ANALISIS TRANSAKSIONAL
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufikhidayahnya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah “ Analisis
Transaksional dalam komunikasi Organisasi “ guna memenuhi tugas sesuai
dengan yang di harapkan. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi kalangan
umum, dan tidak lupa kami memohon maaf apabila dalam penyususnan makalah
ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan makalah
ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
JUDUL …………………………………………………………………… I
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Pendekatan Analisis Transaksional
2. Apa saja konsep dasar teori analisis transaksional
3. Apa yang dimaksud Isu Mutahir
4. Bagaimana deskrisi proses konseling
5. Apa itu asumsi tingkah laju bermasalah
6. Apa saja tahapan konseling
7. Apa saja tujuan konseling
8. Bagaimana teknik konseling dan implikasinya2.
C. Tujuan masalah
1. Mengetahui pengertian Pendekatan Analisis Transaksional
2. Mengetahui konsep dasar teori analisis transaksional
3. Mengetahui maksud Isu Mutahir
4. Mengetahui deskrisi proses konseling
5. Mengetahui asumsi tingkah laju bermasalah
6. Mengetahui tahapan konseling
7. Mengetahui tujuan konseling
8. Mengetahui teknik konseling dan implikasinya
BAB II
PEMBAHASAN
2. Konsep Dasar
Berne melihat analisis transaksional sebagai sebuah teori kepribadian dan
interaksi sosial dan sebuah metode terapi. Berikut konsep dasar dari teori
analisis transaksional, antara lain:
1) Konsep ego states. Terdapat 3 ego yang secara inheren eksis dalam diri
setiap individu, yakni ego orang tua (parent), ego dewasa (adult), ego
anak-anak (child). Ego state orang tua cenderung menasehati, kritik,
berperilaku sesuai dengan aturan, dan lain sebagainya.16 Ego orang tua
adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau
dari subsitut orang tua.17
2) Posisi hidup (life positions). Posisi hidup ini berhubungan dengan
eksistensi hidup individu karena merupakan penilaian dasar terhadap diri
dan orang lain.
3) Membuat Keputusan Ulang. Jika anak diasuh dengan kondisional,yakni
kepatuhan anak perintah dan atribusi mereka anak akan membuat
keputusan sadar untuk menaati keinginan orang tua meskipun itu
mengorbankan otonominya. Keputusan seperti ini cenderung dibuat
selama masa prasekolah, namun karena keputusan ini anak cenderung
mengambil keputusan yang berbeda dan lebih negatif.
4) Pengembangan Permainan (games). Jika anak sering memainkan peran
seperti mengejek temannya, memukul ketika mainannya di pinjam,
dan orang tua menganggap bahwa hal-hal seperti itu akanmenghilang
ketika dewasa, maka anak akan menganggap itu sebagai dukungan sosial
untuknya sehingga permainan seperti itu akan terulang ketika dia melihat
orang yang lebih lemah darinya.
3. Isu Mutahir
Perilaku Bullying disebabkan oleh beberapa faktor, (1) faktor pribadi, (2)faktor
lingkungan keluarga, (3) faktor lingkungan teman sebaya, (4) faktor faktor
lingkungan sekolah, (5) faktor lingkungan masyarakat. Dari beberapa pemaparan
faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya prilaku bullying di atas, kemudian ini
ada beberapa cara untuk mengurangi perilaku bullying (Limber, 1997; Olweus,
1984): (1) Membuat sanksi sekolah terhadap tindak bullying dan umumkan
sanksi ini ke seluruh kelas. (2) Bentuk kelompok persahabatan untuk anak yang
sering menjadi korban bullying. (3) Adakan pertemuan kelas reguler untuk
mendiskusikan bullying dengan anak-anak. (4) Membuat program penguatan
sekolah dalam rangka “membuat anak menjadi lebih baik”. (5) Masukkan pesan
program antibully ke masyarakat, sekolah dan keaktivitas komunitas lainnya
dimana anakanak terlibat di dalamnya (6) Ajak siswa yang lebih tua untuk
bertindak sebagai pemantau dan mengintervensi jika mereka melihat bullying.
Menurut Atom (2012) Aspek-aspek Prilaku Bulliying Dikelompokkan menjadi
tiga yaitu : emosional, verbal, dan fisik. Ragam bentuk itu antara lain:
Penyerangan fisik: memukul, menendang, mendorong, Penyerangan verbal:
mengejek, menyebarkan isu buruk, atau menjuluki sebutan yang jelek,
Penyerangan emosi: menyembunyikan peralatan sekolah, memberikan ancaman,
menghina. Adapun Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Prilaku Bullying
diantaranya adalah Faktor Pribadi, Faktor lingkungan keluarga, Faktor
Lingkungan Teman Sebaya, Faktor lingkungan sekolah, Faktor lingkungan
Masyarakat.
6. Tahapan Konseling
Disetiap proses konseling dilalui dengan 6 tahap yaitu:
1. Tahap eksplorasi masalah Pada tahap ini yang terpenting adalah
konselormenciptakan hubungan baik dengan klien, membangun saling
kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih
dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali
pengalamanpengalaman klien dan merespon isi, perasaan dan arti dari
apa yang dibicarakan klien.
2. Tahap perumusan masalah Masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi
maupun tingkah laku diperhatikan oleh konselor. Setelah itu
keduanya, konselor dan klien, merumuskan dan membuat kesepakatan
masalah apa yang sedang dihadapi. Masalah sebaiknya dirumuskan
dalam terminologi yang jelas. Jika rumusan masalahnya tidak
disepakati perlu kembali ketahap pertama.
3. Tahap identifikasi alternative Konselor bersama klien
mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah
yang telah disepakati. Alternatif yang diidentifikasi adalah yang
sangat mungkin dilakukan, yaitu yang tepat dan realistik. Konselor
dapat membantu klien menyusun daftar alternatif-altenatif, dan klien
memilki kebebasan untuk memilih alternatif yang ada. Dalam hal ini
konselor tidak boleh menentukan alternatif yang harus dilakukan
klien.
4. Tahap perencanaan Jika klien telah menetapkan pilihan dari sejumlah
alternatif, selanjutnya menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan
ini menyangkut apa saja yang akan dilakukan, bagaimana
melakukannya, kapan dilakukan, dan sebagainya. Rencana yang baik
jika realistik, bertahap, tujuan setiap tahap juga jelas dan dapat
dipahami oleh klien. Dengan kata lain, rencana yang dibuat bersifat
tentatif sekaligus pragmatis.
5. Tahap tindakan atau komitmen Tindakan berarti oprasionalisasi
rencana yang disusun. Konselor perlu mendorong klien untuk
berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu. Usaha klien untuk
melaksanakan rencana sangat penting bagi keberhasilan konseling,
karena tanpa ada tindakan nyata proses konseling tidak ada artinya.
6. Tahap penilaian dan umpan balik Konselor dan klien perlu
mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika
ternyata ada kegagalan maka perlu dicari apa yangmenyebabkan dan
klien harus bekerja mulai dari tahap yang mana lagi. Mungkin
diperlukan rencana-rencana baru yang lebih sesuai dengan keadaan
klien dan perubahan-perubahan yang dihadapi klien. Jika ini yang
diperlukan maka konselor dan klien secara fleksibel
menyusunalternatif atau rencana yang lebih tepat.Sesuai dengan apa
yang diharapkan dari peneliti (konselor) dan klien, konseling yang
diadakan membuahkan hasil yang memang tidak bisa dikatakan
instan. Hasil yang dihasilkan oleh konseling yang tentunya juga
dibantu dengan adanya tindakan yang membantu klien mengatur
dirinya sendiri melalui keputusan yang diambilnya. Dalam hal ini
apapun tindakan atau treatment yang terdapat proses konseling
berlangsung adalah tindakan yang dirancang sendiri oleh klien dan
hal tersebut atas kehendak klien sendiri. Konselor dan guru kelas
hanya bersifat membantu untuk menciptakan suasana belajar sesuai
yang diharapkan oleh klien. Perubahan perilaku DA terlihat secara
bertahap melalui perhitungan frekuensi kenakalan yang dicatat dan
dihitung setiap harinya melalui pengamatan baik oleh konselor
maupum guru kelas DA.
7. Tujuan Konseling
Tujuan utama konseling Analisis Transaksional adalah membantu konseli
untuk membuat keputusan baru tentang tingkah lakusekarang dan arah
hidupnya. Individu memperoleh kesadaran tentang bagaimana kebebasannya
terkekang karena keputusan awal tentang posisi hidup, dan belajar untuk
menentukan arah hidup yang lebih baik.
Tujuan khususnya adalah :
a) Konselor membantu konseli untuk memprogram pribadinya
agarmembuat ego state berfungsi pada saat yang tepat
b) Konseli dibantu untuk menganalisis transaksi dirinya sendiri
c) Konseli dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain menjadi
orang yang mandiri dalam memilih apa yang diinginkan
d) Konseli dibantu untuk mengkaji keputusan salah yang dibuat dan
membuat keputusan baru atas dasar kesadaran
8. Teknik konseling serta impikasi
Teknik Konseling dalam pendekata, Analisis Transaksional. (a) Metode
didaktik. (b) analisis transaksional (transaksi komplementer, transaki
menyilang, transaksi terselubung), (c) kursi kosong, (d) permainan peran, (f)
analisis upacara, hiburan, dan permainan (g)analisis permainan dan
ketegangan (h) analisis scenario
1. Metode Didaktik (DidacticMethods) Karena analisis transaksional
menekankan pada domain kognitif, prosedur mengajar dan
belajarmerupakan dasar dari teori ini.
2. Kursi Kosong (Empty Chair)
Teknik ini merupakan adopsi dari teori Gestalt. Teknik ini biasanya
digunakan untuk structural analysis. McNeel (1976) mendeskripsikan
bahwa teknik yang menggunakan dua kursi ini merupakan cara yang
efektif untuk membantu konseli mengatasi konflik masa lalu dengan
orangtua atau orang lain pada masa kecil. Tujuan teknik ini adalah untuk
menyelesaikan unfinished business masa lalu (Corey,1986,p.164).
3. Bermain peran (Role Playing)
Bermain peran ( role play ) biasanya digunakan dalam konseling
kelompok dimana melibatkan orang lain. Anggota kelompok lain dapat
berperansebagai ego state yang bermasalah dengan konseli. Dalam
kegiatan inikonseli berlatih dengan anggota kelompok untuk beringkah
lakusesuai dengan apa yang akan di uji coba di dunia nyata.
4. Penokohan Keluarga ( FamilyModeling ) Family modeling adalah teori
untuk melakukan structural analysis, yang pada umumnya berguna untuk
menghadapi constant parent, constant adult atau constant child.
5. Analisis Ritual dan Waktu Luang( Analysis of Rituals and Pastime )
Analisis transaksi termasuk di dalamnya adalah identifikasi ritual dan
mengisi waktu luang (pastime) yang digunakan dalam structuring of
time. Menurut Lutfi Fauzan (1994:51)Analisis transaksional didasarkan
pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan
keputusannya pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk
memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah
pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia
mempunyai kapasitas untuk memilih dan dalam tingkatkesadaran tertentu
individu dapat menjadi mandiri dalam menghadapi
persoalanpersoalanhidupnya.
Menurut Eric Berne status ego adalah suatu pola perasaan dan
pengalaman yang tetap, keadaan ego seseorang tidak tergantung pada
umur. Oleh karena itu apapun pekerjaan/jabatan seseorang, ia tetap
memiliki ego.
BAB III
KESIMPULAN
1) Kelebihan
a. Punya pandangan optimis dan realistis tentang manusia.Komunikasi
organisasi.
b. Penekananwaktu di sisni dan sekarang(herean now).
c. Mudah diobservasi.
d. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
2) Kelemahan
a. Kurang efesien terhadap kontrak treatment karenabanyak klien yang
beranggapan jelek terhadap dirinya dan tida krealisti ssehingga sulit
tercapai kontrak karena klien tidak dapat mengungkapkan tujuan apa
yang iainginkan.
b. Subyektif dalam menafsirkan status ego.
3) Aplikasinya dalam konseling
Dalam teori Analisis Transaksional terdapat beberapa teknik, namun
Teknik yang diangkat adalah Permainan Peran (role playing). Prosedur-
prosedur AT juga bisa digabungkan dengan teknik-teknik psikodrama dan
bermainperan. Dalam konseling kelompok, situasi situasi bermain peran
bisa melibatkan para anggota lain. Seorang anggota kelompok memainkan
peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi
seseorang anggota lainnya, dan ia berbicara kepada anggota tersebut. Para
anggota yang lain pun bisa menjalankan permainan peran serupa dan boleh
mencobanya diluar pertemuan konseling.Bentuk permainan lainnya adalah
permainan yang menonjolkan gaya-gaya khas dari ego orang tua yang
konstan, atau permainan-permainan tertentu agar memungkinkan klien
memperoleh umpan balik tentang tingkah laku sekarang dalam kelompok.
Hal lain daripenelitian ini adalah bahwa konseling analisis transaksional
teknik role playinglebih efektif daripada konseling behavioral teknik
modeling dalam meminimalkan kecenderungan perilaku agresif. Temuan
ini sangat mungkin terjadi karena dalam konseling analisis transaksional
teknik role playing, konseli mendapatkan pengalaman berperan,
menghayati, dan mempraktikkan dalam bermain peran, kemudian
mendapatkan masukan atau tantangan dari teman bermain lainnya.
Pengalaman ini nampaknya membuat konseli lebih besar niatnya untuk
mengekang dirinya dari berperilaku agresif bilamana ada kondisi yang
menstimulasi untuk berperilaku agresif. Berbeda halnya dalam konseling
behavioral teknik modeling. Dalam konseling ini konseli hanya
menyaksikan perilaku model yang hendak ditiru, tanpa mendapatkan
kesempatan mempraktikkan perilaku itu dalam latar konseling.
Daftar Pustaka
Septiana, E. N., Rahmi, A., & Wae, R. (2020). Efektivitas Konseling Kelompok
dengan Analisis Transaksional Untuk Mereduksi Kecemasan Berbicara di
Depan Kelas di SMPN 8 Bukittinggi. Educational Guidance and
Counseling Development Journal, 3(2), 69-75.
Septiana, E. N., Rahmi, A., & Wae, R. (2020). Efektivitas Konseling Kelompok
dengan Analisis Transaksional Untuk Mereduksi Kecemasan Berbicara di
Depan Kelas di SMPN 8 Bukittinggi. Educational Guidance and
Counseling Development Journal, 3(2), 69-75.