Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP ANGKA


KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Otonomi Daerah dan Desentralisasi

DOSEN: Drs. Asmungi, SH., M.Si

OLEH :

ADA ANJANETTE BANUNAEK

NPP/KELAS : 30.1098/G4

PRODI TEKNOLOGI REKAYASA INFORMASI PEMERIMTAHAN


FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KAMPUS REGIONAL SUMATERA BARAT
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur patut saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas ijinnya
saya dapat menyelesaikan makalah “Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Angka Kemiskinan
Di Provinsi Nusa Tenggara Timur” dengan baik Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Otonomi Daerah dan Desentralisasi. .

Saya menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan.Saya terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten, saya
memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bandung, 5 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ I


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 1-3
1.2. Identifikasi masalah ........................................................................................... 3-4
1.3 Batasan masalah .................................................................................................. 4
1.4 Rumusan masalah ................................................................................................ 4
1.5 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 4
1.6 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoritis ................................................................................................ 5-8
2.2.1 Penyebab Rendahnya Tingkat Pendidikan Di Provinsi Nusa Tenggara Timur 8-12
2.2.2 Langkah Yang Diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Menangani Rendahnya Tingkat Pendidikan.............................................................. 12-15
2.2.3 Kendala Yang dihadapi selama Penerapan Kebijakan
Pemerintah.................................................................................................................. 15-16

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 17
3.2 Saran .................................................................................................................... 17-18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 19-20


BAB I
(PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks. Kemiskinan
tidak hanya tejadi di satu kota saja, tetapi kemiskinan terjadi di beberapa daerah di setiap
pulau. Secara umum, kemiskinan disebabkan karena kebutuhan manusia yang bermacam-
macam. Adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan pola
distribusi pendapatan yang timpang. Hal ini menyebabkan penduduk miskin hanya
memiliki sumberdaya alam dalam jumlah terbatas .
Kemiskinan merupakan masalah yang selalu hadir di setiap daerah yang sedang
menjalani proses pembangunan. Adapun pembangunan sering kali terkena hambatan oleh
beberapa faktor yang saling berkaitan, antara lain rendahnya penghasilan, penduduk yang
tidak sedang dalam bekerja, level pendidikan serta derajat kesehatan yang kurang baik,
infrastruktur yang tidak memadai, serta kurang sehatnya lingkungan sekitar.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan suatu negara.


Pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tenaga kerja,
modal, dan kemajuan teknologi. Tenaga kerja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
adalah dari segi jumlah (kuantitas) dan kualitasnya.
Kualitas tenaga kerja akan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain pendidikan
dan kesehatan. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap yang memiliki peranan
paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Implikasinya, dengan semakin tinggi
pendidikan, maka hidup manusia akan menjadi semakin berkualitas. Dalam kaitannya
dengan perekonomian secara nasional, semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, maka
akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut. Makin tinggi
tingkat pendidikan tenaga kerja maka akan makin tinggi produktivitasnya dan dengan
demikian juga akan makin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Secara jumlah absolut, penduduk miskin di wilayah Provinsi NTT pada bulan
Maret 2018 sebanyak 1.142.170 orang. NTT merupakan salah satu provinsi dengan
persentase penduduk miskin yang sangat tinggi di negeri ini. Persentase penduduk
miskinnya mencapai 21,35 persen dari jumlah total penduduk. Hal ini berarti sekitar
seperlima penduduk yang ada di NTT termasuk dalam kategori penduduk miskin.
Kesadaran atas kemiskinan akan dirasakan ketika dilakukan pembandingan
kehidupan yang sedang dijalani seorang individu saat ini dengan kehidupan orang lain
yang tergolong mempunyai tingkat kehidupan ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini bisa
menyulitkan pemerintah ketika akan menentukan penduduk miskin, karena mereka
(penduduk) sendiri tidak sadar akan kondsi kemiskinannya.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia yang menunjukkan
kualitas sumber daya manusia. Pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan
manusia guna untuk meningkatkan utilitas dengan meningkatkan pendapatan. Adanya
pendidikan yang memadai membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik
dan mendapatkan upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi diri
mereka dan keluarganya.
Pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan suatu pemikiran seseorang
melalui belejar di sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan mempunyai peran yang
besar bagi pembangunan di suatu negara. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27
dinyatakan bahwa pendidikan sebagai penyiapan warga negara yang baik, yakni warga
negara yang mengetahui hak dan kewajibannya.
Korelasi antara pendidikan dan kemiskinan sudah lama menjadi isu sentral di
banyak negara, baik negara maju maupun berkembang. Bahkan di negara maju seperti
Amerika serikat, permasalahan muncul sebagai akibat besarnya subsidi yang
diperuntukkan bagi kelompok masyarakat miskin. Sedangkan di Indonesia, letak
permasalahannya yaitu terjadinya ketidak adilan dalam memperoleh akses pendidikan
antara si kaya dan si miskin. Yaitu, biaya yang harus dikeluarkan untuk sekolah bagi si
kaya dan si miskin relatif sama tanpa melihat latar belakang ekonomi keluarganya.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Tingkat Pendidikan yang rendah (kurangnya Fasilitas Pendidikan yang memadai dan
juga kurangnya rasa ingin belajar dari masyarakat sendiri yang menganggap sekolah
adalah beban )
2. Kualitas Kesehatan Masyarakat yang rendah (kurangnya pelayanan kesehatan
terutama di daerah yang jauh dari kota / pelosok )
3. Sumber daya alam yang kurang dimaksimalkan dalam pengelolaannya (fakor ini juga
mungkin dikarenakan kurangnya penyuluhan dan pembinaan dari pihak pemerintah
kepada masyarakat)
4. Keterbatasan Modal dari masyarakat (kuangnya modal dari masyarakat untuk
mengembangkan usaha atau dalam pengelolaan sumber )
5. Lapangan Kerja yang terbatas (kurangnya lapangan kerja dalam menampung jumlah
pengangguran terbuka)
6. Harga kebutuhan dasar yang tinggi (terjadi inflasi yang berakibat terhadap harga
sembako )
7. Tingginya angka pertumbuhan Penduduk (ketidakseimbangan antara laju
pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi serta pendapatan perkapita di
provinsi NTT )

1.3 Batasan Masalah


Dalam makalah ini saya memberikan batasan pembahasan hanya seputar masalah
“Tingkat Pendidikan yang rendah dan berpengaruh terhadap angka Kemiskinan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.”

1.4 Rumusan Masalah


Apa yang Menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi NTT sehingga
berdampak pada angka kemiskinan?

1.5 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui langkah yang diambil pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur dalam menangani rendahnya tingkat pendidikan.
3. Untuk mengetahui Kendala dalam penerapan kebijakan pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur dalam menangani masalah tersebut.
1.6 Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui langkah yang diambil pemerintah Provinsi Nusa Tenggara
Timur dalam menangani rendahnya tingkat pendidikan.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat kendala selama penerapan kebijakan
pemerintah.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teoritis

Menurut Mubyarto (2004) bahwa: “Kemiskinan di gambarkan sebagai


kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok atau kebutuhan
hidup minimum yaitu sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Menurut Lincolin Arsyad (2010) ukuran indikator kemiskinan antara lain :
1. Tingkat komsumsi beras perkapita per tahun.
2. Tingkat pendapatan
3. Indikator kesejahteraan rakyat.

Kotze (dalam Hikmat, 2004:6) menyatakan bahwa masyarakat miskin memiliki


kemampuan yang relatif baik untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang
ada. Kendatipun bantuan luar kadang-kadang digunakan, tetapi tidak begitu saja dapat
dipastikan sehingga masyarakat bergantung pada dukungan dari luar. Pendekatan
pemberdayaan ini dianggap tidak berhasil karena tidak ada masyarakat yang dapat
hidup dan berkembang bila terisolasi dari kelompok masyarakat lainnya.
Pengisolasian ini menimbulkan sikap pasif, bahkan keadaan menjadi semakin miskin.
Selanjutnya Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi
yang serba terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Suatu
penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,
produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan dan gizi serta kesejahteraan hidupnya, yang
menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan bisa disebabkan oleh
terbatasnya sumber daya manusia yang ada, baik lewat jalur pendidikan formal
maupun nonformal yang pada akhirnya menimbulkan konsekuensi terhadap rendahnya
pendidikan informal.
Lebih lanjut Emil Salim (dalam Supriatna, 1997: 82) mengemukakan lima
karakteristik penduduk miskin. Kelima karakterisktik penduduk miskin tersebut
adalah: 1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri, 2) Tidak mempunyai kemungkinan
untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, 3) Tingkat pendidikan pada
umumnya rendah, 4) Banyak di antara mereka yang tidak mempunyai fasilitas, dan 5)
Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau
pendidikan yang memadai.

Menurut publikasi PBB tahun 1961 yang berjudul internatonal definition and
measurement of levels of living: an interim guide dikemukakan ada sembilan
komponen kesejahteraan, antara lain: kesehatan, konsumsi makanan dan gizi,
pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan
kebebasan. UNDP (United Nation Development Program) memperkenalkan indeks
kemiskinan manusia. Menurut UNDP adalah bahwa tolak ukur kemiskinan dari
seseorang adalah jika dia tidak mampu menjangkau (atau bahkan tidak mempunyai
akses) terhadap sarana publik dasar dan tingkat kualitas hidup mereka sendiri
rendah, bukan berapa banyak pendapatan per dolar perkapita yang mampu mereka
raih setiap harinya. (Lincolyn Arsyad, 2010:305)

Kemiskinan dapat dicirikan sebagai keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal


yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum,
hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti
tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi
masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara
(Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat
dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi
kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.

Teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama
pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan sosial.
Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan pada studi-studi tentang hal- hal
bersifat klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan bagi rakyat kebanyakan
dibuat sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang dominan. Sebagai
hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal Ini antara lain didukung oleh Samuel Bowles dan Herbert
Gintis (1976).

Teori modal manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki


pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini telah mendominasi literatur
pembangunan ekonomi dan pendidikan dari pasca perang dunia kedua sampai pada
tahun 70-an. Para pelopornya antara lain adalah pemenang hadian Nobel ilmu
ekonomi Gary Becker dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, Edward Denison
dan Theodore Schultz, yang juga pemenang hadiah nobel ekonomi atas penelitiannya
tentang masalah ini.

Argumensi yang disampaikan oleh pendukung teori ini adalah manusia yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu
sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibandingkan dengan
yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka
semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, maka akan semakin tinggi
produktivitas, sehingga hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih tinggi.

Teori pertumbuhan endogen yang di kemukakan oleh Lucas dan Romer adalah
suatu teori yang didalamnya menjelaskan akan pentingnya pendidikan/human
capital terhadap tingkat pendapatan perkapita maupun pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah atau negara.

Kemiskinan merupakan sebagai ketidakmampuan manusia dalam memenuhi


kebutuhannya. Adapun beberapa indikator kemiskinan dilihat dari kesejahteraan
masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya kualitas kesehatan
masyarakat, sumber daya alam yang kurang dimaksimalkan dalam pengelolaannya,
keterbatasan modal dari masyarakat, sarana prasarana yang belum memadai, tingkat
pengangguran yang tinggi, kualitas SDM yang kurang, tingginya pertumbuhan
penduduk.
Pendidikan merupakan aspek yang sangat berperan dalam kemiskinan dimana
pendidikan sendiri merupakan aspek penting dalam hal pembangunan ekonomi dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia dimana dengan ditingkatkannya kualitas
pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas Ekonomi dalam pengendalian angka
kemiskinan.

2.2. 1. Penyebab Rendahnya Tingkat Pendidikan Di Provinsi Nusa Tenggara


Timur.
Pendidikan merupakan aspek penting dalam pembangunan karena menentukan
kualitas sumber daya manusia. Untuk mengukur tingkat perkembangan pendidikan
yang didasarkan pada aspek kesejahteraan masyarakat yaitu Angka Melek Huruf
(AMH) dan Rata-Rata Lama Sekolah.

Tabel IPM Menurut Kabupaten/Kota tahun 2013-2017


Kabupaten/Kota 2013 2014 2015 2016 2017 Peringkat
Sumba Barat 60,55 60,90 61,36 61,85 62,30 10
Sumba Timur 61,44 62,04 62,54 63,22 64,19 5
Kupang 61,07 61,68 62,04 62,39 62,79 9
Timor Tengah Selatan 58,76 59,41 59,90 60,37 61,06 16
Timor Tengah Utara 59,56 60,41 60,96 61,54 62,03 12
Belu 59,12 59,72 60,54 61,04 61,44 15
Alor 57,52 58,00 58,50 58,99 59,61 18
Lembata 60,56 61,45 62,16 62,81 63,09 6
Flores Timur 59,80 60,42 61,24 61,90 62,89 8
Sikka 60,84 61,36 61,81 62,42 63,08 7
Ende 64,64 65,25 65,54 65,74 66,11 3
Ngada 64,63 64,64 65,10 65,61 66,47 2
Manggarai 59,49 60,08 60,87 61,67 62,24 11
Rote Ndao 57,28 57,82 58,32 59,28 60,51 17
Manggarai Barat 59,02 59,64 60,04 60,63 61,65 13
Sumba Tengah 57,25 57,60 57,91 58,52 59,39 19
Sumba Barat Daya 59,26 59,90 60,53 61,31 61,46 14
Nagekeo 62,24 62,71 63,33 63,93 64,74 4
Manggarai Timur 55,74 56,58 56,83 57,50 58,51 21
Sabu Raijua 51,55 52,51 53,28 54,16 55,22 22
Malaka 56,14 56,94 57,51 58,29 58,90 20
Kota Kupang 77,24 77,58 77,95 78,14 78,25 1
IPM Provinsi NTT 61,68 62,26 62,67 63,13 63,73 33
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTT

70.1 70.8
68.9 69.5
67.7 68.3 8 1
66.5 67.0 0 5
0 1
3 9 63.7
62.2 62.6 63.1
60.8 61.6 3
60.2 6 7 3
59.2 8
201 201 201 201 201 201 201 201
0 1 2 3 4 5 6 7
IPM IPM
NTT Nasional
Gambar 1. Indeks Pembangunan Manusia NTT dan Nasional Tahun 2013-2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTT

Angka melek huruf di NTT secara umum mengalami peningkat dari tahun 2013-
2017. Menurut data Susenas tahun 2017 menunjukkan angka melek huruf penduduk usia
15 tahun ke atas sebesar 91,68 persen atau masih terdapat 8,32 persen penduduk yang
buta huruf.

Kondisi ini memberikan gambaran bahwa semakin tinggi angka melek huruf
berarti angka buta huruf akan semakin rendah. Capaian angka melek huruf Provinsi NTT
tahun 2013-2017 rata- rata 91 persen dan capaian Nasional rata-rata mencapai 95 persen.
Pada tahun 2017 angka melek huruf NTT mencapai 91,68 persen masih di bawah
Nasional sebesar 95,92 persen. Namun demikian, capaian angka melek huruf tersebut
masih belum mencapai target SDG’s, yakni 100 persen.

Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu indikator yang menggambarkan


tingkat pendidikan penduduk secara keseluruhan, yaitu rata-rata jumlah tahun efektif
untuk bersekolah yang dicapai penduduk. Jumlah tahun efektif adalah jumlah tahun
standar yang harus dijalani oleh seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan,
yaitu tamat SD/sederajat adalah 6 tahun, tamat SMP/sederajat adalah 9 tahun dan
seterusnya. Rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun ke atas pada tahun 2017
adalah 7,62 tahun atau secara rata-rata penduduk Nusa Tenggara Timur hanya mencapai
pendidikan pada kelas 7 atau tahun pertama di SMP/sederajat. Rata- rata lama sekolah
merupakan cerminan dari partisipasi sekolah penduduk atas setiap jenjang pendidikan.
Pencapaian pendidikan pada jenjang dasar dan menengah pertama menunjukkan adanya
pemerataan antara penduduk laki-laki dan perempuan. Akan tetapi pada jenjang
pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi agaknya membutuhkan upaya bersama
yang lebih berdampak bagi pencapaian pendidikan yang lebih merata. Angka Rata-rata
Lama Sekolah di Provinsi NTT mencapai 7.62 tahun dan Nasional tahun 2017 adalah
8,10 tahun atau masih setara dengan kelas VII. Diharapkan upaya bersama baik di
Provinsi NTT maupun secara Nasional bagi anak usia 7 tahun yang masuk dunia
pendidikan akan dapat bersekolah selama 12,39 tahun.
Berbagai kondisi di NTT memberikan permasalahan dalam mewujudkan misi
pembangunan sumber daya manusia yaitu:

 Rendahnya kualitas dan akses pendidikan disebabkan: rendahnya kualitas


pendidikan, terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, rendahnya kualitas
tenaga pendidik, rendahnya kualitas pengelolaan sistem pendidikan, terbatasnya
biaya pendidikan;
 Rendahnya kualitas dan akses kesehatan disebabkan: rendahnya kualitas
kesehatan masyarakat, rendahnya kualitas sarana dan prasarana pelayanan
kesehatan, terbatasnya tenaga medis dan paramedis dan belum berkembangnya
sistem pelayanan untuk seluruh masyarakat miskin termasuk penyandang
disabilitas;
 Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak;
 Rendahnya partisipasi pemuda dalam pembangunan dan belum optimalnya
pembangunan olahraga berprestasi;
 Rendahnya kualitas, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja pada lapangan
usaha pertanian, industri, jasa-jasa dan lapangan usaha lainnya.

Dengan demikian persoalan-persoalan yang dihadapi dalam bidang pendidikan di NTT


perlu ditangani dengan baik, diantaranya adalah:
 Sarana dan prasarana, yaitu: Kekurangan sarana penunjang seperti perpustakaan,
ruang serba guna, laboratorium, dan ruang olahraga; Gedung-gedung sekolah
perlu mendapat perbaikan dengan segera karena sebagian besar kondisinya sudah
tidak layak untuk digunakan dalam proses belajar mengajar; Kekurangan buku-
buku penunjang kelancaran proses belajar mengajar sehingga peserta didik
kurang mendapatkan buku-buku sebagai bahan referensi.

 Tenaga pendidik, yaitu: Kekurangan guru yang berkualitas untuk tiap mata
pelajaran; Kualitas guru belum memadai
 Peserta didik, yaitu: Terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membiayai
pendidikan anak-anaknya. Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat perbatasan
di pedalaman dan pulau-pulau kecil terluar dalam membiayai pendidikan anak-
anaknya sangat rendah karena penghasilan yang didapat juga rendah. Sedangkan
di sisi lain, pendidikan memerlukan biaya yang besar dan kontinu setiap
waktunya, Akibatnya anak-anak usia sekolah sering lebih diberdayakan oleh
orang tuanya untuk membantu pekerjaannya untuk menghasilkan uang agar
perekenomian keluarga terbantu; dan Kemampuan dan keterampilan siswa masih
jauh dari yang diharapkan. Karena keterbatasan fasilitas dan tenaga pendidik yang
kurang menyebabkan adanya kesenjangan kemampuan dan keterampilan
 Manajemen sekolah, yaitu: Pengelolaan sekolah masih belum optimal; dan
Kurangnya keterampilan dan pengetahuan dalam mengelola sekolah
 Peran serta masyarakat, yaitu belum optimalnya peran serta masyarakat dalam
mengembangkan partisipasi untuk meningkatkan kinerja sekolah

2.2.2. Langkah Yang Diambil Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam
Menangani Rendahnya Tingkat Pendidikan.

Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur memulai terobosan baru dengan gerakan
“Gong Belajar.” Pemerintah melihat bahwa masalah pendidikan terhadap anak-anak
bukan saja merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya tetapi merupakan
tanggung jawab bersama semua pihak, termasuk orangtua dan lingkungan.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan membutuhkan pembenahan bersama agar


upaya tersebut berlangsung sinergis. "Gong Belajar” lahir dari pertimbangan humanis,
bahwa merosotnya jumlah kelulusan Ujian Nasional di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal
ini memicu keprihatinan semua pihak untuk berbenah diri dan membenah pendidikan di
NTT secara sinergis.

Program “Gong Belajar” bertujuan untuk mengendalikan jam belajar, pukul 07.00
Wita hingga pukul 13.00 Wita (saat peserta didik berada di sekolah) dan pukul 17.00
Wita hingga pukul 19.00 Wita (saat peserta didik berada di rumah). Hal ini mau
menunjukkan bentuk nyata bahwa semua elemen pendidikan terlibat untuk mendukung
peserta didik dalam belajar. Karena itu, disiplin diri dan disiplin untuk menggunakan
waktu belajar secara baik merupakan keharusan dan langkah mendesak agar disiplin
menjadi budaya bagi peserta didik. Aktualisasi Gerakan “Gong Belajar” ini berkiblat
pada 3 (tiga) hal yakni: 

1. Pengendalian jam belajar pada jam 07.00-13.00 oleh para guru di sekolah dan jam
17.00-19.00 oleh orangtua di rumah.
2. Pemondokkan siswa untuk mempersiapkan diri mengikuti Ujian Nasional,
terutama pada saat menjelang pelaksanaan Ujian Nasional.
3. Pemberian reward kepada guru yang berprestasi istimewa dengan indikator antara
lain siswa didik di bidang studi mendapat prestasi yang istimewa.

Konsep “Gong Belajar” adalah pemusatan jam belajar peserta didik untuk semua
jenjang dan tingkatan. Pemusatan yang dimaksud dapat dilakukan di sekolah, di rumah
dan di kelompok belajar. Bentuknya dapat secara mandiri dan kelompok. Orangtua ikut
berperan dan memastikan anaknya mengikuti pembelajaran di sekolah secara penuh,
membagi jam belajar anak di rumah serta memastikan jam belajar secara berkelompok.
Orangtua mengontrol disiplin belajar anak dengan mematikan TV, radio, tape serta
handphone pada jam belajar yang telah ditentukan. Pemusatan jam belajar siswa yang
menghadapi ujian sekolah dan ujian nasional menekankan latihan dan penguatan proses
pembelajaran.

Tokoh agama dan tokoh masyarakat diminta untuk ikut menghimbau dan
mengingatkan jam belajar anak. Pemerintah setempat mulai dari  kepala desa/lurah
hingga RT/RW ikut serta menciptakan iklim belajar dan mengontrol jam belajar anak
melalui ajakan dan himbauan pada masyarakat di wilayahnya masing-masing.

Selain dengan program Gong Belajar, Pemerintah juga membuat beberapa


program untuk mengatasi masalah mutu pendidikan yaitu dengan membangun
perpustakaan di daerah-daerah terpencil, membuat standarisasi pendidik,
mensosialisasikan mengenai wajib belajar 12 tahun, memfasilitasi peserta didik dengan
buku atau bahan ajar gratis, mentransfer guru atau tenaga pendidik dari kota ke daerah
daerah terpencil.

Dengan arah kebijakan untuk percepatan pembangunan sumber daya manusia


yang dapat dilakukan, yaitu:
- Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian
dalam penyelenggaraan pendidikan;
- Meningkatnya kesempatan masyarakat mengenyam pendidikan;
- Meningkatnya kualitas pendidikan;
- Meningkatkan budaya baca masyarakat;

- Pengadaan data dan pengolahan informasi strategis terkait berbagai potensi dan
permasalahan pembangunan di NTT melalui base-line survey (BLS), survei rantai
nilai, dan penelitian komoditas/produk/jenis usaha unggulan (KPJU), untuk
keperluan perencanaan pembangunan yang terarah dan tepat sasaran;
- Meningkatkan peran masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan;
- Meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan kebutuhan dan

2.2.3. Kendala Yang dihadapi selama Penerapan Kebijakan Pemerintah.


Kendala yang dihadapi pemerintah selama penerapan kebijakan untuk
meningkatkan kualitas mutu pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih
banyak berasal dari faktor eksternal yang berupa kurangnya minat anak usia sekolah
untuk pergi belajar ke sekolah dan lebih memilih untuk membantu orang tua bekerja
di kebun atau di sawah, presepsi anak tentang sekolah hanya untuk menjadi beban
bagi orang tua, Terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membiayai pendidikan
anak-anaknya. Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat perbatasan di pedalaman
dan pulau-pulau kecil terluar dalam membiayai pendidikan anak-anaknya sangat
rendah karena penghasilan yang didapat juga rendah. Sedangkan di sisi lain,
pendidikan memerlukan biaya yang besar dan kontinu setiap waktunya, Akibatnya
anak-anak usia sekolah sering lebih diberdayakan oleh orang tuanya untuk membantu
pekerjaannya untuk menghasilkan uang agar perekenomian keluarga terbantu; dan
Kemampuan dan keterampilan siswa masih jauh dari yang diharapkan. Karena
keterbatasan fasilitas dan tenaga pendidik yang kurang menyebabkan adanya
kesenjangan kemampuan dan keterampilan, kurangnya minat membaca dari
masyarakat, kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya sekolah.

BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dijelaskan dapat ditarik disimpulkan bahwa ada beberapa
factor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
adalah mtut dari tenaga pendidik yang masih kurang , selain itu sarana dan prasarana dalam
menunjang kualitas pendididkan , factor motivasi belajar siswa yang rendah, selain itu factor
lingkungan yang kurang mendukung untuk pendidikan , tingat putus sekolah yang tinggi.

Adapun langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menangani rendahnya tingkat


pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu dengan membangun perpustakaan di daerah-
daerah terpencil, membuat standarisasi pendidik, mensosialisasikan mengenai wajib belajar 12
tahun, memfasilitasi peserta didik dengan buku atau bahan ajar gratis, mentransfer guru atau
tenaga pendidik dari kota ke daerah daerah terpencil.

Banyak kendala yang dialami pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan antara


lain : masih kentalnya pengertian masyarakat yang menyebutkan perempuan hanya harus berada
di belakang laki-laki dan hanya boleh melakukan pekerjaan rumah, sulitnya akses ke beberapa
tempat terpelosok, kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan wajib belajar 12
Tahun.

3.2. Saran

Dari pembahasan diatas, saran yang dapat saya berikan yaitu pemerintah diharapkan lebih
memperhatikan kualitas sarana dan prasarana pendidikan untk masyarakat, selain itu melakukan
sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan bagi masyarakat terutama generasi milenial agar
dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman, pemerintah lebih meninjau sejauh mana
bantuan yang diberikan kepada masyarakat apakah tersalur dengan baik atau tidak agar dana
untuk pendidika tidak disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggungjawab.

Sumber daya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya akses pendidikan
yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan, karena itu perlu:
- Memberikan perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah tertinggal dan
perbatasan;
- Meningkatkan kompetensi siswa dalam bidang matematika, sains dan literasi;
- Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama kepada para
ibu, anak, remaja dan lansia;
- Meningkatkan pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas,
- Meningkatkan efektivitas pencegahan dan pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan,
- Adanyan jaminan kesehatan

- Berbagai strategi dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut:

- Meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan


kepastian dalam penyelenggaraan pendidikan;
- Meningkatkan kualitas tenaga pendidik;
- Mengoptimalisasi lembaga-lembaga pelatihan dan sekolah kejuruan;
- Meningkatkan budaya baca masyarakat;
- Meningkatkan keterampilan penduduk usia kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Penerbit BPFE, Yogyakarta.


Kuncoro, Mudrajad. (2010). Dasar-dasarEkonomika Pembangunan. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Draper an Smith.,(1992). Analisis Regresi Terapan. Edisi Kedua. PT. Gramedia
Pustaka Umum, Jakarta
Todaro, M.P. 2006.Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keempat Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
Jhingan, M.L. (2010). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Alih Bahasa: D. Guritno).
Jakarta: Rajawali Pers.
Samuelson, Paul A., dan Nordhaus, William D. (2004). Macroeconomics 17th Edition (Alih
Bahasa: Gretta, dkk).
Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Citra Ayu Basica Effendy Lubi. 2014. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja, Tingkat Pendidikan
Pekerja Dan Pengeluaran Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Jogja. Jurnal Ekonomi Volume 10, Nomor 2 Univ. Negeri Yogyakarta
Nugroho SBM. 2014. Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Semarang . Jurnal MEDIA EKONOMI DAN MANAJEMEN Vol. 29 No. 2. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Undip
Fitri Amalia. 2012. Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan Inflasi Terhadap
Tingkat Kemiskinan Di Kawasan Timur Indonesia (Kti) Periode 2001-2010.
Jurnal Ecosains vol.10 no.2
Marvin J. Pandu. 2016. Pemodelan Persentase Kemiskinan Di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dengan Menggunakan Model Ekonometrika Spasial Data Panel Dinamis.
Surabaya . Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Munifatuzzahra. 2018 .Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2011-2015.
Jogja . Jurnal Penelitian
Alfian Wahyu Fauzan . 2015. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Tingkat
Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Semarang. Skripsi . Undip

Anda mungkin juga menyukai