Anda di halaman 1dari 33

IMPLEMENTASI ISTC

DI RUMAH SAKIT

Sosialisasi ISTC – DOTS

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


International Standards

TBCTA

KNCV ATS

FHI
ISTC CDC

WHO IUATLD
11/21/2023 2
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
ISTC
 ISTC 1 : tahun 2006
 ISTC 2 : tahun 2009
 ISTC 3 : tahun 2013

11/21/2023 3
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
INTERNATIONAL STANDARDS for TUBERCULOSIS CARE
(ISTC)
1 Standar untuk diagnosis Stand 1 - 6

2 Standar untuk Pengobatan Stand 7 - 13

3 Standar untuk Penanganan TB Stand 14 - 17


dengan infeksi HIV dan Kondisi
Komorbid lain
4 Standar untuk Pelayanan Stand 18 - 21
Kesehatan Masyarakat

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 1 : Batuk yang lama

Setiap orang dengan batuk produktif selama ≥


2 minggu yang tidak jelas penyebabnya harus
dievaluasi untuk tuberkulosis.

Addendum
Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk
evaluasi adalah berat badan yg sulit naik dalam waktu
kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 2 : Pemeriksaan dahak mikroskopis

Semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang


diduga menderita TB paru harus menjalani
pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 kali
yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya
terjamin. Jika mungkin paling tidak satu spesimen
harus berasal dari dahak pagi hari.

Keterangan :
ISTC 1 : 3x (SPS)  saat ini program
DOTS masih menggunakan SPS

Addendum
Bila hasil pemeriksaan BTA 1 negatif, maka dilakukan
pemeriksaan sputum kedua pagi hari. Satu spesimen harus
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 3 : TB Ekstraparu
Pada semua pasien (dewasa, remaja, dan anak) yg
diduga menderitaTB ekstra paru, spesimen dari
bagian tubuh yang sakit harus diambil untuk
pemeriksaan mikroskopik
dan jika fasilitas dan sumber daya tersedia maka
harus dilakukan biakan dan pemeriksaan
histopatologi

Addendum
Pemeriksaan kearah TB paru tetap dilakukan yaitu pemeriksaan
dahak dan foto toraks.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
TB Ekstra Paru
 Insidens/situs bisa dimanapun  TB bisa menyerang
semua organ
 Lebih lazim pada HIV/TB
Dua2nya, 9%

Ekstra paru, 21%

Pleura, 17%
Kelenjar getah
bening, 43%

Lain, 13%
Paru, 70%
Tulang/sendi, 11% Saluran kemih,
alat kelamin, 5%
Kasus TB Dibagi Bentuk Penyakit,
USA, CDC, 2006 Peritoneum, 5% Meninges, 6%
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 4 : Foto toraks diduga TB

Semua orang dengan foto toraks diduga


TB seharusnya menjalani
pemeriksaan dahak secara
mikrobiologi.

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


Foto Toraks TB Paru pada pasien HIV/AIDS
Early vs Advanced HIV

Foto Early HIV Advanced HIV


toraks (CD4 >200) (CD4 <200)

Pola “Khas” “Tidak khas”

Bagian bawah,
beberapa
Infiltrat Bagian atas
tempat, atau CD4 : 375
milier
Kaviti Umum Tidak umum
Adenopati Tidak umum Umum
Efusi Tidak umum Lebih umum
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010 CD4 : 50
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 5 : Diagnosis Hapusan Negatif

Diagnosis TB paru BTA negatif harus


didasarkan kriteria berikut:
 Minimal dua kali pemeriksaan dahak
mikroskopik negatif (termasuk minimal 1 kali
dahak pagi hari)
 Temuan foto toraks sesuai tuberkulosis
 Tidak ada respons terhadap antibiotika
spektrum luas
(Catatan: jangan gunakan fluorokuinolon karena aktif
terhadap M. tuberculosis sehingga dapat menyebabkan
perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis, dan ancaman
resisten thd obat tsb)
 Untuk pasien ini, biakan dahak harus dilakukan.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK DIAGNOSIS
Standar 5 : Diagnosis Hapusan Negatif

(Lanjutan)
 Pada pasien yang sakit berat atau diketahui /
diduga terinfeksi HIV, evaluasi diagnostik harus
disegerakan
 Jika bukti klinis sangat mendukung ke arah
tuberkulosis, pengobatan tuberkulosis harus
dimulai.

Rapid test : Xpert MTB/RIF


(2 dari 2)

ISTC
Indonesia
Training
ISTC
Modules
Training
2008
Modules revised 2010
STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 7 : Tanggung jawab praktisi

Setiap praktisi mengemban tanggung


jawab :
Mencegah penularan Tb lebih lanjut
Mencegah terjadinya resistensi OAT

Praktisi wajib :
Mbrk paduan OAT yang memadai
Menilai kepatuhan pasien
Dapat menangani ketidakpatuhan

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


Tujuan Pengobatan TB

 Menyembuhkan pasien TB
 Mencegah kematian akibat TB
 Mencegah kambuh
 Memutuskan rantai penularan TB
 Mencegah MDR-TB/XDR-TB

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 8 : Paduan OAT
Semua pasien (termasuk koinf HIV) yang belum
pernah diobati harus diberi paduan dan dosis obat
sesuai standar Internasional :
2 RHZE 4 RH
Obat kombinasi sangat direkomendasi

Addendum
Khusus untuk anak, rejimen yang diberikan terdiri atas RHZ,
ditambahkan E bila penyakitnya berat. Secara umum terapi TB
diberikan selama 6 bulan, namun pada TB Ekstraparu (meningitis
TB, TB tulang, TB milier, TB Kulit, dan lain-lain) terapi TB dapat
diberikan lebih
Indonesia ISTC Training lama
Modules sesuai evaluasi medis.
revised 2010
PADUAN OAT
TB baru diobati TB pernah diobati
2 RHZE 4 R3H3 2 RHZES 1 RHZE 5 R3H3E3

• Obat kombinasi sangat direkomendasi


• OAT pasien TB-HIV sama dengan TB tanpa HIV

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 9 : Keberpihakan kepada pasien

Standard 9
 Keberpihakan kepada pasien agar
terpenuhinya kepatuhan .
 Pengawasan , dukungan , konseling dan
penyuluhan pasien
 Upaya yang bertujuan menangani
ketidakpatuhan pasien, termasuk PMO

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 10 : Monitoring dan evaluasi
Standard 10
 Monitor dan evaluasi melalui pemeriksaan dahak mikroskopik
berkala (dua spesimen) saat fase inisial selesai (dua bulan).
 Jika apus dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus
diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan dan
uji resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin harus dilakukan.
 Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada anak, penilaian
respons pengobatan terbaik adalah secara klinis.

Addendum
Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura
atau TB paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto toraks.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 11: Penilaian resistensi OAT
Standard 11
 Penilaian kemungkinan resistensi obat,
 Uji sensitivitas obat seharusnya dilakukan pada awal
pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya pernah
diobati.
 Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga
bulan selesai dan pasien gagal pengobatan, putus obat, atau
kasus kambuh setelah pengobatan harus selalu dinilai terhadap
resistensi obat.
 Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan
uji sensitivitas/resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan
rifampisin seharusnya dilaksanakan segera untuk meminimalkan
kemungkinan penularan. Upaya pengendalian infeksi yang
memadai seharusnya dilakukan sesuai tempat pelayanan.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 12 : Pengobatan TB-MDR/XDR
Standard 12
 Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita
tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya
MDR/XDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus
yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
 Paduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola
sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti.
Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif,
termasuk obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan
setelah konversi biakan.
 Tindakan yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk
memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
 Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang
berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR TB
harus dilakukan.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDAR UNTUK PENGOBATAN
Standar 13 : Pencatatan dan Pelaporan

Standard 13
Rekaman tertulis tentang pengobatan yang
diberikan, respons bakteriologis, dan efek
samping seharusnya disimpan untuk semua
pasien.

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN
INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN
(1 dari 2)

Standar 14 : Diagnosis TB HIV


 Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan
pada semua pasien yang menderita atau yang
diduga menderita tuberkulosis.
 Uji HIV dan konseling pd semua pasien TB atau
susp TB :
 pasien TB di daerah prevalensi tinggi HIV
 pasien TB dg gejala / tanda klinis HIV
 pasien TB dg risiko tinggi terpajan HIV
 Pada daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi :
 pendekatan yang terintegrasi untuk pencegahan
dan penatalaksanaan kedua infeksi
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
Diagnosis TB pada pasien HIV

Tidak mengandalkan gejala umum TB


 Batuk bukan merupakan gejala umum
 Demam dan penurunan berat badan yang drastis
adalah gejala yg penting
 Banyak variasi pada gambaran foto toraks
 TB ekstra paru banyak ditemukan pada pasien HIV
 Diagnosis diferensial lebih luas

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN
INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN
Standar 15: Pengobatan ARV

Standard 15
Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya
dievaluasi untuk menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti
retroviral diberikan selama masa pengobatan tuberkulosis.
Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral
seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi.
Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak
boleh ditunda.
Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi
kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN
INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN
Standar 16: Terapi pencegahan dengan Isoniazid

Standard 16
Pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi
dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif
seharusnya diobati sebagai infeksi tuberkulosis laten
dengan isoniazid selama 6-9 bulan.

Addendum
Pemberian isoniazid profilaksis belum menjadi kebijakan
program nasional penanggulangan TB.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV
DAN KONDISI KOMORBID LAIN
Standar 17: Penilaian komorbid
Standard 17
Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan
penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid
yang dapat mempengaruhi respons atau hasil
pengobatan tuberkulosis.
Mengidentifikasi layanan-layanan tambahan yang
dapat mendukung hasil yang optimal bagi semua
pasien dan menambahkan layanan-layanan ini pada
rencana penatalaksanaan.
Komorbid : Diabetes mellitus, program berhenti
merokok, dan layanan pendukung psikososial lain, atau
layanan-layanan seperti perawatan selama masa
kehamilan atau setelah melahirkan.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standar 18: Evaluasi kontak

Standard 18
Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis
seharusnya memastikan bahwa semua orang yang mempunyai
kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya
dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi
internasional. Penentuan prioritas penyelidikan kontak
didasarkan pada kecenderungan bahwa kontak:
1) menderita TB yang tidak terdiagnosis
2) berisiko tinggi menderita TB jika terinfeksi
3) berisiko menderita TB berat jika penyakit berkembang
4) berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah:
 Orang dengan gejala yang mendukung ke arah TB
 Anak berusia <5 tahun
 Kontak yang menderita atau diduga menderita
imunokompromais, khususnya infeksi HIV
 Kontak dengan pasien MDR/XDR TB.
 Kontak erat lainnya merupakan kelompok prioritas
yang lebih rendah.

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standar 19: Terapi pencegahan pada kontak

Standard 19
Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia
dengan infeksi HIV yang memiliki kontak erat dengan
pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan
seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, harus
diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan
isoniazid.

Addendum
Pemberian Isoniazid untuk profilaksis sedang dalam proses
persiapan menjadi program nasional
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standar 20: Pengendalian infeksi

Standard 20
Setiap fasiliti pelayanan kesehatan yang
menangani pasien yang menderita atau diduga
menderita tuberkulosis harus mengembangkan
dan menjalankan rencana pengendalian infeksi
tuberkulosis yang memadai.

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010


STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT
Standar 21: Pencatatan dan Pelaporan

Standard 21
Semua penyelenggara pelayanan kesehatan
harus melaporkan kasus tuberkulosis baru
maupun kasus pengobatan ulang serta hasil
pengobatannya ke kantor Dinas Kesehatan
setempat sesuai dengan peraturan hukum dan
kebijaksanaan yang berlaku.

Addendum
Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh
Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
KESIMPULAN
 Standar ISTC harus dipahami dengan baik oleh
petugas kesehatan terkait
 Diagnosis dan pengobatan TB dapat dilakukan sesuai
ISTC dengan fasilitas yang ada dan dengan
meningkatkan fasilitas yang memungkinkan.
 Rekam medis pasien harus dibuat berdasarkan yang
dilakukan terhadap pasien
 Infection control harus dilaksanakan dengan baik agar
dapat mencegah/mengurangi penularan
 Pencatatan dan pelaporan harus dibuat oleh tim DOTS
dengan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan setempat
Indonesia ISTC Training Modules revised 2010
Alhamdulillah

Terima Kasih

Indonesia ISTC Training Modules revised 2010

Anda mungkin juga menyukai