Anda di halaman 1dari 44

TUGAS INDIVIDU

TEORI PERUBAHAN SIKAP

DIBUAT OLEH :

NAMA : AFRITA INDAH LESTARI

NIM : 19011127

KELAS : 2D ( SEMESTER 2 )

PRODI : KESMAS

MATA KULIAH : KOMUNIKASI KESEHATAN

STIKES HANTUAH PEKANBARU

TP: 2019/2020
KATAPENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan
judul "Teori- teori perubahan sikap”

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan


berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran
maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………...…….2

Daftar Isi……………………………………………………………………………...………….3

 BAB I PENDAHULUAN1.1

Latar Belakang…………………………………………………………….……..4

Rumusan Masalah……………………………………………………………...5

Tujuan………………………………………………………………………………...5

 BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian sikap………………………………………………………………6

B. Komponen-komponen sikap…………………………………………….7

C.Teori perubahan sikap……………………………………………………….8

BAB III PEMBAHASAN

1. Teori hierarki belajar……………………………………...9

2. Elaboration likelihood model…………………………….13

3. Rainforcement theory…………………………………….16

4. Information manipulation theory………………………...19

5. Communication competency……………………………..20

6. Health belief model………………………………………21

7. Teori peluru………………………………………………28

8. Social learning theory…………………………………….31

9. Social expection theory…………………………………..35

10. Theory of selective influence…………………………...37

11. Media dependency theory………………………….…...38

12.Agenda setting………………………………………..…39

 BAB III PENTUP

A. Kesimpulan………………………………………………43

B. Daftar pustaka…………………………………………43,44

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

         Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya, bahwa komunikasi yang kita
bangun tiap hari sesungguhnya bisa di jelaskan dengan teori. teori komunikasi membantu kita
untuk ,memahami orang lain dan komunitas-komunitas mereka, bahkan lebih sedrhana lagi
bahwa teori komunikasi bisa mempermudah ketika kita berinteraksi dengan keluarga, teman dan
masyarakat. Memang tidak semua kejadian di dunia ini bisa di jelaskan teori, akan tetapi teori
komunikasi bisa di jadikan untuk memahami sebagian besar kejadian di muka bumi.

        Sebelum masuk lebih dalam membahas teori alangkah lebih baiknya kita pahami dulu apa
itu komunikasi dan juga teori?. Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu
menggunakan symbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam
lingkungan mereka (Richard West dan Lynn H.Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis
dan Aplikasi). Sehingga dari pengertian tersebut kita bisa pahami bahwa komunikasi merupakan
proses sosial bahwa komunikasi selalu melibatkan manusia serta interaksi, dan
berkesinambungan, dinamis, kompleks dan senantiasa berubah. Menggunakan symbol, symbol
sendiri adalah label yang merepresentasikan(menekan) pada benda( symbol konkret) dan dan
yang menekankan pada ide (symbol abstrak). Sedangkan makna merupakan yang diambil dari
suatu pesan, tanpa makna maka akan kesulitan dalam menggunakan bahasa dan
menginterpretasikan suatu kejadian.

         Makana teori itu sendiri merupakan sebuah system konsep yang abstrak yang
mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep tersebut yang membantu kita
memahami sebuah fenomena(Richard West dan Lynn H.Turner, Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi). Stephen Littlejohn and Karen Foss mentakan bahwa system yang abstrak
ini didapatkan dari pengamatan yag sistematis.

4
Jonathan H Turner mendefinisikan teori sebagai sebuah proses mengembangkan ide-ide yang
membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi. William Doherty
(1993) telah mengelaborasi sefinisi yang di kemukakan oleh Turner dengan menyatakan bahwa
teori adalah merupakan proses dan produk: “berteori merupakan proses mengorganisasi dan
merumuskan ide secara sistematis untuk memahami fenomena tertentu. Sebuah teori merupakan
seperangkat ide secara sistematis untuk memahami fenomena tertentu.

Sehingga dari pengertian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa teori komunikasi adalah sebuah
system atau konsep yang digunakan untuk mempermudah kita dalam berkomunikasi. Apa saja
teori tersebut akan kita bahas pada bab-bab selanjutnya agar pembaca bisa memahami teori
komunikasi itu sendiri.

B. Rumusan masalah

1. apa itu perubahan sikap

2. apa saja teori- teori pendukung perubahan sikap

C. Manfaat penulisan

1. agar kita mengetahui apa itu perubahan sikap

2. agar kita mengetahui perbedaan teori- teori perubahan sikap

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A.Pengertian Sikap

Sikap merupakan konsepsi yang bersifat abstrak tentang pemahaman perilaku manusia.

Seseorang akan lebih mudah memahami perilaku orang lain apabila terlebih dahulu mengetahui
sikap atau latar belakang terbentuknya sikap pada orang tersebut. Perubahan sikap yang sedang
berlangsung merupakan perubahan sistem dari penilaian positif ke negatif atau sebaliknya,
merasakan emosi dan sikap setuju atau tidak setuju terhadap objek. Objek sikap itu sendiri terdiri
dari pengetahuan, penilaian, perasaan dan perubahan sikap. Pengertian sikap yang dikemukakan
menurut Syamsudin (1997: 10) adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dan
ditampilkan dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Interaksi tersebut terdapat proses
saling merepon, saling mempengaruhi serta saling menyesuiakan diri dengan lingkungan sosial.
Selanjutnya menurut Mar’at (2000: 21) sikap adalah tingkatan afeksi (perasaan), baik yang
bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek psikologi. Dengan demikian
perasaan dalam merespon suatu objek dapat positif yaitu perasaan senang, menerima, terbuka
dan lain-lain dan dapat negatif yaitu perasaan tidak senang, tidak menerima, tidak terbuka dan
lain-lain. Berkaitan dengan sikap kerja, Dimenjur merinci sikap kerja yang harus dimiliki 13
setiap siswa dalam pekerjaanya, yaitu: kerja sama, kedisipilan, kejujuran, mengakses dan
mengorganisasikan informasi, tanggung jawab, efektif dan efisien dan kemandirian. Mar’at juga
mengemukakan sikap diartikan sebagai suatu konstruk untuk memungkinkan terlihatnya suatu
aktivitas. Sejalan dengan pendapat tersebut, Newcomb dalam Mar’at (2000: 11) mengemukakan
bahwa sikap merupakan suatu kesatuan kognitif, afektif dan konasi yang mempunyai valensi dan
akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas.

6
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran,
dan

perilaku. Lebih lanjut konsep tentang sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah
suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Harsono
(2000: 141) bahwa sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu
terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang akan dihadapi. ”Free online dictionary
(www.thefreedictionary.com) mencantumkan sikap sebagai ”A complex mental 15 state
involving beliefs and feelings and values and dispositions to act in certain ways.” Sikap adalah
kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk
bertindak dengan cara tertentu.

b. Komponen-Komponen Sikap

1) Komponen Kognisi Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul
berdasarkan pemahaman, kepercayaan maupun keyakinan terhadap objek sikap. Secara
umum dapat dikatakan bahwa komponen kognisi menjawab pertanyaan apa yang
diketahui, dipahami dan diyakini siswa terhadap objek sikap yang menjadi pegangan
seseorang

2) Komponen Afeksi Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul
berdasarkan apa yang dirasakan siswa terhadap objek. Komponen ini digunakan untuk
mengetahui apa yang dirasakan siswa ketika menghadapi objek. Perasaan siswa terhadap
objek dapat muncul karena faktor kognisi maupun faktorfaktor tertentu. Seseorang siswa
merasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap sesuatu pelajaran, baik
terhadap materinya, gurunya maupun manfaatnya. Hal ini termasuk komponen adeksi.
Dengan demikian komponen afeksi merupakan perasaan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap suatu objek

7
C. Teori Perubahan Sikap

Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan

bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat
mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang.

Praktisi humas harus memahami teori perubahan sikap ini karena pekerjaan humas mencakup
kegiatan mengubah sikap khalayak terhadap organisasi atau perusahaan kearah yang lebih
positif.6 Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami
ketidak nyamanan dalam dirinya (mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru
atau informasi yang bertentangan dengan keyakinanannya. keadaan tidak nyaman ini disebut
dengan disonansi yang berasal dari kata dissonance yang berarti ketidakcocokan atau
ketidaksesuaian, sehingga disebut juga teori disonansa (dissonance theory). Orang akan berupaya
secara sadar atau tidak sadar untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan ini melalui
tiga proses selektif (selective processes) yang saling berhubungan. Proses seleksi ini akan
membantu seseorang untuk memilih informasi apa yang dikonsumsinya, diingat, dan
diinterprestasikan menurut tabiat dan apa yang dianggapnya penting. Ketiga proses selektif itu
adalah: a. Penerimaan informasi selektif dimana proses orang hanya akan menerima informasi
yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah dimiliki sebelumnya. Menurut teori ini
orang cenderung atau lebih suka membaca artikel yang mendukung apa yang telah dipercayainya
atau diyakininya. 6 Morissan, Manajemen Public Relations, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), 63 9 10 b. Ingatan selektif mengasumsikan bahwa orang tidak akan mudah lupa
atau sangat mengingat pesan-pesan yang sesuai dengan sikap atau kepercayaan yang sudah
dimiliki sebelumnya. c. Persepsi selektif. Orang akan memberikan interprestasinya terhadap
setiap pesan yang diterimanya sesuai dengan sikap dan kepercayaan yang sudah dimiliki
sebelumnya

8
BAB III

PEMBAHASAN

TEORI PERUBAHAN SIKAP

1. TEORI HIRARKI BELAJAR DARI ROBERT M. GAGNE

A. BELAJAR Menurut Gagne belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan
manusia
setelah belajar secara terus menerus oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa
belajar dipengaruhi oleh dua faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling
berinteraksi. belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk
mengembangkan proses logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil efek
dari belajar yang kumulatif serta belajar itu bukan proses tunggal.
B. HIRARKI BELAJAR
Menurut kamus ilmiah populer (2006:179) hirarki berarti berurutan-urutan, peringkat, tingkat.
Hirarki belajar merupakan struktur belajar yang terdiri dari tingkatan-tingkatan belajar.Robert M.
Gagne merupakan salah seorang penganut aliran psikologi tingkah laku. Gagne memiliki
pandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatannya mengikuti suatu
hirarki kemampuan yang dapat diobservasi atau diukur. Oleh karena itu, teori belajar yang
dikemukakan Gagne dikenal sebagai Teori Hirarki Belajar.
Teori hirarki belajar ditemukan oleh Rober M. Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang
faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki
belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar
dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Orton dalam Warsita Hirarki
belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down.

9
Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi
salah satu tujuan dalam proses pembelajaran dipuncak hirarki belajar tersebut, diikuti
kemampuan, keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu
agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan diatasnya. Hirarki ini juga
memungkinkan prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula.

C. TIPE BELAJAR Gagne membedakan delapan tipe belajar yang terurut secara hirarki,
mulai dari
tipe belajar yang sederhana sampai dengan tipe belajar yang lebih kompleks.
Kemampuan belajar Created By: Amalia Nurjannah pada tingkat tertentu ditentukan oleh
kemampuan belajar di tingkat sebelumya. Kedelapan tipe belajar di atas dikemukakan berikut
ini.
1. Belajar isyarat (signal learning) Belajar isyarat adalah belajar sesuatu dengan tidak
sengaja yaitu sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi
tertentu. Dari signal yang dilihat atau didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
Belajar isyarat ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah
sejumlah pengalaman tertentu. Respons yang timbul bersifat umum, kabur, dan
emosional. Misalnya, siswa menjadi senang belajar matematika karena gurunya bersikap
ramah dan humoris.

2. Belajar stimulus-respons (stimulus-response learning) Belajar stimulus-respons adalah


belajar yang disengaja dan responsnya seringkali secara fisik (motoris). Respons atau
kemampuan yang timbul tidak diperoleh dengan tiba-tiba melainkan melalui pelatihan-
pelatihan. Respons itu dapat diatur dan dikuasai. Misalnya, seorang siswa dapat
menyelesaikan suatu soal setelah memperhatikan contoh penyelesaian soal yang serupa
oleh gurunya.

3. Rantai atau rangkaian (chaining) Belajar rantai atau rangkaian (gerak, tingkah laku)
adalah belajar yang menunjukkan kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih
hasil belajar stimulus–respon secara berurutan.
10
Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak, bukan serangkaian produk bahasa lisan.
Misalnya, siswa belajar melukis garis melalui dua titik melalui rangkaian gerak:
mengambil pensil, membuat dua titik sembarang, memegang penggaris, meletakkan
penggaris tepat di samping kedua titik, kemudian menarik ruas garis melalui kedua titik
itu.

4. Asosiasi verbal (verbal association) Belajar asosiasi verbal adalah tipe belajar yang
menggabungkan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa (lisan) seperti memberi nama
sebuah objek/benda. Sebagai contoh, bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, seorang
siswa dapat mengatakan bentuknya adalah ’persegi’. Sebelumnya, ia harus dapat
membedakan bentuk-bentuk geometris agar dapat mengenal ’persegi’ sebagai salah satu
bentuk geometris. Hubungan itu terbentuk bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutn
tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity)

5. Belajar diskriminasi (discrimination learning) Belajar diskriminasi atau


memperbedakan adalah belajar untuk membedakan hubungan stimulus-respons agar
dapat memahami berbagai objek fisik dan konsep. Ada dua macam belajar diskriminasi,
yaitu belajar disriminasi tunggal dan belajar diskriminasi jamak. Sebagai contoh belajar
diskriminasi tunggal, siswa dapat membedakan lambang ∩ dan U dalam operasi
himpunan. Belajar diskriminasi jamak, misalnya siswa dapat membedakan sudut dan sisi
pada segitiga lancip, siku-siku, dan tumpul, atau pada segitiga sama sisi, sama kaki, dan
sembarang.

6. Belajar konsep (concept learning) Belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat
bersama dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokkan menjadi
satu jenis. Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dan
stimulus tertentu. Pada tipe belajar ini, mereka dapat mengadakan diskriminasi untuk
membedakan apa yang termasuk atau tidak termasuk dalam suatu konsep.

11
Melalui pemahaman konsep siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda
ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu
sendiri. Sebagai contoh, seorang siswa dikatakan telah belajar konsep himpunan jika ia
telah dapat menunjukkan kumpulan objek yang merupakan contoh himpunan atau bukan
contoh himpunan.

7. Belajar aturan (rule learning) Belajar aturan adalah tipe belajar yang memungkinkan
peserta didik dapat menghubungkan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu
aturan. Harus diingat, mengenal aturan tanpa memahaminya akan merupakan verbal-
chain saja, dan hal ini merupakan cara pembelajaran yang keliru. Seorang siswa
dikatakan telah belajar aturan jika ia telah mampu mengaplikasikan aturan itu Misalnya,
dalam matematika siswa dapat memahami bahwa (a + b)(a – b) = a2 – b 2 berdasarkan
konsep-konsep sebelumnya, seperti perkalian dua bilangan, perkalian berulang, perkalian
dua bilangan berbeda tanda, dan penjumlahan/pengurangan dua bilangan.

8. Memecahkan masalah (problem solving) Belajar memecahkan masalah merupakan tipe


belajar yang lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan tipe belajar yang lain.
Dalam belajar pemecahan masalah, ada empat langkah penting dalam proses pemecahan
masalah menurut Polya (dalam Pirdaus, 2007), yaitu

(1) memahami masalahnya, dalam arti menentukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan,

(2) merencanakan cara penyelesaiannya,

(3) melaksanakan rencana; dan

(4) menafsirkan atau mengecek hasilnya. Dalam belajar pemecahan masalah, siswa harus
memiliki pemahaman sejumlah konsep dan aturan. Selain itu, siswa juga harus memiliki
strategi yang dapat memberikan arah pada pemikirannya untuk memecahkan masalah itu.

12
D. FASE BELAJAR

Menurut Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu :


1. Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu
kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan
sendiri dengan berbagai cara. ini berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap
siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara
yang unik yang dia terima pada situasi belajar.
2. Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru dengan
menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada
fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3. Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi,
ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui
pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka
panjang.
4. Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali
atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi
itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih
daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur
dengan baik atas pengelompokan.

2.Elaboration Likelihood Model


Teori ini menjelaskan berbagai cara orang dalam mengevaluasi informasi yang diterima.
Ada dua
rute dalam memproses informasi yang digunakan berdasar kemampuan dan motivasi memproses
informasi yaitu, rute sentral dan rute periferal.

13
Ketika orang memproses informasi melalui rute sentral, orang menjadi aktif dan kritis.
Sementara rute periferal digunakan untuk memproses informasi. Ketika orang memiliki motivasi
yang rendah, orang cenderung menggunakan jalur periferal untuk memproses informasi.
Motivasi antara lain terdiri dari keterlibatan, keberagaman argumen, serta predisposisi individu
terkait berpikir kritis (Littlejohn&Foss, 2008:109).
Pada rute periferal, motivasi untuk mengolah pesan rendah. Isyarat persuasi periferal
termasuk
faktor-faktor seperti daya tarik dan keahlian sumber atau komunikator. Calon pemilih tidak ragu
untuk memilih dan memilih berdasar apa yang dilihat atau yang direkomendasikan orang lain,
tidak ada jalur kritis yang ia lakukan untuk mengetahui kredibilitas lebih jauh calon gubernur
yang besangkutan.
Sedangkan jika melalui rute sentral, motivasi untuk mengolah pesan tinggi dan
melibatkan
proses berpikir kritis. Kegiatan berpikir kritis ini dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan, jika
seseorang memiliki motivasi yang kuat akan memilih rute sentral, sebaliknya jika motivasinya
lemah akan memilih rute periferal. Motivasi dalam teori ELM sendiri terdiri dari 3 hal
(Littlejohn, 2009:109):
1. Keterlibatan atau relevansi personal dengan topic. Semakin penting topik bagi diri sendiri,
seseorang akan berpikir kritis.
2. Perbedaan pendapat. Seseorang akan cenderung memikirkan pendapat dari beragam sumber
ketika mendengar beberapa orang membicarakan sebuah isu.
3. Kecenderungan pribadi terhadap cara berpikir kritis. Seseorang yang suka mempertimbangkan
pendapat akan menggunakan rute sentral daripada yang tidak.

Proses ELM dalam A First Look At Communication Theory halaman 2017


Pada rute sentral, ketika seseorang telah memiliki pemikiran mengenai suatu pesan yang
diterimanya, kemudian akan diintegrasikan pemikiran barunya itu ke dalam struktur kognitif
secara keseluruhan.
14
Namun terdapat faktor yang mempengaruhi sikap yang terbentuk (yang tidak selalu menjadi
rasional atau akurat), misalnya sikap utama dan pengetahuan seseorang, atau kondisi mood
seseorang pada saat menerima pesan persuasif.
Rute periferal menganggap bahwa perubahan sikap tidak selalu membutuhkan evaluasi
informasi yang disajikan oleh media massa atau sumber lainnya. Sebaliknya, ketika motivasi
atau kemampuan seseorang untuk memproses informasi mengenai isu yang relevan rendah,
persuasi dapat terjadi pada rute periferal dimana proses yang muncul oleh isyaratisyarat
sederhana dalam konteks persuasi mempengaruhi sikap.
Perilaku Memilih
Perilaku pemilih adalah aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan
kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih. Ada tiga pendekatan yang
dapat digunakan dalam menjelaskan perilaku pemilih (Asfar, 2006 : 137-144) yakni pendekatan
sosiologis (tradisional), pendekatan rasional kritis, dan pendekatan rasional ekonomis.

Pendekatan sosiologis atau tipe pemilih tradisional memiliki orientasi ideologi yang
sangat tinggi
dan tidak terlalu melihat kebijakan parpol atau kandidat sebagai sesuatu yang penting dalam
pengambilan keputusan. Pemilih tradisional mengutamakan kedekatan sosial budaya, nilai, asal
usul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih. Sedangkan kebijakan ekonomi,
kesejahteraan, dan kebijakan lainnya sebagai parameter kedua. Pemilih jenis ini lebih
mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos, dan nilai historis parpol atau kandidat
(Firmanzah, 2008:122).
Pendekatan rasional memiliki ciri selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan
pada
alternative, memberi penilaian pada alternative alternative yang ada, selalu memlih alternative
yang peringkat preferensinya paling tinggi, dan selalu mengambil putusan yang sama bila
dihadapkan pada alternative yang sama (Nimmo, 2006: 163). Pemilih rasional memiliki orientasi
tinggi pada policy problem solving dan berorientasi rendah untuk factor ideology.

15
Pendekatan pragmatis yaitu pendekatan yang menganggap bahwa pemilih akan memilih
kandidat yang mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian.
Enam tahap yang terjadi dalam ELM (Rucker&Petty, 2006: 39-52):
1. Tingkat pertimbangan tingkat orang, dimana orang akan mempertimbangkan sebuah
pesan dan dipengaruhi motivasinya.
2. Merancang dan mengevaluasi karakteristik pesan
3. Tujuan pesan, apakah untuk untuk menghasilkan perubahan makna atau langsung
dalam sikap
4. Mengevaluasi kesesuaian antara elaborasi, karakteristik pesan, dan tujuan pesan.
5. Efektivitas tes pesan
6. Mengevaluasi efektivitas pesan

3. reinforcement theory.
Reinforcement Theory
• Teori Penguatan kembali (reinforcement theory) memandang bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh konsekuensi yang diberikan oleh lingkungannya.
• Teori ini berdasarkan pada Thorndike’s law of effect, yakni bahwa perilaku yang
menghasilkan outcome yang menyenangkan akan cenderung diulangi, sedangkan perilaku yang
menghasilkan outcome yang tidak menyenangkan akan cenderung tidak diulang.
• Dengan menggunakan teknik reinforcement, manajer

Strategi dalam Reinforcement • B.F. Skinner mempopulerkan empat strategi


Reinforcement,
yaitu: Positive Reinforcement: meningkatkan perilaku yang diharapkan dengan memberikan
konsekuensi yang menyenangkan; Negative Reinforcement: meningkatkan perilaku yang
diharapkan dengan tidak memberikan konsekuensi yang tidak menyenangkan; Extinction:
mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan dengan meniadakan konsekuensi yang
menyenangkan. Punishment :mengurangi perilaku yang tidak diharapkan dengan memberikan
konsekuensi yang tidak menyenangkan

16
Reinforcement theory merupakan salah satu perspektif teori yang terkenal dalam
Psikologi
sosial. Dimulai dengan premis bahwa perilaku sosial dikendalikan oleh peristiwa-peristiwa
eksternal bukan aspek internal. Proposisi sentral dari teori tersebut adalah bahwa individu akan
cenderung menampilkan perilaku tertentu jika hal itu diikuti secara langsung oleh peristiwa yang
menyenangkan, atau akan hilang jika diikuti dengan hal-hal yang tidak disukai. Atau sebuah
perilaku akan diulangi jika menyenangkan dan tidak akan diulangi jika menghasilkan seseatu
yang tidak menyenangkan.

Penggunaan teori reinforcement diilustrasikan oleh Verplanck (dalam Michener dan


DeLamater,
1999) dalam penelitiannya. Dalam Penelitian tersebut melihat seseorang dapat mengungkap
percakapan dengan menggunakan selective social approval (sebuah perkuatan dengan melakukan
pujian untuk perilaku-perilaku tertentu). Peneliti mengatur penelitian ini sedemikian rupa untuk
mencari situasi dimana masing-masing orang (subyek eksperimen) hanya melakukan
perbincangan dengan orang lain (peneliti). Selama 10 menit pertama peneliti mengajak subyek
berbincang-bincang dengan obrolan yang netral. Peneliti berhati-hati untuk tidak menerima atau
menolak pendapat yang disampaikan oleh subyek. Selama periode ini peneliti secara pribadi
mencatat pendapat yang disampaikan oleh subyek.

Setelah periode perkenalan, peneliti mengganti perilaku dan ekspresikan pujian ketika
subyek
eksperimen memberikan opini. Peneliti menunjukkan pujian yang menyenangkan seperti “saya
setuju”, “anda benar” dan lain-lain seraya tersenyum dan mengangguk tanda setuju terhadap
pendapat dia. Peneliti terus melanjutkan pola reinforcement ini selama 10 menit, dan mencatat
opini yang ditunjukkan oleh subyek.

17
Selanjutnya peneliti merubah perilakunya kembali dan tidak menunjukkan perasaan yang
menyenangkan. Setiap opini yang disampaikan oleh subyek dibalas dengan ekspresi yang dingin
dan tanda tidak setuju. Dan kemudian peneliti mencatat opini yang disampaikan oleh subyek.
Hasil dari eksperimen tersebut menunjukkan, selama periode yang menyenangkan
(Peneliti
terus memberi pujian) mengekpresikan opininya lebih tinggi daripada selama periode yang tidak
menyenangkan (ketika peneliti tidak memuji) sekitar 90% lebih rendah daripada periode yang
menyenangkan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan perilaku subyek selama perbincangan telah
secara nyata dipengaruhi oleh pujian sosial.
Pandangan Reinforcement menyatakan bahwa perilaku sangat ditentukan oleh peristiwa
eksternal, bukan dari faktor internal. Kemudian konsep sentral dari Reinforcement theory
mengacu pada peristiwa atau sesuatu yang dapat diobservasi. Segala hal yang dapat merubah
atau mengganti perilaku disebut dengan stimulus. Perubahan perilaku yang disebabkan oleh
adanya stimulus dinamakan respon. Reinforcement (perkuatan) adalah segala akibat yang
menyenangkan yang dihasilkan dari sebuah respon, Reinforcement akan memperkuat respon
(perilaku yang menyenangkan akan cenderung diulang). Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Verplanck, ditunjukkan bahwa pujian yang dilakukan oleh peneliti kepada subyek merupakan
reinforcement positif dan memperkuat perilaku subyek memberikan pendapat). Respon-respon
yang tidak diperkuat (diberikan reinforcement) cenderung menyusut dan tidak diulangi lagi.

Reinforcement penting dalam beberapa bentuk belajar, khususnya melalui conditioning,


Conditioning adalah kemungkinan yang pasti antara pemunculan respon dan menerima
reinforcement. Jika seseorang memunculkan respon yang khusus, dan respon ini kemudian
diperkuat, hubungan antara keduanya menguat. Maka dari itu seseorang akan cenderung
memunculkan respon yang sama dikemudian hari dengan harapan mendapatkan pengautan
(Reinforcement ) kembali.

18
Sebuah proses hubungan Stimulus discrimination terjadi ketika seorang belajar di dalam
conditioning yang pasti bahwa subuah respon akan diperkuat. Sebagai contoh Budi seorang anak
kecil telah mempelajari jika ibunya memanggil dengan kata “sarapan” (sebagai stimulus), dia
harus merespon dengan masuk rumah, mencuci tangan dan duduk di samping meja. Ibu
kemudian membawa makanan di piring (sebagai reinforcement). Akan tetapi jika dia melakukan
respon yang sama (masuk kerumah, cuci tangan dan duduk didekat meja) tanpa mendengar
stimulus (panggilan dari ibu tadi), ibunya mungkin akan berkata, “wah sedang apa kamu
dipinggir meja dan belum belum ada makanan yang siap”. Kemudian Budi mempelajari
perbedaan antara kondisi stimulus, (ada dan tidak adanya panggilan “sarapan” dari sang ibu) dan
dia tahu bahwa reinforcement (makanan) muncul hanya karena respon terhadap stimulus yang
khusus (adanya panggilan sarapan dari ibu).

4. Information manipulation theory

Teori ini dapat dikatakan manipulasi informasi. Dikembangkan oleh Steve A.McCornack
pada
tahun 1992, teori ini menjelaskan tentang orang yang mempunyaimaksud dan tujuan untuk
menipu lawan bicaranya agar mendapat alasan tertentu.Namun demikian, teori ini haya bisa
digunakan untuk menjelaskan proseskomunikasi seperti apa yang digunakan untuk melakukan
penipuan, kalau kejadianpenipuannya yang telah terjadi misalnya.
Jika suatu penipuan belum terjadi makateori ini tidak bisa meramalkannya. Artinya teori
ini
tidak akan mempu menjelaskaatau meramalkan apa seseorang akan melakukan sesuatu
kebohogan ataupenipuan. Baru setelah suatu kejadian penipuan telah terjadi, orang telah
bisamenjelaskan kata –kata manis dari orang tadi benar – benar suatu alat untukmenipu

19
5. Communication competency

Kompetensi komunikasi sama dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi.


Meskipun setiap hari orang berkomunikasi, tetapi jarang orang yang tahu sejauh mana efektivitas
komunikasi kita, baik secara individual, sosial, maupun secara profesional.

Kompetensi sendiri memiliki pengertian kemampuan seseorang yang meliputi


keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan tertentu
sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kata kunci dari kompetensi adalah
kemampuan yang sesuai standar.
Sedangkan kompetensi komunikasi memiliki pengertian kemampuan yang meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dalam mengelola pertukaran pesan verbal dan
non-verbal berdasarkan patokan-patokan tertentu.

Adapun komponen-komponen kompetensi komunikasi digambarkan dalam skema


berikut:
Knowledge (pengetahuan) + Skills (keterampilan) + Attitude (sikap) = Communication
Competency
Sedangkan 3 ukuran kompetensi komunikasi, adalah:
 Pemahaman terhadap berbagai proses komunikasi dalam berbagai konteksnya

 Kemampuan perilaku komunikasi verbal dan non-verbal secara tepat

 Berorientasi pada sikap positif terhadap komunikasi

Dikatakan kompeten, bila memenuhi 3 komponen d atas.

Bisa disimpulkan, bahwa komunikator yang kompeten harus memiliki syarat berikut:

 Mengerti apa yang harus dilakukan dalam berbagai peristiwa komunikasi

 Mengembangkan perilaku yang dapat menghasilkan pesan yang tepat

20
 Peduli pada pentingnya tindakan dan proses komunikasi

Adapun 4 tingkatan kompetensi menurut William Howel dalam Griffin, 2003: 425 adalah:

 Unconscious Incompetence
Tidak sadar dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dimaksud tidak sadar adalah telah salah
menafsirkan pesan atau perilaku komunikasi pihak lain secara tidak sadar. Sedangkan tidak
bisa melakukan apa-apa adalah tidak cukup peduli dengan perilaku komunikasinya sendiri.
Bentuk kompetensi ini adalah yang paling rendah dari bentuk lainnya.
 Conscious Incompentence
Sadar dalam berkomunikasi, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Dimaksud sadar adalah
komunikasi yang dilakukannya tidak efektif dan seringkali terjebak pada salah paham,
seperti penanganan konflik yang tidak produktif. Meskipun begitu, mampu melakukan
apapun untuk memperbaikinya.
 Conscious Competence
Sadar dalam hal berkomunikasi dan mampu melakukan sesuatu. Orang pada bentuk ini
mampu mengontrol perilaku komunikasinya secara sadar dan melakukannya terus menerus
sehingga menjadi komunikasi yang lebih efektif.
 Unconscious Competence
Tidak sadar karena telah menjadi sebuah kebiasaan dan mampu melakukan sesuatu. Bentuk
ini merupakan tingkatan paling tinggi dalam kompetensi komunikasi. Orang pada tingkatan
ini memiliki kemampuan untuk menyatukan tindakan komunikasi menjadi bagian dari
perilakunya sehari-hari. Dia tidak perlu lagi sibuk untuk mengatur perilakunya terus
menerus karena secara otomatis dirinya telah menyesuaikan.
6.Health belief model

Pengertian health belief model Health belief model dikemukakan pertama kali oleh

Resenstock 1966, kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980.Sejak tahun 1974,
teori Health belief model telah menjadi perhatian para peneliti.Model teori ini merupakan
formulasi konseptual untuk mengetahui persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak
tentang kesehatan mereka.

21
Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan
mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut.

Menurut World Health Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat atau health

adalah suatu kondisi tubuh yang lengkap secara jasmani, mental, dan sosial, dan tidak hanya
sekedar terbebas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau kecacatan,

sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.

Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut peneliti belief

adalah keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku tertentu. Misalnya individu
percaya bahwa belajar sebelum ujian akan berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan
tersebut terkadang tanpa didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara logika.

Model adalah seseorang yang bisa dijadikan panutan atau contoh dalam perilaku, cita-cita

dan tujuan hidup yang akan dicapai individu. Biasanya teori modeling ini sangat efektif pada
perkembangan anak di usia dini, namun dalam materi peneliti kali ini teori modeling di umpakan
sebuah issue atau pengalaman pengobatan dari seseorang yang memiliki riwayat sakit yang sama
dan memilih serta menjalani pengobatan alternative yang mendapatkan hasil yang positif.

Health belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu

untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984).Health belief model
juga dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam
berperilaku sehat (Conner, 2005).

22
Health belief model adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan

kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku
sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan fasilitas
kesehatan.Health belief model ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan
preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan
kronis.Namun akhir-akhir ini teori Health belief model digunakan sebagai prediksi berbagai
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.

Konsep utama dari health belief model adalah perilaku sehat ditentukan oleh kepercaaan

individu atau presepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya
suatu penyakit. Health belief model (HBM) pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950an
Oleh sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, dalam
usaha untuk menjelaskan kegagalan secara luas partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas untuk melihat respon masyarakat
terhadap gejala-gejala penyakit dan bagaimana perilaku mereka terhadap penyakit yang
didiagnosa, terutama berhubungan dengan pemenuhan penanganan medis.Oleh karena itu, lebih
dari tiga dekade, model ini telah menjadi salah satu model yang paling berpengaruh dan secara
luas menggunakan pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara perilaku dengan
kesehatan.

Dari pengertian-pengertian mengenai health belief model yang sudah dijelaskan diatas

dapat disimpulkan bahwa health belief model adalah model yang menspesifikasikan bagaimana
individu secara kognitif menunjukkan perilaku sehat maupun usaha untuk menuju sehat atau
penyembuhan suatu penyakit. Health belief model ini didasari oleh keyakinan atau kepercayaan
individu tentang perilaku sehat maupun pengobatan tertentu yang bisa membuat diri individu
tersebut sehat ataupun sembuh.

23
Health belief model ini awalnya dikonsep oleh Rosenstock (1974) kemudian dikaji lebih

lanjut oleh Becker dkk (1974) health belief model dikembangkan untuk memahami sejumlah
factor psikologis berbasis keyakinan didalam pengambilan keputusan terkait kesehatan dan
perilaku sehat. Seperti model lain (teori perilaku terencana dan teori tindakan rasional), health
belief model adalah model nilai-ekspektansi. Individu mempresentasikan penindak-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 14 lanjutan perilaku berdasarkan
keyakinan individu yang dapat diprediksi dan menghasilkan sebuah perilaku, sehingga dapat
meneliti nilai yang melekat pada hasil perilaku.

Dipertengahan 20a-an para peneliti kesehatan di AS mulai menyoroti bagaimana cara


paling
efektif melakukan intervensi pendidikan kesehatan. Para peneliti ini tertarik untuk
mengidentifikasi factor-faktor yang dapat memprediksi kepuusan untuk melakukan perilaku
sehat. Health belef model ini berfokus pada presepsi ancamandan evaluasi perilaku terkait
kesehatan sebagai aspek primer untuk memahamii bagaimana seseoran mempresentasikan
tindakan sehat (Strecher dan Rosenstock, 1997)

Perkembangan dari HBM tumbuh pesat dengan sukses yang terbatas pada berbagai
program
Pelayanan Kesehatan Masyarakat di tahun 1950-an. Apabila individu bertindak untuk melawan
atau mengobati penyakitnya, ada empat variabel kunci dua tambahan yang baru-baru ini
diungkapkan para ahli yang terlibat didalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan
terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang
dialami dalam tindakan melawan penyakitnya, dan hal-hal yang memotivasi tindakan tersebut.
Di mana komponen-komponennya disebutkan di bawah ini.
Gambaraa Health belief model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya:
a. Perceived susceptibility
atau kerentanan yang dirasakankonstruk tentang resiko atau kerentanan (susceptibility) personal,
24
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut risiko dari kondisi
kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis, dimensi tersebut meliputi penerimaan
terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan
kembali), dan susceptibilily (kepekaan) terhadap penyakit secara umum.
b. Perceived severity atau kesriuasan yang dirasa.Perasaan mengenai keseriusan terhadap
suatu penyakit, meliputikegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai
contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial).

Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen diatas sebagai ancaman yangdirasakan
(perceived threat).
c. Perceived benefitsm, manfaat yang dirasakan.Penerimaan susceptibility sesorang
terhadap
suatu kondisi yang dipercaya dapat menimbulkan keseriusan (perceived threat) adalah
mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini
tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai upaya yang tersedia
dalammengurangi ancaman penyakit, atau keuntungan-keuntungan yangdirasakan (perceived
benefit) dalam mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan
suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering
tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika
upaya tersebut dirasa manjur dan cocok.
d. Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk berubah, atau apabila individu
menghadapi rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Sebagai tambahan
untuk empat keyakinan (belief) atau persepsi. Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu
upaya kesehatan (seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan
(seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin berperan sebagai halangan
untuk merekomendasikan suatu perilaku.
e. Health motivation dimana konstruk ini terkait dengan motivasi individu untuk selalu
hidup

25
sehat. Terdiri atas kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health value (Conner, 2005).
f. Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang
untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. (Becker dkk, 1997 dalam Conner & Norman,
2003). Isyarat-isyarat yang berupa faktorfaktor eksternal maupun internal, misalnya pesan-pesan
pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga lain, aspek sosiodemografis
misalnya tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal, pengasuhan dan pengawasan orang tua,
pergaulan dengan teman, agama, suku, keadaan ekonomi, sosial, dan budaya, self-efficacy yaitu
keyakinan seseorang bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan
suatu perilaku tertentu.
Health belief model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor demografis
(Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner & Norman,
2003), dan juga dipengaruhi oleh structural variable, contohnya adalah ilmu pengetahuan
(Sarafino, 1994).

Faktor demografis yang mempengaruhi health belief model individu adalah kelas sosial
ekonomi. Individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah kebawah memiliki
pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi penyebab suatu penyakit (Hossack &
Leff, 1987 dalam Sarafino, 1994). Faktor demografis (Rosenstock, 1974 dalam Conner &
Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner & Norman, 2003), dan structural variable
(Sarafino, 1994), pada akhirnya mempengaruhi health belief model pada individu yang
mengalami fraktur.
Edukasi merupakan faktor yang penting sehingga mempengaruhi health belief model
individu
(Bayat dkk, 2013). Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan individu merasa tidak rentan
terhadap gangguan, yang dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Edmonds dan kawan –
kawan adalah osteoporosis (Edmonds dkk, 2012). Karakteristik psikololgis merupakan faktor
yang mempengaruhi health belief model individu (Conner & Norman, 2003).
Dalam penelitian ini, karakteristik psikologis yang mempengaruhi health belief model kedua
responden adalah ketakutan kedua responden menjalani pengobatan secara medis.
26
Beberapa factor Health belief model berbasis kognitif (seperti keyakinan dan sikap) dan
berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan keputusan individu dalam
menentukan cara sehat individu. Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam
melakukan atau memilih perilaku sehat dikaji dalam teori Health belief model (HBM). HBM
adalah model kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner, 2005).

Teori Health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi dengan faktor
berikut:
1) Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat.
2) Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan dapat
menimbulkan sekuele.
3) Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut walaupun hal
tersebut berhubungan dengan finansial.

Health belief model juga dapat menjelaskan tentang perilaku pencegahan pada
individu.Hal ini
menjelaskan mengapa terdapat individu yang mau mengambil tindakan pencegahan, mengikuti
skrining, dan mengontrol penyakit yang ada. Perilaku responden juga dapat ditinjau dari
pendekatan modelling dan operant conditioning, sehingga perilaku berubah karena
konsekuensinya (Sarafino, 1994). Modelling dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku
orang lain (Bandura, 1969), melakukan observasi dan melakukan modelling terhadap urutan
perilaku dapat merubah perilaku hidup sehat secara efektif (Sarson dkk, 1991).
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock adalah sebagai berikut:
a) Ancaman
1. Presepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau kesedian menerima
diagnosa sakit)
2. Presepsi tentang keparahan sakit atau kondisi kesehatannya
b) Harapan
1. Presepsi tentang keuntungan suatu tindakan
27
2. Presepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan suatu tindakan.
c) Pencetus tindakan : media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang mengingatkan (reminder)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin atau gender, suku bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu) (Anonim,
2012)

7.Teory peluru

Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para pakar

komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory (Teori Jarum


Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop
stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The Invansion from Mars (Effendy.1993:264-
265).

Istilah model hypodermic neadle timbul pada periode ketika komunikasi massa

digunakan secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yaitu sekitar1930-an dan
mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pada periode ini kehadiran media massa baik
media cetak maupun media elektronik mendatangkan perubahan-perubahan besar di berbagai
masyarakat yang terjangkau oleh allpowerfull media massa. Penggunaan media massa secara
luas untuk keperluan komunikasi melahirkan gejala-gejala mass society. Individu-individu
tampak seperti distandarisasikan, diotomatisasikan dan kurang keterikatannya di dalam
hubungannya antarpribadi (interpersonal relations). Terpaan media massa (mass media
exposure) tampak di dalam kecenderungan adanya homogenitas cara-cara berpakaian, pola-pola
pembicaraan, nilai-nilai baru yang timbul sebagai akibat terpaan media massa, serta timbulnya
produksi masa yang cenderung menunjukan suatu kebudayaan masa.

Pengaruh media sebagai hypodermic injection (jarum suntik) didukung oleh munculnya kekuatan


propaganda Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

Media massa memanipulasi kekuatan besar. Bukti-bukti mengenai manipulasi kekuatan

besar dari media massa ditunjukkan oleh peristiwa bersejarah sebagai berikut :
28

a)    Peranan surat-surat kabar Amerika yang berhasil menciptakan pendapat umum positif ketika
perang dengan Spanyol pada 1898. Surat-surat kabar itu mampu membuat penduduk Amerika
membedakan siapa kawan dan siapa lawan.

b)    Berhasilnya propaganda Goebbels dalam periode Perang Dunia II.

c)    Pengaruh Madison Avenue atas perilaku konsumen dan dalam pemungutan suara.

Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa diartikan sebagai media massa yang
dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung, terarah,dan segera. Efek yang segera dan langsung
itu sejalan dengan pengertian Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian dalam
psikologi tahun 1930-an.

Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap (one step flow), yaitu media

massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini mengasumsikan media
massa secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang amat kuat atas mass audiance. Media
massa ini sepadan dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan sering digunakan
pada penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap stimulus
akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Seperti bila tangan
kita terkena percikan api (S) maka secara spontan, otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan
tangan kita (R) sebagai tanggapan yang berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam
contoh tersebut sangat mekanistis dan otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak.

Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki kekuatan

yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini
mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang
begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).
29

C.   Menurut Para Ahli

Menurut Elihu Katz, model ini berasumsi :

1.    Media massa sangat ampuh dan mampu memasukkan ide-ide pada benak komunikan yang
tak berdaya.

2.    Khalayak yang tersebar diikat oleh media massa, tetapi di antara khalayak tidak saling
berhubungan.

Model Hypodermic Needle tidak melihat adanya variable-variable antara yang bekerja diantara


permulaan stimulus dan respons akhir yang diberikan oleh  mass audiance. Elihu Katz dalam
bukunya,  “The Diffusion of New Ideas and Practices” menunjukkan aspek-aspek yang menarik
dari model hypodermic needle ini, yaitu

1.    Media massa memiliki kekuatan yang luar biasa, sanggup menginjeksikan secara mendalam
ide-ide ke dalam benak orang yang tidak berdaya.

2.    Mass audiance dianggap seperti atom-atom yang terpisah satu sama lain, tidak saling
berhubungan dan hanya berhubungan dengan media massa. Kalau individu-individu mass
audienceberpendapat sama tentang suatu persoalan, hal ini bukan karena mereka berhubungan
atau berkomunikasi satu dengan yang lain, melainkan karena mereka memperoleh pesan-pesan
yang sama dari suatu media (Schramm, 1963) Model Hypodermic Needle cenderung sangat
melebihkan peranan komunikasi massa dengan media massanya. Para ilmuwan sosial mulai
berminat terhadap gejala-gejala tersebut dan berusaha memperoleh bukti-bukti yang valid
melalui penelitian-penelitian ilmiah.

Teori Peluru yang dikemukakan Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian dicabut

kembali tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu tenyata tidak
pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh Lazarsfeld dan Raymond Bauer.

Lazarfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi, mereka tidak
30

jatuh terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak menembus. Ada kalanya efek yang
timbul berlainan dengan tujuan si penembak. Sering kali pula sasaran senang untuk ditembak.
Sedangkan Bauer menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari
yang diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan kebutuhan
mereka.

Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar komunikasi yang

ternyata tidak mendukung teori ini. Hasil dari serangkaian penelitian itu menghasilkan suatu
model lain tentang proses komunikasi massa, sekaligus menumbangkan model Hipodermic
Needle.Kemudian muncullah teori limited effect model (model efek terbatas).

8. Social learning theory


Pada intinya, social learning theory adalah teori yang berusaha menjelaskan sosialisasi
dan
pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian. Sebenarnya, ada banyak teori yang berusaha
menjelaskan bagaimana manusia bersosialisasi, antara lain psikoanalisis, fungsionalisme, teori
konflik, dan teori interaksi simbolik. Social learning theory, seperti teori-teori ini, mengkaji
proses pembelajaran, pembentukan kepribadian, dan pengaruh lingkungan terhadap individu
yang sedang bersosialisasi.
Social learning theory memandang pembentukan kepribadian individu sebagai respons
atas
stimulus sosial. Ia menekankan konteks sosial alih-alih isi batin individu. Teori ini menekankan
bahwa identitas individu bukan hanya merupakan hasil alam bawah sadarnya (subconscious),
melainkan juga karena respons individu tersebut atas ekspektasi-ekspektasi orang lain. Perilaku
dan sikap seseorang tumbuh karena dorongan atau peneguhan dari orang-orang di sekitarnya.6
Seperti yang ditekankan oleh Bandura: “Manusia tidaklah berfungsi bila sendirian. Sebagai
makhluk sosial, mereka mengamati perilaku orang lain dan kesempatan-kesempatan tertentu
ketika perilaku tersebut dibalas, diabaikan, atau dihukum.
31
Mereka dengan demikian dapat mengambil manfaat dari konsekuensi-konsekuensi yang diamati
tersebut di samping dari pengalaman-pengalaman langsung.”

Menurut Kendra Cherry, ada tiga konsep inti dalam social learning theory. Yang pertama
adalah
bahwa orang-orang belajar melalui observasi atau pengamatan. Yang kedua adalah bahwa
keadaan mental batin merupakan bagian yang esensial dalam proses ini. Dan yang terakhir
adalah bahwa pembelajaran belaka belum tentu menghasilkan perubahan perilaku.8 Ketiga
konsep ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Pembelajaran Melalui Pengamatan. Dalam eksperimennya yang terkenal yang
diberi
tajuk boneka Bobo, Bandura memperlihatkan bahwa anak-anak belajar dan meniru perilaku-
perilaku yang mereka amati dilakukan oleh orang lain. Anak-anak dalam observasi ini
mengamati orang dewasa melakukan kekerasan terhadap boneka Bobo. Ketika anak-anak
tersebut diperbolehkan untuk bermain dalam kamar bersama dengan boneka Bobo, mereka mulai
meniru tindakan-tindakan agresif yang telah mereka amati dilakukan sebelumnya oleh orang-
orang dewasa

Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning);


1. Pembelajaranmelalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain
atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau
ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan
perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan
contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious
reinforcement.
2. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu
tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang
memperhatikan model itu mendemonstrasikan
32
sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian
atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi dapat juga menggunakan
seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.

Bandura mengidentifikasi adanya tiga model dasar pembelajar melalui pengamatan:


1. Melalui model hidup (live model) yang bisa mencontohkan sebuah perilaku secara
demonstratif.
2. Melalui model instruksional verbal (verbal instructional model) yang bisa
mendeskripsikan dan menjelaskan suatu perilaku.

3. Melalui model simbolik (symbolic model) yang menggunakan tokoh-tokoh nyata atau
fiktif yang menampilkan perilaku-perilaku tertentu dalam buku, film, program televisi,
atau media online.
Kedua, Peran Penting Keadaan Mental dalam Pembelajaran Menurut Bandura, dorongan
dari
luar dan pengaruh lingkungan bukan merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi
pembelajaran dan perilaku individu. Kondisi mental individu tetap memegang peran penting
dalam pembentukan perilaku dan proses belajar yang ia alami. Ia melukiskannya sebagai
dorongan-dorongan batin atau internal seperti kebanggaan, kepuasan, dan perasaan menang.
Tanpa disertai dorongan batin ini, perubahan sikap atau perilaku tidak akan mungkin terwujud.
Karena pendiriannya ini, teori Bandura memiliki nuansa cognitive developmental
theory.Bandura sendiri menyebut pendekatannya sebagai ‘teori kognitif sosial’ (social cognitive
theory).

Teori kognitif sosial (social cognitive theory) ini menekankan bahwa di samping faktor
sosial,
faktor kognitif dan mental individu memainkan peran penting dalam pembelajaran.Faktor
kognitif adalah ekspektasi atau harapan individu untuk meraih keberhasilan.
33
Bandura dengan demikian mengembangkan model yang dapat disebut deterministik resiprokal,
yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:
(a) perilaku,
(b) person/ kognitif, dan
(c) lingkungan.
Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan memengaruhi
perilaku; perilaku memengaruhi lingkungan, begitu pula faktor person/kognitif memengaruhi
perilaku. Yang dimaksud faktor person oleh Bandura antara lain terutama pembawaan,
kepribadian, dan temperamen; sementara faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan,
strategi pemikiran dan kecerdasan.
Dalam model ini, faktor person (kognitif) memainkan peranan amat penting. Faktor
person
(kognitif) yang ditekankan oleh Bandura adalah self-efficacy atau efikasi diri. Bandura
mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi
dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu
berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan
masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan
itu tidak berhasil.

Menurutnya, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam
menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh
dengan kemampuan dirinya.
Individu ini menurut Bandura, akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari
kegagalan yang ia alami. Menurutnya, proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang
lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar
sosial jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi,
maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya menganggap bahwa judi itu
adalah tidak baik.
34
Ketiga, Pembelajaran Belaka Belum Tentu Menghasilkan Perubahan Perilaku; Tidak
semua
tindakan atau perilaku yang diamati oleh individu secara otomatis mendorong perubahan
perilaku dalam dirinya.Ada banyak faktor yang harus diperhatikan dalam perubahan perilaku
individu setelah melakukan pengamatan. Menurut Bandura, dasar kognitif dalam proses belajar
dapat diringkas dalam empat tahap, yaitu: perhatian, mengingat, reproduksi gerak, dan motivasi.
a) Perhatian (attention): Individu cenderung memerhatikan tingkah laku model untuk
dapat mempelajarinya. Perhatiannya tertuju kepada nilai, harga diri, sikap, dan lain-lain
yang ia kira dimiliki oleh model. Contohnya, seorang pemain musik yang tidak percaya
diri mungkin akan meniru tingkah laku pemain musik yang terkenal sehingga tidak
menunjukkan gayanya sendiri. b) Mengingat (retention): Individu yang sedang belajar
harus merekam peristiwa yang ingin ia tiru dalam sistem ingatannya. Ini memberikan
kesempatan kepadanya untuk meniru atau mengulang tindakan itu kelak bila diperlukan
atau diingini.
c) Reproduksi gerak (reproduction): Setelah mengetahui atau mempelajari suatu tingkah
laku, individu juga cenderung menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan kembali
apa yang ia ingat dalam bentuk tingkah laku. Misalnya, kemampuannya dalam berbahasa
asing atau bermain bola. Jadi setelah ia memperhatikan model dan menyimpan informasi,
sekarang saatnya untuk benarbenar mempraktikkan contoh perilaku yang diamatinya.
Praktik lebih lanjut dari perilaku yang dipelajari mengarah pada kemajuan perbaikan dan
keterampilan.
d) Motivasi (motivation): Motivasi juga penting dalam pemodelan Bandura karena ia
adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Jadi, ia harus termotivasi
untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.

9. Social expection theory

Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Berger dan rekan-rekannya di Universitas Stanford pada
tahun 1972

35.
Jika pada teori peran lebih mengkaji pada skala makro, yaitu peran yang ditetapkan
oleh masyarakat, maka pada teori ini berfokus pada kelompok kerja yang lebih kecil lagi.

Menurut teori  ini, anggota-anggota kelompok membentuk harapan-harapan atas dirinya


sendiri dan diri anggota lain, sesuai dengan tugas-tugas yang relevan dengan kemampuan
mereka, dan harapan-harapan tersebut mempengaruhi gaya interaksi di antara anggota-
anggota kelompok tadi.

Sudah tentu atribut yang paling berpengaruh terhadap munculnya kinerja yang diharapkan adalah
yang berkaitan dengan ketrampilan kerjanya. Anggota-anggota kelompok dituntut
memiliki motivasi  dan ketrampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok
yang diharapkan bisa ditampilkan sebaik mungkin.

Bagaimanapun juga, kita sering kekurangan informasi tentang kemampuan yang berkaitan
dengan tugas yang relevan, dan bahkan ketika kita memiliki informasi, yang muncul adalah
bahwa kita juga harus mendasarkan harapan kita pada atribut pribadi dan kelompok seperti :
jenis kelamin, ras, dan usia.

Dalam beberapa masyarakat tertentu, beberapa atribut pribadi dinilai lebih penting daripada


atribut lainnya. Untuk menjadi pemimpin, jenis kelamin kadang lebih diprioritaskan ketimbang
kemampuan. Di Indonesia, untuk menjadi presiden, ras merupakan syarat pertama yang harus
dipenuhi. Berger menyebut gejala tersebut sebagai ”difusi karakteristik status”; karakteristik
status mempengaruhi harapan kelompook kerja.

Status laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan dalam soal menjadi pemimpin, warganegara
pribumi asli lebih diberi tempat menduduki jabatan presiden. Difusi karakteristik status tersebut (
jenis kelamin, ras, usia, dan lainnya) dengan demikian, mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap interaksi sosial

36
10. Theory of selective influence
 Teori Selective Influence

Bagaimana khalayak merespon pesan-pesan iklan dari media massa dapat diterangkan melalui


teori-teori selective influence yang terdiri dari empat prinsip;

1.  Selective attention (  memilih memperhatikan pesan tertentu)

Pertama, perbedaan individu dalam merespon pesan-pesan iklan terjadi hanya karena perbedaan
dalam struktur kognitip yang mereka miliki. Cara pandang, berpikir,berpengetahuan,
kepercayaan setiap orang terhadap sesuatu yang baru ternasuk pesan-pesan iklan tidaklah sama.

Kedua, karena keanggotaan seseorang dalam


masyarakat ada dalam pelbagai kelompok social maupun kemasyarakatan maka ada dugaan mem
ilih perhatian terhadap pesan tertentu pun akan dipengaruhi oleh kelompoknya itu.

Ketiga, bahwa orang lebih berminat jika suatu pesan iklan dapat membangun citra hubungannya
dengan pihak
lain. Pesan iklan membuat orang harus memperhatikannya karena pesan itu mengakibatkan oran
g itu aktif berhubungan dengan anggota keluarganya, tetangganya, kenalan

2. Selective Perception

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

pesan iklan adalah pilihan terhadap sesuatu pesan


yang didasarkan pada “persepsi” tertentu. Karena adanya perbedaan dalam faktor-faktor kognitif; 
minat dan kepercayaan, pengetahuan,sikap dan kebutuhan, nilai-nilai maka individu secara
selektif pula mempersepsi pesan iklan yang menerpanya. Jadi terdapat perbedaan penerimaan
pesan yang dipersepsi oleh penerima karena terdapat perbedaan kognisi itu.

37
3. Selective Recall

Dalam selective recall ini bahwa seseorang cenderung memilih kembali hanya pesan-pesan


yang diingat saja. Jadi prinsip ini meskipun parallel dengan seleksi pada perhatian namun setiap
orang memilih pesan iklan yang paling berkesan saja.

4.  Selective Action

Selective action dalam periklanan mungkin mengarahkan seseorang untuk memutuskan jenis pro
duk apa yang dipilihnya setelah menimbang
keuntungan dan kerugian dari semua produk yang sama atau iklan menawarkan pada kita untuk 
menabung atau tidak pada suatu bank tertentu lantaran godaan mobil BMW dan hadiah 500 juta.

11.Media dependency theory

dependensi dalam komunikasi  massa dikenal juga dengan sebutan teori dependensi media atau
teori ketergantungan system media (media system dependency theory).

Teori dependensi media dibangun berdasarkan gagasan bahwa semakin orang tergantung
pada media massa untuk memenuhi kebutuhannya maka peran media massa dalam hidup
seseorang dipandang menjadi sangat penting dan karena itu media massa akan memiliki
pengaruh yang besar terhadap orang tersebut.

Teori Ketergantungan Media (Dependency Theory) adalah teori tentang komunikasi massa


yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi
kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu [1].

Teori  ini diperkenalkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin DeFleur. Mereka
memperkenalkan model  yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa,
media dan system sosial yang besar.

38
Konsisten dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa sebagai penentu media, model  ini
memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk
mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama
besar.

Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal.

Pertama, individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya


lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit.

Sebagai contoh, bila anda menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan
membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya disediakan pada dua kolom di
halaman belakang, tetapi orang yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid
gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada, ia pikir cek dan ricek itu hanya
acara di televisi, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis di dua
kolom halaman belakang Kompas.

Kedua, persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu.

Sebagai contoh, bila Negara  dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya
pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan
pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa
turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk
informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar
atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas
untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih
mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.

12. Agenda setting

Agenda setting menurut McCombs & Shaw adalah “mass media have the ability to transfer the


salience of items on their news agendas to public agenda” (Griffin, 2010).

39
Pengertian ini menjelaskan bahwa media massa memang memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi bahkan membentuk pola pikir audience yang terkena terpaan informasinya.

McCombs dan Shaw menerangkan lebih lanjut bahwa media massa mempunyai kemampuan
untuk membuat masyarakat menilai sesuatu yang penting berdasarkan apa yang disampaikan
media, dengan kata lain we judge as important what the media judge as important.

Kedua ilmuwan ini juga menekankan bahwa bukan berarti mereka menuduh. Bahwa media
selalu dengan sengaja mempengaruhi audience dengan informasi dan berita yang disampaikan
melalui media serta memiliki tujuan tertentu. 

Apa yang disampaikan media massa tentunya berpedoman pada kaidah jurnalistik yang berlaku,
terlebih lagi media memiliki para wartawan yang meliput dan memberitakan informasi sesuai
dengan prinsip-prinsip jurnalisme mereka. Namun pada hal ini, McCombs dan Shaw
menerangkan bahwa apa yang disampaikan media dianggap sebagai sesuatu yang penting dan
patut untuk dipikirkan oleh masyarakat luas.

Media bukan mempengaruhi pikiran masyarakat dengan memberitahu apa yang mereka pikirkan
dan apa saja ide atau nilai yang mereka miliki, namun memberi tahu hal dan isu apa yang harus
dipikirkan. Masyarakat luas cenderung menilai bahwa apa-apa yang disampaikan melalui media
massa adalah hal yang memang layak untuk dijadikan isu bersama dan menjadi cakupan ranah
publik. 

Dengan begitu, masyarakat pun menilai apa yang dianggap penting oleh media adalah hal yang
penting juga dan memang harus dipikirkan atau minimal mempengaruhi persepsi mereka
terhadap hal tersebut

Meski begitu, McCombs dan Shaw tidak menutup pandangan yang menghargai dan meyakini
bahwa audience  juga memiliki kekuatannya sendiri, yaitu dengan hipotesis selective exposure. 

40
Hipotesis ini menjelaskan bahwa manusia cenderung hanya akan melihat dan membaca
informasi serta berita yang sejalan dan tidak mengancam atau bertentangan dengan kepercayaan
yang selama ini mereka miliki dan bangun. Hal ini menunjukkan kekuatan dan kebebasan
manusia dalam memilih, menyortir, dan menerima pesan yang disampaikan oleh media massa.

Dengan begitu, dapat dilihat bahwa teori agenda setting memiliki keunikan yang mendukung
dua asumsi dasar yang menarik. Yang pertama, teori ini menyatakan dengan jelas bahwa media
massa memiliki kekuatan dalam mempengaruhi dan membentuk persepsi masyarakat. Di sisi
lain, teori ini juga mendukung hipotesis bahwa bagaimanapun semuanya kembali lagi kepada
individu, dimana mereka memiliki kebebasan untuk memilih apa yang ingin mereka terima

Tugas pertama McCombs & Shaw adalah mengukur media agenda, dimana pengukuran kriteria
berdasarkan posisi dan panjang story atau informasi yang disampaikan.

Semakin utama posisi penyampaian dan panjang durasi informasi yang disampaikan, semakin
penting pula kedudukan informasi tersebut. Informasi yang dianggap penting oleh media akan
disampaikan dengan terus-menerus, contohnya Anda bisa menemukan informasi ini di
setiap headline berita televisi, media cetak, maupun media elektronik.
Sedangkan public agenda adalah isu publik paling penting yang pengukurannya berdasarkan
pada survey opini publik. Public agenda berfokus pada apa yang dipertimbangkan oleh setiap
orang mengenai key issue dari suatu hal atau isu, apa yang melekat di benak orang tentang isu
tertentu.

Secara sederhananya, public agenda adalah opini atau pendapat publik yang mencakup


masyarakat luas mengenai suatu isu yang bisa jadi dianggap penting atau justru tidak penting
sama sekali. 

41
Siapa yang Mempengaruhi Siapa

Setelah memahami media agenda dan public agenda, selanjutnya kita akan membahas mengenai


hubungan antara kedua hal tersebut, yang diantranya :

 Siapa yang mempengaruhi siapa?


 Apakah agenda media yang mempengaruhi dan membentuk agenda publik, atau justru
agenda publik yang mempengaruhi agenda media?

McCombs dan Shaw sebagai pengusung teori agenda setting menyatakan bahwa agenda media
lah yang mempengaruhi terbentuknya agenda publik, dan dibuktikan dengan adanya korelasi
kuat antara apa yang disampaikan media dan pengaruhnya pada pandangan public.

Sedangkan para ilmuwan lain mengkritik teori tersebut dan menyatakan bahwa media hanyalah
menyampaikan dan merepresentasikan apa yang ada di masyarakat. Dengan kata lain, agenda
media adalah agenda publik yang disampaikan supaya lebih banyak diketahui lagi oleh
masyarakat luas. 

Namun tentu saja, peranan media dalam membentuk dan mempengaruhi pola
pikir audience tetap dirasa kuat keberadaannya. Orang-orang yang rentan terkena terpaan agenda
media adalah mereka yang memiliki kebutuhan tinggi akan orientasi dan rasa penasaran akan
hal-hal yang terjadi dalam masyarakat
Tingkat kebutuhan orientasi dan rasa penasaran ini terbentuk dari tingginya hubungan dan
ketidakpastian individu terhadap isu terkait. Misalnya sebagai orang yang menyukai
dunia fashion,  orang tersebut akan lebih mudah terpengaruhi informasi media mengenai
tokoh fashion atau tren fashion terkini.

42
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Faktor pengalaman individu mempunyai peranan penting dalam rangkapembentukan dan


perubahan sikap yang bersangkutan! "perubahan sikap
jugadipengaruhi oleh stimulus atau rangsangan yang diterima oleh individutersebut! "perubahan 
sikap setiap individu bisa saja berubah setiap waktutergantung stimulus yang diterimanya

Daftar pustaka

 1. Siddiqui, Taranum Ruba; Ghazal, Saima; Bibi, Safia; Ahmed, Waquaruddin; Sajjad,
Shaimuna Fareeha (2016-11-10). "Use of the Health Belief Model for the Assessment of Public
Knowledge and Household Preventive Practices in Karachi, Pakistan, a Dengue-Endemic
City". PLOS Neglected Tropical Diseases. 10 (11):
e0005129. doi:10.1371/journal.pntd.0005129. ISSN 1935-2735. PMC 5104346.  PMID 278320
74.

2.  Fuhrmann, D.; Ravignani, A.; Marshall-Pescini, S.; Whiten, A. (2014). "Synchrony and


motor mimicking in chimpanzee observational learning".  Scientific Reports. 4:
5283.  Bibcode:2014NatSR...4E5283F.  doi:10.1038/srep05283.  PMC  5381545. PMID 2492365
1

3. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta : Pedoman


Ilmu Raya, 2010), hlm. 83

4. Barke, J.C. (1992). Decreasing classroom behavior problems: Practical guidelines for
teachers. San Diego: Singular Publishing Group, Inc.

5.Collins, M.M., & Fontenelle, D.H. (1982). Changing student behaviors: A positive
approach. Cambridge, MA: Schenkman Publishing Company, Inc.

43
6. anaji, M. (2011, October 12). Reinforcement theory. Harvard gazette. Retrieved from

http://news.harvard.edu/gazette/story/multimedia/reinforcement-theory/

7. Aryani, R. 2012. Kesehatan Remaja: Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.

8.Bhuono Agung, Nugroho. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta : ANDI

9.Conner MT & Norman PD. 2012. Health behaviour: Current issues and challenges Psychology
and Health, 32(8), 895-906.

10.Fibriana, A. I. 2013. Determinan keikutsertaan pelanggan wanita pekerja seks (WPS) dalam
program Voluntary Conseling and Testing (VCT). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 08(02), 146-
151.

11.Hastono, S.P. 2007. Basic Data Analysis For Health Research. Depok: FKM-UI

12.Hanson, J.A., & Becker, M.H. (2002) . Use of Health Belief Model to examine older adultt’s
food-handling behavior. Journal of Nutrition Education, 34, 525-530.

13.Notoatmodjo, S. 2005, Promosi kesehatan teori dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka Cipta

14.Notoatmodjo, S. 2007. Perilaku kesehatan dan ilmu perilaku, Jakarta: PT Rineke Cipta.

15.Onoruoiza SI, Musa, Umar BD, Kunle. 2015. Using Health Beliefs Model as an Intervention
to Non Compliance with Hypertension Information among Hypertensive Patient. IOSR Journal
Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS), 20(9): V.

16.Pemkot Kediri. 2015. Profil Kesehatan Kota Kediri Tahun 2015. Kediri. Kepala Dinas
Kesehatan Kota Kediri.

44

Anda mungkin juga menyukai