Anda di halaman 1dari 17

Teori Kesantunan Menurut Brown dan Levinson Kamis, 22 Juli 2010 Konsep atau prinsip kesantunan dikemukakan oleh

banyak ahli. Dasar pendapat ahli tentang konsep kesantunan itu berbeda-beda. Ada konsep kesantunan yang dirumuskan dalam bentuk kaidah, ada pula yang diformulasi dalam bentuk strategi. Konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk kaidah membentuk prinsip kesantunan, sedangkan konsep kesantunan yang dirumuskan di dalam bentuk strategi membentuk teori kesantunan (Rustono, 1999:67-68). Prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson berkisar pada nosi muka, yaitu muka positif dan muka negatif. a.Muka positif yaitu muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai, dan seterusnya. Contoh: (1)Saya senang dengan kejujuran Anda. (2)Sekarang kejujuran itu tidak menjamin kesuksesan. Tuturan (1) merupakan tuturan yang santun karena menghargai apa yang dilakukan mitra tuturnya, sedangkan tuturan (2) kurang santun karena tidak menghargai apa yang dilakukan mitra tuturnya. b.Muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan penutur membiarkannya bebas melakukan tindakannya atau membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu. Contoh: (3)Jangan tidur terlalu malam, nanti bangunnya kesiangan! Tuturan (3) merupakan tuturan yang tidak santun karena penutur tidak membiarkannya mitra tuturnya bebas melakukan apa yang sedang dikerjakannya. Ketidaksantunan tuturan (3) itu menyangkut muka negatif. Kesantunan yang berkenaan dengan muka negatif dinamakan kesantunan negatif. Di samping itu, prinsip kesantunan Brown dan Levinson itu tidak berkenaan dengan kaida-kaidah, tetapi menyangkut strategi-strategi. Ada lima strategi kesantunan yang dapat dipilih agar tuturan penutur santun. Kelima strategi itu adalah: a.Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa basi, dengan mematuhi prinsip kerjasama Grice. b.Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan positif. c.Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif. d.Melakukan tindak tutur secara off records; dan

e.Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja. Pemilihan strategi itu bergantung besar kecilnya ancaman terhadap muka. Makin kecil ancaman terhadap muka makin kecil nomor pilihan strateginya dan makin besar ancaman terhadap muka makin besar pula nomor pilihan strategi bertuturnya (Rustono, 1999: 70). Sumber: Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press. http://beningembun-apriliasya.blogspot.com/2010/07/teori-kesantunanmenurut-brown-dan.html Brown dan Levinson dalam Kunjana, 2005: 68-69 Berbeda dengan yang disampaikan Leech di atas, di dalam model kesantunanB r o w n d a n L e v i n s o n ( 1 9 8 7 ) t e r d a p a t t i g a s k a l a p e n en t u t i n g g i r e n d a h n y a peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala termaksud ditentukan secarakontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya skala-skala berikut:1.Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur ( social distancebetween speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaanu m u r , j e n i s k e l a m i n , d a n l a t a r b e l a k a n g s o s i o k u t u r a l . B e r k e n a a n d e n g a n perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwasemakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akanmenjadi semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang masih berusia muda lazimnyac e n d e r u n g m e m i l i k i p e r i n g k a t k e s a n t u n a n y a n g r e n d a h d i d a l a m k e g i a t a n bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkatkesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderungl e b i h banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika d a l a m keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena,l a z i m n y a , i a b a n y a k b e r k e n a a n d e n g a n k e r j a d a n p em a k a i a n l o g i k a d a l a m k e g i a t a n k e s e h a r i a n h i d u p n y a . L a t a r b e l a k a n g s o s i o k u l t u r a l s e s e o r a n g memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat,cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengankebanyakan orang, seperti misalnya petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh b a n g u n a n , d a n p e m b a n t u r u m a h t a n g g a . D e m i k i a n o r a n g - o r a n g k o t a cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan denganm a s y a r a k a t d e s a . P a d a j a m a n d a h u l u , p a r a p u n g g a w a k e r a j a a n t e r k e n a l m e m i l i k i k e s a n t u n a n b e r t u t u r r e l a t i f t i n g g i d i b a n d i n gk a n d e n g a n o r a n g kebanyakan, seperti pedagang, buruh perusahaan, petani dan sebagainya. 2 . S k a l a p e r i n g k a t s t a t u s s o s i a l a n t a r a p en u t u r d a n m i t r a t u t u r ( the speaker a n d h e a r e r r e l a t i v e p o w e r ) a t a u s e r i n g k a l i d i s e b u t d e n g a n p e r i n g k a t kekuasaan ( p o w e r r a t i n g) d i d a s a r k a n p a d a k e d u d u k a n a s i m e t r i k a n t a r a penutur dan mitra tutur. Misalnya; di rumah sakit, seorang dokter memiliki p e r i n g k a t k e k u a s a n l e b i h t i n g g i d i b a n d i n gk a n d e n g a n s e o r a n g p a s i en , d i d a l a m r u a n g k e l a s , s e o r a n g

d o s e n m e m i l i k i p e r i n g k a t l e b i h t i n g g i dibandingkan dengan seorang mahasiswa.3 . S k a l a p e r i n g k a t t i n d a k t u t u r ( rank rating) atau lengkapnya the degree of i m p o s i t i o n a s s o c i a t e d w i t h t h e r e q u i r e d e x p e n d i t u r e o f g o o d s o r services didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. http://www.scribd.com/doc/73101154/Paper-Bahasa-Dan-Kesantunan-TugasProf-Simpen2 Menurut Brown dan Levinson, karena adanya ancaman tindak ujaran itulah penutur perlu memilih strategi untuk mengurangi atau, kalau dapat, menghilangkan ancaman itu. Brown dan Levinson mengidentifikasikan empat strategi dasar dalam kesantunan berbahasa, yaitu strategi 1 kurang santun, strategi 2 agak santun, strategi 3 lebih santun, dan strategi 4 paling santun. Keempat strategi kesantunan ini harus dikaitkan dengan parameter pragmatik (Wijana, 1996: 64-65). Dalam model kesantunan Brown and Levinson (1987) terdapat tiga parameter atau skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural yang selengkapnya mencakup skala-skala berikut: 1. Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, kenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. 2. Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. 3. Skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah the degree of imposition associated with the required expenditure of goods or services didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Baik kesantunan yang mendasarkan pada maksim percakapan maupun pandangan kesantunan yang mendasarkan pada konsep penyelamatan muka, keduanya dapat dikatakan memiliki kesejajaran. Kesejajaran itu tampak dalam hal penentuan tindakan yang sifatnya tidak santun atau tindakan yang mengancam muka dan tindakan santun atau tindakan yang tidak mengancam muka. http://kesantunanberbahasa.wordpress.com/bab-i-pendahuluan/

MAKALAH PSIKOLOGI SASTRA BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Berbicara tentang psikologi berarti berbicara tentang kehidupan manusia. Dikatakan demikian karena bertolak dari konsep dasar psikologi, bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Dengan belajar psikologi, seseorang mampu membaca atau mengkaji sisi-sisi kehidupan manusia dari segi yang bisa diamati. Jiwa itu bersifat abstrak, sehingga ia dapat diamati secara empiris. Padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara individu. Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya dapat diamati melalui gejala-gejalanya. Walaupun besar kemungkinan gerak-gerik lahir seseorang yang belum tentu menggambarkan keadaan jiwa yang sebenarnya. Dalam psikologi ini dikenal juga tentang psikologi sastra, dimana sastra sendiri merupakan sebuah bidang kebudayaan manusia yang paling tua yang mendahului cabang-cabang kebudayaan lainnya (Mangunwijaya, 1986:3-7). Sistem kerja psikologi sastra tidak sama seperti psikologi yang lainnya. Psikologi sastra lebih mengarah pada penelitian yang luas yang ditandai dengan penelitian terhadap reponden yang jumlahnya terbatas. Dan juga sering menerapkan metode penelitian yang baru untuk menguji hipotesis yang diformulasikan dalam suatu fase yang lebih awal. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, maka timbul permasalahan antara lain : 1. Bagaimana konsep psikologi sastra? 2. Berapa kajian yang ada dalam pendekatan psikologi sastra? 3. Psikologi apa saja yang digunakan dalam kajian psikologi? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Agar dapat mengetahui konsep-konsep psikologi sastra, kajian apa saja yang ada dalam pendekatan psikologi dan berbagai psikologi yang digunakan dalam pendekatan psikologi sastra. 2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sastra. 1.4 Metode Penulisan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Dimana penulis mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber buku. BAB II PEMBAHASAN Konsep Psikilogi Sastra Dalam psikologi sastra, ada beberapa tokoh psikologi terkemuka yang mengungkapkan konsep psikologi sastra sebagai berikut : 1. Sigmund Freud Dalam konsepnya Freud bertolak psikologi umum, yaitu dia menyatakan bahwa dalam diri manusia ada 3 bagian yaitu ide, ego dan super-ego. Jika ketiganya bekerja secara wajar dan seimbang maka manusia akan memperlihatkan watak yang wajar pula, namun jika ketiga unsur tersebut tidak bekerja secara seimbang, dan salah satunya lebih mendominasi, maka akan terjadilah peperangan dalam batin atau jiwa manusia, dengan gejala-gejala resah, gelisah, tertekan dan

neurosis yang menghendaki adanya penyaluran. Dalam penggambarannya tentang pengarang dan menciptakan karya sastra, Freud mengatakan bahwa pengarang tersebut diserang penyakit jiwa yang dinamakan nerosis bahkan bisa mencapai tahap psikosis, seperti sakit saraf dan mental yang membuatnya berada dalam kondisi yang sangat tertekan, keluh kesah tersebut mengakibatkan munculnya ide dan gagasan, yang menghendaki agar disuplimasikan dalam bentuk karya sastra. 2. Mortimer Adler Simon Adler merupakan salah seorang murid Freud. Namun dia banyak menyangkal pendapat dari Freud sendiri. Adler terkenal dengan sebutan inferiority complet atau perasaan rendah diri, yang pada dasarnya adalah merupakan teori dari Al-Jahidt. Teori tersebut memungkinkan Adler menyelami teks untuk mencari bentuk-bentuk pengganti kekurangan dalam diri, akan tetapi dalam penerapannya Adler tidak bisa mencapai kepuasan seperti kepuasan yang dicapai oleh Freud. 3. Carl Gustaw Jung Teori Jung berbeda dengan Freud tentang Nirsadar individu. Dia terkenal dengan teorinya tentang Nirsadar social bahwa yang demikian tersebut merupakan bentuk dari gejala sosial bukan individu penyair, penyair hanya mengungkapkan apa yang terjadi dalam fenomena-fenomena sosial yang terjadi kemudian mengungkapkannya dalam bentuk karya sastra. Jung berpendapat bahwa seseorang seniman ketika mengungkapkan dengan berbagai bentuk pada hakekatnya ia mengambil contoh-contoh ideal yang ada disetiap serangkaian pengambilan atau pengungkapan seperti gambaran-gambaran tentang ketidaksadaran seorang penyair dari serangkaian bentuk, dalam (Syiir). Psikologi Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno Psyche dan logos. Kata psyche berarti jiwa, roh, atau sukma, sedangkan kata logos berarti ilmu jiwa. Jadi psikologi secara harafiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa. Istilah psikologi digunakan pertama kali oleh seorang ahli berkebangsaan Jerman yang bernama Philip Melancchton pada tahun 1530. Adapun pendapat dari tokoh-tokoh lain tentang psikologi yakni : 1. Psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku serta aktivitas-aktivitas, dimana tingkah laku serta aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Jadi yang dipelajari bukanlah tingkah lakunya an Sich (Bimo Walgito, 1981). 2. Menurut Siswantoro (2005:26) Psikologi sebagai ilmu jiwa yang menekankan perhatian studinya pada manusia terutama pada perilaku manusia (Human behavioristik or action). 3. Berbicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak terlepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya. Hal ini dikatan oleh Teeuw (1991:62-64). Sastra Secara kronologis sastra adalah tulisan. Dilihat dari maknanya sastra adalah kegiatan yang kreatif sebuah karya sastra. Sastra merujuk A. Teeuw, berasal dari kata Sas (Sanksekerta) yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Dengan akhiran tra berarti alat atau sarana. Jadi, secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku pengajaran yang baik. Secara etimologis, sastra diturunkan dari bahasa Latin (Litterature = huruf atau karya tulis).

Istilah ini dipakai untuk menyebut tata bahasa dan puisi. Kaum romantik, sebagaimana dikutip oleh Luxemburg dkk (1988), mengemukakan beberapa ciri sastra antara lain : - Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama tama sebuah imifasi. Sang seniman menciptakan sebuah dunia baru, meneruskan proses penciptan di dalam semesta alam, bahkan menyempurnakannya. - Sastra merupakan suatu luapan emosi yang spontan. Dalam puisi terungkapkan nafsu-nafsu kodrat yang bernyala-nyala, hakekat hidup dan alam. - Menurut Jackobson sastra merupakan suatu yang bersifat otonom. Tidak mengacu pada sesuatu yang lain. Sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasannya di dalam karyanya sendiri. - Menurut Coleridge sastra merupakan suatu yang otonom yang bercirikan suatu koherensi. Pengertian koherensi itu mengacu pada keselarasan yang mendalam antara bentuk atau ungkapan tertentu. Berangkat dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan pendefinisian sastra yang bermacammacam tersebut, maka dikalangan akademik seringkali sastra juga didefinisikan sesuai dengan kerangka teori yang mendasarinya. Berdasarkan teori objektif, sastra didefinisikan sebagai karya seni yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca. Psikologi Sastra Psikologi sastra meliputi bidang penelitian yang luas, hanya ada sebagian yang relevansi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pernyataan apakah reaksi interpretatif dan reaksi evaluatif pembaca terhadap teks sastra dapat diselidiki. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Istilah psikologi sastra mengandung empat kemungkinan pengertian : 1. Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi 2. Studi proses kreatif 3. Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. 4. Studi dampak sastra terhadap pembaca (psikologi pembaca). Dari keempat pengertian di atas yang paling berkaitan dengan bidang sastra adalah pengertian ke3, sedangkan pengertian nomor (1) dan (2) merupakan bagian dari psikologi seni. Studi tentang psikologi pengarang dan proses kreatif sering dipakai dalam pengajaran sastra, namun dalam penilaia sastra sebaiknya asal-usul dan proses penciptaan sastra tidak menjadi patokan untuk memberi penilaian. Kaitan antara Psikologi dan Sastra Hubungan atau kaitan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah lama ada semenjak usia ilmu itu sendiri. Akan tetapi penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian sastra belum lama dilakukan, menurut Robert Downs (1961:1949, dalam Abdul Rahman, (2003:1), bahwa psikologi itu sendiri bekerja pada suatu wilayah yang gelap, mistik dan yang paling peka terhadap bukti-bukti ilmiah. Psikologi dalam karya sastra mempunyai kaitan yang tercakup dalam dua aspek yaitu : Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam aspek ekstrinsik berbicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor kepengarangan dan proses kreativitasnya. Sementara unsur intrinsik membicarakan tentang unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam karya sastra seperti unsur

tema, perwatakan dan plot. Berarti ada benarnya bila Jatman ((1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung karena, baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena, sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Dalam kaitannya dengan psikologi dalam karya sastra, Carld G. Jung menandaskan bahwa karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan manusia, maka psikologi dapat diikutsertakan dalam studi sastra, sebab jiwa manusia merupakan sumber dari segala ilmu pengetahuan dan kesenian. Berbagai Kajian Dalam Pendekatan Psikologi Sastra Dengan semakin berkembangnya pendekatan psikologi sastra dalam studi sastra, semakin mantap pula sosok pribadinya. Kajian dalam pendekatan spikologi sastra di topang oleh 3 pendekatan studi antara lain : Psikopragmatik sastra Psikopragmatik berasal dari kata psiko (jiwa) dan pragmatik. Pragmatik sastra, menurut Abrams (1979 : 6-7) adalah penelitian yang menarik pada masalah nilai-nilai, atau fungsi-fungsi sastra yang terkait dengan pembaca/audience. Atas dasar referensi ini, berarti penelitian psikologi pragmatik terkait dengan sebuah pendekatan analisis karya sastra yang menitikberatkan nilai-nilai dan fungsi psikologi. Psikopragmatik adalah pendekatan analisis atau paresiasi kegunaan karya sastra. Pendekatan psikopragmatik sebenarnya pendekatan yang mengaitkan antara pendekatan dan pendekatan refleksi psikis. Artinya, dalam sajian apresiasi sastra diharapkan memperhatikan fungsi sastra dalam kehidupan. Fungsi tersebut digali dari apa saja yang tercermin dalam sastra. Dalam hal ini, sastra dipandang sebagai cermin kehidupan psikis yang memiliki segi-segi pragmatik bagi manusia. Jika demikian, tampak bahwa pendekatan juga tidak berbeda jauh dengan model. Pendekatan psikopragmatik juga merupakan sebuah model atau sisi penelitian. Tentu saja penelitian sastra dengan model psikopragmatik ini bukan hal dicari-cari, sebab sastra akan merefelksikan kehidupan psikis. Apa yang terpantul dalam sastra tersebut telah disaring, disuling dan diendapkan oleh penyair dalam jiwanya sehingga yang tersaji adalah karya yang diharapkan bermanfaat bagi pembaca. Secara umum, pendekatan psikopragmatik akan terkait dengan konteks disiplin psikologi, sastra dan psikopragmatik. Secara khusus, pendekatan psikopragmatik dalam penelitian apresiasi berusaha mengungkapkan nilai-nilai pragmatik kehidupan kejiwaan dalam karya tersebut. Menurut Richard Hurd, lebih menekan pragmatik sastra ke arah kenikmatan (pleasure). Baginya sastra merupakan jalan (a way) agar seseorang lebih mencapai kesenangan (pleasing) dan kegembiraan (delightful). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan psikopragmatik dalam penelitian sastra mempunyai ciri-ciri : 1. Penelitian memperhatikan aspek kehidupan psikis yang terungkap dalam karya. 2. Penelitian seharusnya mampu menangkap apakah karya itu mampu memuaskan, menggembirakan, nikat, menghibur dan indah ataukah sebaliknya. 3. Penelitian hendaknya memperhatikan kegunaan sastra dalam kehidupan psikis, apakah karya tersebut merangsang kejiwaan, memberi jawaban mental dan seterusnya. 4. Penelitian dapat mempengaruhi, menggelorakan keinginan apresiator dan mengundang tawa terbahak-bahak.

Secara eskplisit, penelitian psikopragmatik sastra dapat mencermati beberapa persoalan antara lain : 1. Karya sastra sebagai teror kejiwaan sehingga menggerakan emosi, keinginan dan harapan pembaca. 2. Karya sastra sebagai lahan pelarian jiwa sehingga pengarang mampu membuat pembaca merasa bebas, tanpa ada tekanan setelah membaca sastra jiwa. Seakan-akan merdeka, tanpa beban setelah mencicipi karya sastra. 3. Karya sastra sebagai obat, artinya setelah membaca sastra atau menulis sastra, seluruh otot yang tegang menjadi kendor, saraf-saraf semakin lerai, sembuh dari penyakit dan sebagainya. 4. Karya sastra sebagai pencuci jiwa sehingga pembaca atau pengarang merasa bersih dari dosa, merasa legah dan terbang ke alam sana. Keempat arah penelitian psikopragmatik ini bisa ditambah lagi tergantung data yang ditemukan. Psikososiosastra Paradigma psikosastra adalah pola dasar penelitian. Pola penelitian psikososiosastra merupakan ilmu yang tidak berdiri sendiri. Istilah psikososiosastra memang masih sangat terdengar asing. Konsep ini sebenarnya untuk mewadahi penelitian psikososiosastra yang amat terpaksa mengaitkan dengan sosiologi sastra. Artinya, psikososiosastra pada gilirannya tidak bisa berdiri sendiri. Psikososiosastra adalah suatu interdisiplin sastra dan psikologi, namun memerlukan ilmu lain pula, yaitu sosiologi sastra dan bahkan tidak tertutup kemungkinan ilmu lain. Jika sosiologi sastra memandang karya sastra sebagai hasil interaksi pengarang dengan masyarakat sebagai kesadaran kolektif psikososiosastra memandang sastra sebagai rekaman keistimewaan individu sebagai kesadaran personal. Penelitian psikologisastra yang bergabung dengan sosiologi sastra, dapat disebut psikososiosastra. Interdisiplin antara psikologi sosiologi dan sastra dapat dibenarkan karena ketiga bidang ini samasama memperhatikan fenomena manusia. Berbagai Psikologi Sastra yang Digunakan dalam Kajian Psikologi Adapun berbagai psikologi yang digunakan dalam kajian psikologi antara lain : Pikologi Pengarang a. Memori psikologi pengarang Memori adalah persoalan siapapun, termasuk pengarang. Pengarang dengan sendirinya akan menggunakan memori untuk berkarya. Sayangnya memori tersebut terbatas. Jarang pengarang yang dapat mengingat seluruh hal bahkan, yang pernah didengar dan dilihat dua atau tiga jam yang lalu, seringkali sudah tidak ingat lagi. Padahal, merupakan faktor psikis yang amat penting bagi pengarang. Hanya melalui ingatan, karya dapat dibangun secara intensif. Yang perlu dikaji dalam kaitannya dengan pengarang, menurut Wright (1991:146) adalah mencermati sastra sebagai analog, fantasi percobaan simtom penulis tertentu. Selanjutnya, peneliti dapat memahami beberapa jauh fantasi bergulir dalam sastra. Fantasi adalah permainan ketaksadaran yang bermanfaat. Persoalan penelitian semacam ini perlu hati-hati, sehingga akan dapat ditemukan fantasi natural. Fantasi kejiwaan kadang-kadang tidak masuk akal, tetapi dalam sastra, sah-sah saja. b. Tipologi psikis pengarang Keadaan psikis pengarang adalah suasana unik. Pengarang hidup dalam suasana yang lain dari yang lain. Pada realita semacam ini, tugas peneliti psikologi sastra hendaknya lebih menukik

sampai hal-hal yang bersifat pribadi. Hal personal itu dikaitkan dengan sastra yang dihasilkan. Dari sini bisa memunculkan aneka tipe kepengarangan. Menurut Ahmad Tohari, sastrawan juga dapat dibagi ke dalam dua tipe psikologis, yaitu sastrawan yang kesurupan (possessed) yang penuh emosi, menulis dengan spontan dan yang meramal masa depan dan sastrawan pengrajin (maker) yang penuh keterampilan, terlatih dan bekerja dengan serius dan penuh tanggung jawab. c. Psikobudaya pengarang Psikobudaya adalah kondisi pengarang yang tidak lepas dari aspek budaya. Kejiwaan pengarang dituntun oleh kondisi budayanya. Pengarang yang bebas samasekali dari faktor budaya, hampir tidak ada pengarang tidak lepas dari budaya, pribadi dan moral yang mengitari jiwanya. Oleh karena itu, kreativitas pengarang sebenarnya merupakan cetak ulang dari jiwanya. Dari faktor budaya psikologis demikian, dapat dimengerti bahwa pengarang tidak tunggal. Pengarang adalah pribadi yang multirupa. Jiwa pengarang dapat diubah atau mengubah budaya. Dalam konteks ini berarti peneliti psikologi sastra perlu memperhatikan aspek budaya disekitar pengarang. Pengarang yang hidup dalam lingkup budaya, kelas, marginal, ketidakadilan tentu berbeda karyanya. Budaya kota dan desa juga akan membentuk pengarang. Psikologi Pembaca a. Daya psikis keras dan lunak Agak sulit untuk menemukan istilah yang tepat untuk mewadahi konteks psikologi sastra yang terkait dengan resepsi pembaca terhadap sastra. Wilayah psikologi yang berhubungan dengan pembaca memang masih pelik. Ada yang berpendapat, wilayah ini sebenarnya studi sastra, melainkan peneliti pembaca. Pendapat ini tampaknya juga sulit dipertanggungjawabkan sebab bagaimanapun pembaca adalah bagian dari kutub sastra. Resepsi pembaca secara psikologis pasti akan terjadi dibandingkan dengan resepsi lain. Penerimaan nilai sastra biasanya justru berasal dari aspek psikologis. Dengan modal kejiwaan, karya sastra akan meresap secara halus keadaan diri pembaca. Oleh sebab itu, pembaca yang bagus tentu mampu meneladani aspek-aspek penting dalam sastra. Nilai-nilai dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan perilaku, akan diinternalisasikan dalam diri pembaca. b. Resepsi dan kebebasan tafsir psikologis Resepsi adalah penerimaan. Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga yang dialamatkan kepada penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah kode-kode psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan nilai yang menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca bebas bermain imajinasi. Dari situlah pula bebas menciptakan dunianya. c. Tipologi psikis pembaca 1. Kejiwaan pembaca sastra anak Yang dimaksud dengan pembaca sastra adalah anak itu sendiri. Pembaca sastra anak dalam konteks ini lebih khusus hobi dan segmen bacaan anak berbeda dengan orang dewasa dan remaja. Bacaan yang dibenci orang dewasa mungkin digemari anak. Nurgiantoro (2005:35-41) memberikan beberapa kontribusi sastra anak bagi anak. Kontribusi ini tentu terkait pula dengan kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju ke kedewasaan sebagai manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. 2. Tipologi psikis pembaca remaja

Pembaca juga raja. Dia berhak membuat merah, hijau karya. Kebebasan imajinasi sering tak terkontro. Akibatnya, sastra kadang-kadang lebih indah dari aslinya ketika disantap pembaca. Yang harus dicermati peneliti psikologi pembaca adalah ada berbagai berbagai tipe pembaca. Tiper-tipe itu memerlukan penelitian kas. Pembaca kritis dan pembaca lugas tentu berbeda reaksinya. Pembaca yang kalut dengan yang riang gembira juga berbeda. 3. Tipologi psikis pembaca dewasa Pembaca dewasa tuntutannya berlainan samasekali dengan remaja. Orang dewasa telah matang kejiwaannya. Tentu saja penguasaan kode-kode bacanyapun telah masuk. Akibatnya, pembaca dewasa sering memiliki tradisi estetis tersendiri. Pembaca dewasa relatif lebih mapan psikisnya. Psikologi Penokohan Tokoh tidak kalah menarik dalam studi psikologi sastra. Tokoh adalah figur yang dikenal dan sekaligus mengenai tindakan psikologis. Dia adalah eksekutor dalam sastra. Tokoh biasa terdapat dalam prosa dan drama. Tokoh-tokoh yang muncul dibangun untuk melakukan sebuah objek. Tokoh yang termaksud secara psikologis menjadi wakil sastrawan, sastrawan kadang-kadang menyelinapkan pesan lewat tokoh. Pembicaraan tokoh bisa dianggap campuran dari tokoh tipe yang sudah ada dalam tradisi sastra, tokoh menjadi cermin diri sastrawan. Penggarapan tokoh yang matang akan menukik dalam protret diri. Tokoh yang digarap kental, dengan perwatakan yang memukau, akan menjadi daya tarik khusus. Tokoh tersebut tergolong orang-orang yang diamati oleh pengarang, dan pengarang sendiri akan masuk secara alamiah dalam karyanya. Psikologis Kreativitas Cipta Sastra Dorongan kejiwaan tidak bisa dianggap remeh. Kejiwaan ada yang meledak-ledak, ada yang keras, murung, sensasional dan seterusnya. Dorongan ini akan menentukan bagaimana proses kreatif sastra akan terwujud. Proses kreatif adalah daya juang kejiwaan sastra menuju titk tertentu. Proses kreatif akan ditentukan pula oleh etos sastrawan. Terbentuknya karya sastra hampir seluruhnya melalui proses kreatif yang panjang, namun panjang dan pendeknya proses ini amat relatif, tergantung kesiapan psikologis sastrawan. Tiap karya memerlukan proses yang berbeda satu dengan yang lain. Psikologi Sastra Anak Sastra anak mau tak mau harus berurusan dengan psikologi. Psikologi yang bernuansa asumsi ini yang menyebabkan ada pembagian sastra anak. Dengan perkataan lain, sastra dapat memberi nilai intrinsik bagi anak-anak. Menurut Rootgtger menggambarkan kegunaan sastra anak bagi dunia : 1. bahwa sastra memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan pada anak. 2. bahwa sastra dapat mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara. 3. sastra dapat memberikan pengelaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh sang anak. 4. sastra dapat mengembangkan wawasan anak menjadi perilaku insani. 5. sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan kesastraan pengalaman atau universalia pengalaman kepada anak. Psikoanalisis Sastra

Salah satu cabang psikologi yang berkaitan erat dengan telaah sastra adalah psikoanalisis. Psikoanalisis mengemukakan teori tentang adanya dorongan bawah sadar yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Pelopor psikoanalisis adalah Sigmund Freud. Prinsip-prinsip psikoanalisis adalah sebagai berikut : 1. Lapisan kejiwaan yang paling dalam (renda) adalah lapisan bawah sadar (Libido) atau daya hidup, yang berbentuk dorongan seksual dan persaan-perasaan yang lain yang mendorong kesenangan dan kegairaan. 2. Pengalaman-pengalaman sewaktu bayi dalam kanak-kanak, banyak mempengaruhi sikap hidup dimasa dewasa, yang paling menonjol adalah ikatan kasih antara anak perempuan dan ayahnya dan anak laki-laki dengan ibunya. 3. Semua buah pikirn, mungki tidak berarti, masih tetap bila dihubungkan daerah bawah sadar. 4. Konflik emosi pada dasarnya adalah konflik antara perasaan bawah sadar dengan keinginankeinginan dari luar. http://ilmurafiz.blogspot.com/2011/06/makalah-psikologi-sastra.htm

A.

Hakikat Sastra Anak

Sastra mengandung eksplorasi mengenai kebenaran kemanusiaan. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang merangsang pembaca untuk berbuat sesuatu. Apalagi pembacanya adalah anak-anak yang fantasinya baru berkembang dan menerima segala macam cerita terlepas dari cerita itu masuk akal atau tidak. Sebagai karya sastra tentulah berusaha menyampaikan nilainilai kemanusiaan, mempertahankan, serta menyebarluaskannya termasuk kepada anak-anak. Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam

bentuk struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak, bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008: 2) Sastra anak adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13 tahun. Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya. (Wahidin, 2009) Menurut Hunt (dalam Witakania, 2008: mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Tarigan (1995: 5) mengakatakan bahwa buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak-anak sebagai fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anakanak yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan. (Wahidin, 2009) Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila disugui bahan bacaan yang sesuai pula. Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak. (Puryanto, 2008: 2) Sarumpaet (dalam Puryanto, 2008: 3) mengatakan persoalan-persoalan yang menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, kebencian, kekerasan dan prasangka, serta masalah hidup mati tidak didapati sebagai tema dalam bacaan anak. Begitu pula pembicaraan mengenai perceraian, penggunaan obat terlarang, ataupun perkosaan merupakan hal yang dihindari dalam bacaan anak. Artinya, tema-tema yang disebut tidaklah perlu dikonsumsi oleh anak. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, tema-tema bacaan anak pun berkembang dan semakin bervariasi. Jenis-jenis bacaan anak misalnya, pada sepuluh tahun yang lalu sangat sedikit atau bahkan tidak ada, sangat mungkin telah hadir sebagai bacaan yang populer tahun-

tahun belakangan ini. Jenis sastra anak meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat dibedakan atas tiga hal, yaitu: (1) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama benda mati, (2) sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain manusia, dan (3) sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari manusia itu sendiri. (Wahidin, 2008) Ditinjau dari sasaran pembacanya, sastra anak dapat dibedakan antara sastra anak untuk sasaran pembaca kelas awal, menengah, dan kelas akhir atau kelas tinggi. Sastra anak secara umum meliputi (1) buku bergambar, (2) cerita rakyat, baik berupa cerita binatang, dongeng, legenda, maupun mite, (3) fiksi sejarah, (4) fiksi realistik, (5) fiksi ilmiah, (6) cerita fantasi, dan (7) biografi. Selain berupa cerita, sastra anak juga berupa puisi yang lebih banyak menggambarkan keindahan paduan bunyi kebahasaan, pilihan kata dan ungkapan, sementara isinya berupa ungkapan perasaan, gagasan, penggambaran obyek ataupun peristiwa yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. (Saryono dalam Puryanto, 2008: 3) B. Ciri Sastra Anak

Menurut Puryanto (2008: 7) secara garis besar, ciri dan syarat sastra anak adalah: 1. Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak. 2. Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah, serta isinya bisa menambah wawasan pikiran anak.

Buku anak-anak biasanya mencerminkan masalah-masalah masa kini. Hal-hal yang dibaca oleh anak-anak dalam koran, yang ditontonnya dilayar televisi dan di bioskop, cenderung pada masalahmasalah masa kini. Bahkan yang dialaminya di rumah pun adalah situasi masa kini. (Tarigan, 1995: 5) http://blog.unnes.ac.id/cahsotoy/2009/12/11/halo-dunia/ mplikatur dikenalkan Grice (1975), Pratt (1981), Brown & Yule (1986), Carston (1991) dalam beberapa karya mereka. Istilah implikatur diantonimkan dengan istilah eksplikatur. Secara sederhana implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh yang tersurat (eksplikatur). Implikatur dimaksudkan sebagai suatu ujaran yang menyiratkan suatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Grice (1975:43) menjelaskan bahwa implikatur mencakup beberapa pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna tuturan, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. http://guru-umarbakri.blogspot.com/2009/08/kajian_17.html Dalam sastra Minangkabau mamangan adat berupa kalimat yang mengandungnorma-norma tata kehidupan masyarakat Minangkabau; terdiri dari dua kalimatmasing-masing 2-4 kalimat.

Mamangan adat kadang-kadang diungkapkan dengan:Pantun: seperti, anak dipangku, kamanakan dibimbiang; pantun dan aliterasi :kaluak paku, asam balimbiang; diucapkan beriringan dengan pepatah , C u p a k diisi, limbago dituang, Di mana tanah dipijak, di sinan langik dijunjuang. Dalam mengisahkan asal-usul orang Minang, ada fatwa adat melalui pantunterkenal : Dima (no) titiak palito Dibaliak telong nan batali Dari mano turun niniak kito Dari puncak gunung Merapi(Dari mana titik pelita Di balik telong yang bertali Dari mana datang ninik kita Dari puncak gunung Merapi) Bila dibaca berulang-ulang pantun tersebut di atas, lalu direnung agak sejenak.Kalimat sampiran yang dua baris, nampaknya bukan sekedar persamaan bunyi ,tetapi punya kekuatan kata berupa kiasan. Moyang kita itu berkata pendek, tapisungguh jauh jangkauannya.Dima(no) titiak palito (Di mana titik pelita). Dijawab: Di baliak telong nanbatali (Di balik tanglung yang bertali. Tanglung berasal dari negeri Cina yangmerupakan kata kiasan terhadap kebudayaan Cina (Tiongkok).Sejak kapan titik api atau pelita itu ada, jawabnya jauh sebelum lahirnya ajaran Kong Futse (Konghutju) atau Lao Tse . Ketika orang Cina sudah berperadaban,o r a n g M i n a n g k a b a u p u n s u d a h berbudaya tinggi. Hubungan antara Cina danMinang telah lama terjalin, j a u h p a d a m a s a d i n a s t i T a n g . S a m p a i s a a t i n i , Minangkabau merupakan satusatunya daerah terluas di dunia yang menganutketurunan menurut garis ibu http://www.scribd.com/doc/4551876/Mamang-adat

Ragam Kata-Kata Adat


00:28 | 1. Kato petatah Disebut juga pepatah. Berasal dari kata 'tatah' yang artinya pahatan atau patokan. Jadi petatah adalah kata-kata yang mengandung pahatan kata atau patokan hukum. Misalnya hiduik dikanduang adat. Maksudnya hidup itu mempunyai aturan. Untuk menjelaskan adat atau aturan digunakan kato petiti.

2. Kato petiti Berasal dari kata titi atau titian, yang artinya jembatan sederhana dari bambu atau kayu. Jadi kato petiti adalah kata-kata yang bisa menjadi jembatan atau jalan yang

bisa ditempuh lebih baik untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Kata petitihi ni digunakan untuk menjelaskan kato petatah. Untuk menjelaskan pepatah hiduik dikanduang adat di atas kata petitihnya adalah sbb.
adaik hiduik toloang-manoloang, (adat hidup tolong menolong) adaik mati janguak-manjanguak, (adat mati jenguk-menjenguk) adaik lai bari mambari, (adat kaya beri-memberi) adaik tidak basalang-tenggang, (adat miskin pinjam meminjamkan) karajo baiak bahimbauan, (kerja baik dipanggilkan) karajo buruak bahambauan. (kerja buruk berhambauan)

3. Mamangan Merupakan kalimat yang mengandung arti sebagai pegangan hidup, sebagai anjuran ataupun larangan. Misalnya, mamangan yang bersifat anjuran, anak dipangku, kamanakan dibimbiang (anak dipangku kemenakan dibimbing). Maksudnya seorang lelaki Minangkabau harus bertanggung jawab menghidupi anaknya, serta memberi bimbingan kepada kemenakannya. Contoh mamangan yang berupa larangan, misalnya gadang jan malendo, cadiak jan manjua (besar jangan melanda, cerdik jangan menjual). Maksudnya adalah seorang pemimpin jangan menggilas rakyat kecil dan orang pintar jangan menipu yang bodoh. 4. Pituah Merupakan kalimat yang mengandung nasihat yang bijak atau semacam kata mutiara yang diucapkan orang tua atau tokoh yang disegani di masyarakat. Contohnya, lamak dek awak, katuju dek urang (enak oleh kita, disukai oleh orang lain). Artinya, apa yang ingin kita lakukan, usahakan agar hal tersebut adalah hal yang disukai orang lain. 5. Pameo Merupakan kalimat yang jika dilihat artinya tampak berlawanan, bahkan hal yang tak mungkin terjadi. Contoh: duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang (duduk sendiri bersempit-sempit, duduk bersama berlapanglapang). Maksudnya adalah jika dalam pergaulan kita memencilkan diri, maka akan banyak menemui kesulitan dan susah menyelesaikannya. Sebaliknya jika mau membina pergaulan maka hidup akan terasa lapang karena banyak yang membantu. 6. Kieh Merupakan kata kiasan yang berisi sindiran. Sindiran dikenal juga dengan kato malereng. Kata ini ditujukan secara tidak langsung kepad sasaran. Bahasa ini digunakan untuk menjaga kesopanan. Contohnya, seorang mertua ingin mengias menantunya yang malas berusaha. Mertua tersebut tidak langsung menasehati menantunya, tetapi berkata dengan suara yang agak keras sehingga didengar menantunya itu. Ndeh kuciangko, banyak bana makan. Manangkok mancik indak amuah do! (Duh kucing ini banyak sekali makannya. Menangkap tikus tidak mau!).

Karya Sastra Prosa 1. Tambo tambo adalah karya sastra paling khas di Minangkabau. Kekhasannya adalah isinya yang mengandung nilai-nilai sejarah dan kaya akan falsafah kehidupan. Tambo adalah sejarah yang dutyangkan ke dalam bahasa sastra Minangkabau yang tinggi. Orang yang tidak mengerti dengan wawasan pemikiran Minangkabau, tentu akan sulit untuk memahaminya. Perbendaharaan bahasa dalam tambo adalah Bahasa Minangkabau Klasik, karena itu bahasa tambo penuh dengan simbol dan kode bahasa yang sifatnya semu dan mengandung seribu makna. Bahasanya mencerminkan perwatakan orang Minangkabau yang sangat idealis, yang kaya dengan imajinasai dan mengutamakan rasa. Tambo adalah karya sastra yang tertua di Minangkabau. Pada mulanya ia adalah kisah turun-temurun dari generasi ke generasi melalui penuturan lisan. Karena berpindah dari mulut ke mulut, maka jalan cerita, isi, dan versi tambo mengalami perubahan-perubahan, namun bobotnya tetap. Setelah agama Islam masuk, tambo mulai dibukukan dalam bahasa Arab Melayu. 2. Kaba Kaba juga merupakan produk yang sangat khas dari sastra Minangkabau. Saat ini, kaba dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kaba klasik dan kaba baru. Kaba klasik adalah kaba yang diangkat dari hikayat atau sama dengan hikayat, dan cerita lisan seperti Sabai Nan Aluih, Talipuak Layua, Gadih Ranti, dan Tupai Janjang. Hikayat Anggun Cik Tunggal diolah menjadi Kaba Anggun nan Tungga. Hikayat Malin Deman menjadi Kaba Malin Deman. Hikayat Umbut Muda menjadi Kaba Umbuik Mudo, bahkan Tambo Pagaruyuang diolah menjadi Kaba Cindua Mato. Kaba baru adalah kaba yang dikarang sesuai kehidupan baru. Tidak bersumber dari hikayat atau cerita lisan, tapi dikarang sendiri oleh pengarangnya. Karya Sastra Puisi 1. Pasambahan Adat Pasambahan adat lebih menyerupai teks pidato yang menggunakan gaya bahasa sastra, sehingga sering disebut Pidato Pasambahan. Pasambahan adat sangat penting kedudukannya dalam upacara adat Minangkabau, misalnya dalam upacara perhelatan perkawinan, penobatan penghulu, kenduri atau perjamuan, upacara kematian, kerapatan adat, dll. Gaya bahasanya hampir sama dengan gaya bahasa ava dan pantun. Kalimat di dalmnya panjang-panjang. Biasanya dilakukan dengan bersahutan bukan bergiliran. Pasambahan adat lebih merupakan suatu dialog adat tentang hal-hal yang terkandung dalam upacara yang mereka laksanakan. 2. Pantun pantun merupakan karya sastra paling utama di Minangkabau. Pantun adalah

permainan bahasa sehari-hari, ia juga menjadi bunga kaba, serta hiasan pasambahan adat. Pantun Minangkabau sangatlah beragam. Kalimatnya ada yang terdiri dari 4 baris dan ada pula 2 baris. Selain itu, ada pula pantun yang terdiri dari 6-12 baris. Ragamnya: Pantun adat, biasanya digunakan dalam pasambahan adat yang biasanya dikutip dari undang-undang, hukum, tambo, dsb. Pantun tua, baisanya berisi nasehat dari orang tua kepada orang muda. Pantun muda, biasanya digunakan dalam pergaulan muda-mudi. Pantun suka, disebut juga pantun jenaka, digunakan untuk ejekan dan bahan tertawaan. Pantun duka, mengungkapkan perasaan duka dan rasa sedih. Isinya bisa berupa pengalaman pahit yang dialami. 3. Talibun, Seloka, Gurindam Talibun adalah pantun yang terdiri dari 6-12 baris. Seloka adalah pantun empat baris yang terdiri dari beberapa untai. Gurindam adalah saripati kata yang tersusun dalam 2 dan 4 baris. Berbeda dengan pantun, maka dalam gurindam tidak mempunyai sampiran, tetapi langsung kepada isinya.

http://ariwandra.blogspot.com/2011/03/ragam-kata-kata-adat.html

Anda mungkin juga menyukai