
Imigrasi, Pertanahan dan Perizinan terpadu di Jakarta, Surabaya,
Banjarmasin dan Kupang
• 17 Oktober 2014 Menteri PAN-RB menetapkan Permen Nomor
31 tahun 2014 tentang Pedoman Mystery Shopping penyelenggaran
pelayanan publik.
DEFINISI MYSTERY SHOPPING

• Mystery Shopping
Salah satu teknik survey dengan menugaskan
seseorang atau sekelompok orang (Shopper) untuk :
 Mengalami
 Mengamati
Unit pelayanan publik
 Menilai
Dengan tujuan menilai pelayanan publik
TUJUAN DAN SASARAN
MYSTERY SHOPPING
• Tujuan
 Menilai kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
 Memberikan saran perbaikan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik
• Sasaran
 Memperbaiki penyelenggaraan kualitas pelayanan publik
 Memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan publik
 Mendorong penyelenggaraan pelayanan publik agar lebih
inovatif
RUANG LINGKUP MYSTERY
SHOPPING
• Penyelenggara pelayanan publik yang bersifat langsung dan
tidak langsung.
• Tidak cocok untuk penyelenggara pelayanan publik online
dan websites.
• Terbatas pada pelayanan petugas bagian depan dan petugas
bagian akhir.
• Berdasarkan prinsip rahasia dan objektif
ASPEK PENGUKURAN

• Pada metode mystery shopping yang menjadi aspek


penilaian adalah :
a.Petugas layanan
Penilaian meliputi sikap dan penampilan serta
pengetahuan terkait layanan yang diberikan
b.Prosedur layanan
Mengalami dan mengamati tata cara layanan yang harus
dijalani
Lanjutan

c.Penyimpangan
Melihat perilaku penyimpangan oleh petugas ;
dugaan perilaku korupsi dan maladministrasi
d.Informasi
Menilai media informasi seperti : produk layanan,
standar pelayanan, maklumat layanan, dan
sarana pengaduan pelayanan
TAHAPAN MYSTERY
SHOPPING
TAHAP PERSIAPAN

Menentukan Menentukan Pengumpulan


tujuan jenis layanan data awal

Menyusun
Penyiapan surat Pembekalan
program
tugas teknis
pelaksanaan
TAHAP PELAKSANAAN
Membawa surat tugas

Mengumpulkan informasi
sesuai program

Berkonsultasi
TAHAP PELAPORAN

Laporan
Menyusun
(Dalam
hasil mystery
shopping bentuk surat
maupun bab)
TAHAP EVALUASI DAN MONITORING

Dilakukan untuk
menjaga kualitas perlu melibatkan
mystery shopping pimpinan unit layanan
agar kualitas lebih
maksimal
Membuat check-list

Penanggung Memberi arahan


Jawab
Meminta shopper memperlajari
TUGAS check-list

PENANGGUNG Mendatangi lokasi


JAWAB DAN
SHOPPER Melakukan observasi

Mengakses layanan
Shopper
Mengumpulkan data

Menuangkan hasil ke dalam


kertas kerja

Analisis data
PENCEGAHAN
TINDAK KORUPSI
Konsep Dasar Pencegahan
Pencegahan berarti menyusun upaya untuk menangkal atau
mempersempit ruang/kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi.
Dalam mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup
hanya mengandalkan satu instrumen hukum yakni Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-
undangan atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan.
 Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering atau Pencucian Uang.
 UU Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk
 UU yang mengatur mengenai Pers yang bebas dan berimbang.
 UU yang mengatur mekanisme masyarakat yang akan melaporkan
tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance juga perlu
diatur supaya tidak melanggar privacy seseorang.
 Menghapus pasal-pasal dalil kriminalisasi , fitnah atau pencemaran
nama baik yang dapat menjerat pelapor kasus korupsi
Nilai-Nilai Anti Korupsi

1 Kejujuran

2 Kepedulian

3 Kemandirian

4 Kedisiplinan
Nilai-Nilai Anti Korupsi

5 Tanggungjawab
6 Kerja Keras

7 Kesederhanaan

8 Keberanian

9 Keadilan
Prinsip Anti Korupsi

Transparansi

Akuntabilitas

Prinsip Kewajaran

Kebijakan

Kontrol Kebijakan
Pemberantasan Korupsi

PREVENTIF REPRESIF

DETEKTIF
Strategi Preventif

Upaya-upaya yang diarahkan untuk dapat


meminimalkan penyebab/peluang korupsi
• Pengendalian sistemik
• Penyempurnaan manajemen kekayaan negara
• ………………
Strategi Detektif
Upaya-upaya yang diarahkan agar apabila terjadi suatu perbua
tan korupsi, maka dapat diketahui dengan cepat, akurat dan
memiliki alternatif penindakan yang tepat :

Sistem pengaduan publik


Kewajiban pelaporan transaksi tertentu
Pelaporan kekayaan secara continue
Forum internasional gerakan anti korupsi dan pencu
cian uang
Pengggunaan identitas tunggal terintegrasi
Strategi Represif
Upaya yang diarahkan agar setiap korupsi yang terungkap dap
at diperiksa dan disidik dengan cepat, akurat, berkeadilan. Se
hingga dapat diketahui persoalan korupsi secara komprehensi
f agar dapat iberikan sanksi yang tepat dan menimbulkan efek
jera sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku:
Pembentuan lembaga anti korupsi
Penanganan korupsi nominal besar
Penentuan prioritas bidang korupsi
Evaluasi dan riset ilmiah (publikasi) terhadap prose
s penanganan korupsi
Sistem pemantauan publik terpadu
Program Pencegahan

Pemisahan Kekuasaan Negara

1. Menciptakan Pengawasan dan Perimbangan Dalam Proses


Legislatif.
2. Menciptakan standar kode etik baru bagi praktek
pemerintahan
3. Menciptakan Peradilan agung, independen, dan efektif
Pencegahan Korupsi Sektor Publik

1. Aksesibilitas terhadap standar Pelayanan Publik


2. Rekrutmen pegawai sektor publik bebas korupsi
3. Ruang Pengaduan
Lanjutan
Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

1. Pendidikan Anti Korupsi : Perubahan cara pandang terhadap


perilaku korup
2. Membangun kesadaran bahaya laten korupsi di msyarkt
3. Intervensi Budaya : Kampanye Masif Tersistematis Anti
Korupsi
4. Pembentukan kelompok/jaringan masyarakat anti korupsi
5. Advokasi pelaporan kasus korupsi bagi masyarakat
Instrumen Internasional
Dalam Pencegahan Korupsi
 Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan
besar yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini
dan di masa mendatang.
 Korupsi mengancam pemenuhan hak-hak dasar
manusia
 Korupsi menyebabkan macetnya demokrasi dan
proses demokratisasi,
 Korupsi merusak lingkungan hidup,
 Korupsi Menghambat pembangunan dan
meningkatkan angka kemiskinan jutaan orang di
seluruh dunia.
Lanjutan . . . .
 Keinginan masyarakat internasional (negara maju)
untuk memberantas korupsi dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang lebih baik, lebih
bersih dan lebih bertanggung-jawab
 Mempermudah dan menjamin investasi asing
masuk ke sebuah negara
 Membangun tatanan global
 Diwujudkan dalam gerakan dan lembaga donor
internasional
United Nation
 Membentuk Forum dan Kongres internasional
pencegahan dan perlakuan terhadap kejahatan
luar biasa (Korupsi)
 Dalam resolusi 54/128 of 17 December 1999,
“Action against Corruption”, Majelis Umum PBB
menegaskan perlunya pengembangan strategi
global melawan korupsi
 Pemberantasan Korupsi menggunakan
pendekatan multidisiplin
Lanjutan . . . .
Global Program against Corruption :
o Jenis : petty corruption, survival corruption, dan
grand corruption
o Faktor Penyebab : corruption by need, by greed
dan by chance
o Cakupan : episodic dan systemic corruption.
o Tingkat Penanganan : simple and complex
corruption
o Tingkatan dampak : street, business dan top
political and financial corruption
Tingkat korupsi menjadi salah satu
pertimbangan atau prakondisi dari bank dunia
(baik World Bank maupun IMF) memberikan
pinjaman untuk negara-negara berkembang
Melakukan 2 pendekatan pencegahan Korupsi
►►► Bootom Up dan Top Down
Masyarakat Uni Eropa
Negara-negara anggota menerima
kesepakatan politik untuk memberantas korupsi
dengan menjadikan isu ini sebagai agenda
prioritas
Pemberantasan korupsi harus dilakukan
dengan monitoring yang efektif, penuh
kesungguhan dan komprehensif serta
diperlukan adanya fleksibilitas dalam
penerapan hukum
Melahirkan produk Model Code of Conduct for
Public Officials.
International NGO’s
1. Transparency International : mengembangkan Indeks
Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index). CPI
membuat peringkat tentang prevalensi korupsi di
berbagai negara, berdasarkan survei yang dilakukan
terhadap pelaku bisnis dan opini masyarakat yang
diterbitkan setiap tahun dan dilakukan hampir di 200
negara di dunia.
2. TIRI (Making Integrity Work) mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan praktis yang diperlukan
untuk mengatasi korupsi dan mempromosikan integritas.
TIRI memfokuskan perhatiannya pada pencarian
hubungan sebab akibat antara kemiskinan dan tata
pemerintahan yang buruk
Indeks Persepsi Korupsi
(Corruption Perception Index) di Indonesia yang
dikeluarkan oleh Transparency International.
TAHUN SCORE CPI NOMOR/ JUMLAH NEGARA
PERINGKAT YANG DISURVEY

2002 1.9 96 102

2003 1.9 122 133

2004 2.0 133 145

2005 2.2 137 158

2006 2.4 130 163

2007 2.3 143 179

2008 2.6 126 166


Ratifikasi Konvensi Anti Korupsi
United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC) yang telah ditandatangani oleh lebih
dari 140 negara

Pemerintah Indonesia dengan persetujuan DPR


telah meratifikasi konvensi ini dengan
mengesahkannya Undang-Undang No. 7 Tahun
2006 tentang Pengesahan United Nations
Convention against Corruption (UNCAC), 2003.
Lanjutan . . . .
1. Untuk meningkatkan kerja sama internasional
khususnya dalam melacak, membekukan,menyita,
dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana
korupsi yang ditempatkan di luar negeri;
2. Meningkatkan kerja sama internasional dalam
mewujudkan tata pemerintahan yang baik;
3. Meningkatkan kerja sama internasional dalam
pelaksanaan perjanjian ekstradisi, bantuan hukum
timbal balik, penyerahan narapidana, pengalihan
proses pidana, dan kerja sama penegakan hukum;
Lanjutan . . . .
4. Mendorong terjalinnya kerja sama teknis dan
pertukaran informasi dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi di bawah
payung kerja sama pembangunan ekonomi dan
bantuan teknis pada lingkup bilateral, regional,
dan multilateral; serta
5. Perlunya harmonisasi peraturan perundang-
undangan nasional dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
Thank you !

Anda mungkin juga menyukai