Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

TEORI NEGARA INTEGRALISTIK


ARTIKEL ILMIAH

Disusun umtuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu :

RATNA RIYANTI, SH. MH

Oleh:

Ahmad Imam M ( 5109503174 )

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2010

TE0RI NEGARA INTEGRALISTIK

A. Teori Integralistik
Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan,
semua bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Negara integralistik merupakan Negara yang hendak mengatasi paham
perseorangan dan paham golongan dan Negara mengutamakan kepentingan umum
sebagai satu kesatuan. Teori Integralistik diajarkan oleh : Bendictus de Spenoza, F.
Hegel, Adam Muller.
Berdasarkan pemikiran soepomo, teori Integralistik dipandang yang paling cocok
dengan masyarakat Indonesia yang ber Bhineka Tunggal Ika. Bukti Indonesia
menganut Teori Integralistik dinyatakan secara tegas dalam penjelasan UUD 1945
yang memuat pokok – pokok pikiran pembukaan.
B. Negara Integralistik Prof. Soepomo
Istilah negara integralistik tidak dapat ditemukan dalam kepustakaan sejarah, hukum
tata negara, dan ilmu negara, kecuali dalam teks pidato Prof. Mr. Dr. R. Soepomo
pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai tanggal 31 Mei 1945 di Jakarta. Pertanyaan
muncul, apakah istilah integralistik ini benar-benar diciptakan oleh Soepomo,
mengingat berbagai literatur maupun kamus dan ensiklopedi pada zaman itu sama
sekali tidak memuat pengertian tentang integralistik. Profesor Logemann yang
merupakan ahli hukum tata negara Belanda juga sangat berpengaruh di Indonesia
mengatakan bahwa integralistik bukanlah istilah dalam ilmu negara atau tata negara.
Ia menyebutkan bahwa integralistik Soepomo adalah istilah yang tidak umum, namun
pada hakikatnya gagasan negara integralis adalah sama dengan negara organis.
Soepomo menjelaskan tentang tiga syarat mutlak bagi terbentuknya negara, yaitu
dengan membentuk pemerintahan yang berdaulat, penetapan dasar sistem
pemerintahan, dan penentuan dasar pengertian atau konsep negara. Selanjutnya
Soepomo mengajak untuk memilih dasar-dasar negara yang paling sesuai dengan
Indonesia yang harus disesuaikan dengan hubungan negara dan agama, bentuk
pemerintahan, dan hubungan negara dengan kehidupan ekonomi. Soepomo
menjabarkan tiga bentuk teori negara, yaitu :
1). Teori individualistis yang diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J. J.
Rousseau, Herbert Spencer, dan H. J. Laski. Aliran ini berargumen bahwa negara
adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak sosial antar seluruh orang dalam
masyarakat itu.
2). Teori golongan atau teori kelas yang digagas oleh Marx, Engels, dan Lenin.
Negara dianggap sebagai alat dari kelas atau golongan tertent untuk menindas
golongan lainnya. Negara merupakan alat yang memiliki kekuatan ekonomi paling
kuat untuk menindas kaum yang memiliki kedudukan lemah. Marx
mengasumsikannya dengan kaum borjuis dan kaum buruh. Marxis kemudian
menganjurkan kaum buruh untuk mengadakan revolusi politik dalam rangka merebut
kekuasaan negara dan berbalik menindas kaum borjuis.
3). Teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Müller, Hegel, dan lain-lain
mengatakan bahwa negara dibentuk tidak untuk kepentingan perseorangan atau
golongan, namun menjamin kepentingan seluruh masyarakat sebagai persatuan.
Negara terdiri dari susunan masyarakat yang integral, meliputi segala golongan,
segala bagian, dan segala anggota yang saling berhubungan satu sama lain dan
bersatu dalam masyarakat yang organis.
Tentu saja dari pengertian tentang tiga konsep negara tersebut, Soepomo menjatuhkan
pilihannya pada teori integralistik. Soepomo berpendapat bahwa teori negara
integralistik sesuai dengan lembaga sosial yang asli Indonesia. Ia mengatakan bahwa
negara Republik Indonesia harus berdasarkan asas kekeluargaan dimana negara
sebagai institusi menyatu dengan rakyatnya, sehingga negara dapat mensejahterakan
rakyat karena pemerintah dapat berlaku adil terhadap rakyatnya. Soepomo menolak
pemisahan kekuasaan (separation of power), kekuasaan yang menyebar karena
menurutnya itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidakseimbangan (disharmoni)
dalam kehidupan. Soepomo sangat mengagumi prinsip persatuan yang kekal antara
Tenno Heika, negara, dan rakyat Jepang, dan ia juga mengagumi prinsip persatuan
antara pemimpin dan rakyat dalam pemerintahan Nazi yang menurutnya cocok
dengan aliran pikiran ketimuran.
Soepomo menjelaskan bahwa semangat kebatinan dan struktur kerohanian bangsa
Indonesia dengan bentuk manifestasinya yang berupa persatuan, saling
mempengaruhi dalam kehidupan, disebut Soepomo sebagai ide totaliter atau ide
integralistik Indonesia. Ia menyebutkan bahwa menurut sifat tata negara Indonesia
yang asli, pejabat negara adalah pemimpin yang menyatu dengan rakyat. Soepomo
memperkenalkan ide totaliter atau integralistik yang menurutnya asli Indonesia yaitu
berhubungan dengan pemimpin dan rakyatnya, berupa:
• Pejabat negara adalah pemimpin yang bersatu dengan jiwa rakyat.
• Kepala rakyat memberi bentuk pada rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
• Pemimpin selalu bermusyawarah dengan rakyat.
• Suasana persatuan pemimpin dan rakyat, dan antara golongan-golongan rakyat.
memiliki semangat kekeluargaan dan gotong-royong.
Namun dalam hal ini, Soepomo belum mempersoalkan secara konseptual dimana
kekuasaan harus diletakkan. Ia hanya menjelaskan bahwa berdasar aliran pikiran
negara yang integralistik, negara tidak bersikap sebagai seseorang yang mempunyai
kekuasaan tertinggi, melainkan sebagai badan penyelenggara atau badan pencipta
hukum berdasarkan aspirasi rakyat. Negara mencakup seluruh masyarakat Indonesia
yang bersatu serta hidup secara teratur.
C. Polemik Konsep Negara Integralistik
1. Polemik dalam sidang BPUPKI
Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli menjadi
penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini. Mereka berdua
menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan Yamin
mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut mereka ide
itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan. Argumentasi Hatta dan Yamin
ini akhirnya melahirkan “kompromi” yang hasilnya bisa di simak dari pasal 28 UUD
1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul dan
menyatakan pendapat. Kendati kadarnya masih minimal, kompromi itu menjadi
pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.
2. Polemik Akademisi
a. Pendapat J. H . Logemann
Logemann adalah pakar hukum pertama yang mengkritik pandangan Integralistik
Soepomo. Logemann menyatakan bahwa konsep negara Integralistik itu pada
hakekatnya tidak lain dari pada konsep Negara organik. Logemann meragukan
kemungkinan keberhasilan dari struktur desa yang agraris itu jika dipindahkan
kedalam struktur Negara modern. Pidato soepomo tidak memperhatikan faktor
peruubahan sosisal akibat perkembangan struktur ekionomi dari agraris ke Industri
dari Negara – negara modern. Ia menganggap bahwaw struktur desas Indonesia akan
tetap langgeng karena struktur itu merupakan struktur asli masyarakat Indonesia.
Menurut logemann ini merupakan siatu pandangan yang utopis.
Kritik logemann yang paling penting adalah ketika ia melihat bahwa dalam pidato
soepomo tidak disinggung tenytang kedaulatan rakyat. Logemann menyatakan bahwa
rupanya dalam konstruksi ini kehendak rakyat tidcak memerlikan jaminan ynag
khusus maupun organ khusus. Dengan demikian, menurut Logemann sudah jelas
bahwa pemimpin negara yang bertugas memelihara keselarasan (de harmonie)
memperoleh kedudukan yang paling kuat. Dengan begitu maka sikap otorianisme dan
totalitarianisme akan berkembang.
b. Ismail Suny
Kritik Ismail Suny, ia mengambil sikap tidak sepakat dengan anggapan bahwa UUD
1945 menganut pandangan Integralistik soepomo karena beberapa alasan. Pertama,
dengan berlandaskan pada pendapat Logemann, Suny menyatakan bahwa meski
pengaruh integralistik Soepomo dalam UUD 1945 tidak dapat dipungkiri, namun
orang tidak boleh mengatakan bahwa UUD 1945 terlalu didominasi oleh Soepomo.
Kedua, Ismail Suny menyatakan bahwa kedaulatan rakyat yang oleh Soepomo
dikatakan terjelma dalam diri pribadi Presiden dan bukan dalam DPR dalam hal
pembentukan undang-undang, telah luput karena pendapat seorang anggota Panitia
Kecil. Pendapat itu menyatakan bahwa bahwa tanpa adanya persetujuan yang
diharuskan antara presiden dan parlemen tentang suatu undang-undang, kedaulatan
rakyat tidak cukup terjamin. Ketiga, Ismail Suny mengatakan bahwa dengan
masuknya asas kedaulatan rakyat ke dalam UUD 1945 dan terdapatnya pasal-pasal
mengenai hak-hak asasi manusia, maka pandangan integralistik Soepomo itu telah
ditolak
c. Yuzril Ihza Mahendra
.Menurutnya uraian awal soepomo dalam pidato tanggal 16 juli 1945 memang masih
mengandung jiwa pidatonya pada tanggal 31 mei 1945, walau tidak lagi
menggunakan istilah Integralistik. Akan tetapi dalam urain – uraian berikutya
soepomo sudah bersifat akomodatif dan kompromistis terhadap aspirasi dan pendapat
dari golongan lain. Menurut Mahendra, Soepomo telah bersifat akomodatif dengan
ide kedaulatan rakyat yang tidak disinggungnya dalam pidato tanggal 31 Mei 1945.
Soepomo mengatakan, “Oleh karena itu, sistem negara yang nanti akan terbentuk
dalam undang-undang dasar haruslah berdasarkan kedaulatan rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan perwakilan.
Selanjutnya dinyatakan oleh Mahendra bahwa soepomo yang membayangkan deasa
sebagai sesuatu yang ideal merupakan suatu reduksi yang abstrak. Idealisasi desa itu
cenderung mengabaikan aneka kelemahan yang mungkin dimiliki oleh kepala desa .
Ia juga mengabaikan faktor kekuasaan yang lebih tinggi, yang justru cenderung
eksploitatif terhadap desa melalui kepala desa. Selain itu, juga mengabaikan
kemungkinan timbulnya kekuatan-kekuatan oposisi terhadap kepala desa yang juga
mempunyai kepentingan – kepentingann pribadi tertentu.
d. Marsilam Simanjutak
Dengan meninjau pandangan Hegel dan membandingkannya dengan pidato
Soepomo, Marsialam sangat yakin dengan adanya unsur Hegelian dalam pandangan
Integralistik Soepomo. Walaupun yang dikatakan Soepomo tidak banyak dan belum
bisa diraba di mana terjalinnya prinsip-prinsip negara menurut Hegel, namun ia sudah
melihat semacam countour Hegelian yang mulai nampak samar-samar. Ini tampak
dalam sebagian implikasinya, seperti antara lain dari kata-kata Soepomo, “persatuan
masyarakat organis,” “penghidupan bangsa seluruhnya,” “kepentingan seluruhnya,
bukan kepentingan perseorangan.” Dengan kesimpulan tersebut, Marsilam
menguraikan unsur-unsur Hegel yang terdapat dalam staatsidee Soepomo. Misalnya
di bidang bentuk negara, Soepomo tidak berkeberatan Negara Indonesia dipimpin
oleh raja dengan hak turun-temurun sekalipun. Di bidang kedaulatan rakyat Soepomo
tidak menjelaskan letak kedaulatan rakyat dalam konsep staatsidee-nya. Dan di
bidang hak-hak warga negara Soepomo juga secara tidak langsung “menentang”
jaminan hak-hak dasar warga Negara dalam UUD.
Marsilam Simanjutak berkesimpulan bahwa konsep pandangan Integralistik Soepomo
memang mengandung ajaran Hegel. Dalam perkembangannya, konsep negara
Integralistik itu secara nyata tidak tahan uji terhadap asas – asas demokrasi, terutama
asas kedaulatan rakyat yang kemudian masuk ke dalam UUD 1945. Dalam proses
penyusunan UUD 1945, secara praktis usul Soepomo tersebut telah ditampik dan
boleh dikatakan gugur.
D. Pemikiran David Bourchier
Menurutnya, konsep negara integralis sangat tepat menggambarkan nilai-nilai asli
negara Indonesia yang berdasar asas kekeluargaan. Pemimpin yang dipilih oleh
rakyat haruslah dapat melindungi dan menyatu dengan rakyatnya. Bourchier yang
mencoba menganalisis teori integralistik Soepomo dengan memaparkan pandangan
berbagai ahli terhadap teori organisis tampaknya ingin menunjukkan bahwa memang
konsep integralistik Soepomo bukanlah asli Indonesia, karena ia sangat terpengaruh
oleh berbagai tokoh yang menjelaskan teori tentang integralistik.. Sebenarnya
tawaran memilih negara integralistik oleh Soepomo adalah pilihan semu, karena
dipengaruhi oleh keadaan perang saat itu hanya teori integralistiklah yang mungkin
diambil. Cita-cita Negara Indonesia haruslah disesuaikan dengan lingkungan Asia
Timur Raya, sebagaimana nasihat yang disampaikan oleh Somubuco, dan Soepomo
termasuk orang yang tidak dapat menolak nasihat itu yang sebenarnya bersifat lebih
dari memaksa. Dua aliran pikiran negara lainnya—teori individualistis dan teori kelas
—tidak dapat dijadikan pilihan sama sekali karena kedua teori negara tersebut adalah
dasar negara musuh Jepang, yaitu Amerika, Inggris, dan Rusia. Namun, walaupun
pilihan itu bukanlah pilihan sejati, Soepomo tetap melanjutkan dengan
mengemukakan contoh negara-negara lain yang gagal menerapkan teori negara yang
telah dianutnya. Menurutnya, dasar susunan hukum negara Eropa Barat adalah
invidualis dan liberalisme dapat memisahkan manusia sebagai seseorang dari
masyarakatnya, kemudian mengasingkan diri dari segala bentuk pergaulan lainnya.
Eropa akhirnya mengalami krisis rohani yang maha hebat akibat dari semangat
perseorangan tersebut. Sementara Rusia memiliki susunan negara yang diktator dari
proletariat. Hal itu adalah keistimewaan keadaan sosial dari Rusia, namun dasar
pengertian negara itu tidak cocok dengan sifat asli masyarakat Indonesia.

Sumber Bacaan :
http: //jurnalrepublik.blogspot.com/2007/05/integralisme-soepomo.html
http://www.transparansi.or.id/kajian9/bab_2.html.
Rona show David Bourchier, Pancasila Versi Orde Baru dan Asal Muasal Negara
Organos.

Anda mungkin juga menyukai