Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN INVESTASI DAN

PENGADAAN TEKNOLOGI
INFORMASI

BAB 4
TUJUAN INVESTASI
TEKNOLOGI INFORMASI
,PARADOKS PRODUKTIVITAS
DAN BENEFIT

Oleh :
Nidia Rosmawanti,
M.Kom

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 1


BAB 4
TUJUAN INVESTASI
TEKNOLOGI INFORMASI,
PARADOKS
PRODUKTIVITAS
Tujuan Pembelajaran : DAN
BENEFIT
Setelah mempejari Materi ini mahasiswa dapat memahami tentang tujuan
investasi Teknologi Informasi, Paradoks Produktivity dan mereka-reka benefit
investasi pada Teknologi Informasi

4.1 Tujuan Investasi TI

D alam kurun waktu 50 tahun terakhir,


triliunan dolar Amerika telah diinvestasikan
oleh berbagai perusahaan untuk
membangun teknologi informasinya. Tercatat
pada tahun 2000 sekitar dua triliun dolar
telah dialokasikan oleh berbagai perusahaan
di seluruh dunia untuk membeli dan
menerapkan teknologi ini, dan diperkirakan
pada tahun tahun akan datang nilai ini akan
mencapai lebih dari tiga triliun dolar.

Namun demikian, hingga saat ini


masyarakat dan para praktisi industri masih
mengalami kesulitan untuk membuktikan
bahwa investasi sebesar itu benar-benar
tidak percuma, dalam arti secara nyata
terlihat adanya peningkatan output produk
dan jasa yang di ciptakan secara signifkan
(Strassmann 1997 dalam Eko Indajid 2016).

Investasi merupakan salah satu keharusan yang dilakukan oleh


sebuah perusahaan, terutama ketika bisnisnya sedang berada dalam
tahap awal, yaitu pada tingkat pembentukan dan pertumbuhan (infancy
dan growth stages). Namun tidak jarang dijumpai pimpinan perusahaan
yang menganggap bahwa investasi terhadap teknologi informasi

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 2


merupakan suatu hal yang tidak terlalu penting untuk dilakukan oleh
perusahaan. Kebanyakan dari mereka merasa bahwa investasi tersebut
sifatnya adalah optional atau nice to have belaka, dalam arti kata tidak
wajib untuk dilaksanakan. Dalam kerangka manajemen strategis di era
moderen saat ini, pandangan tersebut dapat dianggap benar atau salah
sama sekali, tergantung dari karakteristik investasi yang ada. Pada
dasarnya peranan teknologi informasi bagi setiap perusahaan bersifat
unik dan spesifik. Hal ini disebabkan karena masing-masing perusahaan
memiliki strategi yang berbeda satu dengan lainnya.
Walaupun dua buah perusahaan misalnya berada pada sebuah industri
yang sama, namun peranan teknologi informasinya bisa sangat berbeda.
Lihatlah bagaimana pelanggan sebuah bank akan rush jika jaringan
ATM-nya rusak satu hari saja sementara bank yang lain tidak mengalami
gangguan yang berarti walaupun jaringan ATM-nya rusak seminggu.
Artinya bahwa meskipun keduanya memiliki teknologi informasi berupa
jaringan ATM untuk mendukung bisnisnya, namun bagi bank yang
pertama teknologi tersebut sifatnya adalah vital, sementara bagi bank
lainnya teknologi ATM terkait hanyalah berfungsi sebagai perangkat
penunjang belaka.
Ditinjau dari segi peranan strategis teknologi informasi, paling tidak
dapat ditemukan 5 (lima) jenis tujuan dari dilakukannya investasi
terhadap perangkat teknologi tersebut.
Kategori pertama adalah karena alasan kelangsungan hidup
perusahaan atau bisnis itu sendiri, dalam arti kata adalah bahwa
perusahaan melihat bahwa keberadaan teknologi informasi di dalam
bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan
semacam bank retail, hotel kelas atas (bintang lima), transportasi
penerbangan, dan lain sebagainya yang tidak mungkin dapat bertahan
lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi oleh
teknologi informasi. Dalam kondisi kemutlakan ini, maka
jarang
dilakukan analisa untuk mempertimbangkan seberapa penting
melakukan investasi untuk mengembangkan teknologi informasi,
karena perangkat tersebut merupakan syarat atau sarana utama yang
harus dimiliki perusahaan agar dapat berbisnis.

Kategori kedua adalah perusahaan yang hendak melakukan investasi


karena alasan ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan dengan
diimplementasikannya teknologi informasi dalam sejumlah bidang atau
aktivitas tertentu, maka akan dilakukan proses reduksi atau
optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya perusahaan,
seperti: manusia, waktu, biaya, material, aset, dan lain sebagainya.
Biasanya teknologi informasi dipergunakan untuk menekan atau

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 3


mereduksi biaya komunikasi (interaksi) dan transaksi. Contohnya
adalah penerapan teknologi intranet, o ffice auto m a tio n, website,
dan lain sebagainya. Berdasarkan teori ke- unggulan kompetitif
Michael Porter, salah satu strategi perusahaan dalam era persaingan
global adalah cost leadership, dalam arti manajemen berusaha untuk
menekan biaya produksi agar barang atau jasa yang ditawarkannya
dapat bersaing dalam harga. Artinya bahwa untuk industri dimana
faktor harga memiliki elastisitas yang tinggi di pasar seperti misalnya
produk komoditas aspek efisiensi merupakan hal krusial atau vital
yang harus diupayakan oleh perusahaan. Perusahaan akan mampu
men ciptakan produk atau jasa yang baik, murah, dan cepat apabila
proses pen ciptaan produk atau jasa tersebut juga adalah baik, murah,
dan cepat.
Metode yang paling tepat dipergunakan untuk mengevaluasi proposal
investasi terhadap teknologi terkait adalah analisa cost benefit; dimana
dalam metode ini di coba untuk dikomparasikan antara besarnya biaya
investasi yang dikeluarkan dengan perkiraan manfaat efisiensi yang
diperoleh melalui penerapan teknologi informasi tersebut.
Kategori ketiga adalah tujuan investasi untuk memperbaiki
efektitivitas usaha, dalam arti perusahaan melakukan do the right
thing. Contoh penerapan aplikasi teknologi informasi terkait
dengan
hal ini adalah menerapkan sistem pengambilan keputusan (decision
support system), membangun data warehouse untuk keperluan
business intelligence, mengembangkan situs electronic commerce,
dan lain sebagainya. Dalam bisnis, investasi semacam ini dikatakan
sebagai sebuah hal yang kritikal, mengingat bahwa tanpa dimilikinya
perangkat teknologi tersebut, akan sulit bagi perusahaan untuk
menjalankan suatu rangkaian proses tertentu. Oleh karena itulah
maka cara melakukan evaluasi terhadap investasi terkait adalah
dengan menjalankan aktivitas analisa bisnis, dimana dalam kegiatan
tersebut dipetakan dan didefinisikan rangkaian proses mana saja
yang merupakan core processes; dimana teknologi informasi akan
dipergunakan untuk menopang kehandalan proses tersebut.

Kategori keempat adalah keinginan perusahaan untuk mendapatkan


suatu loncatan keunggulan kompetitif (competitive advantage leap)
agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan
mengembangkan teknologi yang perusahaan lain belum memiliki.
Terkait dengan tipe investasi ini adalah
pengembangan aplikasi untuk menerapkan berbagai konsep
manajemen

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 4


baru seperti supply c hain management, enterprise resource planning,
customer relationship management, call center, dan lain sebagainya
dimana secara signi kan implementasi berbagai perangkat teknologi
informasi ini diharapkan dapat membawa perusahaan berada jauh di
depan dipandingkan dengan para pesaing bisnisnya.
Investasi dalam kaitan ini memang terkesan bersifat strategis, atau
memiliki perspektif rentang waktu jangka panjang, sehingga
kelayakannya sangat ditentukan oleh para pimpinan senior perusahaan
(misalnya para anggota direksi); sehingga alat bantu untuk mengukur
visibilitas dari investasi ini biasanya terkait dengan konsep analisa
strategis.

Kategori yang kelima adalah suatu bentuk investasi yang


dilatarbelakangi oleh peranan teknologi informasi sebagai salah satu
perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi
sebuah perusahaan di era global ini merupakan suatu standar bagi
perusahaan untuk memiliki corporate website yang dapat diakses oleh
para calon pelanggan di seluruh dunia, menggunakan email sebagai
sarana berkomunikasi sehari-harinya, memanfaatkan sejumlah alat
bantu aplikasi office productivity (seperti word processor,
spreadsheet, presentation, database, dan lain-lain), menginstalasi
jaringan Local Area Network untuk keperluan aktivitas sehari-hari, dan
lain sebagainya; dimana keseluruhan perangkat tersebut sudah menjadi
sebuah infrastruktur usaha yang harus dimiliki oleh perusahaan.
Besarnya investasi yang perlu dikeluarkan sifatnya sangat tergantung
dari arsitektur infrastruktur yang diadopsi oleh perusahaan, sehingga alat
ukur kelayakannya pun cukup beraneka ragam. Biasanya pimpinan akan
melakukan proses benchmarking dengan perusahaan lain yang bergerak
di industri serupa dan memiliki ukuran usaha yang kurang lebih sama
untuk mendapatkan perkiraan total investasi yang wajar untuk kategori
infrastruktur ini.

Investment Investment Evaluate/Measure


Purpose Ty p e
Business Mandatory Continue/Discontinue
Survival Business
Improving Vital Cost Beneft
Efeciency
Improving Efec Criti al Business Analysis
tiveness
Strategi Strategi Analysis
Competitive Leap
Architecture Very Broad Terms
Infrastu ture
Sumber : Eko Indrajit : 2005

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 5


4.2 Pardoks Produktivity
Fenomena ketidak cocokan atau ketidak seimbangan antara
besaran biaya investasi teknologi informasi yang dikeluarkan
dengan
total Paradox
Produtivity output yang dihasilkan
(paradoks dideskripsikan
produktivitas), sebagaiisu
yaitu sebuah
sebuah IT
yang hingga saat ini masih hangat dibicarakan di kalangan akademisi
maupun praktisi teknologi informasi semenjak tahun 1980-an (Roach,
1994).
Berdasarkan fakta dan definisi di atas, para pakar berusaha keras untuk
mendapatkan penjelasan yang logis mengenai mengapa fenomena
paradoks produktivitas tersebut terjadi. Dari hasil kajian mereka, alasan
mengapa terjadinya paradoks tersebut dapat diklasi kasikan menjadi tiga
kategori, yaitu masing-masing mengkristal menjadi kesimpulan sebagai
berikut (Willcocks et al, 2000 dalam Eko Indiajid : 2006):
1. Permasalahan analisa dan representasi data tidak memper-
lihatikan
terjadinya peningkatan produktivitas;
2. Manfaat yang diperoleh oleh teknologi informasi tidak terlihat karena
adanya kerugian di area lain; dan

3. Peningkatan produktivitas tidak terlihat karena adanya kegagalan


penerapan teknologi informasi atau tingginya alokasi biaya
teknologi informasi yang dikeluarkan

(1 ) Analisa Dan Representasi Data


Menurut definisi para ekonom mendefinisikan bahwa produktivitas
adalah jumlah output yang dihasilkan dibagi dengan jumlah input.
Besaran output dihitung dengan cara mengalikan jumlah produk yang
dihasilkan dengan harga (value) rata-rata dari produk tersebut; sementara
besaran nilai input dihitung dari jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk
menghasilkan seluruh output tersebut. Angka rasio yang didapatkan dari
perhitungan tersebut dikenal sebagai labor productivity. Jika sumber
daya lain seperti misalnya besaran investasi dan kebutuhan material
dimasukkan sebagai bagian dari input, maka angka rasio yang didapat
dikenal sebagai multifactor productivity. Di dalam dunia teknologi
informasi, rumusan sederhana ini belum tentu secara kongkrit
memperlihatkan atau merepresentasikan terjadinya kenaikan atau
penurunan produktivitas seperti yang umum dipergunakan pada aktivitas
lain seperti proses manufaktur atau produksi. Hal ini disebabkan karena
berbeda dan beragamnya asumsi terhadap variabel input maupun output

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 6


yang dipergunakan.
Sebagai contoh :
misalnya pada
industri jasa
seperti kesehatan
dan
pendidikan. Sangat
penyembuhan,
sulit untuk dan lain sebagainya. Demikian pula di bidang
pendidikan,
menentukanapakah output yang dimaksud adalah jumlah mahasiswa
yang lulus, atau
kuantitas atau jumlah mahasiswa yang berhasil lulus tepat waktu,
karakteristik
dan lain sebagainya. Ini baru hal yang terkait dengan sesuatu yang
output itu
dapat seperti
diukur dan dilihat (kuantitaf dan tangible), belum
apa. Dalam
dipertimbangkan faktor-faktor lain yang bersifat unquantible dan
industri
intangible seperti kualitas dari output yang dihasilkan. Dengan
kesehatan,
kata
apakah yang
lain, masing-masing orang akan mencoba mendefinisikan output yang
dimaksud dengan
dimaksud sesuai dengan kepentingan dan relevansinya masing-masing,
entity output
sehingga
adalah pengukuran
pasien produktivitas pun sangat relatif sifatnya.
Dari
yang segidilayani,
input, yang terkait erat dengan alokasi sumberdaya
keuangan
atau
yang
pasiendiinvestasikan
yang untuk pengembangan teknologi informasi, terlihat
bahwa
berhasilternyata pemakaian teknologi informasi di dalam sebuah
disembuhkan,bersifat
perusahaan atau sistemik, artinya menyebar di seluruh proses inti
pasien
dan yang
menjalani proses
aktivitas penunjang yang ada, sehingga sangat sulit untuk menentukan
proporsi nilai investasi terhadap sebuah rangkaian proses tertentu atau
sub-sistem tertentu yang ingin dihitung produktivitasnya.
Contohnya adalah investasi untuk membeli sebuah mesin ATM yang
ternyata tidak saja berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas
lainnya seperti: memper cepat proses transfer antar rekening,
pada proses pelayanan terhadap pelanggan (dibandingkan dengan
mengurangi biaya komunikasi dan transaksi, meningkatkan rasa aman
menggunakan teller), tetapi berpengaruh pula terhadap aktivitas terkait
pelanggan, mempertinggi tingkat kepuasan nasabah, dan lain
sebagainya.
Dengan kata lain, tidak adil rasanya jika investasi tersebut
hanya
dibebankan semata pada sebuah proses atau sub-sistem tertentu
sementara kontribusi manfaatnya dirasakan pula oleh berbagai proses
yang lain di dalam perusahaan.
Oleh karena itu
produktivitas dapatbenar-benar
yang dimengerti betapa sulitnya men
menggambarkan ari rumusan
keadaan yang
sebenarnya dalam arti kata secara kongkrit merepresentasikan manfaat
yang diberikan oleh teknologi informasi per-satuan investasi yang
dialokasikan. Hasil riset memperlihatkan lebih banyaknya hasil
perhitungan yang cenderung under estimate dampak produktivitas yang
sebenarnya (kenaikan produktivitas tersembunyi di balik angka-angka

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 7


dengan asumsi yang keliru ) dibandingkan yang over estimate.

(2). Kerugian Area Lain

Pada dasarnya organisasi sema am perusahaan merupakan


sebuah sistem yang terdiri dari berbagai entiti yang saling terkait satu
dengan yang lainnya. Katakanlah penggunaan sebuah aplikasi
teknologi informasi di salah satu divisi berhasil meningkatkan
produktivitas karyawan yang berada di dalamnya. Karena
produktivitasnya meningkat, maka perusahaan dapat mengurangi
jumlah karyawannya pada divisi terkait dan memindahkannya di divisi
lain. Akibatnya secara total sistem, jika diukur
produktivitasnya,
nampak tidak terjadi peningkatan yang berarti karena pada divisi baru
tersebut, karyawan yang ada hanya akan menjadi beban
tambahan
Contoh lainnya adalah penerapan ele troni c ommerce yang
overhead semata.
memungkinkan seorang pelanggan untuk mela- kukan pemesanan
produk melalui internet untuk dapat diantarkan langsung ke rumah
(delivery) pada hari yang sama. Pada proses penjualan, jelas terjadi
peningkatan produktivas dalam arti kata meningkatnya frekuensi
pemesanan oleh pelanggan. Namun untuk dapat memenuhi delivery
dalam kurun waktu 24 jam seperti yang diinginkan, terpaksa
perusahaan harus memiliki armada ekspedisi atau kurir tambahan
untuk melakukannya yang jika dihitung-hitung secara keseluruhan
justru terkesan menurunkan produktivitas perusahaan.
Kedua contoh di atas memperlihatkan bagaimana manfaat
dari
teknologi informasi di satu tempat ter offset dengan kerugian di
tempat lain di dalam sebuah organisasi. Sehingga jika dilakukan
perhitungan produktivitas secara menyeluruh, hampir tidak terlihat
peningkatan yang signifikan, Bahkan tidak mustahil justru terjadi
penurunan dari hasil perhitungan produktivitas yang ada.

(3). Beban Biaya Teknologi Informasi

Berbeda dengan kedua kesimpulan terdahulu dimana manfaat


signi kan yang berhasil disumbangkan oleh teknologi informasi
termarginalkan oleh beberapa aspek terkait, maka dalam kesimpulan
yang ketiga ini bersumber dari kenyataan bahwa teknologi informasi
memang tidak memberikan kontribusi apapun terhadap tingkat pro-
duktivitas bahkan cenderung memperburuk kinerja produktivitas
perusahaan secara keseluruhan.
Hasil kajian memperlihatkan adanya dua penyebab utama
terjadinya
hal ini. Hal pertama berasal dari gagalnya penerapan
teknologi
Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 8
informasi karena berbagai faktor penyebab internal maupun
eksternal.
Dalam kerangka ini jelas terlihat bahwa investasi telah keluar secara
percuma dan tidak dapat dikembalikan lagi. Hal kedua terjadi karena
tingginya biaya pemeliharaan dan pengembangan teknologi informasi
yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga walaupun secara
bisnis telah terjadi peningkatan output, membengkaknya biaya
overhead pemeliharaan maupun pengembangan teknologi informasi
telah menyebabkan tingginya faktor input yang dibutuhkan
sehingga secara langsung berdampak pada perhitungan
produktivitas.
Dengan memahami dan mempelajari fenonema paradoks ini, terlihat
betapa sulit dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi dalam
rangka mencari relasi antara besaran investasi yang dialokasikan
dengan besaran manfaat (benefit) yang diperoleh perusahaan terkait
dengan peningkatan produktivitas.
Sudah hampir 25 tahun paradoks ini diperbincangkan, selama itu pula
perdebatan antara sejumlah kubu yang sepakat dan menentang adanya
paradoks ini.
Suka atau tidak suka, mau tidak mau, pada kenyataannya filosofi
business is business yang akan mendominasi manajemen
pengambil keputusan dalam menentukan apakah perusahaan perlu
untuk mengalokasikan sejumlah sumber dayanya untuk
mengembangkan teknologi informasi, pada kenyataannya cukup
banyak manajemen yang tidak perduli dengan adanya paradoks
ini karena mereka yakin betul bahwa tidak ada perusahaan yang
bisa survive dewasa ini tanpa melibatkan teknologi informasi. In IT
we trust demikian kata hati mereka berbicara.

4.3 Benefit
Merupakan hal yang cukup sulit dalam menentukan apakah
melakukan investasi untuk membangun infrastruktur teknologi
informasi
merupakan hal yang tepat atau tidak. Di satu pihak perusahaan
merasa
bahwa seperti halnya investasi di bidang lain, harus ada target
ROI
(Return On Investment) yang dikenakan pada setiap investasi
melampaui batas-batas kewajaran (berlebihan). Namun gejala over
terhadap
investment ini bukan tanpa alasan dilakukan oleh perusahaan-
komponen teknologi informasi, perusahaan pesaing lain
perusahaan
banyak yangbesar mengingat banyak sekali advantage dari utilisasi
teknologi informasi
sudah tidak yang tidak dapat
memikirkan diukur
hal ini lagi, secara finansial.
alias investasi yang dilakukan
sudah
Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 9
Dan Remenyi, Arthur Money, dan Alan Twite mencoba mengilustrasikan
beneft tersebut dalam sebuah matriks (Remenyi et al, 1995 dalam Eko
Indrajit, 2016) yang dapat digunakan sebagai landasan manajemen
dalam pengambilan keputusan.
Masalah investasi di bidang teknologi informasi merupakan hal yang
cukup memusingkan kepala para manajemen senior perusahaan. Di satu
sisi mereka sadar bahwa sudah saatnya (kalau tidak memang karena
sudah terlambat) mereka harus memiliki suatu sistem informasi yang
dapat menunjang bisnis mereka, sementara di lain pihak mereka harus
mengeluarkan biaya yang relatif cukup besar untuk dapat merancang
dan mengimplementasikan sistem informasi yang dibutuhkan.Tanpa
memiliki teknologi informasi yang cukup canggih, sulit di alam
kompetisi global ini untuk dapat bersaing dengan perusahaan-
perusahaan besar dari mancanegara yang mulai banyak mengadu
untung di tanah air. Namun salah mengidentifikasikan kebutuhan
sistem akan menjadi bumerang bagi organisasi yang bersangkutan.
Di dalam organisasi non-profit jenis teknologi yang cocok adalah yang
tepat guna, dalam perusahaan, besarnya investasi di bidang teknologi
informasi yang feasible ditentukan melalui suatu analisa biaya dan
manfaat (cost - beneft analysis).
Menghitung biaya investasi yang diperlukan di muka, dan biaya
operasional yang secara periodik harus dikeluarkan per bulannya,
cukup mudah untuk dilakukan. Namun terkadang para praktisi
teknologi informasi maupun manajemen perusahaan sulit meyakinkan
pelaku investasi akan besarnya manfaat (benefit) yang akan diperoleh
melalui investasi di bidang teknologi informasi, karena tidak semua
jenis
manfaat dapat dengan mudah dirupiahkan.
Remenyi membagi manfaat dari utilisasi teknologi informasi menjadi
dua macam, yang bersifat tangible dan intangible. Manfaat tangible
adalah yang secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas
perusahaan, baik berupa pengurangan atau penghematan biaya
(cost) maupun
Sebagai peningkatan
contoh, jika pendapatan
pada (revenue).
mulanya perusahaan harus
mempekerjakan beberapa karyawan yang secara khusus bertugas
mempersiapkan laporan-laporan rekapitulasi keuangan, dengan
diimplementasikannya aplikasi Data warehousing perusahaan yang
bersangkutan tidak perlu lagi harus merekrut karyawan-karyawan baru
yang harus digaji per bulannya. Contoh lainnya adalah dengan
diinstalasinya ATM (Automated Teller Machine) sebagai per-
panjangan tangan atau kanal distribusi, sebuah bank dapat
merperluas jangkauan bisnisnya sehingga dapat menjaring para
pelanggan baru atau non pelanggan untuk melakukan transaksi

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 10


melalui mesin tersebut. Secara nyata perusahaan dapat merasakan
pertambahan revenue yang diperoleh melalui transaksi-transaksi
melalui jaringan ATM-nya.
Namun pada kenyataannya, tidak semua jenis manfaat tangible dapat
dinyatakan dalam besaran angka atau kuantitatif. Contoh yang paling
populer adalah dengan dikembangkannya O ffice Automation System,
sebuah perusahaan merasa kinerjanya menjadi lebih efisien dan cost
efective. Namun besarnya efisiensi dan efektivitas sangat sulit
dikuantitatifkan dalam rupiah.
Di sisi lain, manfaat intangible didefinisikan sebagai manfaat positif yang
diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan pemanfaatan teknologi
informasi, namun tidak memiliki korelasi secara langsung dengan pro
tabilitas perusahaan. Seperti halnya manfaat tangible dan manfaat
intangible dapat dibagi menjadi dua bagian, yang quantifable dan yang
unquantifiable atau biasa pula dipergunakan measurable dan
unmeasurable.
Matriks berikut menggambarkan kategori dari manfaat atau bene t yang
diperoleh oleh perusahaan sehubungan dengan investasi di bidang
teknologi informasi beserta contoh- ontohnya.

Sumber: Remenyi et.al.,1995 dalam Eko Indrajit 2006

Berdasarkan kenyataan di lapangan, terlihat bahwa sebagian besar


manajemen hanya memperhatikan manfaat yang tangible-quantifiable
karena mudah untuk dikalkulasi dan dirupiahkan dan terlihat
berpengaruh langsung terhadap profitabilitas perusahaan. Sehingga
tidaklah mengherankan jika melihat kenyataan betapa sulitnya meng-
goal-kan suatu proyek teknologi informasi karena berdasarkan
perhitungan, terlihat bahwa benefit yang diperoleh tidak sesuai
dengan besarnya cost yang dikeluarkan.

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 11


Namun jika manajemen berani untuk mengkalkulasi baik secara
heuristik maupun secara what-if simulation maka akan terlihat
kelayakan investasi di bidang teknologi informasi.
Kalkulasi secara heuristik biasanya dilakukan dengan hitung-
cara
hitungan kasar dan sederhana. Katakanlah untuk membangun suatu
Executive Information System, manajemen senior ditanya berapa besar
yang bersangkutan mau membayar untuk sebuah laporan atau informasi
per harinya. Jika manajer tersebut mau membayar katakanlah Rp 10,000
per laporan per harinya, berarti dengan kata lain beliau mau
mengeluarkan kurang lebih Rp 200,000 per bulannya. Jika ada 50
manajer dalam satu perusahaan, berarti per bulannya mereka mau
mengeluarkan Rp 10,000,000 per bulan untuk laporan yang
bersangkutan, atau dengan kata lain Rp 120,000,000 per tahunnya.
Nilai kasar inilah yang dianggap dapat merepresentasikan nilai dari
manfaatn informasi tersebut, sehingga dapat melakukan perbandingan
dengan biaya yang diperlukan untuk membangun sistem Executive
Information System tersebut.
What-if simulation biasanya berupa suatu aplikasi sederhana dalam
spreadsheet yang berisi kalkulasi secara matematis mengenai
hubungan antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap biaya
dan manfaat dari kinerja teknologi informasi. Katakanlah dengan
diimplementasikannya sistem komputer tertentu, maka seorang
customer service dapat lebih cepat melayani pelanggan, sehingga
dalam satu hari akan lebih banyak jumlah pelanggan yang dapat
dilayani oleh perusahaan yang bersangkutan, yang secara tidak
langsung akan meningkatkan kualitas pelayanan dan mendatangkan
sumber-sumber pendapatan yang potensial. Katakanlah counter tersebut
bertugas melayani pembukaan rekening baru di bank, maka dalam satu
hari, jumlah pemasukan bank dengan adanya sistem komputer akan
lebih besar jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang manual.
Pada buku yang sama, Remenyi memperlihatkan sebuah matriks yang
diharapkan dapat memandu manajemen dalam menentukan teknik
pendekatan sema am apa yang cocok untuk dipergunakan berdasarkan
karakteristik tangible-intangible dan measurable-unmeasurable seperti
yang diperlihatkan pada gambar berikut.
Masih banyak lagi teknik-teknik lain yang dapat dipergunakan untuk
menghitung manfaat menyeluruh yang dapat diberikan oleh suatu
sistem informasi. Pada dasarnya, perlu dibentuk tim yang secara
khusus dapat melakukan analisa cost-benefit secara menyeluruh
sehingga manajemen dapat dengan mudah mengambil keputusan
terhadap investasi besarnya di bidang teknologi informasi.

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 12


Sumber: Remenyi et.al.,1995 (dalam Eko Indrajit,2006)

Referensi
1. Prof. Richardus Eko Indrajit, (2016), Analisa Cost
Benefit,The Preinexus Publisher, Jakarta
2. P rof. R ic h a rd u s E k o In d ra jit, ( 2 0 1 6 ) , M a n a j e m e n -
In v e s ta s i T e k n o l o g i In fo r m a s i,E k o j i9 9 9 ,
n o m o r 1 2 1 , 07 Januari 2013
3. Abdul Halim, (2005) Analisa Investasi, Edisi 2, Salemba
Empat,Jakarta
4. Jogiyanto H.M.(2003, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi
3,BPFE, Yogyakarta
5. Spits Warnars, (2009), Simple ROI untuk justifikasi investasi proyek
Data Warehouse pada perguruan tinggi swasta , Jurnal Ilmiah Teknik
Komputer, November, 2009

Manajemen Investasi & Pengadaan TI Page 13

Anda mungkin juga menyukai