Anda di halaman 1dari 6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2007 ISSN : 1411 - 4216

PENYISIHAN H2S PADA LIMBAH GAS DENGAN MENGGUNAKAN BIOFILTER: STUDI KASUS INDUSTRI KARET REMAH
M. Roil Bilad1), Puteri Wulanningrum1), Tjandra Setiadi1), dan Didin Suwardin2)
2)

Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132 Telp. (022) 250-6454, E-mail: tjandra@che.itb.ac.id

1)

Abstrak Salah satu limbah gas yang dihasilkan industri karet remah adalah H2S. H2S yang dihasilkan dapat mencapai konsentrasi 12 ppm, melebihi ambang batas yang diperbolehkan (10 ppb). Pada percobaan ini dilakukan penyisihan gas H2S menggunakan biofilter. Biofilter dipilih karena bersifat ekonomis, mudah dioperasikan, dan memiliki efisiensi yang cukup tinggi. Percobaan yang dilakukan meliputi percobaan batch untuk mengetahui pertumbuhan mikroba dan percobaan kontinu menggunakan biofilter untuk mengetahui efisiensi penyisihan gas H2S, kinetika degradasi mikrobial, dan pemodelan unjuk kerja biofilter. Percobaan kontinu dilakukan dengan dua jenis media filter, yaitu media serabut sawit dan media campuran tempurung sawit dengan limbah padat karet. Variabel lain yang divariasikan adalah ketinggian media filter sebesar 5, 15, dan 25 cm, serta konsentrasi umpan gas H2S sebesar 37,5, 50, dan 112,5 ppmv. Sedangkan pada percobaan batch, variabel yang divariasikan adalah jenis mikroba yang diambil dari media biofilter dan konsentrasi Na2S2O3 sebesar 0,25, 5, dan 10 g/L. Pertumbuhan mikroba paling cepat terjadi pada konsentrasi Na2S2O3 5 g/L. Dari percobaan kontinu diperoleh efisiensi penyisihan gas H2S mencapai 99,5% dengan waktu aklimasi 48 jam. Parameter kinetik penyisihan H2S yang diperoleh adalah Km sebesar 30,10222,66 ppmv untuk media serabut sawit dan 14,90-181,81 ppmv untuk media campuran tempurung sawit dan limbah padat karet. Sedangkan Vmax yang diperoleh adalah 7,56-25,19 g H2S/m3.jam untuk media serabut sawit dan 5,47-32,89 g H2S/m3.jam untuk media campuran tempurung sawit dan limbah padat karet. Dari percobaan juga diperoleh hasil bahwa kinetika penyisihan gas H2S menggunakan biofilter mengikuti orde satu. Kata kunci: biofilter; efisiensi; gas H2S

Pendahuluan Industri karet remah merupakan industri pengolahan koagulan karet menjadi karet remah. Produksi karet remah diawali dengan pembersihan koagulan karet alam yang dilanjutkan dengan penggilingan sehingga dihasilkan lembaran karet. Lembaran karet kemudian digantung untuk menghilangkan kadar air di dalamnya. Lembaran karet yang telah kering kemudian dicacah sehingga dihasilkan partikel-partikel karet dengan ukuran tertentu. Partikel-partikel ini kemudian dikeringkan dan karet remah siap dipasarkan dan diolah lebih lanjut [Suwardin, 2000]. Bila ditinjau dari segi lingkungan, industri karet remah menghasilkan beberapa senyawa volatil yang menyebabkan pencemaran udara, terutama bau. Timbulnya bau menyengat pada industri pengolahan karet remah disebabkan oleh kadar air yang tinggi (40-50 %) pada bahan baku yang digunakan [Suwardin, 2000]. Kadar air yang tinggi menyebabkan bahan tersebut mengalami pembusukan karena adanya aktivitas mikroba. Tabel 1 memperlihatkan bahwa industri karet remah memiliki andil dalam pencemaran udara terutama dalam proses pengeringan yang menimbulkan bau kurang enak (malodour). Salah satu limbah yang dihasilkan adalah gas H2S yang konsentrasinya dapat mencapai 12 ppm, melebihi ambang batas yang diperbolehkan (10 ppb). Gas H2S memiliki bau yang menyengat dan sangat beracun bila terhirup oleh saluran pernafasan [Manning safety services, Inc.].

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-6-1

Tabel 1. Karakteristik senyawa volatil pada pengolahan karet remah [Suwardin, 2000]
Lokasi pengambilan sampel Hidrogen sulfida Ruang penyimpanan bahan olah 5 Ruang penggilingan (breaker) 12 Ruang penggantungan 0 Ruang pengeringan 0 Chimney Inlet 0.1 Outlet 0.2 Metil merkaptan 32 28 0 0 0.3 0.5 Parameter gas (ppm) Trimetil Amonia amin 0.7 0.4 0.4 0 0.7 1 4 3 50 0.4 12 32 Trietil Asetat amin (organik) 1.2 4.2 0.8 0.2 0.6 0.8 4 2.2 28 21 18 10

Dari semua teknik pengolahan gas secara biologis, biofiltrasi merupakan metode yang paling mudah. Biofilter terdiri dari unggun tetap sederhana dimana gas mengalir didalamnya dan secara intensif dikontakkan dengan mikroba yang terimobilisasi. Limbah gas dipaksa mengalir melalui unggun tetap yang terdiri dari material pembawa dengan kapasitas penguraian biologis yang tinggi. Material pembawa ini harus secara simultan menyediakan nutrisi untuk mikroba. Untuk mencapai ambang batas kapasitas biologis, konsentrasi air pada unggun harus mencapai 40%, oleh karena itu proses pelembaban gas umpan sangat diperlukan. Unggun pada biofilter harus memiliki luas permukaan dan permeabilitas yang tinggi serta menyediakan nutrien yang lengkap dan memadai jumlahnya untuk pertumbuhan mikroba. Material yang digunakan dapat berupa material alam seperti tanah, kompos, dan serbuk kayu, serta material sintetis seperti keramik dan cincin polietilen [Eweis dkk, 1998]. Penelitian yang dilakukan terdiri dari percobaan kontinu menggunakan biofilter dan percobaan batch. Pada percobaan kontinu, variasi yang dilakukan meliputi jenis media biofilter berupa serabut sawit dan campuran tempurung sawit dengan limbah padat karet, ketinggian media sebesar 5, 15, 25, dan 32 cm, dan konsentrasi gas umpan sebesar 37,5, 50, dan 112,5 ppm (termasuk di dalamnya shock loading). Sedangkan pada percobaan batch, variasi yang dilakukan adalah jenis mikroba yang diambil dari kedua media biofilter dan konsentrasi substrat di dalam medium berupa Na2S2O3 sebesar 0,25, 5, dan 10 g/L. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pertumbuhan mikroba pada percobaan batch, serta mengetahui efisiensi penyisihan gas H2S, kinetika degradasi mikrobial gas H2S, dan pemodelan unjuk kerja biofilter yang dioperasikan secara kontinu. Metodologi Penelitian Pada penelitian ini, kedua percobaan dilakukan pada temperatur dan tekanan ruang. Reaktor yang digunakan pada percobaan batch berupa botol kaca dengan volume 500 mL dan diaduk menggunakan shaker dengan kecepatan 400-600 rpm. Selain pengadukan, reaktor juga dilengkapi dengan sistem aerasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan mikroba. Rangkaian peralatan yang digunakan dalam percobaan batch disajikan pada Gambar 1.
Udara Masuk
Udara Keluar

Reaktor Batch Pompa

Shaker

Gambar 1. Rangkaian peralatan pada percobaan batch Pada percobaan ini, substrat yang digunakan adalah senyawa Na2S2O3. Senyawa ini dapat digunakan sebagai pengganti H2S karena ion sulfida yang terdapat pada kedua senyawa tersebut memiliki kesamaan, yaitu dalam bentuk tereduksi. Komposisi medium yang digunakan terdiri dari 4 g/L K2HPO4, 0,1 g/L CaCl2, 0,1 g/L MgCl2, 0.02 g/L MnSO4, 2 g/L (NH4)2NO3, 0,02 g/L FeCl3.6H2O, 1 g/L ekstrak ragi, dan Na2S2O3 yang divariasikan sebesar 0,25, 5, dan 10 g/L [Park dkk., 2003]. Mikroba yang dibiakkan pada reaktor batch merupakan mikroba yang tumbuh pada media biofilter dan diambil pada saat biofilter mencapai keadaan tunak. Variasinya terletak pada jenis media biofilter yang digunakan, yaitu serabut sawit dan campuran tempurung sawit dengan limbah padat karet. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pH, DO, biomassa, konsentrasi asam sulfat, dan konsentrasi tiosulfat selama fermentasi berlangsung.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-6-2

Percobaan kontinu dilakukan di dalam biofilter berdiameter 14 cm dengan tinggi total 40 cm. Pada setiap biofilter terdapat tiga titik pengambilan sampel dengan jarak masing-masing 5, 15, dan 25 cm dari plat dasar reaktor. Media filter yang digunakan adalah serabut sawit dan campuran tempurung sawit dengan limbah padat karet. Rangkaian peralatan yang digunakan dalam percobaan kontinu disajikan pada Gambar 2. Analisis yang dilakukan selama percobaan kontinu adalah analisis pH, temperatur, kelembaban media, dan konsentrasi H2S selama proses berlangsung.
Bubble meter Valve Biofilter 2 Valve Humidifier Valve Valve Biofilter 1 Penampungan HCl

Pompa vakum

Gas Scrubber

Gas Scrubber

Penampungan Gas H2 S

Reaktor H2 S

Gambar 2. Rangkaian peralatan pada percobaan kontinu Hasil Penelitian dan Pembahasan Percobaan Batch Dari percobaan diperoleh hasil bahwa pertumbuhan sel paling cepat terjadi pada konsentrasi Na2S2O3 5 g/L. Pada konsentrasi 10 g/L, pertumbuhan masih tetap berlangsung, hanya saja berjalan lebih lambat. Perolehan maksimum biomassa pada percobaan batch secara lengkap disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai perolehan maksimum biomassa (mg sel/g Na2S2O3) pada percobaan batch
[tiosulfat] (g/L) 0.25 5 10 Media serabut sawit 0.3962 20.9644 11.2613 Media tempurung sawit 0.8193 15.4799 10.6157

Perolehan biomassa mikroba cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi Na2S2O3. Tetapi pada konsentrasi Na2S2O3 sebesar 10 g/L, perolehan biomassa menurun. Hal ini menandakan bahwa pada konsentrasi Na2S2O3 sebesar 10 g/L telah terjadi inhibisi substrat. Perolehan biomassa mikroba yang diambil dari media serabut sawit bernilai lebih besar daripada media tempurung sawit. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan kandungan nutrisi di dalam kedua media. Semakin banyak nutrisi yang terdapat di dalam media, maka pertumbuhan mikroba akan semakin cepat sehinggga jumlah mikroba yang terdapat di dalam inokulum juga lebih banyak. Hal kedua yang mungkin adalah perbedaan jenis mikroba yang terdapat di dalam media mengingat waktu generasi setiap mikroba berbeda-beda. Semakin cepat waktu generasi suatu mikroba, maka perolehan biomassa juga semakin tinggi. Terbentuknya biomassa dan penurunan konsentrasi substrat di dalam medium menunjukkan bahwa mikroba yang terdapat di dalam kedua media biofilter dapat mendegradasi senyawa sulfur secara efektif. Perbedaan perolehan biomassa yang tidak terlalu besar juga menunjukkan adanya kesamaan atau kemiripan unjuk kerja kedua media biofilter. Hasil yang serupa juga diperoleh Jeong dkk. (2000) dan Chung dkk. (1997) yang menggunakan mikroba Thiobacillus Sp. strain CH 11. Salah satu contoh kurva pertumbuhan mikroba yang digunakan pada percobaan batch disajikan pada Gambar 3.
8 6 4 0. 8 2 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 W aktu [j ] am DO pH B er atSelKerng i Sulat f Ti sulat o f 0. 4 0 2 1. 6 1. 2

Gambar 3. Kurva pertumbuhan mikroba media serabut sawit dengan konsentrasi Na2S2O3 5 g/L JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-6-3

Percobaan Kontinu Respon Biofilter pada Keadaan Transien (Tidak Tunak) Berdasarkan hasil percobaan, diperlukan waktu selama 48 jam (dua hari) untuk mencapai efisiensi penyisihan diatas 95% dengan konsentrasi awal gas H2S sebesar 20 ppmv dan laju alir 2,5 L/menit. Ini merupakan waktu aklimasi yang sangat singkat dibandingkan dengan waktu aklimasi yang dilaporkan oleh penelitian-penelitian yang lain. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh proses penambahan mikroba, pengaliran udara, dan pengkondisian biofiter yang dilakukan lebih dari dua bulan sebelum operasi. Dalam hal ini, mikrorganisme telah tumbuh dan berkembang secara baik sebelum operasi kontinu dilaksanakan. Gambar 4 menunjukkan kurva efisiensi biofilter pada keadaan transien terhadap waktu. Gambar ini merupakan unjuk kerja pengaklimasian pada tahap awal proses operasi.
100% 80% 60% 40% 20% 0% 0 20 Efsi i ensiTem pur ung Efsi i ensiSer abut 40 W aktu [Jam ] 60 80

Gambar 4. Kurva efisiensi penyisihan biofilter pada keadaan transien Pada saat dilakukan penghentian operasi selama kurang lebih 2 hari, biofilter membutuhkan waktu 2-3 jam untuk kembali bekerja pada kondisi optimum. Setelah penghentian operasi selama satu minggu, diperlukan waktu 25-30 jam agar unjuk kerja biofilter mencapai 99%. Tetapi dalam waktu 4-5 jam, unjuk kerja biofilter telah mencapai efisiensi penyisihan sebesar 97,5%. Hal ini terjadi karena pada waktu penghentian operasi, yang dihentikan hanya pengaliran gas kontaminan. Sedangkan proses pengaliran dan pelembaban udara yang masuk terus dilakukan. Unjuk Kerja Biofilter dalam Penyisihan Gas H2S Penyisihan limbah gas H2S dilakukan menggunakan biofilter dengan material unggun yang berbeda, yaitu serabut sawit dan campuran limbah padat karet dengan tempurung sawit. Efisiensi penyisihan yang diperoleh dari percobaan melebihi 95% setelah operasi berlangsung selama sepuluh hari sejak kontaminan gas H2S dialirkan. Kontaminan gas H2S sintetik dialirkan dengan variasi konsentrasi 4-100 ppmv, sedangkan laju alir udara yang masuk ke dalam bioreaktor diatur 2,5 L/menit. Percobaan dilaksanakan pada temperatur ruang antara 20-28 oC. Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, efisiensi penyisihan gas H2S melebihi 95% pada kedua jenis media yang digunakan. Selama percobaan berlangsung, unjuk kerja kedua media yang digunakan hampir sama, baik dari efisiensi penyisihan maupun hilang tekan selama operasi. Namun demikian, selama operasi dapat dilihat terjadinya chanelling pada media campuran limbah karet dan tempurung sawit. Chanelling adalah peristiwa terbentuknya rongga atau celah pada unggun biofilter karena penurunan kadar air (kekeringan).
100% 80% 60% 40% 20% 0% 0 350 700 W aktu [j am ] 1050 1400 M edi Ser a abutSawi t Tem pur ung Sawi t

Gambar 5. Kurva efisiensi penyisihan gas H2S menggunakan biofilter Peningkatan Beban secara Tiba-tiba (Shock Loading) Selama percobaan shock loading dilakukan, konsentrasi gas umpan ditingkatkan dari 4 ke 100 ppmv H2S yang dioperasikan selama dua jam dan pada tahap selanjutnya diturunkan menjadi 10 ppmv. Hasil percobaan disajikan pada Gambar 6. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa biofilter dengan media serabut JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG F-6-4

sawit menunjukkan unjuk kerja yang lebih baik dengan efisiensi yang tinggi pada beban yang bervariasi. Secara umum unjuk kerja dari biofilter tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan beban secara tiba-tiba walaupun pada selang temperatur yang besar.
5 4 3 2 1 0 0 P em bebanan 20 40 60 W aktu [j ] am 80 100 80 60 40 20 0 100 Efsi i ensi 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 W aktu [j ] am P em bebanan Kapasias elm i t i nasi Efsi i ensi 100 80 60 40 20 0 100

Kapasias elm i t i nasi

Gambar 6. Kurva hubungan antara shock loading dengan unjuk kerja biofilter setiap waktu menggunakan media serabut sawit (kiri) dan media tempurung sawit (kanan) Kinetika Penyisihan Gas H2S Menggunakan Biofilter Kinetika proses penyisihan gas H2S menggunakan biofilter kontinu diasumsikan mengkuti reaksi orde satu. Hasil plot antara fraksi ketinggian unggun terhadap logaritmik efisiensi penyisihan disajikan pada Gambar 7. Nilai R2 yang mendekati satu pada kedua plot menunjukkan bahwa kinetika proses penyisihan gas H2S menggunakan biofilter kontinu dapat dianggap mengikuti orde satu. Dalam plot tersebut, konsentrasi umpan H2S yang digunakan adalah 93 ppm. Selain menggunakan model dari Ottengraf (1983), data eksperimen juga bisa diplot menggunakan model kinetika Monod untuk kinetika penyisihan gas H2S. Pemodelan ini digunakan oleh Hirai dkk (1993) dengan menggunakan persamaan kinetika sebagai berikut:

EC =

Vmax .Cln K m + Cln

(1)

dengan Vmax adalah konstanta kinetik, laju maksimum penyisihan gas H2S (g H2S/m3.jam), Km adalah konstanta Monod (ppmv), dan Cln adalah rata-rata logaritmik konsentrasi gas masukan dan keluaran. Semakin tinggi Vmax, maka semakin tinggi kapasitas eliminasi dari biofilter. Sedangkan semakin tinggi nilai Km, maka kapasitas eliminasi semakin rendah. Tabel 3 menunjukkan parameter kinetik proses penyisihan H2S dalam biofilter kontinu dengan media serabut sawit dan campuran antara limbah padat sawit dan tempurung sawit. Nilai Km dan Vmax yang diperoleh dari perhitungan untuk kedua media tidak jauh berbeda. Selain itu, tabel ini juga menunjukkan bahwa setiap titik sampel (5, 15, 25, dan 32 cm) pada kedua media memiliki kapasitas eliminasi (EC) yang serupa. Hal ini menunjukkan bahwa kedua media memiliki untuk kerja yang serupa.
0 0 0. 12 0. 24 0. 36 0. 48 0. 6 0. 72 0. 84

Ln (Cout/Cin) [-]

2 3 4 5 T i giU nggun per T i ggi T o tal [-] ng n y= - 3425x 5. 8816 R 2 = 0.

Ln (Cout/Cin) [-]

1 2 3 4 5

0. 12 0. 24 0. 36 0. 48

0. 6

0. 72 0. 84

y=- 8976x 4. R 2 = 0. 9654

Ti nggiUnggun perTi nggiTo t al[ ]

Gambar 7. Kurva penentuan parameter kinetika degradasi penyisihan H2S dengan asumsi orde satu menggunakan media serabut sawit (kiri) dan media tempurung sawit (kanan) Tabel 3. Parameter kinetik penyisihan H2S menggunakan biofilter kontinu ECmax Vmax Km ECmax Vmax Media 24.39 7.56 25.19 21.32 222.66 30.10 137.78 144.90 3.89 5 cm 3.89 Tempurung 15 cm 3.89 Sawit 25 cm 3.86 32 cm 20.62 5.47 32.89 28.90

Media 5 cm Serabut 15 cm Sawit 25 cm 32 cm

(g H2S/m3.jam) (g H2S/m3.jam) (ppmv)

(g H2S/m3.jam) (g H2S/m3.jam) (ppmv)

Km

116.48 14.90 181.81 162.57

3.89 3.96 4.13 3.87 F-6-5

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Mikroba yang terdapat di dalam media biofilter dapat mendegradasi gas H2S secara efektif. 2. Pertumbuhan biomassa paling cepat terjadi pada konsentrasi Na-tiosulfat 5 g/L. 3. Biofilter membutuhkan waktu 48 jam untuk mencapai keadaan tunak. 4. Efisiensi biofilter dalam penyisihan H2S mencapai 99,5%. 5. Peningkatan beban secara tiba-tiba (shock loading) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap unjuk kerja biofilter. 6. Kinetika penyisihan gas H2S menggunakan biofilter mengikuti orde satu. 7. Unjuk kerja biofilter menggunakan media serabut sawit dan media campuran tempurung sawit dengan limbah padat karet tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau hampir sama. Saran 1. 2. 3. Saran yang dapat diberikan setelah melakukan percobaan adalah: Untuk mengetahui profil konsentrasi limbah gas dengan lebih akurat, sebaiknya digunakan sensor H2S secara kontinu. Untuk meningkatkan unjuk kerja biofilter yang digunakan saat ini, sebaiknya digunakan strain mikroba yang bersifat unggul dalam mendegradasi gas H2S. Percobaan sebaiknya dilanjutkan dengan menggunakan kontaminan yang lain, khususnya senyawa amonia dan asam organik volatil.

Daftar Pustaka Allen, E.R. dan Y. Yang, (1992), Operational Parameters for the Control of Hydrogen Sulfide Emissions Using Biofiltration, Proceeding of the 85th Annual Meeting & Exhibition of the Air and Waste Management Association. Chung, Y.C dan Huang, (1997), Removal of Hydrogen Sulfide y Immobilized Thiobacillus Sp. Strain CH 11 in Biofilter, J. Chem. Tech. Biotechno, 69, 58-62. Eweis, J.B., Ergas, S. J., Chang, D. P.Y., dan Schroeder, E. D., (1998), Bioremediation Principles, Mc Graw Hill, New York. Hirai, M., (1993), Removal Kinetic of Hydrogen Sulfide, mMethanotiol and Dimetil Mercaptan, Proceeding of the 86th Annual Meeting of the Air and Waste Management Association, Paper #93-WA52B.03. Manning Safety Services, Inc., (2000), Hydrogen Sulfide (H2S), What You Need to Know, http://www.h2ssafety.com. Ottengraf, S. P. P., dan Van Den Hoever, A. H. C., (1983), Kinetics of Organic Compound Removal from Waste Gases with a Biological Filter, Biotechnology and Bioengineering, 25(12):3089-6102. Park, J. J., Arulneyam, D., Cho, J. H., Song, S. L., dan Park, J. M., (2003), Treatment of Hydrogen Sulfide in Lab Scale Biofilter, Department of Chemical Engineering, Pohang of Science and Technology. Sun, Y., Clanton, C., Janni, K., dan Malzer, G., (2003), Sulfur and Nitrogen Balances in Biofilters for Odorous Gas Emission Control, http://www.bae.umn.edu/. Suwardin, D., (2000), Analisis Karakteristik Komponen Senyawa Volatil di Pabrik Pengolahan Karet Remah, Disertasi, Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Wani, A. H., (1998), Effect of Periode Starvation and Fluctuating Hydrogen Sulfide Concentration by Biofilter Dynamic and Performance, J. Hazardous Materials, 60, 287-303. Wani, A. H., Branion, R. M. R., dan Lau, A. K., (2000), Biofiltration Using Compost and Hog Fuel as a Means of Removing Reduced Sulfur Gases from Air Emissions, UBC Pulp and Paper Center and Department of Chemical and Biological Engineering, Canada.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

F-6-6

Anda mungkin juga menyukai