Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

Makalah Gagasan Demokrasi Indonesia

Oleh :
Aviv Prasetyo (163112350170041)
Gita Eklesia (163112350150046)
Ahmad Royhan Sadewa (163112350150038)
Reynaldo (163112350150042)
Ilham Nur Pratama (163112350150043)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika ada pemimpin Indonesia yang hampir sempurna dalam karakter dan
integritas pribadi, maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang paling
menonjol. Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya
yang prima dan anggun banyak diakui kawan dan lawan. Dalam suasana sengketa
politik dengan Bung Karno, komunikasi persaudaraan antara keduanya tidak pernah
putus, walaupun watak keras Hatta dalam politik tersebut sempat mengecewakan
generasi muda karena kegagalannya dalam membujuk Hatta agar jangan
meninggalkan kursi wakil presiden.
Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi Mohammad Hatta,
merupakan sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya karena keteguhan iman
dan optimismenya akan tercapainya cita-cita Indonesia merdeka. Dalam pada itu
beliau mempunyai keyakinan bahwa Perang Pasifik akan membawa perubahan bagi
bangsa Indonesia. Hatta tidak percaya bahwa Jepang akan menang dengan
Amerika/Sekutu yang mempunyai productie-potential begitu hebat. Tetapi berhubung
dengan keuntungan permulaan yang diperoleh Jepang, perang tidak akan bisa selesai
dalam tiga tahun. Masa perang itu bagi Hatta harus dipergunakan untuk
mempersiapkan tenaga perjuangan rakyat, yang nantinya sanggup memikul
kemerdekaan apabila Jepang sudah kalah. Kalau tidak bisa dielakkan maka kerjasama
dengan pemerintah militer Jepang itu, menurut pertimbangan Hatta, bisa berarti untuk
meringankan banyak sedikitnya penderitan yang ditimpakan pemerintah militer
Jepang kepada bangsa Indonesia. Selama pendudukan Jepang, Hatta jarang berbicara
di depan umum, kalaupun berbicara lebih sering sekedar memberikan obat pelipur
lara dalam jiwa rakyat yang sedang tertekan.
Ketika Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, maka meletuslah amarah
orang-orang Indonesia terhadap Jepang, dan timbulah dorongan aktif untuk merebut
kekuasaan dari Jepang. Pandangan Hatta yang jauh ke depan mengatakan
pendiriannya bahwa Jepang yang kalah tidak menjadi soal lagi. Soal yang paling
penting adalah menghadapi tentara Sekutu yang akan mengembalikan kekuasaan
Pemerintah Belanda di Indonesia. Oleh sebab itulah Hatta menyusun siasat antara
perang dan damai untuk mencapai pengakuan Indonesia merdeka. Kemudian Hatta
memilih damai. Akan tetapi seperti seringkali diucapkannya “kita cinta perdamaian,
akan tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Sukarno dan Mohammad Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Semenjak
itu Hatta berperan aktif memimpin negara RI sebagai wakil presiden., dan dalam
keadaan yang sangat sulit Hatta harus merangkap sebagai Perdana Menteri tahun
1948-1949. Politik yang diperjuangkannya akhirnya mencapai tujuan dengan
diakuinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang terdiri atas bekas wilayah
kekuasaan Hindia Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1950. Pada waktu
Republik Indonesia Serikat berdiri, Hatta yang menjadi Perdana Menteri pertama dan
terakhir. Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk sesuai amanat
proklamasi, Hatta terpilih sebagai wakil presiden oleh parlemen. Beranjak dari
kenyataan di atas, tulisan ini bertujuan menganalisis pemikiran Hatta tentang
Demokrasi.

B. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah tentang Demokrasi Modern dan
Demokrasi menurut Persfektif Bung Hatta ini ialah:
1. Apakah demokrasi itu ?
2. Apa sajakah Prinsip-prinsip demokrasi ?
3. Demokrasi apakah yg dipakai di Indonesia ?
4. Apa sajakah ciri- ciri Negara demokratis ?
5. Apakah Demokrasi menurut Bung Hatta.?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan
di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai
contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.
Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
“demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demosyang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-
sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Seperti demokrasi .yang dipakai di Indonesia dalam berbagai pasang surut
wajah kemerdekaan Indonesia. Diantaranya :
1. Demorasi ekonomi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban, dan di perlakukan bagi semua warga negara di
bidang ekonomi.
2. Demokrasi formal adalah corak pemerintahan yang semata-mata dilihat dari ada
tidaknya lembaga politik demokratis seperti perwakilan rakyat
3. Demokrasi langsung adalah corak pemerintahan demokrasi yang dilakukan
secara langsung oleh semua warga negara.
4. Demokrasi liberal adalah sitem politik dengan banyak partai kekuasaan poitik
berada di tangan politisi sipil yang berpusat di parlemen
5. Demokrasi material adalah corak pemerintahan yang menjamin kemerdekaan dan
persamaan.
6. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan sila- sila pancasila yang
dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh
7. Demokrasi pluktokrat adalah demokrasi sistem demokrasi yang dikuasai oleh
orang yang kaya atau bermodal
8. Demokrasi terpimpin adalah corak pemerintahan yang pertama kalinya
diumumkan secara resmi di dalam pidato presiden Soekarno pada tanggal 10
November 1956 ketika membuka konstituante, yaitu corak demokrasi yang
mengenal satu pimpinan.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian
kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias
politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif)
yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan
beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran
terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya
kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji
dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara
teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

A Pengertian Demokrasi Menurut ahli


1. Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan
tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil
yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan
dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
2. Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(government of the people, by the people, and for the people).
3. Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari
masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa
pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada
mayoritas itu.
Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan
pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai
warga negara. Demos menyiratkan makna diskriminatif atau bukan rakyat
keseluruhan, tetapi hanya populasi tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi
atau kesepakatan formal mengontrol akses ke sumber–sumber kekuasaan dan bisa
mengklaim kepemilikan atas hak–hak prerogratif dalam proses pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan. Ada dua bentuk
demokrasi dalam pemerintahan negara, antara lain :
 Pemerintahan Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki
parlementer)
 Pemerintahan Republik : berasal dari bahasa latin, RES yang artinya
pemerintahan dan PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan
sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.

b.Prinsip-prinsip demokrasi

Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang


kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi.” Menurutnya, prinsip-prinsip
demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
3. Kekuasaan mayoritas
4. Hak-hak minoritas
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

B. Demokrasi Indonesia
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-
unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi
Pancasila adalah sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau
dengan persetujuan rakyat.

Ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah:


1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan
melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan
karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

Sisitem pemerintahan Demokrasi Pancasila adalah:


1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional.
3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5. Pengawasan DPR.
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap
DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.

Kemudian fungsi dari Demokrasi Pancasila adalah Menjamin adanya


keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Menjamin tetap tegaknya negara RI.
Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem
konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga
negara. Dan menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.

C. Ciri-ciri Pemerintahan Demokratis

Memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Istilah


demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk
pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada
di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu
tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu
pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan


politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

4. Adanya pemilihan umum untuk

D. Demokrasi Menurut Bung Hatta


Cita-cita tentang keadilan sosial adalah sari pati dari nilai-nilai timur dan
barat yang mengkristal dan membentuk visi Hatta mengenai masalah-masalah politik
kenegaraan. Hatta sangat percaya bahwa demokrasi adalah hari depan sistem politik
Indonesia. Demokrasi akan tersingkir sementara, tetapi ia akan kembali dengan
tegapnya . memang tidak mudah membangun suatu demokrasi di Indonesia yang
lancar jalannya, tetapi ia akan muncul kembali dan itu tak dapat di bantah.
Kepercayaan yang mendalam kepada prinsip demokrasi inilah yang pernah
menempatkan Hatta pada posisi yang berseberangan dengan Bung Karno ketika masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Hatta menilai sistem ini sebagai system
otoriterian yang menindas demokrasi. Sekalipun pendapatnya berbenturan dengan
Bung Karno, Hatta tetap saja memberikan fair chance kepada presiden untuk
membuktikan dalam realitas.
Sekalipun tertindas, di mata Hatta demokrasi tidak akan pernah lenyap dari
bumi Indonesia. Menurut Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi yang mengakar di
Indonesia. Pertama, sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip humanisme,
sementara prinsip -prinsip ini dinilai juga sekaligus sebagai sebagai tujuan.
Kedua,ajaran Islam memerintahkan kebenaran dan keadilan Tuhan dalam
masyarakat. Ketiga, pola hidup dalam bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di
desa-desa wilayah Indonesia. Ketiga sumber inilah yang akan menjamin kelestarian
demokrasi di Indonesia. Baginya, suatu kombinasi organik antara tiga sumber
kekuatan yang bercorak sosio religius inilah yang memberi keyakinan kepada Hatta
bahwa demokrasi telah lama berakar di Indonesia tidak terkecuali di desa-desa. Bila
di desa yang menjadi tempat tinggal sekitar 70% rakyat Indonesia masih mampu
bertahan, maka siapakah yang meragukan hari depan demokrasi di Indonesia.Tetapi
memang sia-sia, sistem feodal sering mengganjal perkembangan demokrasi di
Indonesia pada berbagai periode sejarah Indonesia modern. Sesudah kemerdekaan
dicapai dan dinikmati bangsa ini, Bung Hatta membuka peluang bagi pembelajaran
demokrasi rakyat di Indonesia. Bung Hatta sebagai wakil presiden memberikan
kesempatan untuk berdirinya partai-partai politik yang akan mengikuti Pemilu pada
1955. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia untuk
menyalurkan aspirasi politiknya tanpa merasa takut. Akhirnya tidak kurang dari 39
partai mengikuti pemilihan umum yang dipandang sebagai Pemilu yang paling
demokratis sepanjang sejarah Indonesia modern. Pada saat yang bersamaan pula,
Bung Hatta melihat bahwa partai-partai hanya berebut pengaruh untuk berkuasa.
Partai-partai baku hantam saling menyerang dan bertengkar secara tidak sehat. Para
wakil yang duduk di pemerintahan pun lebih condong bersikap sebagai politisi dan
oportunis, bukan negarawan.
Dimulai pada Periode demokrasi terpimpin sampai periode demokrasi
Pancasila (Orde Baru) sama-sama ditandai oleh berlakunya sistem politik otoriterian
dengan topangan subkultur neofeodalisme. Hatta sangat prihatin melihat
perkembangan politik yang tidak sehat, tetapi regim menciptakan kedua sistem
tersebut tidak mau ‘mendengar’ nasehat Hatta. Akhirnya mereka hancur lewat cara
yang destruktif. pada 1 Desember 1956, Bung Hatta meletakkan jabatan sebagai
wakil presiden. Beliau melihat bahwa sejak penerapan sistem Demokrasi Liberal,
jabatan wakil presiden hanya pemborosan uang negara, karena kedudukannya yang
tidak lebih dari simbol belaka.
Diluar pemerintahan, Bung Hatta justru tetap selalu menjadi kekuatan moral
demokrasi dan mengontrol jalannya roda pemerintahan. Bung Hatta, sebagai sahabat
sejati Bung Karno, walaupun dalam beberapa hal sangat tidak sejalan, senantiasa
mengingatkan Bung Karno, terutama terhadap perkembangan PKI yang begitu pesat
sejak awal tahun lima puluhan. Bung Hatta cukup khawatir akan kebijakan Bung
Karno yang terlalu memberi angin kepada PKI. Ketika Bung Karno menerapkan
Demokrasi Terpimpin sejak 1959, Bung Hatta-lah orang yang paling gigih melakukan
kritik. Ia menulis “Demokrasi kita” dalam majalah Panji Masyarakat yang dipimpin
Buya Hamka. Menurutnya, Demokrasi Terpimpin adalah bentuk lain dari
kediktatoran, yang kemudian tulisan (bukunya) tersebut peredarannya dilarang Bung
Karno.
Bung Karno pun selalu diingatkan Bung Hatta untuk segera melaksanakan
pembangunan, karena revolusi sudah selesai dengan tercapainya kemerdekaan
Indonesia 1945. Yang harus dilakukan sekarang adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Revolusi, jika tidak dibendung, hanya menghancurkan landasan dan
bangunan, melepaskan engsel-engsel dan dinding-dindingnya. Pada saatnya akan
mengakibatkan kekacauan belaka. Namun Bung Karno, dalam pidato-nya (Jalan
Revolusi Kita), merespon Bung Hatta, menegaskan bahwa revolusi sebenarnya belum
selesai. Kendati demikian, Bung Hatta senantiasa menempuh cara-cara legal dan
konstitusional dalam rangka penegakan demokrasi. Beliau senantiasa tak berhenti
menyampaikan kritik dan sarannya kepada Bung Karno.
Luar biasa memang, walaupun di antara kedua Proklamator ini terdapat
perbedaan prinsip dalam pendirian mereka, namun hubungan persahabatan keduanya
tetap hangat dan baik. Singkat cerita sekian tahun setelah Bung Hatta meletakkan
jabatan sebagai wakil presiden, Bung Karno masih sempat mengunjungi Bung Hatta
di rumahnya. Terlihat dan terlibat keakraban kedua peletak dasar Indonesia modern
ini. Dalam suasana akrab tersebut, ketika akan makan malam, Bung Hatta juga
sempat “menyerang” keras kebijakan politik Bung Karno. Namun Bung Karno tidak
tersinggung oleh kritikan dan saran Bung Hatta. Kritik dan nasehat Bung Hatta
disampaikannya kepada Bung Karno sebagai seorang sahabat. Bung Hatta tak
kunjung berhenti mengirim surat berupa nasehat kepada Bung Karno untuk kembali
ke cita-cita Proklamasi Indonesia semula. Dalam menyampaikan nasehat dan kritik
tersebut, beliau senantiasa menjaga hubungan baik di antara mereka dan tidak pernah
melecehkan dan mengecilkan arti pribadi Bung Karno. Begitupun Bung Karno
sekalipun mendapat kritik tajam, Bung Karno tetap menghargai Bung Hatta sebagai
sahabat.
Begitulah kisah perjuangan Bung Hatta dalam meluruskan dan menegakkan
demokrasi. Berbeda persepsi dalam penegakan demokrasi tidak harus diartikan
sebagai permusuhan, apalagi tidak mau bertemu atau bersalaman. Sebagai seorang
demokrat sejati, Bung Hatta berjiwa besar melihat perbedaan pendapat dan tidak
hendak memaksakan keinginannya sendiri. Ketika melihat kenyataan politik yang tak
sesuai dengan harapannya, Bung Hatta bukannya mendirikan partai politik tandingan
untuk menggembosi pemerintahan, sebagaimana dilakukan oleh para politisi kita saat
ini. Bung Hatta, melalui tulisan-tulisannya, memberikan pencerahan kepada rakyat
Indonesia untuk meraih kebebasan yang merupakan salah satu pilar penting bagi
tegaknya demokrasi, untuk tetap kritis terhadap ketidak-berdayaan dan berjuang
membela rakyat dalam menegakkan demokrasi.Sehingga Kata Echols ( 1981: 173)”
the democratic ways of the Bung Hatta made people like him “ ( perlakuan demokrasi
Bung Hatta menyebabkan Bung Hatta disukai banyak orang )
Menurut Bung Hatta, demokrasi sudah ada sejak dari desa.Bung Hatta
berpendapat dalam Padma Wahyono (1990), desa-desa di Indonesia sudah
menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepala desa dan adanya rembug
desa. Itulah yang disebut “demokrasi asli”. Demokrasi desa memiliki lima unsur yaitu
:
 Rapat
 Mufakat
 gotong-royong
 hak mengadakan proses bersama
 hak menyingkirkan dari kekuasaan raja absolut
Demokrasi Indonesia modern menurut Moh. Hatta harus meliputi tiga hal, yaitu :
1. demokrasi di bidang politik
2. demokrasi di bidang ekonomi
3. demokrasi di bidang social
Bung Hatta, sebagai salah seorang founding father Indonesia, melihat
demokrasi itu tidak selalu demokrasi politik, melainkan juga demokrasi ekonomi.
Apa yang beliau maksud dengan demokrasi ekonomi oleh Bung Hatta ?.
Menurutnya, demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan
persaudaraan. “Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi.
Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab
itu, cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh
lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia,” paparnya sebagaimana dikutip
Yudi Latif.
Hatta menolak untuk mengikuti demokrasi liberal sebagaimana berkembang
di Barat. Menurutnya, demokrasi ala Barat yang dipancangkan melalui revolusi
Perancis pada abad ke-18 membawa masyarakat Perancis pada demokrasi politik
ansich yang pada level tertentu hanya menguntungkan masyarakat borjuis dan
menepikan masyarakat jelata. Demokrasi seperti itu, jelas Hatta, tidak sesuai dengan
cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang menghendaki terwujudnya
perikemanusiaan dan keadilan sosial.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Mohammad Hatta menghendaki karakter
utama demokrasi ekonomi Indonesia terletak pada tiadanya watak individualistik dan
liberalistik dari jiwa perekonomian Indonesia (Revrisond Baswir, 2009 : 40). Secara
makro hal ini diterjemahkan dengan menjadikan koperasi sebagai sokoguru
perekonomian nasional serta diikut sertakannya semua pihak yang memiliki
kepentingan dalam lapangan koperasi, termasuk para pekerja dan konsumen koperasi
untuk turut bergabung menjadi anggota koperasi. Dengan demikian, pelembagaan
kedaulatan ekonomi rakyat sebagai wujud demokrasi ekonomi dan pengutamaan
kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang atau individu, hanya bisa
diwujudkan dengan menyusun perekonomian Indonesia sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.

Pemikiran Bung Hatta dan para pendiri bangsa telah tertuang ke dalam UUD
1945, khususnya pada pasal 33. Ayat (1) pasal 33, menyebutkan bahwa
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ayat
(3), menyebutkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.” Dalam hubungan ini, sesuai dengan konstituasi, hadir peran negara dalam
rangka menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

A.H. Nasution, 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I.


Bandung:
Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintah Konstitusional di
Indonesia:
Ahmad Syafii Maarif, 1996. Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman
Indonesia.
Ahmad Syafii Maarif, 1999. Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
Alfian, 1981. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan
Karangan.
Alfian, 1992. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Politik. Jakarta:
Perum
Bambang Sunggono, 1994. Bantuan hokum dan hak Azasi Manusia.
Bandung
Deliar Noer, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES.
Mohammad Hatta, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta:
Tintamas.
Mohammad Hatta, 1953. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta: Bulan
Bintang.
Mohammad Hatta, 1960. “Demokrasi Kita”, dalam Panji Masyarakat.
No.22, 1 Mei
Mohammad Hatta, 1972. Portrait of Patriot. Alih bahasa Deliar Noer. The
Hauge
Mohammad Hatta, 1977. Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press.
Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas.
Mohammad Hatta. 1966. Demokrasi Kita. Jakarta: Idayu Press
Paris: Mouton Publishers.
Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
Percetakan Negara.
Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Grafiti.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Yogyakarta: Perpustakaan Hatta.

Anda mungkin juga menyukai