OLEH :
NPP/KELAS : 30.1098/G4
Segala puji Syukur patut saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ijinnya
saya dapat menyelesaikan makalah “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Angka Kemiskinan
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur” dengan baik Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Otonomi Daerah dan Desentralisasi. .
Saya menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan.Saya terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, saya
memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoritis ................................................................................................ 5-8
2.2.1 Penyebab Rendahnya Tingkat Pendidikan Di Provinsi Nusa Tenggara Timur 8-12
2.2.2 Langkah Yang Diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Menangani Rendahnya Tingkat Pendidikan.............................................................. 12-15
2.2.3 Kendala Yang dihadapi selama Penerapan Kebijakan
Pemerintah.................................................................................................................. 15-16
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut publikasi PBB tahun 1961 yang berjudul internatonal definition and
measurement of levels of living: an interim guide dikemukakan ada sembilan
komponen kesejahteraan, antara lain: kesehatan, konsumsi makanan dan gizi,
pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan
kebebasan. UNDP (United Nation Development Program) memperkenalkan indeks
kemiskinan manusia. Menurut UNDP adalah bahwa tolak ukur kemiskinan dari
seseorang adalah jika dia tidak mampu menjangkau (atau bahkan tidak mempunyai
akses) terhadap sarana publik dasar dan tingkat kualitas hidup mereka sendiri
rendah, bukan berapa banyak pendapatan per dolar perkapita yang mampu mereka
raih setiap harinya. (Lincolyn Arsyad, 2010:305)
Teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama
pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan sosial.
Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan pada studi-studi tentang hal- hal
bersifat klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan bagi rakyat kebanyakan
dibuat sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Sebagai
hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal Ini antara lain didukung oleh Samuel Bowles dan Herbert
Gintis (1976).
Argumensi yang disampaikan oleh pendukung teori ini adalah manusia yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu
sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan dengan
yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka
semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, maka akan semakin tinggi
produktivitas, sehingga hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi.
Teori pertumbuhan endogen yang di kemukakan oleh Lucas dan Romer adalah
suatu teori yang didalamnya menjelaskan akan pentingnya pendidikan/human
capital terhadap tingkat pendapatan perkapita maupun pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah atau negara.
70.1 70.8
68.9 69.5
67.7 68.3 8 1
66.5 67.0 0 5
0 1
3 9 63.7
62.2 62.6 63.1
60.8 61.6 3
60.2 6 7 3
59.2 8
201 201 201 201 201 201 201 201
0 1 2 3 4 5 6 7
IPM IPM
NTT Nasional
Gambar 1. Indeks Pembangunan Manusia NTT dan Nasional Tahun 2013-2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTT
Angka melek huruf di NTT secara umum mengalami peningkat dari tahun 2013-
2017. Menurut data Susenas tahun 2017 menunjukkan angka melek huruf penduduk usia
15 tahun ke atas sebesar 91,68 persen atau masih terdapat 8,32 persen penduduk yang
buta huruf.
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi angka melek huruf
berarti angka buta huruf akan semakin rendah. Capaian angka melek huruf Provinsi NTT
tahun 2013-2017 rata- rata 91 persen dan capaian Nasional rata-rata mencapai 95 persen.
Pada tahun 2017 angka melek huruf NTT mencapai 91,68 persen masih di bawah
Nasional sebesar 95,92 persen. Namun demikian, capaian angka melek huruf tersebut
masih belum mencapai target SDG’s, yakni 100 persen.
Tenaga pendidik, yaitu: Kekurangan guru yang berkualitas untuk tiap mata
pelajaran; Kualitas guru belum memadai
Peserta didik, yaitu: Terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membiayai
pendidikan anak-anaknya. Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat perbatasan
di pedalaman dan pulau-pulau kecil terluar dalam membiayai pendidikan anak-
anaknya sangat rendah karena penghasilan yang didapat juga rendah. Sedangkan
di sisi lain, pendidikan memerlukan biaya yang besar dan kontinu setiap
waktunya, Akibatnya anak-anak usia sekolah sering lebih diberdayakan oleh
orang tuanya untuk membantu pekerjaannya untuk menghasilkan uang agar
perekenomian keluarga terbantu; dan Kemampuan dan keterampilan siswa masih
jauh dari yang diharapkan. Karena keterbatasan fasilitas dan tenaga pendidik yang
kurang menyebabkan adanya kesenjangan kemampuan dan keterampilan
Manajemen sekolah, yaitu: Pengelolaan sekolah masih belum optimal; dan
Kurangnya keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola sekolah
Peran serta masyarakat, yaitu belum optimalnya peran serta masyarakat dalam
mengembangkan partisipasi untuk meningkatkan kinerja sekolah
2.2.2. Langkah Yang Diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Menangani Rendahnya Tingkat Pendidikan.
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur memulai terobosan baru dengan gerakan
“Gong Belajar.” Pemerintah melihat bahwa masalah pendidikan terhadap anak-anak
bukan saja merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya tetapi merupakan
tanggung jawab bersama semua pihak, termasuk orangtua dan lingkungan.
Program “Gong Belajar” bertujuan untuk mengendalikan jam belajar, pukul 07.00
Wita hingga pukul 13.00 Wita (saat peserta didik berada di sekolah) dan pukul 17.00
Wita hingga pukul 19.00 Wita (saat peserta didik berada di rumah). Hal ini mau
menunjukkan bentuk nyata bahwa semua elemen pendidikan terlibat untuk mendukung
peserta didik dalam belajar. Karena itu, disiplin diri dan disiplin untuk menggunakan
waktu belajar secara baik merupakan keharusan dan langkah mendesak agar disiplin
menjadi budaya bagi peserta didik. Aktualisasi Gerakan “Gong Belajar” ini berkiblat
pada 3 (tiga) hal yakni:
1. Pengendalian jam belajar pada jam 07.00-13.00 oleh para guru di sekolah dan jam
17.00-19.00 oleh orangtua di rumah.
2. Pemondokkan siswa untuk mempersiapkan diri mengikuti Ujian Nasional,
terutama pada saat menjelang pelaksanaan Ujian Nasional.
3. Pemberian reward kepada guru yang berprestasi istimewa dengan indikator antara
lain siswa didik di bidang studi mendapat prestasi yang istimewa.
Konsep “Gong Belajar” adalah pemusatan jam belajar peserta didik untuk semua
jenjang dan tingkatan. Pemusatan yang dimaksud dapat dilakukan di sekolah, di rumah
dan di kelompok belajar. Bentuknya dapat secara mandiri dan kelompok. Orangtua ikut
berperan dan memastikan anaknya mengikuti pembelajaran di sekolah secara penuh,
membagi jam belajar anak di rumah serta memastikan jam belajar secara berkelompok.
Orangtua mengontrol disiplin belajar anak dengan mematikan TV, radio, tape serta
handphone pada jam belajar yang telah ditentukan. Pemusatan jam belajar siswa yang
menghadapi ujian sekolah dan ujian nasional menekankan latihan dan penguatan proses
pembelajaran.
Tokoh agama dan tokoh masyarakat diminta untuk ikut menghimbau dan
mengingatkan jam belajar anak. Pemerintah setempat mulai dari kepala desa/lurah
hingga RT/RW ikut serta menciptakan iklim belajar dan mengontrol jam belajar anak
melalui ajakan dan himbauan pada masyarakat di wilayahnya masing-masing.
- Pengadaan data dan pengolahan informasi strategis terkait berbagai potensi dan
permasalahan pembangunan di NTT melalui base-line survey (BLS), survei rantai
nilai, dan penelitian komoditas/produk/jenis usaha unggulan (KPJU), untuk
keperluan perencanaan pembangunan yang terarah dan tepat sasaran;
- Meningkatkan peran masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan;
- Meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kebutuhan dan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan dapat ditarik disimpulkan bahwa ada beberapa
factor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
adalah mtut dari tenaga pendidik yang masih kurang , selain itu sarana dan prasarana dalam
menunjang kualitas pendididkan , factor motivasi belajar siswa yang rendah, selain itu factor
lingkungan yang kurang mendukung untuk pendidikan , tingat putus sekolah yang tinggi.
3.2. Saran
Dari pembahasan diatas, saran yang dapat saya berikan yaitu pemerintah diharapkan lebih
memperhatikan kualitas sarana dan prasarana pendidikan untk masyarakat, selain itu melakukan
sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat terutama generasi milenial agar
dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman, pemerintah lebih meninjau sejauh mana
bantuan yang diberikan kepada masyarakat apakah tersalur dengan baik atau tidak agar dana
untuk pendidika tidak disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
Sumber daya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya akses pendidikan
yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan, karena itu perlu:
- Memberikan perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah tertinggal dan
perbatasan;
- Meningkatkan kompetensi siswa dalam bidang matematika, sains dan literasi;
- Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama kepada para
ibu, anak, remaja dan lansia;
- Meningkatkan pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas,
- Meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan,
- Adanyan jaminan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA