Anda di halaman 1dari 13

Pencemaran dan Bioindikator

Ekosistem Alami (Hutan)


Siti Nur aisyah (1910421001)
Adam Raihan Priambada (1910423002)
Elni Fatimah (1910421019)
Material

Bioindikator
Pencemaran
Alami
Hutan
(Hutan)
Pencemaran Pada Hutan
Data Forest Watch Indonesia (2001) menyebutkan bahwa Indonesia telah kehilangan hutan seluas 60 juta ha selama
rezim Orde Lama. Dengan laju kerusakan hutan 16 juta pertahun berdasarkan perhitungan linear maka hutan
Indonesia diperkirakan akan habis paling lambat 2082 tetapi jika menggunakan perhitungan eksponensial maka hal
itu bisa saja terjadi pada tahun 2008 (Munggoro, 2002).

So, Apa Itu Pencemaran Hutan?

Pencemaran hutan merupakan proses perusakan hutan atau


menyebabkan hutan menjadi kotor dan tidak produktif lagi.
Pencemaran ini akan menyebabkan adanya zat- zat yang bersifat
negatif timbul dan hal ini tentu saja akan sangat merugikan.
(ilmugeografi.com)
Pencemaran Hutan
Ciri- ciri Hutan yang Tercemar

Hutan yang tercemar akan berbeda dengan hutan-


hutan pada umumnya. Hutan yang tercemar
mempunyai beberapa ciri- ciri sebagai berikut:
● Tanah sudah menjadi tidak subur
● Pohon- pohon menjadi kering dan tidak subur
● Udara menjadi tidak segar ketika dihirup
● Udara mengandung berbagai zat yang berbahaya
● Terdapat zat- zat yang berbahaya di dalam tanah
● Tidak mempunyai fungsi hutan yang semestinya
(ilmugeografi.com, 2021)
Pencemaran Pada Hutan
Pencemaran Udara Pada Hutan
Pencemaran udara dapat memberikan dampak negative bagi makhluk hidup,
manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kebakaran hutan dan gunung api yang
meletus menyebabkan banyak hewan yang kehilangan tempat berlindung, dan
sampai mati bahkan punah. Gas-gas oksida belerang (SO2 dan SO3) bereaksi
dengan uap air, dan air hujan dapat menyebabkan terjadinya hujan asam yang
dapat merusak bangunan, saran pra-sarana transportasi atau invrastuktur dan lain-
lain, sehingga mengakibatkan tumbuhan mati atau tidak bisa tumbuh. Gas
karbon monoksida bila terhisap masuk dalam paru-paru bereaksi dengan
haemoglobin menyebabkan keracunan darah (Murhaini, 2011).
Pencemaran Pada Hutan
Dampak Pencemaran Udara :
1. Hujan asam
Hujan asam pertama kali diperkanalkan oleh Augus Smith ketika ia menulias
tentang polusi industry di Inggris.Hujan asam adalah hujan yang memiliki
kandungan pH (derajat keasaman) kurang dari 5.6. pencemar udara seperti SO2
dan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air
hujan. Dampak dari hujan asam antara lain :
1. Mempengaruhi kualitas air permukaan
2. Merusak tanaman
3. Melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga
mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan
4. Bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan.
( Salindeho, 1989)
Pencemaran Pada Hutan
2. Penipisan Lapisan Ozon
Ozon (O3) adalah senyawa kimia
yangmemiliki 3 ikatan yang tidak stabil. Di atmosfer, ozon terbentuk secara alami
dan terletak di lapisan stratosfer pada ketinggian 15-60 km di atas permukaan
bumi. Fungsi dari lapisan ini adalah untuk melindungi bumi dari radiasi sinar
ultraviolet yang dipancarkan sinar matahari dan berbahaya bagi kehidupan.
Namun, zat kimia buatan manusia yang disebut sebagai ODS (Ozon Depleting
Substances) atau BPO (Bahan Perusak Ozon) ternyata mampu merusak lapisan
ozon sehingga akhirnya lapisan ozon menipis. Hal ini dapat terjadi karena zat
kimia buatan tersebut dapat membebaskan ato klorida (CI) yang akan
mempercepaqt lepasnya ikatan O3 menjadi O2. Lapisan ozon yang berkurang
disebut sebagai lubang ozon (ozone hole). (Simon, 2010)
Pencemaran Pada Hutan
3. Pemanasan global
Kadar CO2 yang tinggi di lapisan atmosfer dapat menghalangi pantulan panas
dari bumi atmosfer sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas. Peristiwa ini
disebut dengan efek rumah kaca (green house effect). Efek rumah kaca ini
mempengaruhi terjadinya kanaikan suhu udara di bumi (pemanasan global).
Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata rata di seluruh dunia dan
menimbulkan dampak
berupa berubahnya pola iklim ( Soekanto, 1986).
Dampak dari pemanasan global adalah:
a. Pencairan es di kutub
b. Perubahan iklim regional dan global
c. Perubahan siklus hidup flora dan fauna (Sukardi, 1973)
Bioindikator Ekosistem (Alami)
Menurut para peneliti organisme hidup dapat dijadikan sebagai bioindikator
alami untuk membirikan gambaran tentang kondisi kesehatan suatu
ekosistem, diantaranya yaitu:
1. Katak dan Kodok
Normalnya, setiap 1000 tahun sekali ada 1 spesies amfibi yang punah.
Namun selama 20.000 tahun terakhir setidaknya 168 spesies amfibi telah
punah secara global. Alasan utama punahnya spesies amfibi adalah
hilangnya habitat tempat tinggal mereka, meningkatnya tingkat polusi,
adanya patogen, dan masuknya spesies asing.

Mengapa katak dan kodok begitu rentan? Hal ini karena katak dan
kodok memiliki kulit permeable yang mudah terpapar dan menyerap zat
beracun. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup mereka sangat
mencerminkan kondisi lingkungan mereka, terutama kualitas air, vegetasi,
dan habitat pemijahan. Maka tingkat kepunahan katak dan kodok yang
tinggi mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lingkungan di sekitar
dan hutan
2. Lumut
Lumut umumnya ditemukan pada batang pohon dan batuan yang tersusun
dari alga dan jamur, dan sangat sensitif terhadap racun di udara. Lumut
memperoleh nutrisi dari udara bersih untuk berkembang sehingga menjadi
bioindikator kualitas udara di sekitarnya. Lumut bereaksi terhadap
perubahan ekologis di hutan, termasuk kualitas udara hutan dan iklim.
Hilangnya lumut dari lingkungan menunjukkan stress pada lingkungan yang
disebabkan oleh meningkatnya kadar polutan seperti sulfur dioksida SO2,
polutan belerang dan nitrogen N2.
Lumut digunakan untuk memantau kondisi hutan dengan alasan
karena lumut adalah organisme sederhana yang tidak memiliki akar dan
kulit. Kondisi hutan yang masih sangat baik ditandai dengan keberadaan
lumut yang melimpah. Sedangkan hutan yang rusak ditandai dengan
hilangnya keberadaan lumut.
Bioindikator Ekosistem Alami (Hutan)
3. Cacing Tanah
Cacing tanah adalah organisme penting dalam sistem tanah, terutama karena
efeknya yang menguntungkan untuk kesuburan tanah. Cacing tanah dapat
membantu meningkatkan kesuburan tanah dengan membentuk lapisan bahan
organik di tanah lapisan atas. Karena fungsi inilah cacing tanah dikenal sebagai
bioindikator yang sangat baik untuk mendeteksi polusi tanah.

Sebuah pengamatan dilakukan di Bavaria selama 20 tahun, menunjukkan adanya


peningkatan jumlah cacing tanah secara signifikan pada tanah yang subur.
Peningkatan populasi cacing tanah tersebut disebabkan karena aktivitas manajemen
pengolahan tanah yang baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa konsentrasi
bahan kimia dalam tubuh cacing tanah dapat menjadi indikator tingkat polusi
tanah. Dari sini dapat kita amati bahwa cacing tanah adalah organisme yang tepat
untuk mengevaluasi dampak aktivitas manusia terhadap tanah.
REFERENCES
Munggoro, D.W., dan Novi, A., 2002. Tatanan Kehutanan Majemuk : Redistribusi Kekayaan Alam
Nusantara. Jurnal KF Seri Kajiaj Komuniti Forestri, Seri 6 tahun V : Desember: 7 – 17.
Murhaini H. Suriansyah, Hukum Kehutanan Penegakan Hukum terhadap kejahatan di Bidang
Kehutanan, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2011.
Salindeho John, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987.
Salindeho Jhon, Undang-Undang Gangguan dan Masalah Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 1989.
Simon Hasanu, Sumber Daya Hutan (Timber Management) Jilid 1A, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.
Soekanto Soerjono, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Rajawali
Pres, Jakarta. 1986.
Sukardi, Illegal Logging dalam Prespektif Politik Hukum Pidana, Universitas Atmajaya, Yokyakarta,
1973
https://www.sciencelearn.org.nz/resources/1538-bioindicators
Ilmugeografi.com.10 oktober 2021
Thankyou

Anda mungkin juga menyukai