Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN PERTUSIS

KELOMPOK 5 - KELAS 3B S1 KEPERAWATAN

1. Nidya Cahyani Putri (202001049)


2. Kend Ramadio Rimba (202001050)
3. Della Carisa (202001052)
4. Dinda Nurmayasari (202001053)
5. Avita Asmanda (202001073)
6. Rindah Wulandari (202001074)
7. Tsania Haifatus (202001080)
PERTUSIS
Batuk Rejan (Pertusis) merupakan infeksi
bakteri yang di sebabkab bordetela pertusis
(Meadow,2005). Penyakit ini berbahaya bagi bayi
yang masih sangat kecil dan sangat menganggu pada
semua usia. Bayi yang menderita pertusis batuknya
tidak berbunyi keras, namun batuk
terajadi poraksismal dan berhubungan dengan
muntah. Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan
akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk
intensif, nama lain tussi quinta, wooping cough,
batuk rejan (Andareto Obi, 2015).
ETIOLOGI
Penyebab pertusis adalah Bordetella
pertusis atau Hemopilus pertusis. Bordetella
pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-
1 um dengan diameter 0,2-0,3 um, ovoid
kokobasil, tidak bergerak, gram negative, tidak
berspora, berkapsul dapat dimatikan pada
pemanasan 50 derajat C dengan melakukan swab
pada daerah nasofaring penderita pertusis yang
kemudian ditanam pada media agar Bordet-
Gengou (Andareto Obi, 2015).

Pertusis menghasilkan toksin dan


substansi yang mengiritasi permukaan sel,
menyebabkan batuk dan limfositosis yang nyata.
Kemudian, mungkin terjadi nekrosis bagian
epitelium dan infiltrasi polimorfonuklear dengan
inflamasi peribronkhial dan pneumonia interstitial.
MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau
lebih dan terbagi dalam 3 stadium (Andareto Obi, 2015)

Stadium kataralis Stadium konvalesensi


Stadium ini berlangsung 1 – 2
minggu ditandai dengan adanya
1 3 Berlangsung selama 2 minggu
sampai sembuh. Jumlah dan beratnya
batuk-batuk ringan, terutama pada serangan batuk berkurang, muntah
malam hari, pilek, serak, anoreksia, berkurang, dan nafsu makan timbul
dan demam ringan. kembali.

Stadium spasmodium
Berlangsung selama 2 – 4 minggu,
batuk semakin berat sehingga
2
pasien gelisah dengan muka
merah dan sianotik.
PATOFISIOLOGI
Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri Bordetella pertusis. Perubahan
inflamasi dipandang sebagai organisme proliferasi di mukosa sepanjang saluran pernafasan,
terutama di dalam bronkus dan bronkiolus, mukosa yang padat dan disusupi dengan
neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket dan leukosit di lumina bronkial. gumpalan basil
terlihat dalam silia epitel trakea dan bronkial, di bawahnya yang ada nekrosis dari apithelium
basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di saluran pernapasan.(Wong, 2004).

Bordetella pertusis ditularkan melalui sekresi udara pernapasan yang kemudian melekat
pada silia epitel saluran pernapasan. Basil biasanya bersarang pada silia epitel thorak
mukosa, menimbulkan eksudasi yang muko purulen, lesi berupa nekrosis bagian basal
dan tengah epitel torak, disertai infiltrate netrofil dan makrofag. Mekanisme patogenesis
infeksi Bordetella pertusis yaitu perlengketan, perlawanan, pengerusakan local dan diakhiri
dengan penyakit sistemik. Perlengkatan dipengaruhi oleh FHA (Filamentous Hemoglutinin),
LPF (Lymphositosis Promoting Factor), proten 69 kd yang berperan dalam perlengketan
Bordetella pertusis pada silia yang menyebabkan B. Pertusis dapat menimbulkan whooping
cough. Sedang perusakan lokal terjadi karena toksin menyebabkan peradangan ringan
disertai hyperplasia jaringan limfoid peribrokial sehingga meningkatkan jumlah mucus pada
permukaan silia yang berakibat fungsi silia sebagai pembersih akan terganggu akibatnya
akan mudah terjadi infeksi sekunder oleh sterptococcus pneumonia, H influenzae,
staphylococos aureus (Andareto Obi, 2015).
PATHWAY
KOMPLIKASI
ALAT PERNAFASAN

A Bronchitis, atelektasis yang disebabkan sumbatan


mucus, emfissema, bronkiektasis dan bronkopneumonia
yang disebabkan infeksi sekunder, misalnya karena
SALURAN PENCERNAAN streptokokkus hemolitik,pneumukokkus, stafilokokkus,

B
dll..
Muntah-muntah yang berat dapat
menimbulkan emasiasi, prolaps rectum atau
hernia, ulkus pada ujung lidah dan stomatitis.
SISTEM SARAF PUSAT

C Kejang dapat timbul karena gangguan


keseimbangan elektrolit akibat
muntah-muntah. Kejang berat bisa
terjadi karena penyebab anoksia.
Kadang-kadang terdapat kongesti dan
edema otak, serta dapat pula terjadi
perdarahan otak.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan menurut Suryanah, 1999 yaitu:
 Anak sebaiknya diisolasi dengan cara cukup istirahat, kurangi kontak dengan teman sebayanya, alat
makan dan minum dipisahkan, tidak dipakai oleh orang lain, setelah dicuci kemudian direbus/disiram
dengan air panas.
 Membebaskan jalan napas dengan cara meletakkan anak dalam posisi yang nyaman, longgarkan
pakaian bayi/anak, bersihkan saluran pernapasan dari lendir, ajarkan anak untuk membatkkan
batukan lendirnya dengan cara anak menarik napas panjang kemudian batukan sambil mengeluarkan
dahak/spuktum. Sediakan tempat sputum yang diberi disinfektan dan tertutup, guna mencegah penularan.
 Hindarkan dari hal-hal yang merangsang sehingga menimbulkan batuk dengan cara memandikan anak
dengan air yang hangat, makanan diberikan dalam keadaan hangat, jumlah sekit dan diberikan dengan
frekuensi sering. Hindarkan kena udara dingin, tidak tidur ditempat yang langsung kena angin.
Memberikan lingkungan yang tenang
 Awasi adanya tanda-tanda komplikasi. Bila keadaan semakin parah rujuk ke rumah sakit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, tempat
tanggal lahir, usia, jenis kelamin,
agama, pendidikan, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, dan
diagnosa medis. penderita penyakit ini
terbanyak berusia 1-5 tahun dan lebih
banyak laki-laki daripada perempuan
seiring bertambahnya usia seorang
anak maka risiko bronkopneumonia
akan semakin menurun.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
b. Riwayat Kesehatan
• Keluhan utama
Saat dikaji biasanya anak penderita pertusis akan mengeluh batuk-
batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam
ringan. Stadium ini menyerupai influenza. Menyerupai gejala ispa: rinore
dengan lender cair, jernih, terdapat injeksi konjungtiva, lakrimasi, batuk
ringan iritatif kering dan intermiten, panas tidak begitu tinggi, dan droplet
sangat infeksius.
• Riwayat penyakit sekarang
Penyakit pertusis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat sehingga
pasien gelisah dengan muka merah, terutama pada malam hari, pilek,
serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai influenza
• Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya anak penderita pertusis sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya pertusis .
• Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya penyakit pertusis dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat dalam
keluarganya seperti keluarganya atau salah satu anggota yang dapat
menulari.
c. Pengkajian Pola Gordon
• Persepsi terhadap Kesehatan
Data yang muncul, orang tua belum menganggap batuk
anaknya adalah penyakit yang serius, biasanya orang tua akan
berpersepsi jika anaknya benar benar sakit apabila sudah sesak
napas. Batuk- batuk kuat yang berulang diikuti bunyi melengking
berhari – hari.
• Pola istirahat tidur
Anak dengan pertusis biasanya sulit tidur karena terus- terusan
batuk,pilek dan panas.
• Pola nutrisi – metabolic
Biasanya anak mendapatkan ASI dari ibunya, dan ada
tambahan susu formula karena ASI ibunya kurang.
• Pola eleminasi
Anak sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
c. Pengkajian Pola Gordon
• Pola koping
Anak akan sering menangis, jika sudah remaja maka akan
lebih sering tersinggung
• Pola seksual
Pada anak kecil, masih sulit terkaji, pada anak yang sudah
megalami pubertas maka ia akan mengalami gangguan menstruasi
pada wanita tetapi bersifat sementara.
• Pola peran – hubungan
Anak tampak malas jika diajak berinteraksi
• Pola nilai dan kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin akan meningkat seiring dengan
kebutuhan untuk mendapat kesembuhan.
Pemeriksaan Fisik
1. Status penampilan kesehatan : lemah, sesak napas,
anoreksia, demam ringan
2. Tingkat kesadaran kesehatan : normal, letargis,
strupor, koma, apatis
3. TTV :Suhu, frekuensi nadi,
tekanan darah, frekuensi pernafasan.
4. Inspeksi :Bentuk thorax, frekuensi napas, irama
dan kedalamannya, gerakan dada.
5. Palpasi :Adanya nyeri tekan, massa, vocal
premitus.
6. Auskultasi :Suara pernafasan yang meningkat
intensitasnya, adanya bunyi sonor..
7. Perkusi :Pekak terjadi bila terisi cairan pada
paru.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan patofisiologis
(proses penyakit)
B. Nyeri berhubungan dengan patofisiologis (poroses penyakit)

C. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


situasional(personal)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
INTERVENSI Intervensi Rasional
No
Hasil
Pola napas Setelah di lakukan Observasi - Untuk mengetahui
1.
tidak Intervensi selama frekuensi
- Monitor pada nafas (frekuensi,
efektif 3x 24 jam di kedalaman napas
kedalaman usaha napas)
harapkan Pola px
- Monitor bunyi nafas tambahan
Nafas Membaik - Untuk mengetahui
dengan Kriteria bunyi napas
Hasil tambahan pada px
(wengi,rongki,wezi
1.Dipsnea menurun g)
2.Pengunaan otot
bantu napas
Teraputik - Membantu asupan
menurun
oksigen pada tubuh
3.Peminjaman - Posisikan semi fowler

napas ekspirasi - Lakukan fisioterapi dada jika


- Untuk
menurun perlu
melonggarkan alan
4.Pernafasan - Berikan oksigen jika perlu
napas paa px
Cuping hidung
menurun
- Membantu asupan
5.Frekuensi napas
oksigen
membaik
Edukasi
- Untuk
- Ajarkan batuk efektif
memaksimalkan
keluarnya seputung

- Untuk
Kolaborasi
mengencerkan
- Pemberian dahak px
bronkodilator,ekspektoran,muko
litik,jika perlu.
Nyeri Setelah dilakukan
INTERVENSI
Observasi - Untuk mengetahui
2.
intervensi selama - Identifikasi tingkat nyeri
3x24 jam lokasi,karakteristik,durasi,frekue - Untuk mengetahui
diharapkan tingkat nsi,kualitas,intensitas nyeri penyebab nyeri
nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri - Untuk mengetahui
dengan kriteria - Identifikasi factor yang pengobatan
hasil : memperberat dan memperingan lanjutan
1.Gelisah menurun nyeri
2.Kesulitan tidur - Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetic
3.Mual menurun
4.Pola nafas Teraupetik
- Untuk mengurangi
membaik
- Berikan Teknik non rasa nyeri
5.Nafsu makan
farmakologik untuk mengurangi - Memperbaiki
membaik
rasa nyeri kualitas tidur px
- Fasilitas
1.istirahat tidur

Edukasi
- Untuk mengurangi
- Anjurkan menggunakan rasa nyeri
analgetic secara tepat
- Ajarkan Teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetic,jika perlu
INTERVENSI
Perubahan Setelah di lakukan - Untuk mengetahui
3. Observasi
nutrisi intervensi selama tingkat nutrisi px
- Identifikasi status nutrisi
kurang 3x24 jam di - Untuk memenuhi
- Identifikasi kebutuhan kalori
dari harapkan status kebutuhan nutrisi
dan jenis nutrient
kebutuhan nutrisi membaik
- Monitor asupan makanan
dengan kriteria
hasil :
Terapeutik - Untuk menambah
1.Indeks masa
nafsu makan
tubuh (imt) - Sajikan makanan secara menarik

membaik dan suhu yang sesuai

2.Frekuensi makan - Berikan makanan tinggi kalori

membaik dan tinggi protein

3.Nafsu makan - Berikan suplemen mkanan, jika

membaik perlu

4.Membran mukosa
membaik Edukasi - Agar tidak mual

- Anjurkan posisi duduk, jka


mampu

Kolaborasi - Untuk memenuhi


kebutuhan nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
px
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai