Anda di halaman 1dari 42

Pengolahan Rumput Laut Gracilaria

verrucosa di Kabupaten Karawang Menjadi


Sabun Padat
Seminar Hasil Penelitian Terapan
Rabu, 5 Februari 2020
Tim Peneliti:
1. Dr. Liliek Soeprijadi, A.Pi., M.M.
2. Muhammad Fadhlullah, S.T., M.Sc.
3. Iman Mukhaimin, M.T.
4. Susi Ratnaningtyas, M.Si.

Program Studi
Teknik Pengolahan Produk Perikanan
Politeknik KP Karawang
2
Pendahuluan
3 Latar Belakang

• Potensi produksi rumput laut Kab. • Contoh produk nilai tambah dari rumput laut:
Karawang (BPS Kab. Karawang): o Produk konsumsi (nori, jelly, wakame)
o 414,90 ton (tahun 2016) o Pakan ternak
o 419,28 ton (tahun 2017) o Bahan bakar
o 902,53 ton (tahun 2018) o Produk kosmetik (sabun)

• Nilai jual rumput laut kering rendah: • Potensi sabun rumput laut:
Rp 3.000,00 - 9.000,00/kg o Bahan-bahan mudah diperoleh
o Pembuatan mudah
• Kandungan Gracilaria verrucosa: o Dapat digunakan secara luas
o Agar (metabolit primer) o Potensi antiseptik
o Karagenan (metabolit primer) o Nilai jual lebih tinggi:
o Alkaloid (metabolit sekunder) Rp 10.000,00/batang  Rp 100.000,00/kg
o Flavonoid (metabolit sekunder)
o Tanin (metabolit sekunder) • Perlu kajian formulasi dan uji kualitas sabun
o Fenol (metabolit sekunder) o Parameter fisik, kimia, bioaktivitas
o Standar sabun padat
4 Tujuan

1. Membuat sabun padat dengan penambahan formulasi rumput


laut G. verrucosa yang berbeda;
2. Menguji mutu sensori, fisik dan kimia, serta bioaktivitas pada
sabun padat dengan penambahan rumput laut G. verrucosa.
5 Manfaat

1. Menghasilkan dokumentasi metode/prosedur sabun padat


dengan penambahan rumput laut G. verrucosa di Politeknik KP
Karawang;
2. Menghasilkan produk nilai tambah dari rumput laut G. verrucosa
berupa sabun padat yang dapat menjadi produk khas Politeknik
KP Karawang;
3. Menjadi acuan untuk mendiseminasikan metode pembuatan
sabun padat dengan penambahan rumput laut G. verrucosa
kepada masyarakat pesisir Kabupaten Karawang.
6
Metodologi
7 Alur Penelitian Mulai

Preparasi sampel
rumput laut

Pembuatan bubur Ekstraksi rumput


rumput laut laut

Air + rumput laut Air + rumput laut Air + rumput laut Etanol + rumput
250 ppm 500 ppm 750 ppm laut 750 ppm

Pembuatan sabun
rumput laut

Uji organoleptik & Uji parameter fisik Uji bioaktivitas


iritasi sabun dan kimia sabun sabun

• Penelitian dilaksanakan dari


Selesai
Oktober 2019 – Januari 2020
8 Sampel Gracilaria verrucosa
• Bahan rumput laut kering G. verrucosa diperoleh dari Koperasi
Agar Makmur, Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten
Karawang
• Sampel rumput laut dibersihkan, lalu dikeringkan (t: 24 jam, T:
suhu ruang) (Wang dkk., 2008)
9 Formulasi Sabun Rumput Laut
• Formulasi sabun mengacu pada Baehaki dkk. (2019) dan
kalkulator pembuat sabun online Bramble Berry (Bramble Berry,
2019)
Perlakuan • Perlakuan:
Komposisi K1 = sabun kontrol (0
K1 A250 A500 A750 E750 BRL
ppm)
Minyak kelapa sawit (g) 250 250 250 250 250 250
K2 = sabun padat
Minyak kelapa (g) 250 250 250 250 250 250 antiseptik komersil
A250 = penambahan
Akuades (g) 171,01 - - - 171,01 171,01
ekstrak
NaOH padat (g) 76,47 76,47 76,47 76,47 76,47 76,47 air + rumput laut
Bubur rumput laut (g) - - - - - 50* 250 ppm
A500 = penambahan
Ekstrak rumput laut A250 (g) - 171,01 - - - - ekstrak air + rumput laut
500 ppm
Ekstrak rumput laut A500 (g) - - 171,01 - - -
A750 = penambahan
ekstrak air + rumput laut
750 ppm
Ekstrak rumput laut A750 (g) - - - 171,01 - - E750 = penambahan
ekstrak etanol + rumput laut
Ekstrak rumput laut E750 (g) - - - - 171,01 - 750 ppm
BRL = penambahan bubur
Minyak esensial** (g) - 5 5 5 5 5 rumput laut
• Metode analisis: Deskriptif
Keterangan: Untuk pembuatan sabun padat dengan bahan minyak sebanyak 500 g
*Berat bubur rumput laut 10% dari berat minyak (Baehaki dkk., 2019)
**Berat minyak esensial 1% dari berat minyak
10 Pembuatan Bubur Rumput Laut
• Pembuatan bubur rumput laut mengacu pada Hwang dkk. (2010)
dan Wardani (2019)

100 g rumput laut Perebusan


Pendinginan (T:
+ 1 L akuades (t: 30 menit, T: suhu ruang)
(1:10 b/v) 100℃)

Penghalusan
Bubur rumput laut
(blender)
11 Ekstraksi Rumput Laut
• Ekstraksi mengacu pada Hwang dkk. (2010), Widyasanti dkk.
(2016), dan Baehaki dkk. (2019)
• Metode ekstraksi maserasi  2 pelarut: akuades & etanol
teknis (70%)

Pemanasan (t:
30 menit, T:
100℃ untuk
Pemisahan Ekstrak
Rumput laut pelarut
(kertas saring) rumput laut
akuades dan
60-70℃ untuk
pelarut etanol)

• Jumlah rumput laut dan pelarut


Komponen
A250 A500 A750 E750
ekstraksi
Rumput laut (g) 0,125 0,250 0,375 0,375
Akuades (g) 171 171 171 -
Etanol teknis (g) - - - 171
Keterangan: Untuk pembuatan sabun padat dengan bahan minyak sebanyak
500 g
12 Pembuatan Sabun Rumput Laut
• Metode cold process (Moloka Farm Living, 2019)
• Sabun kontrol (K1):

Pencapuran minyak
Pelarutan air +
kelapa sawit +
NaOH
minyak kelapa

Pencapuran
(blender, t: ±5
detik)

Fase trace

Pencetakan

Proses curing (t:


minimal 2 hari)
13 Pembuatan Sabun Rumput Laut
• Metode cold process (Moloka Farm Living, 2019)
• Sabun + ekstrak rumput laut (A250, A500, A750, & E750):

Pencapuran minyak Pelarutan air +


kelapa sawit + ekstrak rumput laut
minyak kelapa + NaOH

Pencapuran
(blender, t: ±5
detik)

Minyak
Fase trace
esensial

Pencetakan

Proses curing (t:


minimal 2 hari)
14 Pembuatan Sabun Rumput Laut
• Metode cold process (Moloka Farm Living, 2019)
• Sabun + bubur rumput laut (BRL):

Pencapuran minyak
Pelarutan air +
kelapa sawit +
NaOH
minyak kelapa

Pencapuran
(blender, t: ±5
detik)

Minyak Bubur
Fase trace
esensial rumput laut

Pencetakan

Proses curing (t:


minimal 2 hari)
15 Uji Organoleptik & Uji Iritasi
• Uji organoleptik  uji hedonik (kesukaan) (Ismanto dkk., 2016;
Widyasanti dkk., 2016)
o Parameter: tekstur, aroma, warna, jumlah busa, dan
kemampuan membersihkan
o Nilai: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (suka), 4 (sangat suka)
o Panelis: 11 orang, tidak terlatih
o Pengolahan data: persentase dari jumlah nilai 3 (suka) dan 4 (sangat
suka)
• Uji iritasi (Ismanto dkk., 2016)
o Nilai: 0 (tidak terjadi iritasi), 1 (terjadi iritasi)
o Panelis: 11 orang, tidak terlatih
o Pengolahan data: persentase dari jumlah nilai 1 (terjadi iritasi)
16 Uji Fisik & Kimia
• Uji kadar lemak total dan lemak tidak tersabunkan mengacu
pada standar mutu sabun padat SNI 3532:2016 (BSN, 2016)
o Uji dilakukan di PT. Saraswanti Indo Genetech, Bogor
• Uji pH & stabilitas busa mengacu pada Baehaki dkk. (2019)
o Uji dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Politeknik KP Karawang
o Uji pH
 Sabun (5 g) dilarutkan dalam 10 mL akuades pada tabung reaksi
 pH diukur dengan Universal pH indicator strip (Merck)
o Uji stabilitas busa
 Sabun (0,5 g) dalam 4,5 mL akuades (1:9 b/v)
 Dikocok (t: 1 menit), lalu didiamkan 15 menit
𝑏
𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑢𝑠𝑎 (%)= ×100
𝑎
Keterangan:
a = tinggi busa setelah pengocokan (cm)
b = tinggi busa setelah pendiaman (cm)
17 Uji Bioaktivitas
• Uji bioaktivitas sabun mengacu pada Razak dkk. (2018) &
Baehaki dkk. (2019)  daya hambat bakteri
o Uji dilakukan di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya,
Karawang
o Bakteri uji: Staphylococcus aureus (gram positif)
o Metode uji daya hambat bakteri Kirby Bauer Disc Diffusion pada
kertas cakram
o Aktivitas antibakteri berdasarkan indeks penghambatan

𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑍𝑜𝑛𝑎 𝐵𝑒𝑛𝑖𝑛𝑔 − 𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐾𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑘𝑟𝑎𝑚


Indeks Penghambatan=
𝐷𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝐾𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑘𝑟𝑎𝑚
18
Hasil & Pembahasan
19 Hasil Akhir Produk Sabun

Sabun padat kontrol (K1) Sabun dengan penambahan ekstrak Sabun dengan penambahan ekstrak
air + rumput laut 250 ppm (A250) air + rumput laut 500 ppm (A500)

Sabun dengan penambahan ekstrak Sabun dengan penambahan ekstrak Sabun dengan penambahan bubur
air + rumput laut 750 ppm (A750) etanol + rumput laut 750 ppm (E750) rumput laut (BRL)
20 Uji Organoleptik
• Tekstur
o Nilai tertinggi: Sabun E750 (72,2%)
o Nilai terendah: Sabun BRL (27,3%)
o Tekstur berkaitan dengan kelembutan dan
kekerasan
o Tekstur yang baik: lembut dan tidak rapuh
(Widyasari, 2010)
o Kelembutan dan kekerasan sabun dipengaruhi
komposisi asam lemak pada bahan baku & kadar
air sabun (Widyasari 2010; Karo Karo, 2011;
Widyasanti dkk., 2016)
o Tingginya nilai tekstur sabun E750  diduga
pengaruh pelarut etanol pada komposisi asam
lemak
o Rendahnya nilai tekstur sabun BRL  permukaan
sabun tidak rata/halus & berlubang  diduga
pengaruh kandungan padatan pada bubur rumput
laut
21 Uji Organoleptik
• Aroma
o Nilai tertinggi: Sabun A500 (81,8%)
o Nilai terendah: Sabun BRL (27,3%)
o Aroma sabun berasal dari penambahan minyak
esensial  konsentrasi sama untuk setiap
perlakuan
o Perbedaan nilai aroma pada setiap perlakuan
diduga akibat perbedaan laju perpudaran aroma
 faktor durasi & kekedapan penyimpanan
o Rendahnya nilai aroma sabun BRL  diduga
akibat aroma tidak sedap dari dekomposisi
padatan organik dalam bubur laut  sebaiknya
dilakukan pemisahan
22 Uji Organoleptik
• Warna
o Nilai tertinggi: Sabun A250, A500, dan A750
(72,7%)
o Nilai terendah: Sabun BRL (36,4%)
o Sabun A250, A500, dan A750 berwarna putih
kekuningan  akibat minyak kelapa sawit sebagai
bahan baku (Hambali dkk., 2005)
o Sabun BRL berwarna keruh  kandungan padatan
organik pada bubur rumput laut  sebaiknya
dilakukan pemisahan
23 Uji Organoleptik
• Jumlah busa
o Nilai tertinggi: Sabun A500 & BRL (90,9%)
o Nilai terendah: Sabun A250, A750, & E750
(81,8%)
o Persepsi konsumen umum: jumlah busa
berbanding lurus dengan kemampuan
membersihkan  persepsi yang keliru
o Jumlah busa dipengaruhi oleh zat-zat aktif yang
terkandung dalam sabun, seperti komposisi asam
lemak, surfaktan, dan penstabil busa (Widyasari,
2010; Karo Karo, 2011)
o Zat aktif dalam rumput laut diduga dapat juga
memberikan pengaruh terhadap jumlah busa yang
dihasilkan sabun
24 Uji Organoleptik
• Kemampuan membersihkan
o Nilai tertinggi: Sabun A250, A500, & A750
(100%)
o Nilai terendah: Sabun E750 (63,6%)
o Kemampuan membersihkan  struktur molekul
sabun  rantai karbon bersifat lipofilik
(melarutkan minyak & kotoran) dan ujung rantai
yang bersifat hidrofilik (dapat larut dalam air)
o Molekul sabun mengurangi tegangan permukaan
pada noda/kotoran
o Melalui sifat-sifat di atas  mengikat kotoran,
lemak, dan partikel minyak dari permukaan yang
dibersihkan (Gusviputri dkk., 2013)
o Kandungan aktif dalam rumput laut dapat juga
mendukung fungsi pembersihan yang dimiliki
sabun  contoh: saponin yang memiliki sifat
pembersih (Gusviputri dkk., 2013)
25 Uji Iritasi
• Iritasi terjadi pada penggunaan: Sabun A500,
A750, E750, & BRL
• Iritasi disebabkan pH yang tinggi (basa)
• pH tinggi  sisa NaOH (alkali bebas) yang tidak
Perlakuan Nilai iritasi (%)
bereaksi menjadi sabun (Ismanto dkk., 2016)
K1 0
K2 0 • Kandungan rumput laut dapat berpengaruh
pada pH (Ismanto dkk., 2016)
A250 0
A500 9 • Pengurangan nilai pH dapat dilakukan melalui
A750 36 proses curing, yakni proses penyimpanan
sabun pada suhu ruang pada waktu tertentu
E750 27
dengan tujuan untuk menguapkan kandungan
BRL 9 bahan-bahan bersifat alkali pada sabun
(Dyartanti dkk., 2014)
26 Uji Fisik & Kimia
• pH
o Seluruh perlakuan ber-pH 10, kecuali sabun E750
(11,5)
o Standar pH sabun padat berdasarkan ASTM 1172-
95: 9 – 11
o pH sabun E750 lebih tinggi  banyak senyawa
aktif (fenol, alkaloid, dan fenolat dan flavonoid)
pada rumput laut yang dapat larut dalam pelarut
etanol dibandingkan dengan pelarut air (Febrianto
dkk., 2019)
o pH etanol lebih tinggi daripada air yaitu 7,33
o Rata-rata sabun pada penelitian ini ber-pH cocok
untuk kulit manusia
27 Uji Fisik & Kimia
• Stabilitas busa
o Nilai tertinggi: sabun BRL (98,9%)
o Nilai terendah: sabun A250 (93,7%)
o Terdapat kecenderungan peningkatan nilai
stabilitas busa pada sabun padat A250, A500, dan
A750
o Peningkatan nilai stabilitas sabun  peningkatan
konsentrasi senyawa aktif saponin pada sabun
padat  menghasilkan busa ketika kontak dengan
air (Widyasanti dkk., 2016)
o Stabilitas sabun pada penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan referensi  sabun dengan
penambahan ekstrak teh putih (Camellia sinensis)
yakni 36,35%-59,36% (Widyasanti dkk., 2016)
28 Uji Fisik & Kimia
• Lemak total
o Nilai tertinggi: sabun A250 (62,66%)
o Nilai terendah: sabun BRL (53,18%)
o Terdapat kecenderungan penurunan nilai lemak
total pada sabun padat A250, A500, dan A750
o Nilai lemak total: asam lemak kaprilat, kaprat,
laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, dan
linoleat (Alvionita dkk., 2016)  terkandung
dalam minyak kelapa & kelapa sawit
o Kadar lemak total sabun padat pada penelitian ini
lebih rendah dari standar mutu sabun padat SNI
3532:2016 yaitu ≥65%  membuat waktu
pemakaian sabun lebih cepat
29 Uji Fisik & Kimia
• Lemak tidak tersabunkan
o Nilai tertinggi: sabun E750 (8,60%)
o Nilai terendah: sabun BRL (1,84%)
o Terdapat kecenderungan penurunan nilai stabilitas
busa pada sabun padat A250, A500, dan A750
o Nilai lemak tidak tersabunkan pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu
sabun padat SNI 3532:2016 yakni ≤0,5%
o Reaksi penyabunan tidak berjalan sempurna
karena tingginya kandungan lemak tidak
tersabunkan (Widyasanti dkk., 2016)
30 Uji Bioaktivitas Sabun
• Uji aktivitas anti mikroba terhadap S. aureus
• Nilai tertinggi : BRL (1,06)
• Nilai terendah : A250 (0,39)
• Sabun ekstrak air yang memiliki aktivitas tertingi:
A500
• Aktivitas antimikroba diduga berasal dari senyawa
metabolit sekunder: alkaloid, fenolik, dan flavonoid
(Bestari, 2018)
• Aktivitas anti-mikroba dapat dipengaruhi oleh
konsentrasi senyawa anti-mikroba dan sensitivitas
bakteri yang diuji (Pushparaj dkk., 2014)
31 Peringkat Perlakuan Terbaik
RANKING
PARAMETER
A250 A500 A750 E750 BRL

Tekstur 3 4 3 5 2

Aroma 4 5 3 2 1

Warna 5 5 5 4 3

Jumlah busa 4 5 4 4 5

Kemampuan membersihkan 5 5 5 3 4

Kesan setelah penggunaan 4 3 2 1 5

Uji Iritasi 5 4 2 3 4

pH 1 1 1 0 1

Stabilitas busa 2 3 4 3 5

Lemak Total 5 4 3 2 1

Lemak tak tersabunkan 2 3 4 1 5

Bioaktivitas 1 4 2 3 5

Total 41 46 38 31 41
32
Kesimpulan & Saran
33 Kesimpulan

1. Penelitian ini telah berhasil membuat sabun padat dengan perlakuan


penambahan G. verrucose ekstrak air 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm,
ekstrak etanol 750 ppm, dan bubur rumput laut

2. a. Sabun padat yang memiliki nilai tertinggi pada uji mutu sensori
adalah sabun padat dengan ekstrak air 500 ppm (A500) (80,3%)
b. Berdasarkan hasil uji fisik dan kimia, perlakuan yang memiliki
nilai
terbaik adalah sabun padat dengan ekstrak air 750 ppm
(A750) dan bubur rumput laut (BRL).
c. Sabun padat yang memiliki aktivitas anti-mikroba tertinggi adalah
sabun padat dengan bubur rumput laut (BRL) (indeks 1,06).
34 Saran

1. Parameter pengujian sebaiknya ditambah untuk melengkapi syarat


mutu sabun padat sesuai SNI
2. Metode ekstraksi rumput laut dapat ditingkatkan atau dimodifikasi
untuk mengoptimalkan perolehan ekstrak dengan senyawa bioaktif
3. Sabun padat A500 dan BRL memiliki kualitas yang baik sehingga dapat
dijadikan kandidat perlakuan untuk diseminasi metode pembuatan
sabun padat
4. Untuk meningkatkan kualitas sensori sabun padat BRL dapat dilakukan
penyaringan pada bubur rumput laut sebelum ditambahkan ke dalam
pembuatan sabun
35 Referensi
• Alvionita, M., Koleangan, H. and Pontoh, J. (2016) ‘Analisis Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Murni Menggunakan Derivatisasi Katalis Basa’, JURNAL MIPA
UNSRAT ONLINE, 5(1), pp. 29–31.
• Baehaki, A., Lestari, S. D., & Hildianti, D. F. (2019). ‘The Utilization of Seaweed Eucheuma cottonii in the Production of Antiseptic Soap’, Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 22(1), pp. 143–154.
• Bestari E. 2018. KARAKTERISTIK BUBUR RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DAN Turbinaria conoides SEBAGAI BAHAN BAKU BODY LOTION. SKripsi. IPB
• BPS Kabupaten Karawang. (2017). Kabupaten Karawang dalam Angka 2017. Karawang: BPS Kabupaten Karawang.
• BPS Kabupaten Karawang. (2018). Kabupaten Karawang dalam Angka 2018. Karawang: BPS Kabupaten Karawang.
• BPS Kabupaten Karawang. (2019). Kabupaten Karawang dalam Angka 2019. Karawang: BPS Kabupaten Karawang.
• Bramble Berry. (2019). Lye Calculator.
• BSN. (2016). SNI 3532:2016. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
• Dyartanti, E. R., Cristie, N. A., & Fawzi, I. (2014). Pengaruh Penambahan Minyak Sawit Pada Karakteristik Sabun Transparan. EKUILIBRIUM Journal of Chemical
Engineering, 13(2), 41-44.
• Febrianto, W. et al. (2019) ‘Potensi Antioksidan Rumput Laut Gracilaria verrucosa Dari Pantai’, jurnal kelautan tropis, 22(1), pp. 81–86. doi:
10.14710/jkt.v22i1.4669.
• Gusviputri, A., PS, N. M., & Indraswati, N. (2017). Pembuatan sabun dengan lidah buaya (aloe vera) sebagai antiseptik alami. Widya Teknik, 12(1), 11-21.
• Hall, N. (2016). Implications of Soap Structure for Formulation and User Properties. In Soap Manufacturing Technology (pp. 1-33). AOCS Press.
• Hambali, E. et al. (2005) ‘Aplikasi dietanolamida dari asam laurat minyak inti sawit pada pembuatan sabun transparan’, Journal of Agroindustrial Technology,
15(2).
• Hwang, P.-A. et al. (2010) ‘Antioxidant and immune-stimulating activities of hot-water extract from seaweed Sargassum hemiphyllum’, Journal of Marine Science
and Technology. 臺灣海洋大學 , 18(1), pp. 41–46.
• Ismanto, S. D., Neswati, N. and Amanda, S. (2016) ‘Pembuatan Sabun Padat Aromaterapi dari Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) dengan Penambahan
Minyak Gubal Gaharu (Aquilaria malaccensis)’, Jurnal Teknologi Pertanian Andalas, 20(2), pp. 9–18.
• ITIS. (2019). Standard Report Page: Gracilaria verrucosa. Available at: https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?
search_topic=TSN&search_value=11985#null (Accessed: October 2019).
• Karo Karo, A. Y. (2011). Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun Transparan [Skripsi, Institut Pertanian Bogor]. IPB Repository.
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51182.
• Maftuch, Kurniawati, I., Adam, A., & Zamami, I. (2016). Antibacterial effect of Gracilaria verrucosa bioactive on fish pathogenic bacteria. The Egyptian Journal of
Aquatic Research, 42(4), 405-410.
• Moloka Farm Living. (2019). ‘Natural Soap Making - Cold Process Method’. Jakarta: Moloka Farm Living, p. 5.
• Pushparaj A, Raubbin RS, Balasankar T. 2014. Antibacterial activity of Kappaphycus alvarezii and Ulva lactuca extracts against human pathogenic bacteria. Int. J.
Curr. Microbiol. App. Sci . 3(1): 432-436
• Rahayu, S. D. P. (2017). Formulasi dan Evaluasi Mutu Fisik Sabun dari Ekstrak Rumput Laut Merah (Euchema cottoni). Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan
Kesehatan, 2(1), 14-18.
• Razak, W. R. W. A. et al. (2018) ‘Antimicrobial activity of marine green algae extract against microbial pathogens’, Malaysian Journal of Biochemistry and
Molecular Biology. Malaysian Society for Biochemistry and Molecular Biology, 21(2), pp. 43–47.
• Wang, H., Ooi, E. V. and Ang, P. O. (2008) ‘Antiviral activities of extracts from Hong Kong seaweeds’, Journal of Zhejiang University SCIENCE B, 9(12), pp. 969–
976. doi: 10.1631/jzus.B0820154.
• Wardani, A. K. (2019). PEMBUATAN SABUN MANDI CAIR RUMPUT LAUT (Gracilaria sp) DENGAN PENAMBAHAN ARANG AKTIF DI PT RUMAH RUMPUT LAUT,
CIAMPEA – BOGOR. Karawang: Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang.
• Widyasanti, A., Farddani, C. L., & Rohdiana, D. (2016) ‘Pembuatan sabun padat transparan menggunakan minyak kelapa sawit (palm oil) dengan penambahan
bahan aktif ekstrak teh putih (camellia sinensis)’, Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of Agricultural Engineering), 5(3), pp. 125-136.
• Widyasari, A. (2010). Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin Terhadap Mutu Sabun Transparan [Skripsi, Institut Pertanian Bogor]. IPB Repository.
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61834.
36
37
Tinjauan Pustaka
38 Dasar Pembuatan Sabun
• Sabun padat merupakan produk “garam” dari reaksi saponifikasi
antara minyak/lemak (dengan rantai karbon C10 – C18) dengan
NaOH (Hall, 2016)

• Menghasilkan gliserin sebagai produk samping


• Merupakan reaksi eksotermik  menghasilkan panas
39 Rumput Laut Gracilaria verrucosa
• Taksonomi (ITIS, 2019)
Kerajaan Plantae
Divisi Rhodophyta
Kelas Florideophyceae
Ordo Gracilariales
Famili Gracilariaceae
Genus Gracilaria
Spesies Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfuss

• Kandungan senyawa fitokimia (Maftuch dkk., 2016)


Senyawa Kandungan • Aktivitas antibakteri
Alkaloid + terhadap Aeromonas
Flavonoid + hydrophila, Pseudomonas
Tanin + aeruginosa, P. putida,
Fenol + Vibrio harveyi, dan V.
Steroid - algynoliticus
Saponin -
Terpenoid -
40 Syarat Mutu Sabun Padat
• Syarat mutu sabun mandi berdasarkan SNI 3532:2016 (BSN,
2016):
No Kriteria uji Satuan Mutu
% fraksi
1 Kadar air ≤ 15,0
massa
% fraksi
2 Total lemak ≥ 65,0
massa
% fraksi
3 Bahan tak larut dalam etanol ≤ 5,0
massa
% fraksi
4 Alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) ≤ 0,1
massa
Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam % fraksi
5 ≤ 2,5
oleat) massa
% fraksi
6 Kadar klorida ≤ 1,0
massa
% fraksi
7 Lemak tidak tersabunkan ≤ 0,5
massa
Catatan: Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan bergantung
pada sifatnya yang asam atau basa
41 Posisi Penelitian
No. Judul Penelitian Hasil Penelitian Peneliti
Pengolahan Rumput Laut Gracilaria
Soeprijadi
1 verrucosa di Kabupaten Karawang Menjadi
dkk., 2020
Sabun Padat
Formulasi yang paling baik adalah sabun
dengan konsentrasi ekstrak rumput laut
Pemanfaatan Rumput Laut Eucheuma cottonii Baehaki dkk.,
2 sebesar 750 ppm karena memiliki aktivitas
dalam Pembuatan Sabun Antiseptik 2019
bakteri yang paling tinggi dibandingkan
perlakuan lainnya
Penambahan ekstrak teh putih sebanyak 0,5%
Pembuatan Sabun Padat Transparan (b/v) memiliki hasil terbaik. Sabun yang
Menggunakan Minyak Kelapa Sawit dengan dihasilkan sesuai standar sabun padat SNI 06- Widyasanti
3
Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih 3532-1994, kecuali untuk nilai jumlah asam dkk., 2016
(Camellia sinensis) lemak. Daya hambat bakteri Staphylococcus
aureus sebesar 1,28 mm
Tidak terdapat perbedaan antara formula
Formulasi dan Evaluasi Mutu Fisik Sabun dari
sabun dengan konsentrasi ekstrak 5% dan
4 Ekstrak Rumput Laut Merah (Eucheuma Rahayu, 2015
10%. Perlu adanya uji antibakteri dan
cottonii)
kekerasan
42 Peta Jalan Penelitian
• Pengumpulan bahan baku G. verrucose

Tahap Inisiasi •
Ekstraksi rumput laut
Formulasi sabun
(2019) • Uji fisik dan kimia sabun
• Uji bioaktivitas sabun

Tahap • Perancangan dan pembuatan alat inovasi


Pengembangan produksi sabun
• Uji coba produksi sabun rumput laut dalam
(2020) skala pilot

• Branding sabun rumput laut


Tahap Hilirisasi • Perizinan dan komersialisasi
sabun rumput laut
(2021)

Anda mungkin juga menyukai