Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

Pertemuan XI

Ekonomi Rekayasa

Discounted Cash Flow


(DCF)

Dosen Pengampu : Awal Mansur, S.T., M.T


A. Net Present Value (NPV)

Menurut Kuswadi (2007), NPV atau nilai sekarang


bersih adalah perbedaan antara nilai sekarang bersih (total
net cash flow) selama umur proyek dengan nilai sekarang dari
besarnya investasi yang ditanamkan. Dengan kata lain, selisih
antara serangkaian penerimaan masa akan datang setelah
dinilai pada saat sekarang (memakai discount rate) dengan
pengeluaran investasi yang dilakukan pada masa sekarang
disebut dengan NPV (Net Present Value).
Jika angka perolehan perhitungan NPV bernilai positif
maka investasi yang dihitung dapat dikatakan layak dan akan
mendatangkan sejumlah keuntungan. Unsur-unsur yang
dilibatkan dalam perhitungan antara lain :
A. Net Present Value (NPV)

1. Total biaya yang dikeluarkan untuk investasi.


2. Tingkat suku bunga tertentu dengan mempertimbangkan
faktor-faktor :
a. Inflasi
b. Biaya atau keuntungan yang hilang sebagai akibat penggunaan
dana atau sumber daya dalam melakukan investasi.
c. Resiko finansial sebagai akibat penggunaan dana.
d. Tingkat bunga tertentu atau tingkat bunga minimum yang
diisyaratkan.
A. Net Present Value (NPV)

Untuk menentukan nilai NPV diperlukan langkah-


langkah perhitungan. Tahapan perhitungan tersebut adalah :
1. Menentukan tingkat diskon (discount rate) yang akan
dipakai dalam perhitungan dengan mempertimbangkan :
a. Biaya modal.
b. Tingkat keuntungan yang dikehendaki.
c. Menghitung nilai sekarang dari aliran kas bersih dengan tingkat
diskon tersebut.
d. Menghitung nilai sekarang dari besarnya investasi yang
ditanamkan.
e. Menghitung NPV = nilai sekarang aliran kas bersih dikurangi nilai
sekarang nol.
f. NPV > 0 dan bernilai positif berarti tingkat keuntungan lebih besar
dari tingkat diskon.
A. Net Present Value (NPV)

2. Aliran kas dipengaruhi oleh :


a. Nilai investasi dan tahapan pengeluaran.
b. Perkiraan aliran kas masa mendatang.
c. Biaya operasional yang timbul.
Soeharto, I. (2001) memberikan indikasi angka perolehan
penilaian berdasarkan NPV. Indikasi dari angka perolehan perhitungan
NPV adalah :
1. NPV bernilai positif (+) berarti baik dan dapat diterima.
2. NPV bernilai negatif (-) berarti ditolak.
3. NPV sama dengan nol (0) bersifat netral; boleh diterima, bisa
juga ditolak.
A. Net Present Value (NPV)

Penilaian NPV memiliki kelebihan yaitu :


1. Memasukkan faktor nilai waktu dari uang.
2. Mempertimbangkan semua aliran kas proyek.
3. Mengukur besaran absolut bukan relatif sehingga mudah mengikutinya
terhadap usaha meningkatkan kekayaan perusahaan atau pemegang
saham.
Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV :
A. Net Present Value (NPV)

Keterangan :
Bt = benefit pada tiap tahun
Ct = cost pada tiap tahun
t = 1,2,3,…
n = jumlah tahun
i = tingkat suku bunga
A. Net Present Value (NPV)

Contoh soal :
Sebuah pabrik pencetak CLC (Cellular Light Concrete) merencanakan
menambah satu paket mesin cetak seharga Rp100.000.000,00 pada
pemakaian standar memiliki usia ekonomis 5 tahun dengan nilai sisa
Rp10.000.000,00. Perkiraan pendapatan bersih tetap dengan rata-rata
Rp25.000.000,00 pertahun selama 5 tahun pemakaian. Tingkat
pengembalian yang disepakati oleh tim manajemen adalah sebesar 15%.
Pertanyaan : Apakah rencana tersebut dapat diterima?
Jawab :
NPV = {(pendapatan bersih x ∑DF1-5)+(nilai sisa xDF5)} – investasi
= {(Rp25.000.000,00 x 3,3522) + (Rp10.000.000,00 x 0,4972)} –
Rp 100.000.000,00
= {Rp 83.805.000,00 + Rp 4.972.000,00) – Rp 100.000.000,00
= – Rp 11.223.000,00 (ditolak)
A. Net Present Value (NPV)

NPV yang diperoleh bernilai negatif, memperlihatkan bahwa


rencana tersebut sebaiknya ditolak sebab pendapatan bersih yang
diperoleh tidak akan menutupi jumlah investasi yang akan dikeluarkan.
B. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR (Benefit Cost Ratio) adalah suatu nilai perbandingan antara


nilai ekivalen dari manfaat (benefit) dengan nilai biaya (cost) pada
suatu titik waktu yang sama. Keputusan akan diambil berdasarkan nilai
BCR yang diperoleh dengan pilihan keputusan terdiri atas :
1. Jika nilai BCR ≥ 1 maka hal tersebut menginformasikan bahwa
benefit (manfaat) dari investasi yang akan dikeluarkan lebih besar dari
pengorbanan/biaya yang dikeluarkan, sehingga rencana investasi
tersebut dapat diterima atau dinyatakan layak.
2. Jika nilai BCR < 1, dikatakan bahwa nilai benefit yang akan diperoleh
dari sejumlah investasi yang akan ditanamkan lebih kecil dari biaya
yang dikeluarkan, sehingga rancana investasi tersebut dapat
dikatakan tidak layak dan sebaiknya tidak diteruskan.
B. Benefit Cost Ratio (BCR)

Rumus untuk menghitung nilai BCR adalah sebagai berikut :

Keterangan :
PWOB = present worth of benefits
PWOC = present worth of cost
Bt = benefit pada tiap tahun
Ct = cost pada tiap tahun
1/(1+i)t = rumus present value
t = 1,2,3,…
n = jumlah tahun
i = tingkat suku bunga
B. Benefit Cost Ratio (BCR)

Contoh soal:
Seorang pengusaha rumah sewaan ingin merenovasi dua unit rumah
dengan biaya yang diperkirakan Rp 50.000.000,00. Setelah direnovasi,
harga kontrak dua rumah tersebut dapat dinaikkan menjadi Rp
60.000.000,00/tahun. Harga tersebut tetap hingga tiga tahun ke depan.
Tingkat inflasi diperhitungkan sebesar 2%.
Pertanyaan :
Apakah rumah tersebut layak direnovasi ?
Jawab :
PV = ((Rp 60.000.000,00 / (1+0,02)1) + ((Rp 60.000.000,00 /
(1+0,02)2) + ((Rp 60.000.000,00 / (1+0,02)3)
= Rp 58.823.529,40 + Rp 57.670.126,87 + Rp 56.539.340,07
= Rp 173.032.996,00
B. Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR = PWOB / PWOC


BCR = Rp 173.032.996,00 / Rp 50.000.000,00
= 3,46 (diterima)
Nilai BCR sebesar 3,46 lebih besar dari nilai 1, maka dapat
dikatakan bahwa rencana tersebut layak untuk dilaksanakan sebab
nilai manfaat lebih besar dari biaya yang akan dikeluarkan.
C. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat pengembalian suatu investasi pada saat Net


Present Value sama dengan nol. Suatu investasi dikatakan layak dan
menguntungkan jika nilai IRR lebih besar dari cost of capital yang
diasumsikan.
Untuk memberikan pemahaman lebih tentang IRR, pengertian lain
yang dapat dijadikan pegangan adalah bahwa IRR merupakan tingkat
suku bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari proceeds
yang diharapkan akan diterima (PV of future proceeds) sama dengan
jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal (PV of capital outlays).
Nilai IRR dihitung menggunakan rumus :
C. Internal Rate of Return (IRR)

Keterangan :
Bt = benefit pada tiap tahun
Ct = cost pada tiap tahun
t = 1,2,3,…
n = jumlah tahun
i = tingkat suku bunga
C. Internal Rate of Return (IRR)

Keterangan :
DF1 = discount factor yang menghasilkan NPV positif
DF2 = discount factor yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = net present value pada DF1
NPV2 = net present value pada DF2

Kuswadi (2007) menyatakan bahwa IRR merupakan suatu tingkat


bunga (bukan bunga bank) yang menggambarkan tingkat keuntungan
proyek dengan nilai sekarang bersih dari seluruh biaya investasi
proyek (total aliran kas bersih setelah di-nilai sekarang-kan) jumlahnya
sama dengan biaya investasi. Dapat juga dikatakan bahwa IRR
adalah tingkat penghasilan yang menggambarkan tingkat keuntungan
dari proyek atau investasi dalam persentase pada saat nilai NPV sama
dengan nol.
C. Internal Rate of Return (IRR)

Ada beberapa langkah yang digunakan untuk menghitung nilai IRR.


Langkah-langkah tersebut adalah :
1. Hitung pendapatan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) dan
penerimaan kas dari nilai sisa aset dengan memperhitungkan DF
(Discount Factor) yang dipilih dengan cara coba-coba (trial and
error).
2. Bandingkan hasil perhitungan no. 1 dengan nilai investasi awal yang
diperlukan. Diperlukan dua hasil yang bernilai positif dan negatif.
a. Jika hasil perhitungan bernilai positif, coba lagi dengan nilai DF yang
lebih besar hingga akhirnya diperoleh nilai negatif.
b. Jika hasilnya negatif, coba lagi dengan nilai DF yang lebih kecil
agar nilai yang diperoleh positif.
3. Lakukan prosedur no.2 sampai nilai pendapatan mendekati nilai
investasi awal.
4. Nilai DF tersebut, setelah diperoleh dua nilai yang bernilai positif dan
negatif, selanjutnya diperhitungkan dengan menggunakan interpolasi.
C. Internal Rate of Return (IRR)

5. Keputusan yang akan diambil adalah :


a. Apabila nilai IRR lebih besar atau sama dengan tingkat pengembalian
yang diinginkan maka usulan tersebut dapat diterima.
b. Apabila nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari tingkat pengembalian
yang diperkirakan maka usulan investasi tersebut ditolak sebab
pendapatan tidak akan menutupi nilai investasi tersebut.
c. Apabila usulan proyek tersebut lebih dari satu atau memiliki
beberapa alternatif maka pilihlah yang nilai IRR paling tinggi.

Perhitungan IRR memiliki keunggulan dan kelemahan. Masing-


masingnya tertera seperti berikut ini.
Keunggulan IRR :
1. IRR telah memperhitungkan nilai uang terhadap fungsi waktu.
2. Baik sebagai tolok ukur dalam pengambilan keputusan, apabila
tingkat bunga atas modal atau tingkat bunga yang diisyaratkan
diketahui.
C. Internal Rate of Return (IRR)

Kelemahan IRR:
1. Cukup sulit perhitungannya karena harus dilakukan dengan metode
coba-coba (trial and error) sehingga dapat dilakukan berkali-kali.
Perhitungan akan lebih mudah bila menggunakan komputer.
2. Dalam menghitung IRR, diasumsikan bahwa hasil dari arus kas bersih
setiap tahun diinvestasikan kembali dengan tingkat bunga sama
dengan IRR. Dalam kenyataannya hal tersebut tidak benar.
C. Internal Rate of Return (IRR)

Contoh soal:
Seorang kontraktor mempertimbangkan untuk membeli sebuah truk
pengangkut material seharga Rp 230.000.000,00. Umur ekonomis truk
5 tahun dan akhir tahun pemakaian truk masih laku dijual Rp
30.000.000,00. Tingkat pengembalian yang diperhitungkan tim
manajemen sebesar 12%. Prediksi pendapatan bersih yang diperoleh
menurun dengan jumlah setiap tahunnya sebagai berikut :
Tahun I sebesar Rp 65.000.000,00
Tahun II sebesar Rp 63.000.000,00
Tahun III sebesar Rp 60.000.000,00
Tahun IV sebesar Rp 57.000.000,00
Tahun V sebesar Rp 53.000.000,00
Pertanyaan :
Apakah pertimbangan untuk membeli sebuah truk tersebut dapat
dilaksanakan?
C. Internal Rate of Return (IRR)

Jawab :
Tabel Perhitungan IRR
C. Internal Rate of Return (IRR)

Perhitungan interpolasi :
Selisih DF = 16% – 12% = 4%
Selisih PV = Rp 217.395.800,00 – Rp 198.014.500,00
= Rp 19.381.300,00
Selisih PV positif dengan investasi
= Rp 247.395.800,00 – Rp 230.000.000,00
= Rp 17.395.800,00
Maka perhitungan nilai IRR adalah :
IRR = 12% + (Rp 17.395.800 : Rp 19.381.300) x 4%
= 12% + 3,59%
= 15,59% > 12% (diterima)
Nilai IRR lebih tinggi dari tingkat pengembalian yang
diinginkan oleh manajemen, maka pertimbangan untuk membeli truk dapat
dilaksanakan.
D. Break Even Point (BEP)

Harapan seseorang ketika akan berinvestasi adalah sejumlah


keuntungan yang akan diperoleh dari sejumlah dana yang digunakan
untuk usaha. Dalam menjalankan suatu usaha/ bisnis ada tiga hal yang
mempengaruhi keuntungan yaitu :
1. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha.
2. Harga jual/nilai uang yang akan diterima dari produk yang dibuat.
3. Jumlah produk yang harus diselesaikan untuk dijual (volume
penjualan).

Ketiga hal tersebut akan saling mempengaruhi satu sama


lain. Peningkatan produksi akan menambah biaya-biaya yang
digunakan untuk memproduksi produk tersebut. Bila dihitung harga
pokok produk (HPP) yang diproduksi lebih banyak akan berdampak pada
penurunan HPP.
D. Break Even Point (BEP)

Penurunan HPP dapat dipertimbangkan oleh manajemen untuk


menurunkan harga jual guna menarik minat pembeli sebab biasanya
harga yang lebih murah akan cenderung dipilih oleh konsumen dalam
mempertimbangkan produk yang akan dibeli. Dengan demikian dapat
meningkatkan penjualan dan ini berhubungan dengan jumlah
keuntungan yang dapat diterima oleh pengusaha. Tim manajemen
pengusaha perlu menerapkan suatu patokan sebelum memutuskan
memproduksi atau membeli aset untuk usaha. Tim manajemen dapat
memakai sebuah indikator untuk menganalisis sebuah rencana
investasi dengan analisis pulang pokok yang dikenal dengan sebutan
BEP (Break Even Point).
Break Even Point dikenal juga dengan sebutan ‘titik impas’.
BEP merupakan suatu kegiatan usaha dalam keadaan tidak untung
dan tidak merugi. Menurut Kuswadi (2007), BEP adalah suatu kondisi
pada suatu tingkat volume tertentu dengan biaya tertentu, tidak mengalami
laba atau rugi. Manfaat dari BEP antara lain :
D. Break Even Point (BEP)

1. Untuk mengetahui kaitan antara pendapatan dan biaya-biaya.


2. Untuk merencanakan laba.
3. Sebagai alat pengendalian kegiatan operasional yang sedang
berjalan.
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen untuk menentukan
harga jual.
5. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan kebijakan manajemen.

Rumus yang digunakan untuk menentukan titik impas adalah sebagai


berikut :
D. Break Even Point (BEP)

Keterangan :
TR = total pendapatan
TC = total biaya
FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
BE = besaran biaya saat impas
TM = waktu terjadinya impas

Analisis BEP yang dilakukan pihak manajemen sangat


membantu dalam pengambilan keputusan. Beberapa keputusan penting
yang memerlukan analisis BEP antara lain :
1. Jumlah penjualan minimal produk yang harus dijaga
agarperusahaan tidak rugi.
2. Rentang omzet yang masih dapat ditolerir penurunannya.
D. Break Even Point (BEP)

3. Pertimbangan efek harga jual produk, biaya-biaya yang dikeluarkan


dan volume penjualan terhadap prediksi keuntungan yang
ditargetkan.
4. Untuk memperoleh target keuntungan yang diinginkan maka perlu
diperkirakan jumlah penjualan yang harus dicapai.

BEP dapat diukur pada jumlah produk yang diproduksi


dengan menggunakan rumus :
D. Break Even Point (BEP)

Keadaan impas ini terjadi saat total pendapatan (total revenue =


TR) yang diterima sama dengan total pengeluaran (totol cost = TC).
Dengan kata lain, keadaan impas terjadi apabila TR = TC.

Grafik Break Even Point


D. Break Even Point (BEP)

Contoh soal:
Sebuah perusahaan yang mencetak bata ringan (CLC) akhir tahun
2019 mencatat sebagai berikut :
Penjualan 100.000 buah @ Rp 10.000,00
Biaya variabel perbuah Rp 4.000,00
Biaya tetap setahun Rp 240.000.000,00
Pertanyaan :
1. Hitunglah BEP dalam unit/buah !
2. Berapakah penjualan minimal jika menginginkan laba Rp
400.000.000,00 ?
D. Break Even Point (BEP)

Jawab :
Analisis laporan rugi/laba perusahaan :
Penjualan Rp 1.000.000.000,00 (100.000 unit x Rp 10.000,00)
Biaya variabel/unit Rp 400.000.000,00 (100.000 x Rp 4.000,00)
Pendapatan Rp 600.000.000,00
Biaya tetap/tahun Rp 240.000.000,00
Laba Rp 360.000.000,00
D. Break Even Point (BEP)

1. Perhitungan menentukan BEP (unit)


D. Break Even Point (BEP)

Pengecekan :
Penjualan 40.000 unit @Rp 10.000,00 Rp 400.000.000,00
Biaya variabel Rp 4.000,00 x 40.000 Rp 160.000.000,00
Pendapatan Rp 240.000.000,00
Biaya tetap Rp 240.000.000,00
Laba Rp 0
Jadi titik impas (BEP) terjadi saat produk terjual 40.000 unit.
D. Break Even Point (BEP)

2. Laba Rp 400.000.000,00 dapat diperoleh bila produk terjual senilai :

Produk terjual dengan nilai sebanyak :


Produk = Rp 1.066.666.667,00 : Rp 10.000,00/unit
= 106.666, 67 unit
D. Break Even Point (BEP)

Pengecekan :
Penjualan Rp 1.066.666.667,00
Biaya variabel Rp 426.666.667,00 (Rp 4000,00 x 106.666,67 unit)
Pendapatan Rp 640.000.000,00
Biaya tetap Rp 240.000.000,00
Laba Rp 400.000.000,00

Jadi untuk memperoleh laba sebesar Rp 400.000.000,00


penjualan harus mencapai nilai Rp 1.066.666.667,00
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai