Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertama – pertama, konsep tentang Negara itu akan didefinisikan dalam konstitusi,
yaitu dituangkan dalamperumusan pasal – pasal, undang – undang dasar Negara tersebut.
Tentu, sepanjang Negara tadi menggunakan hokum dasar tertulis, seperti Indonesia
sendiri misalnya. Hanya saja, perumusan undang – undang dasar tidak saja mengantur
secara lengkap dan rinci ( dalam bentuk tertulis ) segala sesuatunya, atau rumusanya
mengandung makna ganda atau kekurang pastian, sehingga dibutuhkan pedoman lain
untuk menanggulangi masalah yang timbul.
Yang ingin dijadikan sebagai pokok persoalan untuk dibahas disini ialah salah satu
dari konsep Negara di atas. Konsep tersebut disatu pihak mempunyai konsekuensi pada
hokum tata Negara dan kehidupan Negara umumnya. Padahal di lain pihak, kedudukan
konsep itu masih belum sepenuhnya jelas, demikian pula kesesuaiannya dengan asas –
asas konstitusional lainya. Singkatnya, konsep yang masih problematic. Konsep ini yang
dimaksud adalah konsep Negara yang integralistik, atau konsepsi berdasarkan teori
integralistik tentang Negara.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud integralistik ?
2. Seperti apa Negara integralistik ?
3. Bagaimana paham integralistik di Indonesia ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu integralistik
2. Mengetahui Negara integralistik
3. Mengetahui paham integralistik di Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian integralistik

Integralistik adalah ideologi secara keseluruhan, keutuhannya lengkap dengan


bagian-bagian atau masing-masing silanya. Integrasi adalah suatu kondisi dari saling hubungan
dari integrasi segenap bagian yang ada di dalam keseluruhan tersebut. Atas dasar hal terakhir ini,
maka setiap bagian nyata menjadi suatu keseluruhan dan masing-masing bagian ikut terpengaruh
oleh kondisi dari bagian yang lain. Ideologi dapat diartikan sebagai perangkat nilai-nilai yang
diyakini kebenrannya, sehingga dapat dijadikan cita-cita (tujuan) yang ingin diwujudkan / oleh
suatu bangsa, dapat dijadikan sarana / prasarana dalam usaha / perjuangan untuk mencapai cita-
cita (tujuan) tersebut.

Pengerian integralistik menurut para ahli

Menurut Soepomo, integralistik berarti Negara tidak untuk menjamin kepentingan


individu.Bukan pula untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi menjamin kepentingan
masyarakat seluruhya sebagai satu kesatuan yang integral. Dalam konsep negara integralistik,
negar adalah kesatuan masyarakat yang organis da tersusun secara integral. Di dalamnya, segala
golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat satu sama lain. Pemikiran in
didasarkan pada prinsip persatuan antarapimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara
seluruhnya
Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu
kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan bagian-
bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu golongan betapapun golongan
tersebut sebagai golongan besar
Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara kesatuan Republik Indonesia.

Paham Negara Integralistik Menurut Supomo, Integralistik merupakan paham yang berakar dari
keanekaragaman budaya bangasa namun tetap mempersatukan satu kesatuan integral yang disebut
Negara Indonesia.

2). Paham Integralistik


Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan gabungan dan paham
individualisme dan sosialisme. Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan
penguasa (negara).

Soepomo, yang sudah diberi gelar pahlawan, adalah pencetus konsepsi "negara integralistik",
yang serupa tapi tak sama dengan bentuk negara kesatuan Indonesia saat ini.

Konsepsi ini, dikemukakan Soepomo saat berpidato di depan rapat BPUPKI, pada 31 Mei 1945.
Dalam rapat yang membicarakan tentang dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka itu, Soepomo
mengutarakan tiga persoalan penting yang perlu disasar sebelum terwujudnya Negara Indonesia
Merdeka.
Pertama, pilihan antara persatuan negara (eenheidsstaat), negara serikat (bondstaat), atau persekutan
negara (statenbond). Kedua, soal hubungan antara negara dan agama. Ketiga, sekaligus yang terakhir,
pilihan antara republik atau monarki.

Pemikiran Mr.Soepomo tentang konsep Negara integralistik (paham Negara kekeluargaan)


dikemukakan dalam sidang BPUPKI yang kedua, tepatnya pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Chuo
Sangi In di jalan Pejambon 6 Jakarta, menyatakan bahwa cita – cita negara yang sesuai dengan
Indonesia adalah negara integralistik.
Mr.Soepomo dalam pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila juga memberikan
pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang di dalam salah satu pidatonya yang
berbunyi :

“………,bahwa jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan
corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (staatsidee) negara
yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongannya
dalam lapangan apa pun.”

Negara integralistik menurut Mr. Soepomo lebih tepat daripada negara individual liberalistis atau
negara yang didasarkan pada kelas sebagaimana yang diperlihatkan negara
komunis. Menurutnya,integralistik berarti negara tidak untuk menjamin negara individu, bukan pula untuk
kepentingan golongan tertentu tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai satu
kesatuan yang integral. Didalamnya, segala golongan, segala bagian, semua individu berhubungan erat
satu sama lain yang didasarkan pada prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip
persatuan dalam negara seluruhnya. Pendapat ini didukung oleh Ir. Soekarno dan anggota – anggota
BPUPKI

Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas


kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun
masyarakat. Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang
kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka
di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an,
nilai religiusitas serta selaras.

Paham Integralistik merupakan aliran pemikiran yang sesuai dengan watak bangsa Indonesia
yang bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong.
Pentingnya Pengakuan Suatu Negara oleh Negara Lain:
Tata hubungan intemasional menghendaki status negara merdeka sebagai syarat yang harus dipenuhi.
Pengakuan dan negara lain juga merupakan modal bagi suatu negara untuk diakui sebagai negara yang
merdeka. Pengakuan negara terhadap negara lain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan
secara de Facto dan de Jure.

Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo mengusulkan paham Integralistik yang
menurutnya paham ini berakar pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu justru
mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan hidup,
mendambakan keselarasan dalam hubungan antar individu maupun masyarakat.
Dalam pengertian ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak mengenal
dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai
kebersamaan, kekeluargaan, ke “binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras.

Bila dirinci maka paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :
1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.
3. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang
organis.
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.
5. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.
8. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan.

Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan
integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta
religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan
yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, telah
memberikan sifat yang khas kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara
sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara agama
yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.

Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama adalah merupakan suatu
keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama
dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung
bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau golongan tetapi hak
beragama dan kebebasan beragama merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.

Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah sebagai berikut :
1. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang Maha Esa.
3. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
4. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.

5. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan
bagi siapapun juga.
6. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan
agama dan negara.
7. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-norma hukum positip maupun norma moral
baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
8. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah Yang Maha Esa.

Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama merupakan hubungan yang tidak
dapat dipisahkan karena negara menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat politis.. Dalam praktik
kenegaraan, terdapat dua macam pengertian negara Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara
Theokrasi Tidak Langsung.

a. Theokrasi Langsung
Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan.
Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam
sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menurut
kepercayaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan
kekuasaan antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan otoritas Tuhan dalam
negara dunia.

b. Theokrasi Tidak Langsung


Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara,
melainkan kepala negara atau raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja
memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu karunia dari
Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah negara yang melindungi seluruh agama di
seluruh wilayah tumpah darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan
kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan
dan ketakwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah negara
yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia
adalah pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.

3). Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan


dan Tantangan Masa Depan
Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta
perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban
yang tepat pula. Negara integralistik/totaliter versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah
telah mencatat bahwa negara integralistik/totaliter--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi
pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman;
menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga
masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya
dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun
bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Negara integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh rakyatnya dari golongan
apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita
luhur, dan diidam-idamkan oleh rakyat. Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan bahwa
negara dengan konsepsi integralistik/totaliter akan mengatasi segala golongan dan menghormati
keistimewaan semua golongan, baik besar maupun kecil.
Soepomo sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman dan Jepang-dua negara
yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-sebagai bentuk paling tepat dari negara integralistik.
Soepomo menganggap, kedua negara itu menganut prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat, yang
menjadi elemen penting negara integralistik/totaliter. Pada akhirnya, konsep inilah yang dianggap cocok
dengan aliran pikiran ketimuran, termasuk Indonesia.

Kekhawatiran akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti di Jerman dan Jepang,


sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme Soepomo menjadi nyata dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, ketika kepentingan berbagai golongan dilebur dalam ideologi negara Pancasila. Patut
disayangkan, idealisme ini justru disalah gunakan untuk kepentingan penguasa dan melegitimasi
tindakan represif terhadap suara-suara yang kritis.

Visi Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan masyarakatnya, justru diselewengkan
menjadi state terorrism. Tak hanya itu, lembaga permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga
direkomendasikan Soepomo--yang diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi tukang
stempel untuk kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30 tahun, menjadi negara fasis yang
bertopengkan demokrasi.

Dari titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih rasional untuk dikonkritkan
melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo, menganut demokrasi Barat. Konsepsi negara
integralistik/totaliter malah rentan untuk diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak menghargai
hak asasi manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan beragama.

Meski terkesan sebagai sumber dari fasisme di Indonesia, pemikiran Soepomo sesungguhnya
sangat visioner. Pandangannya atas konsep negara integralistik, berangkat dari kondisi riil Indonesia,
yang pada tahun 1940an masih rapuh dan berusaha mencari bentuk. Pilihan negara integralistik/totaliter,
pada akhirnya, memang tepat untuk menjawab pernyataan Soepomo bahwa negara harus disesuaikan
dengan panggilan jaman pada saat pra-kemerdekaan.

Pada masa pra-kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih terpecah-pecah dalam berbagai suku
dan golongan. Kondisi ini juga diperparah dengan politik devide et impera Belanda, yang terbukti ampuh
untuk merontokkan perjuangan bangsa Indonesia. Tak heran, pilihan negara yang kuat dan bisa
menyatukan semua kepentingan adalah opsi yang paling rasional.

Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak terelakkan, serta
perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban
yang tepat pula. Negara integralistik versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah
mencatat bahwa negara integralistik--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi pelanggaran hak
asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman sejarah dunia.

Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan jaman;
menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu, akan selalu relevan hingga
masa mendatang. Indonesia dengan ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya
dengan lingkungan sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun
bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
4). Pemahaman Integralistik Indonesia
 Tidak sama dengan Paham Integralistik ala Jerman
Paham integralistik ala jerman menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang menumbuhkan negara
kekuasaan totaliter.

 ciri khas : du bist nicht deine volk ist alles


 artinya : bahwa kamu sebagai orang seseorang tidak ada artinya, yang penting adalah bangsa.

 Paham integralistik yang diungkapkan oleh Supomo dikombinasi dengan


pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham INTEGRALISTIK ala INDONESIA.
 ciri khas : kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat manusia dihargai.
 ciri dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa

 Paham Integralistik dalam kehidupan ketatanegaraan


 Disebut sebagai Negara kekeluargaan
 Asas Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila

 Asas kekeluargaan terdiri dari dua perkataan


 sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
 kekeluargaan

 Kekeluargaan
 berasal dari kata keluarga terdiri dari :

o ayah, ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta keponakan.

o susunan keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan yang berbeda, tetapi dalam
keluarga tetap satu.

 Indonesia dipandang sebagai suatu Negara besar atau NEGARA


KEKELUARGAAN
 Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga
 masing-masing individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang bernama negara

o Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab bersama dalam keluarga besar bernama negara

 Asas kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila

o Artinya bahwa negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan Negara yang
berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara kekeluargaan.
 Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik

 Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan kesatuan organis.
 Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.
 Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang penting.
 Tidak tejadi dominasi mayoritas atau minoritas.
 Tidak memberi tempat pada paham individualisme, liberalisme dan totaliterisme
 Yang diutamakan keselematan maupun kesejahteraan, kebahagiaan keseluruhan (bangsa dan negara).
 Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
 Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan, gotong royong.
 Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
 Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan.
 Menuju keseimbangan lahir batin, pria dan wanita, individu maupun masyarakat serta lingkunga

Anda mungkin juga menyukai