Anda di halaman 1dari 36

BAB 5

POLA-POLA HEREDITAS

Sumber : kangheungbo, pixabay.com


PETA KONSEP
POLA-POLA HEREDITAS

Penyimpangan semu Tautan, pindah silang,


Hukum Menghitung hukum Mendel dan gagal berpisah
Testcross, macam
pewarisan
backcross, gamet,
sifat
penyilangan genotipe, dan
resiprok Interaksi Interaksi Tautan
fenotipe antaralel genetik autosomal
Hukum
Mendel I Atavisme
Kodominan
Tautan seks
Hukum Alel ganda Polimeri
Mendel II
Crossing over
Intermediet Epistasis-
hipostasis

Alel letal Nondisjunction


Komplementer

Kriptomeri
DASAR-DASAR HEREDITAS

DASARWARISAN.swf
Pendahuluan
Istilah-istilah dalam mempelajari pola-pola hereditas:
• Parental (P): induk yang disilangkan.
• Gamet (G): sel kelamin jantan atau betina.
• Filial (F): hasil keturunan atau anak.
• Gen: faktor pembawa sifat. Gen dominan dituliskan dengan huruf besar,
sedangkan gen resesif dituliskan dengan huruf kecil.
• Alel: pasangan gen yang terdapat pada kromosom sehomolog (dari kedua
induknya) yang menunjukkan sifat alternatif sesamanya.
• Genotipe: keadaan genetik dari suatu individu atau populasi.
• Fenotipe: sifat yang muncul atau dapat diamati dari suatu organisme.
• Karakter: istilah yang digunakan untuk menjelaskan sifat yang dapat
diturunkan, misalnya warna bunga. Setiap varian dari suatu karakter disebut
sifat (trait), misalnya warna bunga ungu atau putih.
I. Hukum Pewarisan Sifat
Dicetuskan oleh Gregor Johann Mendel (1822-1884)
berdasarkan eksperimen menggunakan kacang ercis
(Pisum sativum).
Alasan pemilihan kacang ercis:
• Memiliki banyak varietas dengan pasangan sifat
yang kontras
• Dapat melakukan penyerbukan sendiri (autogami)
• Mudah dilakukan perkawinan silang
• Cepat menghasilkan biji
• Menghasilkan banyak keturunan

Sumber : de.wikipedia.org
Sumber : en.wikipedia.org
I. Hukum Pewarisan Sifat
A. Hukum Mendel I P1 : ♀UU
bunga ungu
>< ♂ uu
bunga putih
G1 : U u
Hukum Mendel (I) atau F1 : 100% Uu (bunga ungu)

Hukum Segregasi P2 : ♀ Uu >< ♂ Uu


bunga ungu bunga ungu
(pemisahan) adalah suatu G2 : U, u U, u
F2 :
kaidah pemisahan pasangan
alel secara bebas pada saat
U u
pembelahan meiosis dalam
U UU (Ungu) Uu (Ungu)
pembentukan gamet.
u Uu (Ungu) uu (Putih)
Dapat dibuktikan dengan
Rasio genotipe F2 = UU : Uu : uu
monohibrid, yaitu =1:2:1
Rasio fenotipe F2 = bunga ungu : bunga putih
penyilangan dengan satu sifat =3:1
beda.
I. Hukum Pewarisan Sifat
B. Hukum Mendel II BK Bk bK bk
Hukum Mendel (II) atau Hukum asortasi
BK BBKK BBKk BbKK BbKk
bulat Bulat Bulat Bulat
(berpasangan) adalah suatu kaidah yang kuning kuning kuning kuning
menyatakan bahwa setiap alel dapat Bk BBKk BBkk BbKk Bbkk
berpasangan secara bebas dengan alel Bulat bulat Bulat Bulat hijau
lainnya yang tidak sealel pada waktu kuning hijau kuning
pembentukan gamet. bK BbKK BbKk bbKK bbKk
Dapat dibuktikan dengan dihibrid, yaitu Bulat Bulat keriput Keriput
penyilangan dengan dua sifat beda. kuning kuning kuning kuning
bk BbKk Bbkk bbKk bbkk
Bulat Bulat Keriput keriput
P1 : ♀BBKK >< kuning hijau kuning hijau
♂bbkk
biji bulat warna kuning biji keriput
warna hijau
G1 : BK bk
F1 : 100% BbKk (biji bulat warna Rasio genotipe = BBKK : BBKk : BbKK : BBkk : BbKk :
kuning) bbKK : Bbkk : bbKk : bbkk
=1:2:2:1:4:1:2:2:1
P2 : ♀ BbKk >< ♂ Rasio fenotipe = bulat kuning : bulat hijau : keriput
BbKk kuning : keriput hijau
biji bulat warna kuning biji bulat = 9: 3 : 3 : 1
warna kuning
G2 : BK, Bk, bK, bk BK, Bk,
bK, bk
F2 :
II. Testcross, Backcross, dan Penyilangan Resiprok
A. Testcross (Uji Silang)
Testcross adalah penyilangan antara suatu individu yang belum diketahui genotipenya dengan individu
yang bergenotipe homozigot resesif.
Tujuan:
• Menguji sifat individu yang berfenotipe dominan, apakan bergenotipe homozigot atau heterozigot.
• Mengetahui jumlah macam gamet yang dihasilkan oleh suatu individu yang genotipenya
dipertanyakan.
Contoh:
Testcross antara marmut jantan berbulu putih (resesif) dengan marmut betina hitam dengan dua
kemungkinan genotipe, yaitu homozigot atau heterozigot.

Skenario 1: marmut hitam Skenario 2: marmut hitam bergenotipe


bergenotipe homozigot heterozigot
P1 : ♀HH >< P1 : ♀Hh >< ♂hh
♂hh hitam putih
hitam G1 : H, h h
putih F1 :
G1 : H h h Rasio genotipe = Hh : hh = 1 : 1
F1 : 100% Hh (hitam)
Rasio fenotipe = hitam : putih
H Hh
=1:1
h hh
II. Testcross, Backcross, dan Penyilangan Resiprok

B. Backcross (Silang Balik)


Backcross adalah penyilangan antara suatu individu dengan salah satu induknya (atau dengan
individu yang bergenotipe identik dengan induknya).
Tujuan:
• Mendapatkan kembali individu yang bergalur murni (bergenotipe homozigot resesif atau
homozigot dominan).

C. Penyilangan Resiprok
Penyilangan resiprok adalah pengilangan ulang dengan menukarkan jenis kelaminnya.
Penyilangan ini tidak memengaruhi hasil penyilangan jika dilakukan terhadap gen-gen yang tidak
tertaut pada kromosom seks.
III. Menghitung Macam Gamet, Genotipe, dan Fenotipe

A. Menghitung Jumlah Macam Gamet


Jumlah jenis gamet dihitung dengan menggunakan rumus 2n, dengan n
adalah jumlah pasangan alel heterozigot yang bebas memisah.
Langkah mencari jenis gamet:
• Alel heterozigot dituliskan secara terpisah, sedangkan alel homozigot
dituliskan salah satu saja.
• Garis penghubung untuk alel heterozigot dibuat bercabang, sedangkan alel
homozigot dibuat lurus.
Contoh: D  ABCD
Individu bergenotipe AA Bb CC Dd B C
memiliki 2 pasangan alel d  ABCd
heterozigot, sehingga jumlah A
gametnya adalah 22 atau 4 jenis. D  AbCD
Jenis gamet dapat diketahui b C
dengan diagram anak garpu d  AbCd
sebagai berikut.
III. Menghitung Macam Gamet, Genotipe, dan Fenotipe

B. Menghitung Genotipe dan Fenotipe Hasil Keturunan

1. Menghitung Fenotipe Hasil Keturunan dengan Diagram Anak Garpu (Cabang/Bracket)


Contoh: penyilangan ercis biji bulat kuning heterozigot (BbKk) dengan sesamanya

BbKk >< BbKk 1 KK  1 BBKK (bulat, kuning)


1 BB 2 Kk  2 BBKk (bulat, kuning)
Memasangkan setiap alel pada kedua induk 1 kk  1 BBkk (bulat, hijau)
yang sealel, menghitung jumlahnya,
menggabungkan dengan pasangan alel lainnya 1 KK  2 BbKK (bulat, kuning)
yang bukan sealel, dan mengalikan 2 Bb 2 Kk  4 BbKk (bulat, kuning)
koefisiannya. 1 kk  2 Bbkk (bulat, hijau)
Jumlah BB = 1 KK =1 1 KK  1 bbKK (keriput, kuning)
Bb = 2 Kk =2 1 bb 2 Kk  2 bbKk (keriput, kuning)
1 kk  1 bbkk (keriput, hijau)
bb = 1 kk =1
Rasio fenotipe keturunan
= bulat kuning : bulat hijau : keriput kuning :
keriput hijau = 9 : 3 : 3 : 1
III. Menghitung Macam Gamet, Genotipe, dan Fenotipe
B. Menghitung Genotipe dan Fenotipe Hasil Keturunan

2. Hubungan antara Jumlah Sifat Beda dengan Jumlah Kemungkinan Genotipe pada F2

Jumlah Jumlah Jumlah jenis Jumlah Jumlah Perbandingan


sifat jenis gamet genotipe F2 jenis perbanding fenotipe F2
beda F2 fenotipe F2 an F2

1 21 = 2 31 = 3 2 4 3:1
2 22 = 4 32 = 9 4 16 9:3:3:1
3 23 = 8 33 = 27 8 64 27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3: 3
:1
4 24 = 16 34 = 81 16 256 81 : 27 : 27 : 27 : 27
27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 :
3: 3 : 1
n 2n 3n 2n 4n
III. Menghitung Macam Gamet, Genotipe, dan Fenotipe

C. Menentukan Genotipe Induk

Fenotipe induk dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut:


• Menentukan genotipe keturunannya yang homozigot resesif
• Memisahkan dan meletakkan alel-alel keturunannya yang
homoigot resesif tersebut di kedua induknya
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
A. Interaksi Antaralel
1. Kodominan (Codominance)
Adalah dua alel dari suatu gen yang Genotipe Jenis gamet Fenotipe
diekspresikan secara bersama-sama dan LMLN LM dan LN MN
menghasilkan fenotipe yang berbeda LMLM LM M
pada individu bergenotipe heterozigot.
LNLN LN N
Contoh: alel-alel yang mengatur golongan
darah sistem M-N pada manusia.

2. Dominansi Tidak Sempurna


(Incomplete Dominance
Genotipe Jenis gamet Fenotipe
Intermediet)
Terjadi ketika alel dominan tidak dapat RR R Merah
menutupi alel resesif dengan sempurna
sehingga menghasilkan fenotipe Rr R dan r Merah muda
“campuran” pada individu bergenotipe rr r Putih
heterozigot.
Contoh: bunga snapdragon, bunga pukul
empat (Mirabilis jalapa), dan ayam
Andalusian.
CONTOH LAIN CODOMINAN
• Perkawinan sapi jantan yang memiliki warna rambut roan
(coklat kemerahan dengan percikan warna putih) dengan
betina yang memiliki warna rambut roan berikut.
P1 : CRCW X CR CW
Roan roan
G1 : CR, CW CR , C W
F1 : 25% CRCR (merah)
50% CRCW (roan)
25% CWCW (putih)
• Jadi, rasio fenotip F1 merah : roan : putih adalah 1:2:1 (sama
dengan ratio genotip).
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
A. Interaksi Antaralel
3. Alel Ganda
Merupakan suatu gen yang memiliki lebih dari dua alel.
Contoh:
• Golongan darah sistem ABO, dengan hierarki dominansinya yaitu alel I A = IB > IO
• Warna mata pada lalat buah, dengan hierarki dominansinya yaitu wild atau merah (w +
atau W) > merah koral (wco) > merah darah (wbl) > eosin (we) > merah ceri (wch) > aprikot
(wa) > tinged (wt) > mutiara (wp) > ivory atau gading (wi) > putih (w).
• Warna rambut kelinci dengan hierarki dominansinya yaitu warna penuh abu-abu (C) >
chinchilla (cch) > himalayan (ch) > albino (c).
Jenis warna rambut kelinci
Fenotipe Genotipe yang mungkin

Warna penuh (abu-abu) CC, Ccch, Cch, Cc

Chinchilla cch cch

Abu-abu muda Cch ch, cchc

Himalayan ch ch, ch c

Albino cc
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
A. Interaksi Antaralel

Alel ganda pada warna


rambut kelinci
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
A. Interaksi Antaralel
4. Alel Letal
Adalah alel yang menyebabkan kematian pada individu yang memilikinya.

a. Alel letal dominan C c


Individu dengan alel letal dominan akan letal (mati sebelum
lahir), sedangkan yang bergenotipe heterozigot akan C CC (letal) Cc (creeper)
mengalami subletal c Cc (creeper) cc (normal)
Contoh: ayam creeper (redep)

b. Alel letal resesif G g


Alel letal resesif hanya menyebabkan kematian pada individu
yang bergenotipe homozigot resesif. G GG (kerry) Gg (dexter)
Contoh: sapi bulldog g Gg (dexter) gg (letal)

c. Alel subletal Th th
Adalah alel homozigot dominan atau homozigot resesif yang
menyebabkan kematian individu pada usia anak-anak hingga Th ThTh Thth (minor)
(subletal)
dewasa.
Contoh: talasemia th Thth (minor) thth (normal)
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
B. Interaksi Genetik
1. Atavisme
Adalah interaksi beberapa gen yang
menghasilkan sifat baru.
Terjadi pada bentuk jengger ayam ras
(negeri).
Genotipe Fenotipe

R*P* Walnut

R*pp Rose

rrP* Pea

rrpp Single

Keterangan:
Tanda * = gen dominan atau gen resesif

Atavisme pada bentuk jengger ayam


IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
B. Interaksi Genetik
2. Epistasis dan Hipostasis
Merupakan bentuk interaksi ketika suatu gen mengalahkan gen lainnya yang bukan sealel.

a. Epistasis dominan b. Epistasis resesif


Terjadi ketika gen yang menutupi Terjadi ketika gen yang menutupi
kerja gen lainnya bersifat dominan. kerja gen lainnya bersifat resesif.
Contoh: karakter warna buah labu Contoh: karakter warna rambut
(Cucurbita pepo L.). tikus.

Genotipe dan fenotipe karakter Genotipe dan fenotipe karakter


warna buah labu warna rambut tikus
Genotipe Fenotipe Genotipe Fenotipe
P*K* Putih B*G* Abu-abu
P*kk Putih B*gg Hitam
ppK* Kuning pp** Putih
ppkk Hijau
Epistasis Gen Dominan Rangkap

• Epistasis gen dominan rangkap terjadi jika dua gen dominan atau lebih
menghasilkan satu fenotip dominan yang sama. Namun jika tidak ada satu pun
gen dominan, maka sifat resesif akan muncul.
• Perkawinan tanaman Capsella bursa-pastoris yang memiliki kapsul bentuk biji bentuk segitiga
bergenotip homozigot dengan kapsul bentuk oval dapat dilihat pada diagram berikut.
• P1 : AABB x aabb
kapsul biji segitiga kapsul biji oval
• G1 : AB ab
• F1 : AaBb (Kapsul biji bentuk segitiga)
• P2 : AaBb X AaBb
kapsul biji segitiga kapsul biji segitiga
• G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2
♂ A  15 AABB, AABb,

AB
b
aB ab Aabb AaBB, AaBb,
Aabb, aaBB, aaBb :

AB AABB AABb AaBB AaBb (kapsul bentuk


Ab AABb AAbb AaBb Aabb
segitiga)
aB AaBB AaBb aaBB aaBb
 1 aabb (kapsul
bentuk oval)
ab AaBb Aabb aaBb aabb  Jadi rasio fenotip
pada F2 = kapsul biji
bentuk segitiga :
kapsul biji bentuk
oval = 15:1
Epistasis Gen Rangkap dengan Efek Kumulatif

• Epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif terjadi jika kondisi dominan,
baik homozigot maupun heterozigot pada salah satu lokus menghasilkan
fenotip yang sama.
Perhatikan diagram perkawinan berikut.
• P1 AABB x aabb
ungu tua putih
• G1 AB ab
• F1 AaBb (Ungu tua)
• P2 AaBb AaBb
• ungu tua ungu tua
• G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2
• AABB, AABb, AaBB, AaBb
♂ (ungu tua)
AB Ab aB ab
♀ 3 AAbb, Aabb (ungu)
3 aaBB, aaBb (ungu)
AB AABB AABb AaBB AaBb 1 aabb (putih)
• : Jadi rasio fenotip F2 ungu
tua : ungu : putih = 9:6:1
Ab AABb Aabb AaBb Aabb
Kesimpulan :
• Rasio Fenotip F2 Pada
aB AaBB AaBb aaBB aaBb Peristiwa Epistasis-
Hipostasis adalah sebagai
berikut.
ab AaBb Aabb aaBb aabb – Epistasis dominan;
12:3:1
– Epistasis resesif; 9:3:4
– Epistasis gen dominan
rangkap; 15:1
– Epistasis gen dominan
rangkap dengan efek
kumulatif; 9:6:1
Kriptomeri

 Kriptomeri adalah gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri


sendiri-sendiri dan pengaruhnya baru tampak apabila bersama-sama dengan gen
dominan lainnya.
 Pada perkawinan tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni
dengan yang berbunga putih juga galur murni diiperoleh F1 semua berbunga
ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman Linaria maroccana berbunga ungu :
merah : putih dengan rasio 9 : 3 : 4.
 Berdasarkan penyelidikan terhadap plasma sel bunga Linaria, ternyata warna
merah disebabkan oleh adanya pigmen antosianin dalam lingkungan plasma sel
yang bersifat asam, sedangkan dalam lingkungan basa akan memberikan warna
ungu. Tetapi apabila dalam plasma sel tidak terdapat antosianin, dalam
lingkungan asam atau basa tetap akan membentuk warna putih. Gen yang
mengendalikan antosianin (A) bersifat dominan terhadap gen yang
mengendalikan tidak adanya antosianin (a). Sementara itu, gen yang
mengendalikan plasma sel bersifat basa (B) bersifat dominan terhadap gen yang
mengendalikan plasma sel bersifat asam (b).
Diagram perkawinan bunga Linaria
maroccana
• P1 AAbb x aaBB
merah putih
• G1 Ab aB
• F1 AaBb (Ungu)
• P2 : AaBb X AaBb
ungu ungu
• G2 : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2
 9 AABB, AABb,
♂ AaBB, AaBb (ungu)
AB Ab aB ab

 3 AAbb, Aabb
(merah)
AB AABB AABb AaBB AaBb  4 aaBB, aaBb, aabb
(putih)
Ab AABb AAbb AaBb Aabb  Jadi perbandingan
fenotip pada F2
aB AaBB AaBb aaBB aaBb adalah bunga
berwarna
ab AaBb Aabb aaBb aabb
 ungu : merah : putih
= 9 :3 :4
Komplementer

• Komplementer adalah gen-gen dominan yang saling melengkapi dalam


mengekspresikan suatu sifat, contoh pada karakter warna bunga Lathyrus
odoratus. Warna pada bunga tersebut dikendalikan oleh gen penumbuh bahan
dasar untuk membentuk pigmen (C) dan enzim pengubah bahan mentah pigmen
menjadi antosianin (P). Jika terdapat gen C maupun P, bunga berwarna ungu. Jika
hanya terdapat satu gen dominan atau tidak ada gen dominan, maka bunga
berwarna putih
• Perkawinan bunga berwarna putih bergenotip CCpp dengan bunga putih bergenotip
ccPP
P1 CCpp X ccPP
putih putih
• G1 Cp cP
• F1 CcPp (Ungu)
• P2 CcPp X CcPp
ungu ungu
• G2 CP, Cp, cP, cp CP, Cp, cP, cp
F2

• 9 C_P_ (ungu) :
CP Cp cP cp 3 C_pp (putih):

3 cc P_ (putih):
CP CCPP CCPp CcPP CcPp 1 ccpp (putih)
• Jadi rasio fenotip F2
ungu : putih
Cp CCPp CCpp CcPp Ccpp = 9 : 7

cP CcPP CcPp ccPP ccPp

cp CcPp Ccpp ccPp ccpp


IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
B. Interaksi Genetik

c. Epistasis gen dominan rangkap d. Epistasis gen rangkap dengan efek kumulatif
Terjadi jika dua gen dominan atau lebih Terjadi jika kondisi dominan (homozigot atau
menghasilkan satu fenotipe dominan yang sama heterozigot), pada salah satu lokus menghasilkan
Contoh: karakter bentuk kapsul biji tanaman. fenotipe yang sama.
Capsella bursa-pastoris Contoh: karakter warna biji gandum

Genotipe dan fenotipe karakter bentuk kapsul biji Genotipe dan fenotipe karakter warna biji gandum

Genotipe Fenotipe Genotipe Fenotipe


A*B* Segitiga A*B* Ungu tua
A*bb Segitiga A*bb Ungu
aaB* Segitiga aaB* Ungu
aabb Oval aabb Putih
IV. Penyimpangan Semu Hukum Mendel
B. Interaksi Genetik
3. Polimeri
Adalah interaksi dua gen atau lebih yang memengaruhi dan menguatkan suatu sifat yang sama.
Contoh: karakter warna biji gandum Triticum sp., pigmentasi kulit, tinggi badan, pigmentasi iris
mata, dan berat buah-buahan.
Fenotipe Plasma sel Genotipe
4. Kriptomeri
Adalah sifat gen dominan yang tersembunyi Antosianin pH
jika berdiri sendiri, tetapi akan tampak
pengaruhnya jika bertemu dengan gen Ungu + Basa A*B*
dominan lainnya yang bukan sealel.
Merah + Asam A*bb
Contoh: karakter warna bunga Linaria
maroccana. Putih - Basa/asam aaB* atau aabb

5. Komplementer Genotipe Fenotipe


Adalah interaksi antar gen-gen dominan yang
saling melengkapi dalam mengekspresikan C*P* Ungu
suatu sifat.
Contoh: karakter bunga Lathyrus odoratus. C*pp Putih
CcP* Putih
ccpp Putih
V. Tautan, Pindah Silang, dan Gagal Berpisah
A. Tautan (Linkage)

Tautan adalah peristiwa dua gen atau lebih yang terletak pada kromosom
yang sama dan tidak dapat memisah secara bebas pada waktu pembelahan
meiosis.
1. Tautan Autosomal
Dipelajari melalui penelitian terhadap karakter sayap lalat buah (Drosophila melanogaster).
Warna hitam dan bersayap vestigial merupakan sifat mutan dari warna abu-abu dan bersayap
normal. Gen-gen yang mengendalikan sifat-sifat tersebut, yaitu B (abu-abu), b (hitam), V
(normal), dan v (vestigial).
Jika terjadi tautan gen BV dan bv maka persilangan yang akan terjadi yaitu sebagai berikut.
P : BbVv >< bbvv
abu-abu normal hitam vestigial
G : BV, bv bv
F :

BV bv
bv BbVv bbvv
V. Tautan, Pindah Silang, dan Gagal Berpisah
A. Tautan (Linkage)
2. Tautan Seks (Sex Linkage)
Dipelajari melalui penelitian terhadap karakter warna mata lalat buah (Drosophila melanogaster).
Thomas Hunt Morgan menemukan bahwa gen warna mata tertaut pada kromosom kelamin X.
Pada kromosom kelamin Y, tidak terdapat alel warna mata.

P : XMXm >< XMY


mata merah mata merah
G : XM, Xm XM, Y
F :
XM Xm
XM XMXM XMXm
♀mata merah ♀mata merah
Y XMY X mY
♂mata merah ♂ mata putih

Lalat buah yang bermata putih selalu berjenis kelamin jantan.


V. Tautan, Pindah Silang, dan Gagal Berpisah
B. Pindah Silang (Crossing Over)
Pindah silang adalah bertukarnya gen-gen yang terdapat dalam suatu kromosom
dengan gen-gen yang terletak pada kromosom lainnya yang sehomolog maupun yang
bukan homolog.
Pindah silang menyebabkan terjadinya rekombinan (RK). Nilai pindah silang (Nps)
dapat diketahui dari perbandingan antara jumlah rekombinan dengan jumlah seluruh
keturunan yang dihasilkan.

C. Gagal Berpisah (Nondisjunction)


Gagal berpisah adalah peristiwa gagalnya satu kromosom atau lebih untuk berpisah ke
arah kutub yang berlawanan pada saat anafase meiosis I maupun meiosis II, yang
disebabkan oleh mutagen.
Pada manusia, gagal berpisah dapat menyebabkan sindrom Down (45A + XX atau XY),
sindrom Turner (44A + X), sindrom Klinefelter (44A + XXY), sindrom X tripel atau wanita
super (44A + XXX), sindrom Jacobs (44A + XXY), dan sindrom Y (44A + Y).
VI. Menentukan Jenis Kelamin (Determinasi Seks)
A. Penentuan Jenis Kelamin pada Tumbuhan
Umumnya hermaprodit dimana kelamin jantan (benang sari) dan betina (putik) ada
dalam satu bunga, Namun beberapa dapat dibedakan dengan system XY, dengan
gonosom XY untuk jantan dan gonosom XX untuk betina

B. Penentuan Jenis Kelamin pada Hewan


a. Tipe X/A
Perimbangan jumlah gonosom X dengan jumlah set autosom.
X/A = 1 menjadi Betina
X/A = 0,5 menjadi Jantan
b. Tipe XO
Individu kromosom XX menjadi betina, sedangkan yang hanya memiliki satu
kromosom X (XO) menjadi jantan
c. Tipe ZW
Individu ZW adalah beetina, dan individu ZZ adalah jantan
d. Tipe ploidi
Individu haploid (n) yang dibuahi spermatozoa haploid (n) akan menjadi individu
diploid (2n) berjenis kelamin betina “ratu”. Individu haploid (n) tidak dibuahi akan
berjenis kelamin jantan.

Anda mungkin juga menyukai