Anda di halaman 1dari 36

CHICHO

www.chicho.com

Medikolegal trauma &


Asfiksia
Siswo P Santoso
AKIBAT TRAUMA
Kelainan akibat trauma dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:
1. Aspek medik.
2. Aspek yuridis.
ASPEK MEDIK
 Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dan Galileo Galilei,
setiap benda akan tetap bentuk dan ukurannya sampai ada
kekuatan luar yang mampu merubahnya.
ASPEK MEDIK
Kosekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik/ organik.
 Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa:
 Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
 Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
ASPEK MEDIK
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
 Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian
tubuh yang terkena trauma.
 Contoh dari ganggi fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau
terganggunya fungsi organ-organ dalam.
ASPEK MEDIK
3. Infeksi.
 Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan
barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak
maka kuman akan masuk lewat kerusakan tsb. Bahkan kuman
dapat masuk lewat daerah memar atau bukan irritasi akibat benda
yang terkontaminasi oleh kuman, Jenis kuman dapat berupa
streptococcus, staphylocoa Escheria coli, Proteus vulgaris,
Clostridium tetani serta man yang menyebabkan gas gangrene.
ASPEK MEDIK
4. Penyakit.
 Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor teljz nya
penyakit jantung walaupun hubungan kausalnya s diterangkan dan
masih dalam kontroversi.
ASPEK MEDIK
5. Kelainan psikik.
 Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, mungkinan
dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental
yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational
neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer
(schizophrenia), manic depressive atau psikosis.
 kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental
yang abnormal merupakan faktor utama timbunya gangguan mental
tersebut; meliputi jenis derajat serta lamanya gangguan.
 Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu
dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang
mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas
jaringan atau organ yang terkena trauma.
ASPEK MEDIK
Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan
jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma didasarkan
atas:
 Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
 Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
 Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan
seseorang.
 Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau
fungsinya dapat mempengaruhi emosi organ genital, payudara,
mata, tangan atau wajah).
 Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
 Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
 Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang
menimpanya.
ASPEK YURIDIS
 Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik
disertai atau tidak disertai diskontinuitas permukaan kulit) akibat
trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang
dapat disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat
intensional (sengaja), recklessness (ceroboh) atau negligence
(kurang hati-hati).
berat ringan hukuman
Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringan­nya luka
didasarkan atas pengaruhnya terhadap:
 Kesehatan jasmani.
 Kesehatan rohani.
 Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.
 Estetika jasmani.
 Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian.
 Fungsi alat indera.
Luka ringan.
 Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencariannya.
Luka sedang.
 Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau pencariannya
untuk sementara waktu.
Luka berat.
Luka berat adalah luka yang sebagaimana diuraikan dalam pasal 90
KUHP, yang terdiri atas:
 Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
dengan sempurna.
 Pengertian tidak akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan
pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang
menyebabkan kornea robek.
 Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.
 Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut.
 Dapat mendatangkan bahaya maut pengertiannya memiliki potensi
untuk menimbulkan kematian, tetapi sudah diobati dapat sembuh.
 Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencariannya.
 Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa dari sudut
hukum dapat dikatagorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma
pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah seorang peragawati
dapat dikatagorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat
lagi menjalankan pekerjaan tersebut selamanya.
 Kehilangan salah satu dari panca indera.
 Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau kehilangan
pendengaran satu telinga, tidak dapat digo­Iongkan kehilangan
indera. Meskipun demikian tetap digolongan sebagai luka berat
berdasarkan butir (a) di atas.
 Cacat besar atau kudung.
 Lumpuh.
 Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya
pikir tidak harus berupa kehilangan ke­sadaran tetapi dapat juga
berupa amnesia, disorientasi, anxietas, deprsesi atau gangguan
jiwa lainnya.
 Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang
dimaksud dengan keguguran ialah keluarnya janin sebelum masa
waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses yang sebagaimana
umumnya terjadi seorang wa­nita ketika melahirkan. Sedang
kematian janin mengandung pengertian bahwa janin tidak lagi
menunjukkan tanda-tanda hidup. Tidak dipersoalkan bayi keluar
atau tidak dari perut ibunya.
KONTEK PERISTIWA PENYEBAB LUKA

Latar belakang terjadinya luka dapat disebabkan oleh peristiwa


pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.
1. Pembunuhan.
Ciri-ciri lukanya adalah:
 Lokasi luka di sembarang tempat, yaitu di daerah yang me­matikan
maupun yang tidak mematikan.
 Lokasi tersebut di daerah yang dapat dijangkau maupun yang tidak
dapat dijangkau oleh tangan korban.
 Pakaian yang menutupi daerah luka ikut robek terkena senjata.
 Dapat ditemukan luka tangldsan (defensive wounds), yaitu
pada korban yang sadar ketika mengalami serangan. Luka
tangkisan tersebut terjadi akibat reflek menahan serangar sehingga
letak luka tangkisan biasanya pada lengan bawat bagian luar.
KONTEK PERISTIWA PENYEBAB LUKA

2. Bunuh diri.
Ciri-ciri lukanya adalah:
 Lokasi luka pada daerah yang dapat mematikan secara ce• pat.
 Lokasi tersebut dapat dijangkau oleh tangan yang bersang­kutan.
 Pakaian yang menutupi luka tidak ikut robek oleh senjata.
 Ditemukan luka-luka percobaan (tentative wounds).
 Luka percobaan tersebut terjadi karena yang bersangkutar masih
ragu-ragu atau karena sedang memilih letak senjata yang pas
sambil mengumpulkan keberaniannya, sehingga ciri­-ciri luka
percobaan adalah:
 Jumlahnya lebih dari satu.
 Lokasinya di sekitar luka yang mematikan.
 Kualitas lukanya dangkal.
 Tidak mematikan.
KONTEK PERISTIWA PENYEBAB LUKA

3. Kecelakaan
 Jika ciri-ciri luka yang ditemukan tidak menggambarkan
pembunuhan atau bunuh diri maka kemungkinannya adalah akibat
kecelakaan.
 Untuk lebih memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan di tempat
kejadian.
ASFIKSIA (KEKURANGAN OKSIGEN)

Pengertian :
 Asfiksia adalah kumpulan dari pelbagai keadaan dimana terjadi
gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal.

 Gangguan tersebut disebabkan adanya obstruksi saluran nafas dan


terhentinya sirkulasi.yang mengakibatkan oksigen darah berkurang
(hipoksioa) dengan peningkatan CO2 (hiperkapnia)., sehingga
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik)
 Asfiksia akibat obstruksi saluran nafas disebut asfiksia mekanik.
Jenis asfiksia ini paling banyak pada kasus tindak pidana.
Etiologi asfiksia :
1. Sebab wajar : Penyebab alamiah
 Penyakit sumbatan saluran nafas (Misal laringitis difteri)
 Asma bronkhiale
 Reaksi anafilatik
 Pneumotoraks
 Tumor laring
Etiologi asfiksia :
2. Sebab tidak wajar :
 Trauma mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak.
 Keracunan
 Bahan/zat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan (Misal narkotika,
barbiturat.)
 Trauma mekanik : udara dipaksa dengan kekerasan terhambat masuk ke
jalan nafas
o Strangulasi :
o Gantung (hanging)
o Pencekikanmanual strangulation)
o Jeratan (strangulation by ligature)
o Sufokasi (suffocation) :
o Pembekapan (smothering)
o Kesedak (Choking & gagging)
o Tenggelam, (drowning)
o Inhalasi gas lemas (inhalation of suffocation gasses)
o Asfiksia traumatik (external pressure on the chest)
HIPOKSIA
Hipoksia adalah keadaan sel gagal melangsungkan metabolisme
secara efisien

Hipoksia :
1. Hipoksik-hipoksia
 Oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah (O2 tidak
dapat mencapai ery sistim respirasi paru-paru)
Misal :
 Asfiksia
 Ruang dengan konsentrasi oksigen terbatas
 Ketinggian dengan konsentrai oksigen yang rendah
HIPOKSIA
2. Anemik hipoksia
 Darah tidak dapat membawa oksigen cukup untuk metabolisme
dalam jaringan (sel-sel tubuh)
Misal :
 Keadaan Oksigen tidak dapat diikat dengan baik oleh Hb
(keracunan CO)
 Konsentrasi Hb yang turun

3. Stagnan hipoksia
 Suatu keadaan terjadi kegagalan sirkulasi (jaringan tubuh
mengalami kekurangan oksigen)
HIPOKSIA
4. Histotoksik/Tissue hipoksia
 Oksigen terdapat dalam darah, tidak dapat digunakan oleh jaringan

Histotoksik hipoksia :
a. Histotosik hipoksia ekstra seluler
 Enzym pernafasan Cytochrom oxydase jaringan keracunan
 Misal : Keracunan Sianida (HCN), CO

b. Histotoksik hipoksia peri seluler (inter/intra seluler)


 Oksigen tidak dapat masuk sel karena permeabilitas membran sel
turun.
 Misal : Keracunan khloroform, eter (zat bersifat larut dalam lemak)
HIPOKSIA
c. Substrate histotoksik hypoxia
 Bahan makanan (substrat) tertentu untuk metabolisme yang efisien
tidak mencukupi
 Misal : Hipoglikemia

d. Metabolite histotoxic hypoxia


 Hasil akhir pernafasan seluler (end product) tidak dapat dieliminir,
sehinga metabolisme berikutnya tidak dapat berlangsung karena
gangguan metabolisme sel memakai Oksigen.
 Misal : Uremia, keracunan CO2
SUFOKASI
 PEMBEKAPAN (SMOTHERING)
 KESEDAK (CHOKING & GAGGING)

PEMBEKAPAN :
 Penutupan lubang eksternal jalan nafas (hidung dan mulut) secara
mekanik menghambat udara masuk ke paru-paru, baik oleh bahan
padat atau bahan berbutir halus seperti pasir, salju. lumpur dll

GAGGING DAN CHOKING


 Sumbatan jalan nafas oleh benda padat sehinga udara tidak dapat
masuk ke paru
 Pada gagging sumbatan di orofaring
 Pada choking sumbatan di laringofaring
SUFOKASI
Medikolegal :
 Apakah disebabkan sufokasi ?
 Bisa tidak ditemukan tanda asfiksia, bintik perdarahan belum tentu
akibat sufokasi, mungkin penyakit, misal : penyakit jantung
 Tanda asfiksia ringan bisa pada epilepsi, keracunan striknin, tetanus
PENCEKIKAN (THROTTLING)
 Penekanan leher dengan tangan atau lengan menyebabkan
dinding saluran nafas atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran
nafas sehingga udara tidak dapat masuk

Mediko legal :
 Apakah pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri ?
 Pencekikan hampir selalu pembunuhan
 Kecelakaan jarang terjadi
 Bisa ada tanda kekerasan seksual
GANTUNG :
 Strangulasi karena tekanan pada leher disebabkan jerat yang
menyempit (menjadi erat) akibat berat beban korban
 Keadaan ini menyebabkan pallatum molle & uvula terdorong keatas
menekan epiglottis. Pangkal lidah didorong keatas belakang arah
posterior pharynx.
Medikolegal :
 Apakah kematian disebabkan penggantungan ?:
o Perhatikan jejas jerat
o liur mengalir dari bibir
o tanda asfiksia post mortem
 Apakah gantung kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan ?
o Bukti di sekitar tempat kejadian
o Cara penggantungan
o Tanda jejas jeratan
o Tanda kekerasan atau perlawanan
o Usia, bukan hal pokok
PENJERATAN
 Tekanan pada leher akibat jerat dengan kekuatan bukan berat
tubuh korban tetapi oleh kekuatan lain

Medikolegal :
 Apakah kematian akibat penjeratan ?
o Bentuk dan ciri-ciri jejas jeratan
o Tanda-tanda asfiksia
o Besar dampak jaringan bawah jerat
 Apakah penjeratan bunuh diri, kecelakaan atau pembunuhan ?
o Barang bukti di sekitar tempat kejadian
TENGGELAM
Pengertian :
 Tenggelam adalah terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke
dalam cairan. Kematian tenggelam adalah salah satu bentuk
kematian asfiksia (mati lemas) disebabkan masuknya cairan ke
dalam saluran pernafasan.
 Mekanisme kematian pada tenggelam umumnya adalah asfiksia.

mediko-legal
 Apakah kematian adalah akibat tenggelam?
 Untuk menjawab pertanyaan itu, yang sering diajukan dalam
persidangan, yang memeriksa korban harus memperhatikan hal-hal
berikut ini:
 Ditemukannya cairan berbusa halus pada rongga mulut dan lubang
hidung.
 Ditemukannya benda-benda seperti pasir, lumpur, atau rumput-
rumput yg berada dalam genggaman tangan korban.
TENGGELAM
 Ditemukannya cairan berbusa halus yang bercampur darah pada
saluran pernafasan.
 Paru-paru penuh dengan cairan yang mengandung darah dan
mengeluarkan busa halus jika dibuat sayatan melintang.
 Dalam lambung, usus halus dan rongga telinga tengah ditemukan
air yang bercampur dengan benda asing berupa rumput-rumput dan
pasir.
 pada pemeriksaan sel jaringan otak, hati, dll, ditemukan diatome.
TENGGELAM
 Diatome
 Diatome merupakan sejenis ganggang yang hanya terlihat secara
mikroskopik dan mengandung partikel silikon. Bentuknya bisa bulat,
lonjong, segitiga atau segi-empat. Ber­samaan dengan air yang
masuk kedalam paru-paru, diatome kemudian menembus paru-paru
lalu masuk kedalam saluran limfe. Melalui peredaran saluran limfe
ini diatome disampaikan ke jantung lalu menyebar ke beberapa
jaringan tubuh.
 jaringan yang akan diperiksa untuk mencari diatome direndam
dalam cairan asam, lala dilakukan sentrifugasi dan sedimentasi,
kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
CHICHO
www.chicho.com

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai