Anda di halaman 1dari 8

Oleh:

SUHERMANTO, S.H, M.H


 Teori Perseorangan (individualistic):
 Diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad 17), Jean Jacques Rousseau (abad
18), Herbert Spenser (abad 19) dan H.J.Laski (abad 20)
 Negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara
seluruh orang dalam masyarakat (contract social).
 Susunan negara yang berpaham individualisme terdapat di Eropa Barat dan Amerika
 Teori Golongan (Class Theory):
 Diajarkan oleh Mark, Engel dan Lenin
 Negara dianggap sebagai alat dari sesuatu golongan (klasse) untuk menindas klasse lain.
 Negara ialah alat golongan dari yang mempunyai kedudukan ekonomi paling kuat
menindas golongan lain yang mempunyai kedudukan lemah
 Para Marxis menganggap bahwa negara kapitalis adalah perkakas borjuis, sehingga perlu
dilakukan revolusi politik dari kaum buruh untuk merebut kekuasaan negara dan kaum
buruh dapat berganti untuk menindas kaum borjuis
 Teori Integralistik :
 Diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dll (abad 18 dan 19)
 Negara adalah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi
menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
 “Negara adalah susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian,
segala anggota berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat
yang organis”
 “Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat atau yang paling besar,
tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat. Negara menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan”
 “… Manusia sebagai seseorang tidak dapat terpisah dari seseorang yang lain atau dari
dunia luar, golongan-golongan manusia, malah segala golongan makhluk, segala sesuatu
bercampur baur dan bersangkut paut, inilah ide totaliter, ide integralistik dari bangsa
Indonesia yang berwujud juga dan dalam susunan tata negaranya yang asli”
 “Menurut sifat tata negara Indonesia yang asli, pejabat negara ialah pemimpin yang
bersatu jiwa dengan rakyat dan pejabat negara senantiasa berwajib memegang teguh
persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya”
 Dalam suasana persatuan segala golongan diliputi oleh semangat Gotong Royong,
semagat Kekeluargaan.
 “… Jika hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan
corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran
(staatsidee) negara yang integralistik …”
 Bung Karno
 Individualistik dan Golongan memunculkan konflik, Eropa dan Amerika penuh
dengan konflik, pergoncangan, pertikaian dan peperangan
 “… Jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham
kekeluargaan, paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan sosial,
maka enyahkanlah tiap-tiap pikiran tentang individualistik dan liberalisme …“
 Bung Hatta
 Paham individualisme memang harus ditentang
 “… Kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong royong dan hasil usaha
bersama …“
 “… Kita mendirikan negara baru harus memperhatikan syarat-syarat supaya negara
yang dibuat tidak menjadi negara kekuasaan …”
 “… Perlu dimasukkannya klausal tentang kebebasan untuk berkumpul dan
bersidang atau menyurat dan lain-lain … agar tidak menjadikan negara sebagai
negara kekuasaan”
 Muhammad Yamin
 Perlu mencantumkan klausal tentang perlindungan hak-hak asasi seperti
diungkapkan Bung Hatta
 Tidak sama dengan paham Integralistik ala Jerman
 Paham integralistik ala Jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver
discipline) yang menumbuhkan negara kekuasaan yang totaliter
 Ciri khas : Du bist Nicht Deine Volk ist Alles
 Artinya bahwa kamu sebagai orang seorang tidak ada artinya, yang penting adalah
bangsa
 Paham Integralistik yang diungkapkan Soepomo dikombinasi dengan
pemikiran Bung Hatta menghasilkan paham INTEGRALISTIK ALA INDONESIA
 Ciri khas : Kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat
manusia dihargai
 Ciri paham integralistik ala Indonesia ini dapat dijumpai dalam KEHIDUPAN
DESA atau negeri yang mengenal sejak lama tentang adanya HAK ULAYAT dan
HAK PERSEORANGAN
 Paham Integralistik dalam Kehidupan Ketatanegaraan
 Disebut sebagai Negara Kekeluargaan
 Asas negara kekeluargaan merupakan isi dari jiwa filsafat PANCASILA
 Asas Kekeluargaan terdiri dari dua perkataan
 Sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
 Kekeluargaan
 Kekeluargaan
 Berasal dari kata keluarga
 Terdiri dari Ayah, Ibu dan anak-anak, terkadang ditambah kakek dan nenek serta
kemenakan
 Susunan keluarga terdari dari berbagai sifat, watak dan kecenderungan yang berbeda,
tetapi dalam keluarga tetap satu
 Indonesia dipandang sebagai sebuah keluarga besar atau NEGARA
KEKELUARGAAN
 Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
 Masing-masing individu mempunyai tanggung jawab dalam keluarga besar bernama
negara
 Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab bersama terhadap ancaman atau
bahaya yang akan muncul dan berpengaruh terhadap keluarga
 Asas kekeluargaan merupakan isi dari jiwa filsafat Pancasila
 Artinya bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan
negara yang berdasarkan Negara Pancasila selalu merupakan Negara Kekeluargaan
 Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik
 Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan
organis
 Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan
 Tidak terjadi siatusi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting
 Tidak terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas
 Tidak memberi tempat bagi paham individualisme, liberalisme dan totaliterisme
 Yang diutamakan keselamatan maupun kesejahteraan, kebahagiaan keseluruhan
(bangsa dan negara)
 Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri
 Disemangati kerukanan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong
royong
 Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
 Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan
 Menuju keseimbangan lahir batin, pria dan wanita, individu dan masyarakat serta
lingkungan.
Selamat Siang ……………….

Anda mungkin juga menyukai