Anda di halaman 1dari 7

RESENSI OTOBIOGRAFI SANG ENTREPENEUR

Ibu Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, SH


CEO, pendiri Blue Bird Group Since 1972
Ditulis untuk memeuhi tugas Mata kuliah

TECHNOPRENEURSHIP (IG 091311)


Semester Gasal 2012/ 2013 Oleh :

FRISKA MIFTAHKUR A.
NRP. 4208 100 100

Oktober 2012

Blue Bird

Group For Everyone

Bemo adalah angkutan umum roda tiga yang digunakan sejak tahun 60-an. Modelnya unik, dengan moncong yang membulat lonjong kadang digunakan personifikasi orang sebagai bahan kelakar.Bemo kini usianya yang sangat tua dan tidak layak digunakan lagi, karena polusi asap dan suara yang dikeluarkannya sehingga Pemerintah Daerah DKI menghapus jenis angkutan bersejarah ini disemua jalan-jalan ibukota. Nah, Kiprah Keluarga Djokosoetono dalam bisnis transportasi diawali dengan memiliki Bemo pada kurun waktu awal 60-an. Bemo ini merupakan hadiah dari Departemen Perindustrian kepada Ibu Djoko, dimana beliau aktif di Departemen yang kini telah merger dengan Departemen Perdagangan. Kendaraan ini selain untuk membawa penumpang juga digunakan untuk membawa dagangan telur dan batik kepasar-pasar, bisnis keluarga yang telah dimulai sebelumnya oleh Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono SH, untuk menutupi biaya hidup dan biaya sekolah anakanaknya. Sebab sang suami Prof.Djokosoetono SH, sudah sakit-sakitan dan membutuhkan biaya pengobatanyang tidak sedikit pula. Kala itu kedua putra beliau, Chandra Suharto dan Purnomo prawiro terlibat langsung dalam bisnis ini. Chandra Si Sulung sebagai pengemudi Bemo, sedangkan Pirnomo Si Bungsu, karena waktu itu masih duduk di sekolah menengah atas, dan belum memenuhi syarat mendapatkan Surat Ijin Mengemudi, hanya sebagai kenek yang berteriak-teriak memanggil penumpang dan menarik ongkos. Kerasnya hidup di jalanan menempa keluarga ini hingga tidak mudah patah semangat. Bahkan, pernah suatu kali Purnomo remaja harus berkelahi dengan penumpang, gara-gara tidak mau membayar ongkos. " Saya hanya mempertahankan apa yang menjadi hak saya. Mungkin uang itu bagi orang lain nilainya tidak seberapa, tapi bagi sayasangat berarti, untuk makan ", tandas Purnomo pada suatu kesempatan. Bisnis transportasi berlanjut setelah Prof. Djokosoetono SH mangkat pada tahun 1965. Waktu itu, pemerintah menghibahkan mobil jenis sedan, masing-masing dari Perguruan Tinggi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, serbagai hadiah atas jasa-jasa beliau. " Timbul pemikiran dari Ibu Djoko untuk memanfaatkan kedua mobil ini karena bila hanya dipakai sendiri tentu biaya perawatannya juga tinggi. Sedangkan kalau dijual, maka akan habis begitu saja. Beliau kemudian menjadikan kedua mobil itu untuk taksi", kenang candra, putra sulung beliau.

Pertama kali menjalankan bisnis ini, seluruh keluarga turut berperan. Mereka bekerja rangkap sebagai pemasaran, ponerima order, mekanik, bahkan menjadi pengemudi melayani tamu. Belum ada karyawan luar, kecuali beberapa orang pengemudi. Semua dikerjakan di rumah Jl. HOS Cokroaminoto No. 107, karena belum ada kantor dan belum ada nama. Semua berjalan alami, disamping karena ijin taxi resmi memang belum ada. Kedua putera Ibu Joko, Candra Suharto dan Purnomo Prawiro tetap melakono pekerjaan ini disela-sela kesibukan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tak jarang keduanya pulang hingga dini hari karena melayani tamu-tamu yang membutuhkan jasa taksi. Keesokan paginya keduanya harus siap-siap berangkat kuliah lagi.

Undefined Bussiness Corp.


Bisnis Tanpa Nama
Berkaitan dengan nama perusahaan, ada kisah unik saat bisnis taksi gelap ini mulai dikenal orang. Saat itu Chandra (Putera Sulung) lebih sering sebagai operator telephon. Karena sering menyebutkan nama dirinya pada saat menerima order, " Selamat pagi dengan Chandra, ada yang bisa dibantu.?" para pelanggan akhirnya lebih mengenal dengan sebutan "Chandra Taksi" (kini Golden Bird). Nama Chandra Taksi (CT) telah demikian melekat dan populer dimata para pelanggan dan para pengemudi lama. Waktu itu, Chandra Taksi merupakan satu-satunya perusahaan jasa taksi yang melayani pemesanan lewat telephon dan beroperasi selama 24 jam. Dalam menjalankan bisnis taksi ini Ibu Djoko beserta kedua puteranya selalu menekankan pada kepiasan palanggan, kebersihan armada, kenyamanan, keamanan, kemudahan reservasi, serta ketepatan waktu selalu diutamakan. Bahkan Ibu Djoko rela menggunakan becak atau angkutan umum lainnya untuk beraktifitas dibanding menggunakan mobil sendiri, demi menjaga pelayanan kepada pelanggan. Kepercayaan pelangganpun semakin tinggi. Chandra Taksi menjadi buah bibir di kalangan tamu hotel yang menjadi pelanggannya. Seiring dengan tingginya permintaan akan taksi, maka armada taksi CT mulai dirasakan kurang. Perlu ditambah armada dan pengemudi untuk bisa melayani permintaan pelanggan. Sedangkan untuk menambah dibutuhkan modal besar. Pinjam bank? rasanya tak mungkin, karena perusahaan ini belum ada nama dan tak punya agunan yang cukup.Sampai disini keluarga Djokosoetonomulai berfikir keras, mencari solusi. Timbul pemikiran untuk melibatkan janda-janda pahlawan lain yang senasib, seperti Ibu Yamin dan Ibu Suharjo untuk bekerja sama mengoperasikan mobil pribadinya sebagai taksi. Inilah embrio atau cikal bakal Blue Bird Group dalam bidang pertaksian, sampai kelak Pemerintah DKI memberikan izin resmi argo meter pada tahun 1971. Ketika Pemerintah DKI membuka izin taksi resmi pada tahun 1970, Ibu djoko mencoba mengajukan izin. Sayangnya permintaannya tidak dululuskan. Alasannya, beliau dianggap tidak memiliki cukup pengalaman di bidang transportasi. Usaha taksi gelap yang dikelolanya dianggap

belum cukup kompeten karena masih berbasis usaha keluarga, bukan perusahaan. Sedangkan perusahaan yang diberikan izin waktu itu sudah punya basis managemen dan modal kuat yakni Perusahaan Otobus, antara lain PPD, Gamadi, Steady Safe, Presiden Taksi, dan Merantama. Ambisi keluarga Djokosoetono untuk membuka perusahaan taksi resmi ini harus tertunda masalah perijinan. Ibu Djoko tak putus asa. Beliau mencoba cara lain untuk mendapatkan ijin, dan akhirnya timbul pemikiran untuk meminta referensi tertulis dari para pelannggan CT yang selama ini dilayani. Sebagian besar para pelanggan menyatakan bersedia membantu. Selanjutnya, referensi tersebut dilampirkan dengan persyaratan ijin lainnya. Pemda DKI akhirnya luluh dengan usaha keras keluarga Djokosoetono dengan memberikan ijin pada tahun 1971. Ijin sudah didapat, namun kendala lain muncul. Untuk merealisasikan ijin tersebut butuh dana yang sangat besar, khususnya untuk pembelian armada. Kendala yang dihadapi perusahaan baru adalah memdapatkan kepercayaan pinjaman dari bank, karena bank mempunyai persyaratan khusus unutk mengucurkan kredit. Akhirnya, Ibu Djoko menggadaikan rumah yang didiami keluaraga Djokosoetono sebagai agunan dan mobil yang akan dibeli unutk armada taksi. Sampai disini permasalahan modal bisa diatasi, hingga meluncurlah 25 unit taksi Blue Bird pertama pada tanggal 1 Mei 1972 Dari embrio taksi inilah berkembang sebuah perusahaan besar yang sekarang membawahi sekitar 20 anak perusahaan yang bergerak tidak hanya di bidang transportasi, tetapi juga merambah usaha manufacture, properti, dan support services. Khusus untuk bidang transportasi sendiri, Blue Bird Group telah mengakuisisi beberapa perusahaan taksi, beberapa di antaranya berada di bawah payung Pusaka Group.Lain ladang lain belalang, lain New York lain pula Jakarta. Di New York dikenal dengan taksi berwarna kuning Yellow Cab Taxi, sedangkan orang-orang di Jakarta langsung mengkonotasikan taksi dengan warna biru atau biru metalicnya alias taksi Blue Bird. Harus diakui bahwa warna biru ataupun biru metalic ini sudah menjadi brand image bagi Blue Bird. Bahkan tak heran bila pesaing-pesaing lainnya pun banyak pula yang mengikuti jejak langkahnya dengan mengecat warna taksinya dengan warna yang hampir mirip atau bahkan benarbenar sama. Sebagai market leader dalam usaha transportasi, Blue Bird sudah menjadi brand yang tangguh dan dikenal luas oleh masyarakat. Dengan logo burung berwarna biru tua dan warna dasar biru muda, burung biru ini terbang melintasi jalanan di Jakarta. Diawali dengan armada 25 taksi pada tahun 1972, kini setelah lebih dari 30 tahun mendalami bisnis jasa transportasi, Blue Bird telah berkembang pesat dengan sekitar 12000 armada-nya yang tersebar di seluruh penjuru Jakarta. Sebuah prestasi luar biasa untuk sebuah usaha jasa transportasi. Dengan jumlah armada yang sedemikian banyaknya, anda tak perlu susah-susah melakukan perjalanan dimana pun dan kemana pun. Untuk usaha transportasi khusus penumpang, Blue Bird mengkategorikan jasanya ke dalam beberapa anak perusahaan untuk target market yang berbeda. Secara umum, taksi yang memiliki

warna biru atau biru metalic ditargetkan untuk segmen masyarakat umum. Dalam kategori ini, ada beberapa anak perusahaan dimana setiap anak perusahaan memiliki nama dan logo yang berbeda. Anak perusahaan tersebut antara lain Pusaka Satria, Pusaka Nuri, Pusaka Biru, Pusaka Citra, Pusaka Lintas, Pusaka Prima, Morante Jaya, Lintas Buana, Cendrawasih, dan Blue Bird sendiri. Mengapa semuanya tidak memiliki satu nama Blue Bird saja? Masalah sebenarnya bukannya tidak bisa, melainkan terkait dengan masalah perijinan yang menyebabkan sebuah perusahaan taksi tidak bisa menjalankan banyak armadanya sekaligus. Di segmen Eksekutif, Blue Bird menyediakan Silver Bird dengan armadanya yang berwarna hitam. Jauh berbeda dengan taksi reguler yang berwarna biru, taksi eksekutif ini memberikan 3 keistimewaan utama, yaitu Comfort, Convenience, dan Safety. Mobil yang dipergunakan pun terbilang lebih mewah dari taksi reguler, tapi tentu saja masih ada lampu tanda taksi di atasnya. Dan yang terakhir untuk segmen transportasi penumpang, yaitu kategori limousine yang di dalam group ini dikenal dengan Golden Bird. Masuk dalam kategori ini adalah mobil-mobil mewah seperti Toyota Twin Cam, Opel Vectra, Corona Absolute, Volvo 740, 960, Mercedes C180, E220, E230 dan New Eyes, hingga van mewah Mazda E2000. Berbeda dengan dua kategori taksi sebelumnya, taksi ini menggunakan plat nomor kendaraan berwarna hitam, yang artinya tentu saja mobil pribadi. Taksi ini ditujukan untuk orang-orang kelas atas atau VIP. Selain itu, dengan keisitimewaan plat nomor hitam, taksi ini disewakan kepada perorangan ataupun perusahaan, baik untuk jangka pendek atau jangka panjang. Golden Bird yang disewakan ini sangat tepat bagi perusahaan yang menginginkan mobil mewah dalam operasional kantornya, mengingat biaya operasional dan depresiasi akan bisa diminimalkan. Taksi Golden Bird ini memang tidak tampak seperti taksi pada umumnya. Hanya ada tambahan label / stiker logo Blue Bird di bagian kaca depan sopir. Jadi bila anda melihat sebuah mobil Mercy di depan anda, perhatikanlah dengan teliti sebelum anda menilai penumpang yang ada di dalamnya, karena barangkali mobil yang dinaiki bukanlah mobil miliknya sendiri, melainkan mobil Golden Bird. Selain taksi, untuk jasa angkutan penumpang Blue Bird juga menyediakan sarana angkutan masal berupa bis charter, yaitu Big Bird. Dengan area pelayanan transportasi meliputi Jawa, Bali, dan Sumatera. Big Bird juga melayani transportasi bagi anak sekolah, di antaranya adalah British International School, Jakarta Japanese School, Korean Internacional School dan German International School. Mengembangkan Sayap Merambah Segmen Non-Penumpang Perkembangan Blue Bird tidak cukup hanya di kota Jakarta dan sekitarnya saja, melainkan di kota-kota besar lain di Indonesia. Di Bali, sejak tahun 1989 Blue Bird Group telah menempatkan armada Golden Bird-nya, yang diikuti dengan armada taksi regular Bali Taksi pada tahun 1994.

Kemudian berturut-turut pada tahun 1996 dan 1997, taksi regular memasuki Lombok dengan nama Lombok Taksi dan kota Surabaya dengan nama Surabaya taksi. Sekitar bulan November 2005, Blue Bird mulai menjamah kota Bandung dengan 75 armada taksi regulernya. Meskipun dengan jumlah armada yang masih sedikit, Bandung Taksi ini mendapatkan pertentangan yang cukup keras dari operator-operator taksi lainnya di Bandung. Harus diakui jika reputasi dan brand image yang telah diposisikan oleh Blue Bird Group, cukup menjadi ancaman terhadap operator taksi lainnya. Gebrakan bisnis Blue Bird sepertinya tak cukup di jalur angkutan penumpang saja. Jasa angkutan non-penumpang pun telah digeluti Blue Bird dengan menyediakan jasa Truk Container, yaitu Iron Bird dan Angkutan Kontenindo Antarmoda. Di luar usaha transportasi primer, Blue Bird juga telah mendirikan Holiday Resort Lombok, dan perusahaan manufacture otomotif seperti Everlite, Restu Ibu, Ziegler Indonesia, serta usaha service lain seperti Jasa Alam, Gas Biru, dan Ritra Konnas Freight Centre.

Mempertahankan

Mutu

Pelayanan Kepada Pelanggan Sebagai market leader, mempertahankan reputasi sebagai ??Partner Transportasi yang Handal?? memang tidak mudah. Oleh sebab itu, untuk membentuk brand loyalty para konsumen, Blue Bird menerapkan quality control terhadap seluruh lini usahanya, dari technical support hingga customer service. Basis usaha Blue Bird terletak pada jasa transportasi, khususnya adalah taksi dan alat angkutan / kendaraan. Secara langsung yang menjadi penggerak utama usaha ini adalah para pengemudi-nya. Selain berfungsi utama sebagai driver, pengemudi juga menjalankan fungsi sebagai customer service dan sales force, karena mau tidak mau, para pengemudi inilah yang akan berhadapan langsung dengan penumpang / customer. Para pengemudi di Blue Bird dilatih secara khusus dalam berbagai tahapan training. Dari para pengemudi inilah image Blue Bird dibangun. Sehingga tidak heran bila masyarakat mengenal Blue Bird karena para pengemudinya yang baik dan jujur. Baru-baru ini, Blue Bird meluncurkan lagi salah satu layanan pelanggannya. Blue Bird berusaha mengikuti teknologi yang sedang trend saat ini. Layanan baru tersebut adalah SMSTaxi: Order Taksi via SMS. Dengan layanan ini, pelanggan cukup mengirimkan SMS ke nomor 1234 untuk melakukan order taksi. Pelayanan ini tentu saja sebuah langkah strategis yang diambil oleh Blue Bird untuk menjaring pelanggannya. Hanya saja, sebelum dapat melakukan order, customer harus mendaftarkan nomor telepon selulernya melalui SMS atau website Blue Bird Group (http://www.bluebirdgroup.com). Selain itu alamat dimana taksi akan menjemput pelanggan juga harus didaftarkan. Setelah itu baru pelanggan dapat memesan taksinya. Saat ini baru

pelanggan yang memiliki telepon selular dengan menggunakan operator Indosat saja (seperti Matrix, IM3, dan Mentari) yang bisa memanfaatkan pelayanan ini. Cara order ini dinilai masih kurang mudah, karena prosedurnya yang rumit daripada melakukan order via telepon biasa. Namun sepertinya order via sms ini memang sengaja ditujukan untuk pelanggan tetap Blue Bird, misalnya bagi pelanggan yang sering memesan taksi dari lokasi-lokasi dimana mereka biasa dijemput. Call Center yang harus bekerja keras merespon setiap permintaan pelanggan. Strategi Blue Bird untuk mengadopsi teknologi-teknologi baru ini cukup bagus untuk memikat konsumen dan meningkatan brand awareness. Lebih dari itu, penggunaan teknologi ini diharapkan juga bisa mendorong persepsi konsumen terhadap taksi Blue Bird sebagai pionir dan market leader dalam usaha jasa transportasi. Keistimewaan lainnya dari pelayanan transportasi Blue Bird ini adalah ketersediaan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, sehingga jalanan tidak pernah sepi dari armada taksi. Dengan model kerja shift karyawan, taksi ? taksi yang beredar di jalanan ibukota ini diharapkan akan ada baik siang maupun malam hari, dari hari kerja biasa hingga hari libur sekalipun. Dari segi pricing, Blue Bird bukanlah perusahaan yang bermain-main di strategi ini. Tarif yang dikenakan oleh Blue Bird mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Bahkan untuk menjaga image-nya, setiap kali ada perubahan tarif, Blue Bird langsung aktif merespon. Berbeda dengan operator taksi lainnya yang argometernya dikenakan tarif sesuai kehendak pengemudinya. Mungkin kebijakan mengenai tarif ini akan mengurangi jumlah konsumen yang menggunakan Blue Bird. Namun justru dengan menerapkan tarif yang berlaku, Blue Bird menjadi teladan dalam urusan pricing, dan tentunya tidak akan kebingungan dengan biaya operasional. Bahkan, penerapan pricing ini bagi konsumen Blue Bird akan menjadikannya sebagai operator taksi yang konsisten sehingga positioning Blue Bird tetap terjaga. Apa jadinya bila Blue Bird menempelkan tulisan Tarif Lama di kaca depan mobilnya? Pasti yang terkesan adalah Blue Bird sebagai taksi murahan yang rela menurunkan tarifnya untuk menggaet para penumpangnya.

Vision
To be a sustainable, quality-driven company that ensures the continuing prosperity of all its stakeholders.

Mission Statement
Our goals are to achieve customer satisfaction, and to build and defend the first position as market leader in every category in which we compete. In land transportation, we provide reliable, high quality and superior services with the effecient use of resources, and we do it as a team.

Anda mungkin juga menyukai