Anda di halaman 1dari 10

Aksiologi

Nilai kegunaan ilmu

Kelompok 4
Aksilogi (kegunaan ilmu)
A. ILMU DAN MORAL
Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran,
sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan
kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihasi oleh semangat para
martir yang rela mengorbankan nyawanya demi untuk mempertahankan apa yang
dianggap benar. Peradaban telah menyaksikan Sokrates dipaksa meminum racunan John
Huss dibakar. sejarah tidak berhenti disini : kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi
untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan sekali dalam
melakukan prostitusi intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia
mencapai harkatnya seperti sekarang ini berganti drengan proses rasionalisasi yang
bersifat mendustakan kebenaran. ”Segalanya punya moral”, kata Alice dalam
petualangannya di negeri ajaib, ”asalkan kau mampu menemukannya.” (Adakah yang
lebih kemerlap dalam gelap; keberanian yang esensial dalam avoktur intelektual.
B. TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN
○ Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja
karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara
langsung dengan di masyarakat yang yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia.

○ Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten
dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa
ilmu itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netraldan para ilmuanlah yang
memberikannya nilai.
C. NUKLIR DAN PILIHAN MORAL
● Seorang ilmuan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan
untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannnya itu adalah bangsanya
sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa ilmuan telah bangkit dan bersikap terhadap politik
pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan.
Ternyata bahwa dalam soal-soal menyangkut kemanusiaan para ilmuan tidak pernah
bersifat netral. Mereka tegak dan bersuara sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka.
Suara mereka bersifat universal dalam mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan,
agama dan rintangan-rintangan lainnya yang bersifat sosial. Seorang ilmuan tidak boleh
berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral
memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang
terjadi pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah
negaranya. Seorang ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun
juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi
dari penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika
hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh
preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta
pengujian
D. REVOLUSI GENETIKA
● Revolusi Genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab
sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu
sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tiada ada penelaahan ilmiah yang
berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun penelaahan-
penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak
membidik langsung manusia sebagai objek penelaahan mengenai jantung manusia,
maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan
dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain, uapaya kita diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui segenap
pengetahuan yang berkaitan dengan jantung, dan diatas pengetahuan itu dikembangkan
teknologi yang berupa alat yang dapat memberi kemudahan bagi kita untuk
menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian genetika maka
masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam
upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan
manusia itu sendiri sekarang menjadi obyek penelahan yang akan menghasilkan bukan
lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah
manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan yang dilakukan diatas secara moral
dapat dibenarkan.
ILMU DAN KEBUDAYAAN
A. MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan didefenisikan untuk pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871,
lebih dari seratus tahun yang lalu, dalam bukunya primitive Culture dimana
kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan kebiasaan lainnya yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali.
Mendorong Adanya kebuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk
melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan
manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binantang
bukan hanya dalam banyaknya kebutuhan namun juga dalam memenuhi
kebutuhan tersebut’ kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang memberikan garis
pemisah antara manusia dengan binatang.
B. ILMU DAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL
● Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari
kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup
dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan
kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang
diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pegembangan kebudayaan nasional
merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun
dinyatakan secara eksplisit atau tidak.
● Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling
mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suat masayarakat
tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain, pengembangan
ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terapdu secara intim dengan
keselurhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan, kata Talcot Parsons, mereka
saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masayarakat ilmu dapat
berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat teresbut tidak
dapat berfungsi dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu
dan penerapan.
C. DUA POLA KEBUDAYAAN
● Bahwasanya secara sosiologi maka terdapat kelompok yang memberi nafas baru kepada ilmu-
ilmu sosial. Mereka mengembangkan apa yang dinamakan ilmu-ilmu perilaku manusia
(behavioral sciences) yang bertumpu kepada ilmu-ilmu sosial dimana perbedaan yang utama
antara keduanya hanya terletak dalam keinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang manusia
menjadi sesuatu yang lebih dapat diandalkan dan kuantitatif. Adanya dua kebudayaan yang
tebagi kedalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia.
Hal ini dicerminkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem
pendidikan kita. Sekiranya kita menginginkan kemajuan dalam bidang keilmuan yang
mencakup baik ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka dualisme kebudayaan ini harus
dibongkar. Pembangkitan jursan berdasarkan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya harus dihilangkan.
Adanya pembagian jurusan ini merpakan hambatan psikologis dan intelektual bagi
pengembangan keilmuan di negara kita. Sudah merupakan rahasia umum bahwa jurusan Pasti-
Alam dianggap lebih mempunyai prestise dibandingkan dengan jurusan Sosial-Budaya. Hal ini
menyebabkan kepada mereka yang mempunyai minta dan bakat baik dibidang ilmu-ilmu sosial
akan terbujuk memilih ilmu-ilmu alam karena alasan-alasan sosial-psikologis. Dipihak lain
merupaka yang sudah terkontrak dalam jurusan Sosial-Budaya dalam proses pendidikannya
kurang mendapatkan bimbingan yang cukup dalam pengetahuan matematikanya untuk menjadi
ilmuwan kelas satu yang sungguh-sungguh mampu.
ILMU DAN BAHASA
A. TENTANG TERMINOLOGI : ILMU, ILMU PENGETAHUAN DAN SAINS
Dua Jenis Ketahuan Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiaannya seperti perasaan,
pikiran, pengalaman, pancaindra, dan intuisi mampu menangkap alam kehidupannya dan
mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk ”ketahuan”
umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Terminologi ketahuan ini adalah
terminologi artifisal yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan
sebagai kseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu.
Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk
yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni bediri, cara menyulam dan biologi itu sendiri. Jadi
biologi termasuk kedalam ketahua (knowledge) seperti juga ekonomi, matematika dan seni.
Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota kelompok ketahuan (knowledge) ini terdapat
tiga kriteria yakni :
● Objek Ontologis : Adalah objek yang ditelaah yang membuahkan ketahuan.
● Landasa Epistemologi : Cara yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge) tersebut ;
atau dengan perkataan lain, bagaimana caranya mendapatkan ketahuan (knowledge) ini.
● Landasan Aksiologis : Untuk apa ketahuan itu digunakan (nilai)
B. POLITIK BAHASA NASIONAL
● Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama yaitu pertama sebagai sarana komunikasi
antarmanusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang
mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi
komunikatif dang fungsi yang kedua sebagai fungsi yang kohesif atau integratif. Pengembangan
sebuah bahasa haruslah memperhatikan kedua fungsi ini agari terjadi keseimbangan yang saling
menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakan bahasa harus terus
tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia telah memilih basaha Indonesia sebagai bahasa
nasional. Alasan yang paling utama pada waktu utama lebih ditekankan pada fungsi kohesif Bahasa
Indonsia sebagai sarana untuk mengintegrasikan berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia.
Tentu saja terdapat evaluasi yang berkonotasi dengan kemampuan bahasa Indonesia sebaga fungsi
komunikatif yakni fakta bahwa Bahasa Indonesia merupakan lingua franca dari sebagian besar
penduduk, namun kalau dikaji lebih mendalam, maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif itulah
kriteria yang menentukan. Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaska dari sektor-sektor
lain yang juga tumbuh berkembang. Sekiranya bahasa berkembang terisolasikan dari perkembangan
sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat tidak berfungsi dan bahkan kontra produktif
(counter-productive).

Anda mungkin juga menyukai