Realitas yang tidak perlu dibuktikan dan tak terbantahkan hanyalah pengalaman
menciptakan Allah.
~ Karl Marx ~
Bagaimana perspektif Karl Marx tentang Agama
?
Marx sepakat dengan kritik agama Feuerbach, bahwa agama adalah dunia khayalan.
Menurut Marx karena struktur kekuasaan (ekonomi-politik) dalam masyarakat tidak
memungkinkan manusia mewujudkan hakikatnya.
Agama bukan sebab yang membuat teralienasi, tapi keadaan ekonomi politik yang membuat
manusia terasing (tidak mampu merealisasi diri).
Agama merupakan pereda rasa sakit dan pemberi harapan pada kaum tertindas akan khayalan
kehidupan sesudah mati yang lebih baik.
agama sering di pakai sebagai kontrol sosial untuk melanggengkan kelas berkuasa.
“Allah Telah Mati”
~ Friedrich Nietzsche ~
Bagaimana perspektif Nietzsche tentang
Bagi nietzshe Tuhan ? ada. Adagium tuhan telah mati adalah saat manusia sadar
tuhan tak pernah
bahwa mereka-lah yang ‘menciptakan’ tuhan bukan sebaliknya.
Tuhan perlu di bunuh karena sesudah tuhan di ciptakan manusia, ia menguasai dan
mengkerdilkan manusia.
Agama menurut Nietzshe adalah sentimen mereka yang dalam hidup nyata kalah, maka
mengharapkan bahwa akan ada, sesudah hidup ini, mereka akan di menangkan oleh kekuatan
di alam baka.
Dengan kematian tuhan, seluruh bangunan moralitas yang mengkerdilkan manusia turut
ambruk, dan terbuka seluas-luasnya bagi segala daya kreatif untuk berkermbang.
Tidak ada lagi manusia pengecut yang melarikan diri dari dunianya dengan berlindung
dibawah naungan tuhan.
“ Agama Menurut Konsep
Psikologisnya Merupakan Sebuah
Ilusi “
~ Sigmund Freud ~
Bagaimana perspektif Freud tentang Agama ?
Freud menyatakan bahwa agama menurut kodrat psikologisnya merupakan sebuah
ilusi.
Freud menjelaskan bahwa agama adalah ilusi manusia yang ingin memenuhi
keinginan dan harapan yang diperlukan oleh mereka di dunia ini. Agama itu ibarat
pengkhayal dan obat bagi manusia untuk lari dari kesakitan, seperti tekanan,
konflik, cemas, dan rasa bersalah.
Freud menjelaskan lebih lagi bahwa agama sebagai pelarian neurotis dan infantil
dari realitas.
Agama membuat manusia percaya akan adanya Dewa-Dewa.
“Manusia Bertanggungjawab
Atas Diri Sendiri”
~ Jean-Paul Sartre~
Bagaimana perspektif Sartre tentang Allah ?
Bagi Sartre, dimensi religious itu bukan hanya tidak perlu, melainkan
tanda sikap yang tidak jujur.
Dengan percaya pada Allah, manusia tidak akan pernah bisa menjadi
dirinya sendiri, ia tidak menjadi otentik.
“ Allah tidak memberikan daya nalar kepada
manusia untuk dikunci di garasi. Maka, sangat
wajarlah bahwa manusia sebagai makhluk
rasional ingin mengerti tentang Tuhan “