Anda di halaman 1dari 35

PENDEKATAN

POLITIS
(POLITICAL
APPROACH)

Dr. Abdul Kadir, M.Si


Pendekatan lain dalah pendekatan politis,
yaitu administrasi negara yang menekankan
fungsi-fungsi politik dalam bernegara.
Fungsi-fungsi politik yang dimaksudkan
adalah:
1. Memberi pengetahuan ke arah penguasaan
negara
2. Mempertahankan kekuasaan atau
kedudukan atas negara;
3. Mengatur hubungan antar individu dan
individu dengan negara, hubungan antar
kelompok dan antara kelompok dan
negara, dan mengatur hubungan antar
negara.
Bahwa fungsi mempertahankan
kekuasaan atas negara sebagai
fungsi administrasi negara,
memiliki perbedaan dalam cara,
metode, dan prosedurnya
bergantung pada bentuk
pemerintahan dan sistem
pemerintahannya.
Dalam negara yang berbentuk
republik diterapkan sistem
demokrasi, artinya kekuasaan
atas negara dilakukan melalui
sistem pemilu yang bebas dan
rahasia serta mengusahakan
kesejahteraan rakyat yang
menyeluruh.
Apabila masyarakat merasa puas
terhadap pelayanan dari
administrasi negara yang sedang
berjalan itu, pada pemilu
berikutnya rakyat akan memilih
kembali kelompok atau golongan
yang menjadi top administrator.
Adapun negara-negara sosialis-
komunis, untuk mempertahankan
kekuasaan atas negara, mereka
mengusahakan kedudukan dalam
partai politik melalui kongres
partai, disebabkan antara
kedudukan dalam partai politik
dengan kedudukan dalam negara
atau pemerintah terdapat
kesesuaian.
Sekretaris jenderal partai komunis
biasanya merangkap jabatannya
dengan perdana menteri,
sedangkan ketua partai menjadi
presidennya. Jadi, walaupun ada
pemilu dalam kerangka
mempertahankan kekuasaan
negara, sifat pemilihan itu sudah
terarah dan tidak lagi bebas dan
rahasia.
Negara yang berbentuk monarki
absolut, seperti Saudi Arabia,
mempertahankan kekuasaan
atas negaranya dengan sistem
keturunan sehingga yang
menjadi raja adalah “putra
mahkota” dan perdana menteri
yang didukung oleh kekuatan
militer. Oleh karena itu, monarki
absolut menganut sistem
diktator.
Di Saudi Arabia tidak dilaksanakan
pemilu karena negara tersebut tidak
memiliki parlemen dan partai politik
(Hand Book of Political World: 1976).
Adapun pada negara yang berbentuk
monarki demokrasi, seperti Inggris,
Nederland, dan Jepang, cara
mempertahankan kekuasaan atas negara
melalui pemilu, karena dalam negara
tersebut terdapat parlemen dan partai
politik yang jumlahnya lebih dari satu,
kecuali kepala negara, ia harus putra
atau putri mahkota.
Adapun Administrasi negara yang
demokratis selalu membangun
hubungan antarindividu atau
antara individu dan kelompok dan
individu dengan negara secara
demokratis, persamaan sosial
(social equality), dan equality
before the law (persamaan di
muka hukum) serta partisipasi
sosial, tanggung jawab sosial,
pengawasan, dan pengendalian
sosial.
Dalam negara yang sistem
pemerintahannya atau sistem
administrasi negaranya diktator, dalam
hubungan pengaturan individu dengan
negara atau individu dengan kelompok
tidak akan terdapat social equality
(persamaan sosial) ataupun equality
before the law (persamaan di depan
hukum), dan tidak akan lahir open
management (manajemen terbuka).
Paham liberalisme menempatkan
individu pada posisi utama yang
harus diperhatikan oleh negara
dengan alasan bahwa masyarakat
tidak akan lahir tanpa individu dan
pada akhirnya negara tidak akan
lahir tanpa adanya masyarakat. Oleh
karena itu, dalam pengaturan
hubungan antarindividu, harkat,
martabat, dan derajat individu
sangat dijunjung tinggi.
Administrasi negara komunistis
menegaskan bahwa setiap individu
tidak mempunyai arti yang lepas
dari masyarakatnya. Oleh karena
itu, yang terpenting bukanlah
individu melainkan masyarakat,
mengingat masyarakatlah yang
membuat negara dan bukan
individu. Pandangan itu melahirkan
paham kolektivisme (pemilikan
bersama).
Paham tersebut menyatakan
bahwa kegiatan administrasi
negara dalam mengatur
hubungan antar individu dengan
kelompok memprioritaskan
kekuatan kelompok, yaitu hak
dan kewajiban kelompok.
Demikian terjadi karena adanya
penyelewengan terhadap
kolektivisme. Dalam paham ini,
hak-hak individu dan human
dignity atau derajat manusia
secara perseorangan (bagi
anggota masyarakat biasa) tidak
memperoleh pengakuan, kecuali
bagi top public administration.
Adapun negara-negara yang berpaham
Islam, pengaturan hubungan antar
individu dan masyarakat dengan negara
didasarkan pada Al-Quran dan As-
Sunnah.
Fungsi pengaturan hubungan
antar kelompok dan antara
kelompok dan negara dalam
setiap aktivitas administrasi
negara berbeda-beda,
bergantung pada sistem yang
digunakan. Akan tetapi,
kekuasaan partai akan menjelma
menjadi pemerintahan.
Misalnya,pada sebelum kemenangan
Partai PDI Perjuangan, pernah Partai
Demokrat yang menjadi pemenang
pemilu di Indonesia, hubungan antara
parpol dengan negara sangat erat
sehingga sulit untuk dibedakan antara
pimpinan partai politik dan pimpinan
administrasi negara karena orang-
orangnya itu juga. Itulah sebabnya,
sangat sulit membedakan pendapat
pimpinan negara dan pendapat
pimpinan partai politik. Misalnya,
pendapat SBY sebagai presiden dan
Hubungan antara organisasi
politik dan negara dalam negara-
negara yang menggunakan sistem
demokrasi terdapat hal-hal yang
“renggang”, sebab dalam negara
tersebut terdapat banyak
organisasi politik (lebih dari
satu), sehingga aktivitas
administrasi negara banyak
bergantung pada “organisasi
politik”.
Adapun dalam fungsi mengatur
hubungan negara dengan negara,
walaupun sudah diatur oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa,
setiap negara mempunyai
kebebasan untuk mengatur
hubungan sendiri dengan
negaranegara lainnya atau
memutuskan hubungan sesuai
dengan kepentingan negara
masing-masing.
Falsafah negara akan memengaruhi
hubungan antarnegara. Terhadap
negara-negara yang mempunyai
falsafah negara yang berbeda,
hubungannya sekadar untuk
mewujudkan hubungan yang biasa
berlaku dalam masyarakat bangsa-
bangsa.
Akan tetapi, untuk membangun
hubungan dengan negara yang
memiliki paham berbeda dibutuhkan
kajian lebih mendalam, misalnya
harus memahami kebijakan-
kebijakan negara yang berbeda,
seperti pada ranah politik Indonesia
pernah melahirkan kebijakan Super
Semar (Surat Perintah Sebelas
Maret), yang kebijakan tersebut
tidak dimiliki oleh negara-negara
lainnya.
Di Amerika Serikat, pembuat public
policy (kebijakan publik) adalah
kongres yang terdiri atas senat dan
DPR (House of representatives). Di
Inggris, pembuat kebijakan publik
adalah Parlemen yang terdiri atas
House of Lords dan House of
Commons. House of Lords merupakan
wakil-wakil para pangeran yang
jumlah seluruhnya 11.000 orang,
sedangkan yang aktif hanya berkisar
300 orang.
House of Commons adalah wakil-
wakil rakyat yang dipilih melalui
pemilu dengan sistem distrik.
Masing-masing Badan Perwakilan
Politik terdiri atas dua kamar.
Senat merupakan wakil-wakil
negara bagian yang jumlahnya
masing-masing dua orang bagi
setiap negara bagian untuk
jangka waktu dua tahun.
Adapun anggota-anggota House
of Lords tidak terbatas waktunya
sehingga public policy yang
dibuat oleh Parlemen Inggris
tidak akan banyak mengalami
perubahan walaupun anggota
House of Commons berubah.
Akan tetapi, setiap public policy
yang dibuat memerlukan
persetujuan dari anggota House
of Lords.
Berbeda dengan Saudi Arabia yang
tidak memiliki Badan Perwakilan
Politik, pada negara ini, tidak ada
partai politik dan tidak ada
pemilihan umum. Public policy
dibuat oleh raja bersama para
menterinya yang dinasihati oleh
alim ulama, karena public policy
yang menyangkut politik,
ekonomi, sosial, dan budaya,
secara garis besar telah diatur Al-
Quran dan As-Sunnah.
Sistem pemerintahan yang berlaku
di Saudi Arabia sebenarnya tidak
mutlak sebagai sistem yang sesuai
dengan Al-Quran dan As-Sunnah,
karena dengan sistem kerajaan,
peluang masyarakat sangat tertutup
untuk meraih kekuasaan tertinggi.
Bahkan, sistem kerajaan dipandang
sebagai sistem yang tidak
demokratis. Akan tetapi, Saudi
Arabia tetap mempertahankannya.
Adapun kebijakan publik di Prancis dibuat
oleh Parlemen, di Jepang dibuat oleh
Dewan Negara, dan di Indonesia dibuat
oleh MPR, DPR bersama-sama dengan
Presiden. Presiden selaku administrator
negara dan kepala pemerintahan menurut
UUD 1945 ikut serta membuat undang-
undang. Kebijakan publik di Indonesia
dan di Amerika Serikat dibuat dan
dibahas secara demokratis. Dengan
demikian, dalam proses pembuatannya
memiliki persamaan, hanya tahapan-
tahapannya berbeda.
Pendekatan sistem dalam
administrasi negara melihat
seluruh komponen administrasi
sebagai totalitas yang
berhubungan satu sama lain dan
saling memengaruhi, sehingga
apabila salah satu komponen
terganggu, komponen lainnya akan
terganggu pula.
Di Indonesia, misalnya Dewan Perwakilan
Rakyat berhubungan erat dengan
presiden, presiden berhubungan erat
dengan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, MPR berhubungan dengan Dewan
Perwakilan Daerah, demikian seterusnya.
Lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif merupakan satu kesatuan yang
utuh bagaikan satu bangunan yang
berdiri kukuh dan saling menguatkan.
Apabila lembaga yudikatif menyimpang
dari amanat rakyat, negara akan hancur
karena dipenuhi oleh para koruptor.
Demikian pula, apabila legislatif tidak
peduli dengan aspirasi rakyat, negara
ini seperti tidak mempunyai telinga
yang mampu mendengar. Apabila
lembaga eksekutifnya menyalahgunakan
kekuasaan dan kewenangannya,
masyarakat jugalah yang menjadi
korbannya.
Lembaga eksekutif akan
mengalami hambatan apabila
lembaga legislatif dalam
kerangka membuat UU yang
akan menjadi pedoman
pelaksanaan badan eksekutif
kurang lancar, disebabkan dalam
badan perwakilan politik tidak
terdapat mayoritas suara untuk
suatu keputusan.
Badan eksekutif kurang lancar
disebabkan badan yudikatif
sebagai badan pengawas yudisial
yang berfungsi untuk mengawasi
pemerintah supaya pemerintahan
berjalan sesuai dengan konstitusi
dan tidak melanggar hak-hak asasi
manusia tidak berjalan efektif. Di
sini, terlihat bahwa antara ketiga
badan itu saling memengaruhi.
Pada masyarakat paternalistik,
feodalistik, dan otokratis akan
sulit melahirkan suatu sistem
administrasi negara yang
demokratis karena sistem sosial
yang demikian akan menjadi
kekuatan pendukung bagi sistem
administrasi negara yang
diktatoris.
.

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai