Anda di halaman 1dari 63

Sebuah Biografi

DRS. A. BUETY NASIR


GURU KAMPUNG:
BERJUANG UNTUK KESEJAHTERAAN

DAHNIL ANZAR

Pengantar
Prof. Dr. H. MA. TIHAMI

M:SHOOT PRESS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SAKSI PELANGGARAN

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan
atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau


menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Drs. Ahmad Buety Nasir
Guru Kampung: Berjuang Untuk Kesejahteraan

Penulis
Dahnil Anzar

Editor
Thurizal Husein(Abi)
Heni Anzar

Buku ini diset dan dilayout oleh bagian publikasi dan dokumentasi LKPI Wilayah
Banten.

Disain Cover : Mulia Alim


Percetakan : Banten Darusallam Printing
ISBN :

Dilarang keras mereproduksi sebagian atau seluruh isi buku, ini dalam bentuk apa pun
atau dengan cara apa pun, serta memperjual belikannya tanpa seizing tertulis dari
M:SHOOT Press.

© HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


“Kejujuran merupakan modal sosial yang tak bisa direkayasa, ia muncul dari naluri
yang telah terlatih semenjak lama. Dengan kejujuran pula akan membangun
masyarakat yang menurut Islam disebut masyarakat Baldatun Thayyibatun Wa
Rabbun Ghafur. Rakyat yang tidak menjujung tinggi nilai kejujuran akan melahirkan
para pemimpin yang juga tidak jujur”(H. Muhammad Nasir, di Tanjung Anom, Mauk,
Kabupaten Tangerang-Banten, 6 April 2006)

“Harta yang habis digunakan untuk kepentingan umat, akan kembali dalam jumlah
yang besar dan tak terduga-duga. Dan keikhlasan dalam mengabdi kepada Allah
harus dijewantahkan melalui pengabdian yang total kepada hambanya yang
terpinggirkan dan tertindas“(Drs. Ahmad Buety Nasir, di Villa Ilhami, Karawaci,
Tangerang-Banten, 2 Januari 2006)

“ Dia Kecil dan Itam, tetapi pemberani. Pengalaman sebagai Komandan MENWA
membentuk pribadi yang disiplin. Saya bangga dengan dia, apalagi kalau dia terus
menjaga konsitensinya sebagai politikus Islam dan guru yang sarat dengan nilai-nilai
akhlak”( Prof. Dr. H. M.A. Tihami, MA, MM)

“ Sederhana, Cuek, sedikit galak sih… plus tampang kampung banget, tapi justru itu
yang membuat dia berbeda dengan politisi lain dan mampu mempertahan
konsitensinya buat dakwah Islam”(Thurizal Husein)

“Gua lama kenal dia, yang penting bagi gua dia teman yang selalu siap kapan aja
membantu, kalau teman-teman lain kesulitan”(Maman)

“Pesan Pak Buety kepada para guru untuk selalu bersemangat dalam mengabdikan
diri bagi pendidikan merupakan vitamin bagi kami untuk terus mengajar walau
dengan berbagai keterbatasan”(Sarman, S.ag)

Saya bangga punya mantan murid yang berprestasi…dan saya akan terus mendukung
perjuangannya. (Drs. E. Ansorullah)

“Sebagai Istri saya dan anak-anak berusaha selalu memahami segala perjuangannya,
dan kami ikhlas mewakafkan dia kepada umat, khususnya rakyat Banten”(Dra. Siti
Romlah)

“Dia pekerja keras. Jarang mengeluh. Saya banyak belajar dari dia, waktu susah ia
juga berusaha membantu orang lain, saya tahu persis karena saya bersahabat lama
dengan dia”(Asnawi)
Kata Pengantar
Ketika pertama kali penulis kenal dengan Buety Nasir, sempat terbesit stigma buruk tentang
politisi. Tak lebih hanya seorang pragmatis dan hypocrite, ternyata ia politisi muda yang sama sekali
berbeda. Semakin lama menyelam mendalami lautan gerak dan pikir politisi, aktivis dakwah, guru dan
pedagang ini, semakin banyak mutiara pembelajaran yang dapat diambil.Berangkat dari lingkungan
yang memiliki kemampuan ekonomi dan pendidikan minimalis, ia berhasil keluar melakukan
perubahan terhadap diri, keluarga dan lingkungan dari kondisi yang minimalis tersebut. Sikap hidup
sederhana dan mengedepankan kepentingan umat, melahirkan sosok tokoh muda yang sangat
dibutuhkan bagi perubahan entitas masyarakat lokal maupun nasional.

Penulis sadar benar, apabila dalam penulisan buku biografi ini “agak” bias subyektif. Namun,
semaksimal mungkin penulis berusaha untuk mereduksir bias tersebut. Penilaian penulis bisa saja,
salah. Namun, realitas masyarakat Banten dan gerak serta pikir Buety Nasir pada masa akan datang
yang akan menjawab apakah “agak bias subyektif” itu benar atau salah. Keberanian untuk melakukan
penilaian awal, tanpa harus takut dihantui oleh kesalahan, berusaha penulis asah. Maka lahirlah “ agak
bias subyektif”, yang mudah-mudahan dapat dikritisi oleh pembaca biografi ini.

Pertemuan penulis dengan kedua orang tua dan melihat langsung kehidupan keluarga besar
Buety Nasir di Mauk. Memperkuat keyakinan penulis bahwa Buety Nasir merupakan tokoh politisi
muda yang patut diteladani, terlepas dari banyak kekurangan yang melingkari gerak dan pikirnya.
“buety juga manusia” mengutip lagu rock yang dibawakan kelompok musik seurius. Dengan biografi
ini Insya Allah Buety Nasir dapat melakukan refleksi untuk lebih memaksimalkan lagi perjuangannya.

Penulis memanjatkan puji syukur pada Allah SWT yang maha rahman dan rahim, karena berkat
karunia, rahmat, dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan buku ini. Kepada keluarga H.
Muhammad Nasir dan Hj. Marwiyah orang tua Buety Nasir di Tanjung Anom, Mauk, Bang Kurtusi
(adik Buety Nasir) dan saudara-saudara Buety Nasir lain yang ada di Tanjung Anom, Mauk, penulis
ucapkan terimakasih. Bang Asnawi, Bang Asep, Bang Jalil, Bang Maman, Sarman, Hasyim, Bang Ardi
(satelitnews), Kang Marzuki (IAIN SMHB) terimakasih sudah mau mempermudah penulisan Biografi
ini. Kepada orang tua saya di persyarikatan, Bapak H. Nasir, Bapak H. Asmuni, Bapak Naisan, Bapak
Badawi yang selama ini telah membina penulis dalam pergerakan dakwah. Teman-teman dan senior
saya, Abi, Bang Amarullah, Bang Dayat, Bang Rahmat, Bang ocid, Bang Muhaer, Bang Wahyul, Bang
Saiful Haq, Ubay, Marno, Ahmad, Bang Aswan, Fiqor dan banyak lagi yang tak mungkin saya
sebutkan satu persatu . Terimakasih Banyak saya ucapkan kepada, Bapak Prof. Dr. H. M.A. Tihami,
MA, MM yang telah bersedia bercerita dan memberi prolog pada buku Biografi ini. Terimaksih untuk
semua rekan-rekan yang telah membantu penulis dengan tulus. Untuk Heni Anzar istri penulis dan
Sayyid Jundi Anzar anak penulis merupakan alasanku untuk terus berkarya, terimakasih. Semoga Allah
subhanahu wa taala membalas semua kebaikan yang di berikan banyak pihak pada penulis.

Akhirnya, secara khusus penulis ucapkan terimakasih kepada Drs. Ahmad Buety Nasir dan Istri
(Siti Romlah) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menulis Biografi ini. Semoga
semua cita baik yang ingin dicapai, tercapai dan selalu diridhoi Allah SWT. Sebagai sebuah karya buku
ini tak lepas dari banyak kekeliruan, kekurangan dan kelemahan. Semoga buku ini bermamfaat bagi
rakyat Indonesia khususnya rakyat Banten, dan menjadi salah satu lauh mahfuzd bagi perpustakaan kita
yang membahas dan memperkenalkan tokoh-tokoh yang memiliki dedikasi tinggi terhadap peradaban.

Cileduk, April 2006

Dahnil Anzar
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………….... i
Daftar Isi ……………………………………………………… iii

I. Pendahuluan …………………………………………………….... 1
a. Keteladanan Orang Tua……………………………………..
b. Kehidupan Dari Kanak-kanak Hingga Menjadi Guru………

II. Masa Kuliah ………………………………………………………


a. Kuliah dan Titik Nadir Perjuangan…………………………
b. Mahir Menggunakan Senjata……………………………….
c. Menonjol Di kampus……………………………………….
d. Merajut Cinta……………………………………………….

III. Menjadi Guru, Aktivis, Pedagang dan Politisi………………………


a. Ikhlas Menjalankan Tugas…………………………………..
b. Terjun Kedunia Politik Praktis………………………………
c. PBB (Partai Bulan Bintang) Dan Nahdatul Masyumi……….
d. Terbentuknya Provinsi Banten……………………………….
e. Manifesto Politik Guru……………………………………….
f. Komisi E, Untuk Kesejahteraan………………………………
g. Merasa Bersalah………………………………………………
h. Pendidikan Untuk Bocah Kampung………………………….
i. Geliat Kepemimpinan Buety Nasir Di PBB…………………

VI. Menuju Puncak Kepemimpinan Banten………………………………


a. Natsir Mudanya Banten……………………………………….
b. Pemuda dan Perubahan………………………………………..
c. Mengapa Wakil Bukan Gubernur?.............................................
d. Baju “Kebesaran” dan Penampilan Kampungan…..………….
e. Buety Nasir dan Bu Ety Nasir?..................................................
f. Bingung Mengatur Waktu……………………………………..
g. Pemimpin Kaum Tertindas…………………………………….
h. Leiden Is Lijden...........................................................................

V. Sekelumit Tentang Pemikiran Buety Nasir……………………………


a. Banten dan Pembangunan Ekonomi…………………………...
b. Keagamaan dan Pendidikan……………………………………

VI. Kehidupan Rumah Tangga…………………………………………….


Siti Romlah dan Energi Cinta………………………………………….

VII. Sekilas Sejarah Kesultanan Banten……………………………………

VIII. Kesimpulan……………………………………………………………
Buety Nasir Dalam Dokumentasi Foto dan Koran……………………
Daftar Bacaan dan Narasumber…………………………………….....
Tentang Penulis……………………………………………………….
Prolog

Anak Kampung,
Menjemput Perubahan Banten

Prof. Dr. H. M.A. Tihami, MA, MM


Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten

Ketika penulis datang kepada saya dan meminta saya untuk membaca hasil
tulisannya tentang Biografi Ahmad Buety Nasir dan mengisi lembar prolog ini. Saya
senang bercampur bangga. Tapi sempat tertekun. Saya yang telah berusia 54 tahun saja,
belum mempunyai buku biografi. Mudah-mudahan Dahnil Anzar dan penulis muda
lainnya mau menulis tentang saya. ya sudahlah.

Buety Nasir adalah salah satu mantan mahasiswa saya yang patut dibanggakan.
Saya mengenalnya sejak ia aktif di kegiatan ekstra dan intrauniversiter di kampus, yang
waktu itu masih bernama IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang berlokasi di Serang.
Kebetulan saat itu saya masih menjabat sebagai Pembantu Dekan III yang mengurusi
bidang kemahasiswaan. Kedekatan dengan banyak para aktivis kampus, membuat saya
selalu belajar memahami pola pikir dan tingkah laku mereka. Ahmad Buety Nasir yang
saat itu adalah aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Wakil Ketua Senat dan
Komandan Resimen Mahasiswa (MENWA). Dus, di MENWA ini ia matang tumbuh
sebagai seorang aktivis yang berbeda dengan aktivis lain. Di MENWA ia memperoleh
pembinaan disiplin dan fisik yang ketat. Di MENWA pula saya mempunyai pengalaman
yang mengesankan tentang Buety Nasir. Ia berhasil menjadi putra Banten satu-satunya
yang memperoleh Wing Parasutis dari TNI AU, dan itu bukan pekerjaan dan prestasi
yang mudah diraih. Saya berkesempatan untuk hadir di Bandung untuk menyematkan
Wing tersebut kepada Buety Nasir. Saya menjadi satu-satunya Pembantu Dekan yang
datang, sedang peraih Wing lain disematkan dan dihadiri oleh kedua orang tuanya. Saya
sempat kebingungan ketika akan menyematkan Wing kepada Buety Nasir, karena dari
sekian banyak peraih Wing yang berbaris saya tidak melihat Buety Nasir, hingga saya
dengar suara memanggil “ pak saya di sini”, ternyata yang memanggil dia. “buety…buety
kamu jadi anak kok kecil dan gelap amat, sampe gak keliatan”. Dengan penuh bangga
dan haru saya pun menyematkan Wing tersebut sambil menampar keras-keras kedua
bagian pipinya sebagai bentuk kebanggaan saya.

Selain mendapatkan pembinaan dari kampus, dia mendapat pembinaan pribadi di


kampungnya terutama di madrasah tempat dimana ia mengajar. Hubungan emosional
yang dekat dengan seluruh mahasiswa yang saya bina merupakan kewajiban sebagai
Pembantu Dekan III, termasuk dengan Buety Nasir. Saya berusaha tidak menjaga jarak
dengan mereka. Mendorong mereka untuk menjadi kader-kader terbaik Islam merupakan
obsesi yang terus membara di benak saya. Dukungan penuh kepada para alumni
Almamater yang sekarang saya pimpin, untuk berkarya dan berjuang demi kepentingan
umat harus selalu saya berikan. Termasuk, kepada Buety Nasir yang saya kenal baik.
Bahkan, saya tidak pernah ragu untuk memberdayakan seluruh potensi yang saya miliki.
Setelah lulus dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 1989. saya
tidak pernah bertemu lagi dengan Buety Nasir. Bertemu kembali dengan dia ketika saya
dan teman-teman di Banten memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten. Saya dan
teman-teman kesulitan meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten
Tangerang untuk bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten. Argumentasi
ekonomi bukan senjata ampuh untuk meyakini pemerintah dan DPRD Kota dan
Kabupaten Tangerang. Justru, mereka khawatir dengan bergabung dengan Provinsi
Banten, akan terjadi reduksi agregatasi perekonomian Tangerang, karena kabupaten-kota
yang akan bergabung dengan Provinsi Banten, secara agregat perekonomiannya di bawah
Tangerang. Saya dan teman-teman sempat bimbang dengan sikap Kota dan Kabupaten
Tangerang. Untunglah saya bertemu dengan anak-anak muda yang bergabung dalam
sebuah wadah, FORMATANG atau Forum Masyarakat Tangerang. Ketika itu dimotori
oleh Jupri Faisal Amir dan Buety Nasir. Melalui FORMATANG ini lah cercahan cahaya
pengharapan untuk terbentuknya Provinsi Banten lengkap dengan bergabungnya Kota
dan Kabupaten Tangerang. Mereka, terutama Buety Nasir yang menjadi pimpinan aksi,
aktif melakukan gerakan dan mobilisasi massa ke DPR RI untuk menuntut segera
disahkannya Rancangan Undang-undang tentang pembentukan Provinsi Banten. Bersama
Jupri Faisal Amir, Buety Nasir dan kawan-kawan anak muda inilah saya membahas
konsepsi gerakan pembentukan Provinsi Banten. Melalui diskusi intensif bersama Jupri
Faisal Amir dan Buety Nasir di rumah saya keluar buku sederhana yang diberi judul
“Jurus-jurus Pembentukan Provinsi Banten”. Akhirnya bersama anak-anak muda di
FORMATANG saya berusaha meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan
Kabupaten Tangerang untuk bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten.
Peran Buety Nasir sangat besar disitu, dia membantu saya menjelaskan keterkaitan
Sejarah panjang Banten dimana Tangerang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
eksitensi Kesultanan Banten dan masa perjuangan kemerdekaan. Usaha ini berhasil
meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten Tangerang. Sehingga
mereka menyatakan bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Banten.

Saya kenal baik dengan Buety Nasir. Ia matang sebagai aktivis pergerakan Islam,
dan juga dalam pergerakan politik praktis mulai PPP hingga sekarang di PBB.
Kematangan dalam dunia pergerakan Islam dan Politik tersebut, juga ditompang dengan
jiwa mandiri Buety Nasir dalam kehidupan ekonominya. Saya berharap dia mampu terus
mempertahankan konsitensinya, tetap berada pada rel perjuangan politik yang dilandasi
oleh nilai-nilai akhlak dan syariat Islam. Melawan semua jenis kemun’karan merupakan
kewajiban dia sebagai kader dakwah yang juga bergiat di dunia politik, jangan sampai
justru menjadi biang keladi rusaknya citra politikus Islam. Saya luar biasa bangga ketika
Buety Nasir selalu muncul sebagai lokomotif pergerakan politik Islam yang progresif di
Banten, atau kancah politik Nasional suatu saat. Dan saya yakin Buety Nasir mampu
mewujudkan “harapan” tersebut.

Perlu dipahami oleh banyak pihak. Saya mendukung Buety Nasir maju sebagai
Wakil Gubernur, bukan semata-mata karena ada hubungan emosional dengan dia.
Namun, lebih dari sebuah keyakinan yang didasari oleh rasionalitas melihat sosok anak
muda ini. Pertama; kematangan di dunia politik menjadi salah satu alasan utama
pantasnya Buety Nasir menuju puncak pengabdiannya sebagai Wakil Gubernur Banten.
Kedua; saya mengenal betul track record Buety Nasir mulai dari ia mahasiswa sampai
menjadi anggota DPRD I Banten. Konsitensinya terhadap perjuangan dan Nilai-nilai
akhlak dan Syariat Islam merupakan modal sosial yang tak bisa terbantahkan oleh siapa
saja. Ketiga; dia lahir dari keluarga dan lingkungan yang terbiasa dengan berbagai
keterbatasan baik ekonomi maupun pendidikan. Namun, dia mampu berdiri tegak
menjemput perubahan lebih baik bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Semangat
perubahan selalu menjadi ikon bagi mahasiswa saya yang satu ini. Keempat; saya yakin
dia merupakan sosok anak muda yang tidak pernah takut melawan berbagai kemun’karan
dan itu telah teruji dalam banyak kejadian di kampus maupun di kampunya. Kelima;
kalaupun suatu saat ia melenceng dari rel perjuangan sebagai politisi Islam, maka sayalah
orang pertama yang akan bersuara lantang untuk mengingatkan.

Buety Nasir bukan tokoh muda instan, yang muncul karena kebesaran dan
bayang-bayang orang tua atau darah keturunan serta mendapat supplai kekuatan dari
bayangan yang selalu berada di belakangnya. Bahkan kadang sombong dengan
keunggulan keturunannya. Namun, ia muncul dari prestasi dan kegigihan perjuangan
yang dilalui penuh dengan kerikil-kerikil tajam yang sering mencederai perjalanannya
mencapai puncak prestasi. Berbagai kesusahan sudah sering menjadi makanan sehari-hari
bagi anak muda ini, dan ia mampu melewatkannya. Sehingga ia terlatih memahami dan
merasakan kesusahan serta penderitaan orang lain. Karena itulah saya yakin ia akan
menjadi sosok pemimpin muda yang mampu memberikan pencerahan bagi kehidupan
masyarakat Banten. Anak kampung satu ini akan mampu menjemput perubahan yang
lebih baik bagi Banten. Karena ia terbukti mampu dan sukses menjembut perubahan bagi
diri, keluarga dan lingkungannya. Terus berjuang, jangan pernah menyerah.

Serang, April 2006


I. Pendahuluan

Thomas Carlyle menyatakan. “ History is biography of the great men “ ( sejarah


tidak lain adalah riwayat hidup orang-orang hebat ).1 Kaum Marxis tentu menolak tesis
ini. Dalam perspektif Marxis, individu tidak memiliki makna signifikan dalam sejarah.
Massa atau kumpulan kolektif manusia yang sesungguhnya secara kolektif membentuk
konstruksi proses-proses sejarah tersebut. Kelas-kelas sosial-lah yang “ bukan orang-
orang hebat “ menjadi arsitek sejarah.

Tesis dan antitesis tersebut menurut penulis benar. Orang-orang hebat memang
menjadi simbol dan konseptor perubahan sejarah. Namun, mereka tidak sendiri, ada
kelas-kelas sosial lain yang berjuang bersama mengkonstruksi sejarah. Orang hebat tidak
pernah lahir tanpa ada gerakan kolektifitas yang mengikuti-nya.

Tokoh lokal sering menjadi inspirasi bagi pergerakan lebih besar. Tokoh-tokoh
tersebut lahir melalui kultur dan kearifan lokal, mereka tumbuh menempa diri melalui
berbagai proses dalam masyarakat. Susah senang dan berbagai karakteristik masyarakat
mereka selami. Ada dua jenis tokoh yang lahir dalam masyarakat; Pertama, adalah
mereka yang lahir dan besar menjadi tokoh karena nama besar pendahulunya (Orang Tua,
kakek atau silsilah keturunannya). Kedua, adalah mereka yang lahir dan besar menjadi
tokoh karena prestasi, gerak dan pikirnya untuk peradaban. Dan Buety Nasir (BN)
merupakan tokoh jenis kedua, ia lahir dari kubangan masyarakat miskin yang
termarginalkan secara ekonomi dan politik dan ia tumbuh didalamnya.

Banyak tokoh-tokoh hebat lahir dengan bantuan dan dukungan orang-orang


sekitarnya. Mereka tumbuh dan berjuang dengan tambahan kekuatan dan dukungan dari
orang-orang terdekat dan masyarakat itu sendiri. Dengan begitu mereka sadar bahwa
perjuangan yang mereka lakukan merupakan sebuah pengharapan yang besar dari banyak
pihak. Perubahan menjadi komunitas yang lebih baik merupakan cita yang paling hakiki
dari pengharapan tersebut. Dan para tokoh yang berjuang untuk cita hakiki tersebut,
berusaha untuk tidak mengecewakan pengharapan yang dibebankan di punggungnya.

Banyak orang hebat yang lahir dan tumbuh dalam situasi sulit. Kesulitan
merupakan “ guru besar” bagi mereka, sehingga mereka sangat paham dengan berbagai
kesulitan yang dialami oleh rakyat. Berani memperjuangkan kesulitan rakyat merupakan
karakter utama tokoh seperti ini. Mudah-mudahan buku sederhana ini bermanfaat bagi
seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat Banten. Belajar dari sosok muda flamboyan
nan sederhana, Buety Nasir (BN).

1
Dalam Firdaus Syam.” Ahmad Sumargono: Dai dan Aktivis Pergerakan Islam “, Jakarta, Milinieum
Publisher, 2004
A. Keteladanan Orang Tua

Lingkungan keluarga atau yang terdiri dari bapak-ibu dan saudara-saudara yang
tinggal secara bersama-sama dalam satu rumah, merupakan lingkungan pertama bagi
seorang anak mendapat pendidikan menuju kedewasaan. Bayi yang lahir belum berdaya
apa-apa tanpa bantuan ibu, bapak dan saudara-saudara yang lain. Oleh karena itu
lingkungan keluarga dimana tempat seorang anak lahir, diasuh dan dibesarkan
merupakan tempat pertama terbentuknya pribadi seseorang. Sikap, pribadi dan tingkah
laku seseorang tampak dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari.

Penelusuran kehidupan keluarga A.Buety Nasir, terutama kehidupan orang


tuanya, merupakan hal yang penting. Melihat dan menilai sosok A. Buety Nasir (dalam
buku ini lebih banyak disingkat BN) pastilah setiap orang tua bertanya, siapa orang tua
yang berhasil mendidik seorang anak yang peduli dan berjuang untuk Islam dan
kesejahteraan orang-orang kecil yang terpinggirkan. Untuk menjawab itu, setidaknya
uraian sekilas berikut. Meskipun tidak lengkap, dapat menggambarkan bagaimana BN
terbentuk menjadi pribadi yang akan penulis jelaskan dalam buku ini.

Abah_begitu BN dan 6 orang saudara lainnya memanggil sang ayahanda_


bernama H. Muhammad Nasir dan Ibunya bernama Hj. Marwiyah. Beliau lahir dan besar
di Tanjung Anom, putra dari seorang penghulu asli Mauk yang bernama Masrin dan
ibunya bernama Mak enah juga asli Mauk. Ibunda Buety Nasir juga asli Mauk atau
tepatnya desa Tanjung Anom, beliau putri dari pasangan Rapei dan Sopiah. Ayah BN
seorang guru ngaji. Beliau adalah imam tetap di Masjid Baitul Rahim, Tanjung Anom,
Mauk, Kabupaten Tangerang. H. Muhammad Nasir selalu hadir di Masjid pada
pelaksanaan sholat berjamaah, dan memimpin sholat. Selesai sholat H. Muhammad Nasir
selalu menyempatkan diri, untuk menyampaikan Kultum. Sekedar pesan dan sedikit ilmu
agama kepada jamaah Masjid Baitul Rahim. Untuk menghidupi anak istrinya. H.
Muhammad Nasir bekerja sebagai petani dan pedagang. Hasil dari menggarap lahan
pertanian, berupa sayur-sayuran dan padi ia bawa ke Pasar Anyar Tangerang untuk dijual.
Bertani dengan cara tradisional membuat H. Muhammad Nasir tidak selalu memperoleh
sayur-sayuran dan padi setiap saat, untuk mengatasi kekurangan sayuran terutama, yang
akan dibawa ke pasar beliau mengambil sayuran dari para petani rekannya yang sudah
atau sedang panen.

Berdagang, H. Muhammad Nasir sering tidak memiliki modal dalam bentuk


uang. Satu-satunya modal yang beliau miliki adalah “kepercayaan”. Beliau terkenal
dengan orang yang tidak pernah ingkar janji dan selalu memegang amanah sungguh-
sungguh, sehingga tidak jarang rekannya para petani datang ke rumah beliau hanya
sekedar meminta agar H. Muhammad Nasir mau menjual hasil panen mereka ke pasar.
“Kejujuran” adalah modal utama kita untuk hidup. Allah SWT dan orang lain sangat
menyenangi orang jujur dan orang jujur selalu dimudahkan Allah SWT rizkinya. Begitu
H. Muhammad Nasir sering berwasiat pada anak-anaknya.

Menemui lelaki yang telah berusia 75 tahun ini, tersirat jelas bahwa ia adalah
sosok pekerja keras. Nada bicaranya yang pelan dan hati-hati, menggambarkan
kedalaman ilmu dan tempaan hidup yang telah beliau lalui. Berbeda dengan sang ibunda
Buety Nasir yang terkesan sangat ramah dan penuh semangat bercerita tentang sosok
anak yang telah ia rawat dan didik hingga menjadi seperti sekarang.

H. Muhammad Nasir, selalu meminta bantuan anak-anaknya untuk menemani


beliau bekerja di ladang. Termasuk Buety Nasir. “ Tidak heran, kulit Buety itu paling
item dibanding dengan kakak dan adik-adiknya, karena dia sering di ladang bersama
saya” ujar H. Muhammad Nasir, sambil bercanda. Bukan hanya membantu di ladang,
Buety Nasir kadang mengikuti Abah berdagang sayur setiap pagi di Pasar Anyar. Sambil
membantu mendorong sepeda dayung (onthel) milik H. Muhammad Nasir, dari Mauk ke
Pasar Anyar. Ketika itu ia masih duduk di bangku SD. Didikan dan contoh sederhana dari
H. Muhammad Nasir dalam berhubungan dagang dengan orang lain, begitu membekas di
diri seorang BN. Sekali lagi, “kejujuran” merupakan hal yang paling penting yang ia
pelajari dari orang tuanya. Bertani dan berdagang merupakan dua dimensi kehidupan
yang teramat berkesan bagi Buety Nasir. Cermin kerja keras dan kemulian ada di kedua
pekerjaan itu, maka filosofi berdagang dengan jujur dan menanam bibit-bibit yang baik,
dan sabar menunggu panen yang baik pula. Merupakan dua hal yang banyak berarti pada
perjalan hidup Buety, pada masa yang akan datang.

Melakukan aktivitas bertani dan berdagang pada pagi hingga sore hari, tidak
membuat H. Muhammad Nasir kehabisan energi untuk beraktivitas di waktu malam.
Malam hari, ba’da maghrib setelah memberikan kultum di masjid. H. Muhammad Nasir
menghabiskan waktunya mengajar anak-anak sekitar Tanjung Anom mengaji Al Quran.
Kegiatan H. Muhammad Nasir sebagai guru ngaji pada malam hari inilah yang menjadi
cikal bakal berdirinya madrasah2 di Tanjung Anom, yang kemudian bernama Yayasan Al
Furqon pada tahun 1998.

Dalam mendidik anak-anaknya, H. Muhammad Nasir tidak pernah memberi


iming-iming material3. Beliau selalu mendorong anak-anaknya untuk bergiat belajar
agama dan ilmu pengetahuan. Belajar dan bekerja keras adalah prinsip utama dalam
hidup ini. Dengan seringnya H. Muhammad Nasir mengajak anak-anaknya berdagang ke
pasar. Tanpa sadar, ia telah menanamkan nilai-nilai kehidupan pada anak-anaknya. Ia
bukan tipe orang tua yang hanya suka memerintah dan memberikan sederetan larangan
buat anak-anaknya. Beliau mengajarkan anak-anaknya melalaui nilai-nilai praksis yang
dicontohkan, tanpa harus menghabiskan energi kata-kata untuk memberikan nasehat dan
larangan kepada ke-7 anaknya. Dengan sendirinya BN dan saudaranya yang lain,
mempelajari bagaimana akhlak ayahnya dalam semua dimensi kehidupan sosialnya
termasuk berdagang. Dari sinilah BN memperoleh contoh langsung untuk menjalani
kehidupannya kelak. Bahwa prinsip utama dalam kehidupan ini adalah “kejujuran”,
ketika kejujuran menjadi landasan setiap orang bersikap, maka kehidupan yang dilandasi

2
Madrasah atau tempat pengajain Al Quran yang di kelola H. Muhammad Nasir mulai berdiri pada tahun
1970-an.
3
Ketika penulis melakukan wawancara langsung dengan H. Muhammad Nasir dan Istri di kediaman beliau
di Tanjung Anom, Mauk. Penulis terkesan dengan penampilan sederhana dan bangunan rumah yang
teramat sangat sederhana. Bahkan ketika penulis Tanya, apa yang beliau harapkan dari ke-7 orang anak-
anaknya terutama Buety Nasir. Beliau hanya menjawab,” saya mau mereka semua menjadi orang baik dan
beriman” biar kata Buety itu sukses kae apa juga… yang paling saya tuntut… dia harus istiqomah
memegang nilai-nilai Islam dalam kehidupannya.
“Trust”4 atau “kepercayaan” antar sesama akan mampu melakukan perubahan sosial
yang berarti ditengah-tengah masyarakat. Dengan kejujuran pula, konstruksi budaya
masyarakat terbentuk dengan baik. Masyarakat yang memiliki nilai-nilai seperti inilah
menurut Muhammad Nasir, disebut masyarakat Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun
Ghafur.

B. Kehidupan Dari Kanak-kanak Hingga Menjadi Guru

Buety. Begitu pria berperawakan kekar ini sering dipanggil. Dengan gaya
sederhana, flamboyan, akrab dan humoris. Walau kadang-kadang sedikit galak. Lahir
dari keluarga Kiyai (guru ngaji), petani dan pedagang. Buety Nasir kecil tumbuh menjadi
anak yang cerdas dan selalu menjadi panutan bagi teman-teman sekolahnya. “Bet..! Lu
Item tapi ati lu ama otak lu bening amat ! lu makan ape sih ?” begitu teman-temannya
sering berkelakar dengan tokoh satu ini. Beuty kecil terlatih menjadi pemimpin bagi
teman-teman sekolah dan ngajinya. Dia berani menyampaikan apa saja yang tidak sesuai
dengan apa yang ia ketahui. Semangat amar ma’ruf nahi munkar telah mendarah daging
dalam jiwa Buety kecil, hingga dia tumbuh besar dan menjadi tokoh pemuda di Banten.

Buety Nasir (BN) lahir di kampung Buaran asem, Desa Tanjung Anom,
Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, pada tanggal 25 April 19635, dari pasangan H.
Muhammad Nasir dan Hj. Marwiyah. Ia anak ke-3 dari 7 bersaudara6. Ayahnya seorang
guru ngaji dan imam tetap Masjid Baitul Rahim serta seorang petani dan pedagang,
ibunya berdagang kecil-kecilan di rumah. Buety Nasir tumbuh melalui asuhan langsung
kedua orang tuanya. Latar belakang keluarga yang religius membentuk BN menjadi anak
yang tidak pernah jauh dari nilai-nilai Islam. Penghormatan yang luar biasa kepada guru
merupakan ajaran yang tidak pernah dilupakan oleh BN dari kedua orang tuanya. Seperti;
nasihat Imam Syafii “ Apabila engkau ingin pintar; maka hormati dan serahkan diri mu
sepenuhnya kepada guru dan pastilah guru mu menyerahkan seluruh ilmunya dengan
ikhlas” begitu orang tua BN menasihati-nya.

Buety kecil selalu mengingat berbagai pesan yang datang dari banyak gurunya.
Buety kecil sangat marah, apabila ada temannya yang menjelek-jelekkan gurunya sendiri.
Bahkan, ia tidak sungkan menasihati dan tidak jarang Buety kecil harus berantem karena
permasalahan itu. Buety kecil hampir boleh dikatakan tak pernah mau diajak pergi ke
pesta perkawinanan oleh kedua orang tuanya. Ia lebih senang pergi ke rumah gurunya
untuk bertanya tentang berbagai hal atau asyik mengurusi Madrasah yang didirikan oleh
orang tuanya. Di madrasah BN memperoleh keasyikan tersendiri, dengan bercengkrama
dan belajar bersama santri-santri lain. Buety kecil hampir tidak pernah mau melewati
berbagai pengajian-pengajian yang diadakan disekitar tempat tinggalnya7.

4
Konsepsi modern dalam peradaban ekonomi yang terus berkembang. Francis Fukuyama mendefenisikan
“trust” sebagai instrument utama dalam keberhasilan bisnis dalam sebuah perekonomian, “trust”
merupakan “modal sosial” yang keberadaannya lebih penting dibanding dengan modal-modal lain. Lihat
buku Fukuyama tentang “TRUST”.
5
tanggal dan bulan kelahiran BN bertepatan dengan tanggal dan bulan masehi Nabi Muhammad Saw lahir.
6
Keenam saudara BN tersebut adalah; anak tertua bernama Ahmad Nahrowi, selanjutnya Ahmad Asbihani,
Kurtusi, Robiatul Inayah, Robiatul Aliyah dan Ahmad Mirgoni.
7
Seperti diceritakan oleh H. Muhammad Nasir. Orang tua Drs. A. Buety Nasir kepada penulis.
Penghormatan yang total kepada gurunya bukan tanpa alasan. Buety kecil telah
terobsesi untuk menjadi guru suatu hari nanti. Ibunya sering memergoki Buety kecil
berbicara dan menulis sendiri ditembok kamar, seolah-olah ia sedang mengajar di sebuah
kelas. Tingkah laku yang ingin mengabdi pada rakyat tumbuh dalam diri Buety kecil, hal
inilah yang menjadi salah satu alasan orang tuanya mendirikan madrasah kecil pada tahun
1970-an. Agar Buety kecil suatu hari nanti dapat mewujudkan mimpinya melayani rakyat
dengan menjadi guru.

Masa kecil di Kampung Buaran Asem, meninggalkan kenangan tersendiri bagi


BN, dan banyak orang kampung yang mengenalnya. Kritis dan penuh dengan semangat
Amar Ma’ruf Nahi Munkar telah terlihat semenjak ia kecil. Di dekat perkampungan
tempat BN tinggal bersama kedua orang tua dan enam orang saudaranya terdapat sebuah
komplek AURI, dulu setiap orang yang berkendaraan melintasi komplek ini wajib melaju
pelan atau turun dan mendorong kendaraan apabila mengendarai sepeda motor termasuk
sepeda dayung. Hampir semua orang yang melintasi komplek ini selalu mematuhi aturan
ini. Hingga suatu hari BN yang masih duduk di kelas 4 SD bersama adiknya Kurtusi
mengendarai sepeda mereka masing-masing, melintas di depan komplek AURI tersebut.
Kurtusi dan BN sama-sama tahu tentang adanya aturan tersebut, Kurtusi dengan patuh
menuruni dan mendorong sepedanya. BN, justru sebaliknya. Dengan kecepatan tinggi ia
mengayuh sepedanya. Orang-orang yang bertepatan lewat dan mematuhi aturan tersebut
terdiam seribu bahasa termasuk Kurtusi. Ia heran melihat kelakukan abangnya. Tak
pelak, BN pun di cegat petugas komplek AURI. Dengan nada marah sang petugas
memarahi BN, “ hey tong lu gak tau atau pura-pura bego. Kenapa lu gak turun dari
sepeda? Lu gak liat tu semua orang yang lewat sini pada turun ngedorong sepeda ama
motornya”. Dengan nada tidak kalah galak, BN kecil menjawab. “ hey pak emang masih
jaman kolonial” sambil terus melaju dengan sepedanya. Sang petugas akhirnya pun
terdiam jutaan bahasa. kejadian tersebut menggegerkan kampung ketika itu. Kedua
orang tua BN pun dibuat terkaget-kaget mendengar cerita dari Kurtusi dan orang-orang
kampung. Tidak terbayangkan oleh mereka Buety kecil bisa berbuat seberani itu. Hari-
hari berikutnya, ketika melintas di depan komplek AURI itu Buety kecil tetap melaju
tanpa memperdulikan teguran petugas AURI. Perbuatan ini sempat membuat kedua orang
tua BN cemas. Mereka Khawatir terjadi apa-apa terhadap Buety kecil. Ketika berusaha
dinasehati oleh ibundanya Hj. Marwiyah, BN justru sebaliknya berargumen “ lah pan8
abah yang ngajarin supaya berani nyampeiin yang benar…itu pan benar, emang jaman
kolonial kita disuruh bungkuk-bungkuk turun dari sepeda hormat ke mereka “ . Sikap
berani menyampaikan yang ma’ruf dan melawan yang munkar terlihat jelas, dan tidak
dapat dibendung oleh siapa saja ketika ia relatif masih sangat kecil.

Layaknya anak-anak kecil seusia Buety ketika itu. Ia jarang sekali mau ikut
bermain, seperti main gundu (kelereng) dan mainan-mainan lainnya yang biasa
dimainkan oleh anak-anak seusianya. Kebiasanya dari kecil menurut cerita Hj.
Marwiyah, adalah kalau kemana-mana selalu mengantongi buku bacaan di saku celana.
Ketika teman-temannya asyik bermain, dia pun asyik dengan bacaannya. Demikian juga
apabila bekerja ke ladang diajak abah, H. Muhammad Nasir. Buku bacaannya tidak

8
Logat betawi sebagai ganti kata “kan”
pernah ketinggalan, walau kadang-kadang tidak dibaca. Dari kecil Buety Nasir telah
terbiasa hidup serba pas-pas-an bahkan tidak jarang serba kekurangan. ketika ia masih
sekolah SD sampai Madrasah Aliyah, dia jarang sekali membawa uang jajan kesekolah.
Namun, ia tak pernah mengeluh. Bahkan berangkat sekolah Buety kecil selalu memakai
sepatu yang telah “ngejengat”9 tapi dia tidak pernah minder. Semangat belajarnya selalu
terjaga.

Seperti kebanyakan anak-anak. Buety kecil juga tidak luput dari kenakalan.
Kebiasaannya selalu membawa buku dan membaca di rumah. Sering dijadikan senjata
rahasia yang ampuh untuk menghindar dari “suruhan” abah dan emaknya. Kalau ia
mengetahui bahwa abah atau emak akan menyuruh bekerja apa saja baik pekerjaan
membersihkan rumah atau pekerjaan-pekerjaan lain, secepat kilat ia pura-pura membaca
buku. Mengetahui anaknya sedang asyik membaca, abah dan emak sering tidak jadi
menyuruh Buety kecil, akhirnya yang disuruh saudara-saudara Buety yang lain. Kurtusi
sering kesel melihat strategi abangnya ini, ia dan beberapa saudaranya yang lain pun
berusaha menggunakan strategi yang sama. Namun, selalu gagal. Karena abah dan emak
tidak percaya mereka membaca buku, karena mereka memang jarang membaca seperti
Buety kecil.

Di masa remajanya, aura seorang pemimpin semakin terasa dalam setiap gerak
BN. Selagi belajar di Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar, Jati, Sukadiri, Kabupaten
Tangerang, Buety muda langsung terjun menjadi salah satu guru di madrasah yang
didirikan oleh orang tuanya. Mengajar dengan kondisi madrasah yang rusak dan siap
kapan saja roboh, dijalani Buety muda dengan suka hati. Pemberontakan dan kekecewaan
Buety muda akan kepedulian pemerintah terhadap pendidikan seolah terpendam dalam
kubangan otoriterian kepemimpinan nasional dan daerah pada saat itu. Jangankan bicara
tentang kesejahteraan guru, memperbaiki gedung sekolah yang mau roboh saja menjadi
mimpi yang tak mungkin.

Mengurus madrasah yang tidak memiliki payung hukum dan serba kekurangan, di
jalani BN selagi ia masih sangat muda. Yakni ketika ia masih duduk di bangku Aliyah
atau setingkat SMU. Ia telah menjadi guru bagi anak-anak miskin sekitar Tanjung Anom,
untuk memperoleh hak mereka akan pendidikan dan BN menunaikan kewajibannya
sebagai anak manusia yang memiliki sedikit ilmu untuk dibagikan kepada anak-anak
tersebut. Mereka yang belajar di madrasah hanya membayar ketika orang tuanya panen,
itu pun tak seberapa, ada yang membayar Rp. 200, ada yang hanya Rp. 100. Namun,
tidak menjadi alasan BN untuk tidak menjadi guru bagi anak-anak petani tersebut, dan
terus mengajar mereka.

II. Masa Kuliah

A. Masa Kuliah dan Titik Nadir Perjuangan

9
“Sepatu ngejengat” artinya sepatu yang udah robek depannya sehingga jari-jari kaki terlihat jelas. Bahasa
ini digunakan Hj. Marwiyah ketika bercerita dengan penulis.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar, Jati, Sukadiri, Kabupaten
Tangerang. BN melakukan aktivitasnya membantu ayahnya bertani, berdagang dan
mengajar di madrasah. Satu tahun BN mengurungkan niatnya memperdalam ilmu agama
di Perguruan Tinggi karena tidak memiliki biaya untuk kuliah. Karena biaya yang di
alokasikan untuk kuliah Buety ketika itu digunakan untuk memperbaiki rumah mereka
yang kelihatan hampir rubuh. Baru satu tahun kemudian, tepatnya tahun 1984, ia
mendapat kesempatan kuliah di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang waktu itu salah
satu Kampusnya ada di Serang10.

Wajah-wajah kecil, muda dan berasal dari keluarga miskin murid-murid


madrasah, membuat Buety muda tidak pernah nyenyak tidur. Ketika ia harus berangkat
kuliah dan harus berkonsentrasi pada kegiatan kuliahnya, murid-murid itu selalu
membayangi pikiran BN. Berat tetapi harus dilakukan. Ia memindahkan pusat
perhatiannya. Memperjuangkan pendidikan melalui cara lain. Ia memutuskan untuk
memperjuangkan nasib mereka dalam hal ini pendidikan, melalui gerakan
kemahasiswaan.

Buety muda pamit kepada kedua orang tuanya untuk fokus kuliah dan aktif dalam
pergerakan kemahasiswaan. Mulai aktif di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah),
pernah menjabat Ketua Senat Mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang,
bahkan pernah menjadi komandan resimen mahasiswa (MENWA), sehingga
mengantarkan BN menjadi satu-satunya anak Banten (masih bergabung dengan Jawa
Barat waktu itu) mendapat kehormatan Wing dari TNI-AU, untuk bergabung menjadi
salah satu penerjun payung (parasutis) dalam latihan pasukan TNI-AU itu. Untuk
mendapatkan Wing penerjuan tersebut. Maka seorang penerjun minimal telah melakukan
terjun payung sebanyak 5 kali. Ketika BN ingin melakukan terjun payung untuk pertama
kalinya, ia memohon restu dari kedua orang tuanya. Tanpa bisa menghalangi semangat
kuat anaknya H. Muhammad Nasir merestui keinginan BN. Namun, ketika BN
melakukan terjun payung. H. Muhammad Nasir di rumah selalu berdoa berharap anaknya
selamat dan sukses dalam penerjunan perdananya. Sampai terjun-terjun berikutnya, BN
berhasil mencapai persyaratan untuk mendapat Wing Parasutis dari TNI AU. Ketika
upacara penyematan Wing Parasutis di Markas TNI AU di Bandung, hampir semua
penerima Wing dihadiri dan disematkan oleh orang tuanya. Namun, BN tidak. Ia justru
dihadiri dan disematkan oleh Prof. Dr. H.M.A. Tihami (Pak Imat) yang ketika itu sebagai
Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan Fakultas Syariah IAIN Gunung Djati
Bandung. Bangga bercampur haru perasaan Pak Imat ketika itu.

Buety muda tumbuh menjadi aktivis Islam yang di kenal konsisten oleh teman-
temannya. Kegiatan pengkaderan dan dakwah Islam selalu mejadi prioritas yang diikuti
oleh BN. Buety muda tidak pernah lepas dari karakternya. Yakni; hormat dan dekat
dengan guru. Ia dikenal dekat dengan seluruh dosen di kampusnya, seperti Pak Imat atau
Prof. Dr. H.MA Tihami, Prof. Dr. Wahab Hafif dan Prof. Dr. Baihaqi. Bergaul dengan
berbagai komponen merupakan ciri Buety muda. Ia bergaul dengan berbagai kelompok
10
Sekarang IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang ada di Serang tersebut, telah berubah menjadi IAIN
Sultan Maulana Hasanudin Banten. (SMHB). Sekarang Rektor IAIN SMHB adalah, Prof. Dr. H. MA.
Tihami.
agama. Ia sering berdiskusi dengan teman-temannya yang aktif di PMII, IPNU, GP
Ansor, Pemuda Mathla’ul Anwar, PII dan aktivis-aktivis Muhammadiyah di Serang.
Konsistensinya sebagai aktivis Islam, tidak jarang menuai berbagai tantangan dalam
berdakwah. BN tidak sungkan-sungkan berbeda pendapat dengan siapa saja termasuk
gurunya. Namun, ia tetap menjaga sopan santun dalam perbedaan argumen. Pernah suatu
hari karena sering berbeda pandangan tentang permasalahan khilafiyah dengan orang tua
dan ustazd sekitar Tanjung Anom. Ketika tiba BN menjadi khotib jum’at di Masjid
Tanjung Anom, orang tua dan ustadz yang sering berbeda pandangan dengan BN,
meninggalkan masjid ketika BN naik mimbar. Tidak sampai di situ, madrasah yang
dikelolanya selalu menjadi bulan-bulanan kejahilan orang-orang yang tidak setuju dengan
gerakan dan pemikirannya. Mulai dari dilempari dengan kotoran hewan hingga dijadikan
tempat buang hajat bagi orang-orang yang tidak senang dengannya. BN menanggapi
tindakan tersebut dengan santun dan mengajak mereka untuk berdialog. BN mampu
mengatasi permasalahan perbedaan dengan baik dan santun ketika ia relatif sangat muda,
sehingga membuka pintu silahturahim dengan tokoh-tokoh yang terkadang sering
berseberangan dengan pendapatnya. Sedikit pun tidak terbesit di diri BN untuk membalas
perbuatan orang-orang yang tidak menyenanginya. Bahkan ketika ia mapan secara
ekonomi tidak jarang orang-orang itu meminta bantuan kepadanya dan ia selalu berusaha
membantu tanpa mengungkit-ungkit kejadian masa lalu. Kemampuan menyambung
silahturahim dengan tokoh-tokoh agama walau dalam bingkai perbedaan pandangan,
membentuk BN menjadi tokoh muda yang matang dalam banyak aktivitas sosial
keagamaan dan politiknya.

B. Mahir Menggunakan Senjata

Sebagai komandan Resimen Mahasiswa (MENWA) IAIN Sunan Gunung Djati


Bandung di Serang yang dekat dengan kalangan TNI. BN memperoleh berbagai
kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh TNI. Selain
sebagai satu-satunya anak Banten yang terpilih menjadi parasutis dan memperoleh wing
penerjun dari TNI AU, BN juga pernah mengikuti Sekolah Dinas Staf TNI AD di
Bandung. Melalui sekolah ini, ia banyak belajar tentang administrasi perang dan berbagai
nilai-nilai kesetiaan pada negara dan kedisiplinan.

Tidak cukup terpilih sebagai penerjun atau parasutis dari TNI AU dan Sekolah
Dinas Staf TNI AD. Ia sempat mengikuti latihan dasar militer pada PUSLATPUR (pusat
latihan tempur) di Ciuyah, Rangkas Bitung. Melalui latihan dasar militer inilah BN
merasakan bagaimana beratnya menjadi seorang prajurit. Dalam latihan dasar militer
tersebut dua orang temannya meninggal dunia karena keletihan dan tidak sanggup
mengikuti latihan. Latihan dasar militer juga membekali BN, sehingga mampu dan mahir
membongkar pasang dan menggunakan senjata jenis FN-45, FN-46, AK, M-16, Garan
atau sejenis senjata laras panjang. Pastilah bukan orang sipil sembarangan yang dapat
memperoleh keahlian militer seperti itu, pasti pihak militer telah melakukan seleksi ketat
terhadap BN. Karena pengalaman pelatihan militer tersebut, BN dipercaya oleh TNI
sebagai “perwira cadangan”, yang bertanggung jawab memimpin rakyat dalam
peperangan apabila negara dalam keadaan darurat perang.
Latar belakang pelatihan dan keahlian militer tidak sekonyong-konyong membuat
BN berprilaku militeristik dalam hubungannya dengan teman-teman aktivis lain. Justru,
latar belakang tersebut menjadi kelebihan BN dibanding teman-temannya. Selain
memiliki kapasitas intelektual sebagai seorang aktivis, BN juga memiliki semangat
perjuangan tak kenal menyerah ala militer. Pelatihan militer membentuk BN menjadi
sosok yang teratur dan disiplin dalam seluruh aktivitasnya. Sebagai aktivis. Walau sibuk
dan sering tidur larut malam, BN selalu bangun subuh. Jam tidur yang relatif sedikit, rata-
rata hanya 4 jam11, tidak mengganggu stamina BN dalam beraktivitas, karena ia telah
terbiasa dengan pola tidur seperti itu ketika mengikuti pelatihan militer di Ciuyah,
Rangkas Bitung.

C. Menonjol di Kampus

Komandan Menwa, disegani oleh teman-teman kampus dan selalu menonjol


secara intelektual, menjadikan BN tempat konsultasi bagi teman dan adik kelasnya di
IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Serang. Teman-teman dan adik-adik kelasnya
senang menemui BN untuk sekedar mengajak diskusi tentang mata kuliah dan meminta
saran pada BN tentang persiapan skripsi yang akan mereka buat.

Karena dipandang cakap dan mampu menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada


pihak kampus, BN menjadi tempat mengadu mengenai seluruh permasalahan kampus
yang dihadapi oleh mahasiswa. Pak Imat atau Prof. Dr. H. MA. Tihami12 yang pada
waktu itu merupakan Pembantu Dekan Bidang III yang mengurusi tentang
kemahasiswaan, tahu benar bagaimana BN berhadapan dengan pihak kampus untuk
menyampaikan berbagai permasalahan kemahasiswaan. Tanpa tendeng aling-aling BN
akan bersuara keras menuntut kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa pada waktu
itu. Sebagai Ketua Senat dan Komandan Menwa. BN memiliki wibawa dan perlakukan
khusus pihak kampus. Setiap saran dan kritikan yang disampaikan oleh BN pastilah
menjadi perhatian serius pihak kampus. Bahkan, menurut pak imat; BN selalu matang
dalam merancang gerakan dan kegiatan kemahasiswaan. Semua kegiatan yang dia
rancang berjalan dengan baik dan sukses.

Walaupun sibuk sebagai aktivis di kampus dan luar kampus, tidak menyebabkan
ia lalai dalam belajar di kelas. BN mampu mengatur waktunya dengan baik, sehingga
prestasi akademiknya tidak terganggu oleh kesibukannya sebagai aktivis. Ia menjadi
contoh sukses aktivis kampus waktu itu. Belajar merupakan prioritas utama baginya.
“Sebagai aktivis kita harus mampu menjadi tauladan, sukses sebagai aktivis kampus
bermakna linier dengan kesuksesan akademik” begitu kata BN.

D. Merajut Cinta

11
Karena dianggap tidak memiliki pola tidur sehat, oleh dokter BN disarankan untuk merubah pola
tidurnya yang hanya 4 jam tersebut. Buety Nasir memang mengikuti saran dokter untuk merubah pola
tidurnya. justru, dari 4 jam menjadi 3 jam, karena tingkat kesibukan BN justru terus bertambah ketika hajat-
hajat politik penting di Banten.
12
Sekarang Rektor IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten
Tampang sangar, Komandan Menwa, memiliki prestasi akademik dan kapasitas
intelektual mumpuni, tidak semerta-merta menyerabut naluri manusia BN sebagai anak
muda. BN juga tidak luput dari kehidupan asmara, yang suatu hari menjadikannya lebih
tangguh menjalani pengabdiaan pada rakyat. Dari sekian banyak mahasiswi yang datang
berdiskusi tentang permasalahan akademik seperti; minta saran untuk judul skripsi atau
hanya sekedar berdiskusi tentang permasalahan kampus. Siti Romlah atau Romlah
seorang mahasiswi yang biasa dipanggil Immawati Romlah, karena kebetulan juga
aktivis IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung
Serang, salah satu mahasiswi yang sering bertanya seputar permasalahan akademik
kepada BN. Dialah perempuan yang menjadi tambatan hati BN.

Sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta. BN yang terkenal cuek dan blak-blakan
langsung mengutarakan isi hatinya kepada sang tambatan hati. Namun, sayang sang
tambatan hati tidak pernah menjawab cinta BN. Siti Romlah tidak pernah menanggapi
serius cinta BN terhadapnya. ia tidak pernah putus asa, dia yakin bahwa Romlah adalah
gadis yang baik yang suatu hari akan mendampinginya dalam setiap kesempatan
pengabdiaannya kepada rakyat.

Masa pacaran pun tidak pernah dilalui BN karena Romlah tidak kunjung
menjawab cintanya. Di sisi lain Romlah juga disukai oleh beberapa mahasiswa di IAIN
Sunan Gunung Djati Bandung di Serang, dan Romlah juga memperlakukan mereka
seperti bagaimana memperlakukan cinta BN kepadanya. Romlah tidak kenal dengan
istilah “pacaran”. Ia mengharapkan kesungguhan dari seorang laki-laki untuk merajut
masa depan dalam sebuah bingkai rumah tangga. Dan kesungguhan tersebut terbukti
hanya dimiliki oleh BN. Dia tidak pernah pupus, dan berani mengambil keputusan
penting bagi masa depannya kelak, untuk langsung menikah tanpa melalui masa pacaran
seperti anak-anak muda sekarang. Walaupun Romlah tahu, BN bukan berasal dari
keluarga yang berada secara ekonomi.

Jadilah, Pada saat lulus kuliah BN memberanikan diri melamar Romlah. Dia
sampaikan niat tersebut kepada Romlah sebelum ia bertemu dengan kedua orang tua
Romlah di Legok. Romlah pun menyambut dengan baik niat BN. Jadilah, BN menikah
dengan Romlah. Pernikahan yang dilakukan hanya di depan penghulu dan keluarga-
keluarga dekat, tanpa pesta. BN menolak pernikahannya di pestakan. Keputusan BN
untuk tidak menggelar pesta pernikahan, bukan tanpa tentangan dari keluarganya dan
keluarga istri. BN dianggap tidak menghargai tradisi yang telah dibangun melalui pesta
pernikahan. Alasan ekonomi bukan satu-satunya alasan BN untuk tidak menggelar pesta
pernikahan. Namun, karakter BN dari awal tidak terlalu senang dengan pesta yang
diadakan tanpa memperhatikan manfaatnya. Ia tidak ingin membebani kedua orang tua
dan mertuanya, hanya untuk menggelar pesta pernikahan yang menghabiskan dana cukup
besar. Cukuplah dengan mengundang kerabat-kerabat dekat dan tetangga. Kalaupun
dana untuk pernikahannya telah disediakan, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang
lebih produktif demi kelangsungan rumah tangganya. Sikap BN seperti itu dapat
dipahami oleh orang tua dan mertuanya.
III. Menjadi Guru, Aktivis, Pedagang dan Politisi

A. Ikhlas Menjalani Tugas

Cita-cita awal BN untuk memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia, Khususnya


Banten (Jawa Barat waktu itu). Sedikit demi sedikit menemukan formatnya. Setamatnya
dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung di Serang13 (sekarang IAIN SMHB) dan setelah
menikah dengan Siti Romlah pada tahun 1990, BN kembali menekuni profesi guru di
madrasah.

BN sadar apabila ia hanya mengabdikan dirinya untuk mengelola madrasah kecil,


maka kemampuannya untuk melakukan perubahan di dunia pendidikan Banten ( masih
bergabung dengan Jawa Barat waktu itu) pasti tidak mungkin terwujud. Maka BN pun
bergiat terus di dunia pergerakan. Namun, bergiat di dunia pergerakan dan mengajar
tanpa imbalan materi, menjadi permasalahan tersendiri bagi BN. Di satu sisi ia harus
melanjutkan cita-citanya membangun pendidikan di Banten (Jawa Barat waktu itu), sisi
lain ia juga harus memberikan kecukupan nafkah kepada keluarganya. Untuk menjawab
dilema tersebut, BN memutuskan berdagang untuk menghidupi keluarga dan menompang
pergerakannya. Membuka usaha warung kecil di rumah menjadi pilihan BN, berbekal
modal Rp. 200.000 dari hasil tabungan. Ia memulai bisnis dengan tekun. Kegigihan dan
pengalaman masa kecil sebagai pedagang menjadi modal utama untuk merancang
keberhasilan usahanya. Pelan tapi pasti warung tersebut berkembang dengan pesat, dan
BN pun terus menambah modal usahanya. Sehingga usaha warungnya menjadi lebih
baik, Hingga mampu mencukupi nafkah keluarga dan menopang seluruh pergerakannya.
Dengan begitu, ia terlindung dari motif materialistik dalam pergerakannya memajukan
dunia dakwah dan pendidikan.

Di perjalanan. Usaha yang dikelola BN akhirnya sepenuhnya ditangani oleh


istrinya, Siti Romlah. Selain megelola usaha, Siti Romlah juga membuka TPA (Tempat
Pengajian Al Quran) di rumah. Sedang BN lebih banyak menghabiskan waktunya di
dunia pergerakan. Selain, mengelola madrasah BN aktif melakukan kegiatan advokasi
dan pararegal (pendampingan) terhadap masyarakat yang tertindas dan dirugikan oleh
kebijakan pemerintah. Bersama teman-temannya seperti Jupri Faisal Amir, Maman, Budi
Usman dan teman-teman lain yang bergabung dalam Forum Masyarakat Pantai Utara
Tangerang. BN Aktif melakukan advokasi terhadap abrasi yang terjadi di Pantai
Tangerang Utara . BN bersama teman-temannya berjuang agar pemerintah mengatasi
abrasi yang terjadi di pantai tersebut. Siang malam BN aktif memperjuangkan kelestarian
lingkungan pantai Tangerang Utara. Sampai-sampai istrinya, Siti Romlah protes. Karena
BN banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan advokasi tersebut. Setiap hari,
siang dan malam Romlah harus menerima banyak tamu yang datang kerumah, mau tidak
mau ia harus menyediakan hidangan untuk menyambut tamu yang ingin bertemu dan
berdiskusi dengan BN, tidak jarang tamu-tamu yang terdiri dari teman-temannya tersebut
menginap di rumah, karena pada saat itu rumah BN berfungsi sebagai posko bagi LSM
Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang.

13
Sekarang telah menjadi IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten (SMHB)
Abrasi di Pantai Tangerang Utara, memprihatinkan BN dan teman-temannya di
LSM Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang. Keterbatasan dana perjuangan sering
menjadi hambatan bagi BN dan teman-teman berjuang untuk mendesak pemerintah
memperhatikan abrasi tersebut. Namun, BN selalu mampu memberikan solusi bagi
kesulitan dana perjuangan. Ia menggunakan uang modal usaha warung yang dikelola
istrinya untuk menutupi kekurangan dana perjuangan. Siti Romlah sempat kecewa dan
kesal dengan tindakan BN yang telah banyak menghabiskan modal warung untuk
mendanai advokasi terhadap abrasi yang terjadi di Tangerang Utara. Namun, BN dengan
ringan menjelaskan pada istrinya, bahwa “ rezeki yang digunakan untuk hal-hal yang
baik, apalagi untuk kepentingan masyarakat. Pasti akan dibalas Allah dengan rezeki yang
lebih besar”, Siti Romlah pun harus memendam kepentingan pribadi dan anak-anaknya
untuk kepentingan yang lebih besar. Karena keikhlasan istri dan perjuangan BN beserta
teman-teman yang bergabung pada Forum Masyarakat Pantai Utara Tangerang. Akhirnya
pemerintah mengeluarkan dana sebesar Rp. 5 Milyar untuk menanggulangi dampak
abrasi yang terjadi di Pantai Tangerang Utara. Namun, jangan mengira ia dan teman-
teman dalam Forum tersebut mendapatkan sebagian dana tersebut untuk kepentingan
organisasi atau perorangan. BN dan teman-teman hanya berhenti pada memperjuangkan,
agar dampak abrasi tersebut ditangani oleh pemerintah. Selanjutnya, berkaitan dengan
proyek penanggulangan abrasi tersebut. Justru, dikerjakan oleh pihak yang ditunjuk oleh
pemerintah tanpa ada sangkut paut dengan BN dan teman-teman. Namun, BN dan teman-
teman tidak protes, mereka ikhlas berjuang hanya agar dampak abrasi tidak merugikan
masyarakat sekitar tanpa mengharapkan keuntungan pribadi.

Uniknya. Meski uang hasil dan modal usaha yang dikelola Siti Romlah, banyak
dihabiskan BN untuk kepentingan pergerakan, usaha warung Siti Romlah tidak
mengalami kerugian, justru rezeki untuk menambah modal usaha sering datang tak
terduga-duga. Usaha warung yang dikelola Siti Romlah terus berkembang pesat. Hingga
menjadi sebuah minimarket. BN dan Siti Romlah pun terus melakukan ekspansi usaha.
BN dan Siti Romlah mulai membuka Show Room sepeda motor di Tanjung Anom.
Seiring berkembangnya usaha yang dikelola Siti Romlah dan BN, tidak semerta-merta
merubah pola hidup keluarga BN. Siti Romlah bukan tipe istri yang suka kemewahan,
jangan berharap mendapatkan sofa atau perabotan mewah di rumah BN. Uang hasil usaha
banyak dihabiskan BN untuk membangun madrasah dan mendanai pergerakannya.

Selain merintis usaha retail dan show room yang dikelola istrinya, BN juga
memulai usaha lain. Jiwa merdeka dan mandiri begitu mendarah daging di tubuh BN.
Sama sekali tidak terbesit dalam pikiran BN untuk bekerja sebagai PNS ketika banyak
orang di kampungnya berduyun-duyun dengan berbagai cara mendaftarkan diri sebagai
PNS. BN justru memilih membuka usaha baru sebagai pengrajin batu bata. Berjibaku
dengan tanah liat. Kumal, dijalani BN. Usaha batu bata yang dikelola BN lama ke lamaan
mengalami kemajuan pesat. Ia sempat menjadi pemasok besar batu bata untuk daerah
sekitar Mauk. Sampai-sampai ia memiliki beberapa truk dan mesin pengolah batu bata
sebagai sarana pengangkutan bagi produksi batu batanya. Usaha yang sukses menjadi
kekuatan BN dalam melakukan banyak aktivitas sosial di berbagai bidang. Profesinya
sebagai guru terus dilakoni, sebagai aktivis pergerakan dakwah dan LSM semakin
menggeliat. Begitu juga dengan karier politiknya yang mulai bergerak progresif. Latar
belakang entrepreneur inilah yang kemudian membentuk pribadi mandiri BN di
pergerakan politik. Prilaku “mengemis” dengan orang lain, paling dibenci oleh BN.
Memiliki kemampuan ekonomi yang mumpuni menjaga wibawanya dalam politik,
sehingga ia membentuk citra diri sebagai politikus dan aktivis yang tidak dapat “dibeli”.
Jangan heran, dikemudian hari ia disegani oleh teman maupun rival politiknya.
Kemandirian dalam mendanai pergerakan politik dan sosial merupakan refleksi
pemahaman BN terhadap pentingnya berjuang untuk rakyat tanpa mengedepankan spirit
pragmatisme.

B. Terjun Kedunia Politik Praktis

Darah politik sudah mengalir pada BN dari sang Abah_begitu BN dan saudara-
saudaranya biasa memanggil ayahandanya_, H. Muhammad Nasir. Beliau merupakan
simpatisan fanatik MASYUMI hingga Partai Islam itu dibubarkan oleh Bung Karno.
Walau MASYUMI telah tiada. H. Muhammad Nasir tetap setia mendukung Partai Islam
lain yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan satu-satunya partai
berasaskan Islam, hasil peleburan partai-partai Islam ketika masa Orde Baru mulai
berkuasa. Sebagai seorang Ustadz Beliau aktif membantu berbagai kegiatan kampanye
PPP di Mauk, walaupun beliau tidak pernah masuk menjadi pengurus aktif di PPP.

Pembelajaran politik telah dimulai BN ketika ia masih duduk di Madrasah Aliyah


Mathla’ul Anwar Jati, Mauk, Kabupaten Tangerang. Bersama teman-teman madrasahnya
seperti Subyani Osland, Muayad (Alm) ia aktif sebagai ketua Organisasi Intra Sekolah
(OSIS) dan Pramuka. Kebiasaan berorganisasi semakin terasa ketika ia duduk di bangku
kuliah. Ia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Aktif sebagai Ketua Senat
dan Komandan MENWA IAIN Sunan Gunung Jati Bandung di Serang. Di organisasi-
organisasi tersebut BN terbiasa memimpin dan dipimpin, dalam organisasi ini pula ia
terlatih menghadapi berbagai konflik yang terjadi dan belajar menyelesaikan konflik
tersebut. Melalui organisasi pula BN memiliki basis kekuatan politik bagi aktivitas politik
praktisnya kelak.

Seperti yang telah penulis ceritakan pada bagian I dan II. Selesai dari bangku
kuliah, langsung menikah dan menjalankan aktivitasnya sebagai guru, aktivis dan
pedagang. Ketiga profesi itu dijalankan oleh BN. Namun, BN selalu menganggap
perjuangannya belum maksimal. Karena ia tidak mampu memberikan warna yang lebih
signifikan bagi kebijakan publik yang pro-rakyat. Kalau pun ada, kebijakan publik yang
bisa ia pengaruhi masih dalam skala mikro. Akhirnya pada tahun 1990 ia bergabung
dengan PPP yang merupakan satu-satunya partai Islam waktu itu. Walau tidak duduk
sebagai pengurus harian, BN aktif melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada
masyarakat untuk memenangkan PPP pada pemilu tahun 1992, komunikasi dengan
masyarakat bukan hal yang sulit bagi BN. Apalagi ia telah dikenal baik oleh masyarakat
Tangerang khususnya daerah pantai utara. Ditengah keaktifannya sebagai kader partai.
BN pun memperoleh kesempatan untuk menjadi calon anggota legislatif untuk DPRD II
Kabupaten Tangerang dari PPP. BN mengambil kesempatan tersebut dengan sungguh-
sungguh, ia yakin apabila ia bisa menjadi salah seorang anggota legislatif, maka ia dapat
memaksimalkan perjuangannya untuk pendidikan di Banten (Jawa Barat waktu itu).
Namun, apa mau dinyana BN gagal. Karena suara PPP tidak cukup untuk mengantar BN
menjadi salah satu anggota DPRD II Kabupaten Tangerang.
Walau gagal menjadi anggota DPRD II Kabupaten Tangerang pada pemilu 1992.
Buety Nasir terus memaksimalkan perannya di PPP. Tokoh Partai PPP Kabupaten
Tangerang seperti Burhanudin Somawinata yang sekarang anggota DPR RI dan Dadang
Kartasasmita yang sekarang sekretaris DPW. PPP Banten dan Anggota DPRD I Banten,
menjadi mentor bagi BN. Ia banyak belajar dari kedua politisi senior tersebut, sehingga
ia semakin matang dalam gerak dan pikir di partai. Militansi dan kesungguhan BN
berjuang di ranah politik ditunjukannya dengan tetap berusaha mendekatkan PPP di
tengah-tengah komunitas masyarakat Islam Kabupaten Tangerang saat itu. Pada pemilu
tahun 1997 menjelang reformasi, BN kembali mendapat kesempatan menjadi salah satu
calon anggota DPRD II Kabupaten Tangerang untuk kedua kalinya dari PPP. BN pun
memohon restu kepada keluarga untuk mendukung penuh rencananya. Namun, pihak
keluarga menasehati BN agar jangan terlalu ngoyo berjuang di partai, nanti ujung-
ujungnya mengecewakan.

Buety Nasir berusaha meyakini keluarganya bahwa kali ini ia pasti berhasil,
karena telah lama ia berjuang membesarkan PPP. Tidak ada alasan yang logis untuk
menempatkan BN pada urutan buntut, karena ia merupakan kader partai yang setia dan
dekat dengan banyak komponen masyarakat akar rumput.

Namun, kekhawatiran pihak keluarga terjadi. Tadinya karena dianggap berjasa


dan mampu menarik massa pemilih dalam jumlah yang lebih besar bagi PPP. BN
dijadikan calon legislatif dengan nomor jadi. Politik tetap politik. “Kepentingan”
merupakan parameter utama dalam setiap kebijakan yang dibuat. Karena dianggap kader
baru dan bukan pengurus harian partai, maka nomor urut BN pun di gantikan oleh kader
partai yang lebih senior dan telah menjabat sebagai pengurus harian. BN pun ditempatkan
pada nomor urut yang lebih rendah. Untuk kedua kalinya Buety Nasir pun, gagal dalam
usahanya menjadi anggota DPRD II Kabupaten Tangerang.

Partai memiliki pertimbangan lain tentang penggeseran nomor urut BN. Namun
kejadian tersebut, tidak membuat ia keluar dari partai. Walaupun keluarga terutama istri
BN, Siti Romlah. Teramat sangat terpukul. Karena menganggap suaminya diperlakukan
secara tidak adil oleh partai yang selama ini ia perjuangankan siang dan malam, dengan
berbagai pengorbanan. Hampir seminggu Siti Romlah tidak bersedia keluar kamar.
Romlah menghabiskan waktunya untuk sholat dan berdoa agar ditenangkan hatinya. BN
berusaha memberikan pengertian kepada sang istri tercinta untuk bersabar dan tawakal.
“Semua yang ingin kita capai tidak mungkin terus berjalan mulus, seperti yang kita
inginkan. Mungkin Allah memiliki rencana lain untuk kita”. Begitu Buety Nasir
meyakini istrinya. Kecewa, pasti. Namun, ia berusaha memahami bahwa kegagalannya
untuk kedua kali ini memiliki hikmah yang luar biasa mendalam bagi perjuangan BN di
ranah politik.

C. PBB (Partai Bulan Bintang)14 dan Kebangkitan Masyumi

14
Sekarang telah mengkonversi diri menjadi Partai Bintang Bulan (PBB), karena pada pemilu 2004 yang
lalu suara tidak mencukupi electoral trashould.
Meski gagal menjadi anggota legislatif PPP pada pemilu 1992 dan 1997, sama
sekali tidak membuat Buety Nasir melakukan propaganda atau black campaign terhadap
PPP. Ia tetap berusaha membela PPP pada setiap kebijakan politik yang diambil partai
berlambang ka’bah tersebut. Termasuk ketika proses reformasi mulai digelindingkan oleh
Mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi pada tahun 1998. Buety Nasir merupakan salah
satu tokoh dari Banten (Jawa Barat waktu itu) yang menyuarakan perlunya dilakukan
reformasi dikalangan tokoh-tokoh partai politik, karena melalui merekalah
otoriterianisme orde baru memperoleh pengesahan. Tokoh Reformasi seperti Amien Rais
dan beberapa tokoh lain dianggap pantas menjadi prioritas untuk duduk menggantikan
tokoh-tokoh PPP waktu itu.

Namun, sekali lagi. Politik ya tetap Politik. “Kepentingan” merupakan faktor


dominan dalam bergerak dan berpikir. Reformasi dalam tubuh PPP dan partai lain tidak
pernah kunjung terwujud dengan sungguh-sungguh.

Ketika Soeharto jatuh dan digantikan BJ.Habibie. Sebagai presiden baru yang
mengemban tugas mengantarkan proses pemilu Indonesia yang demokratis pada tahun
1999. Habibie pun membuka kran demokrasi di Indonesia, diwujudkan dengan kebebasan
untuk membentuk partai yang akan ikut dalam pemilu tahun 1999 tersebut.

Maka eufhoria kebebasan politik dimulai. Salah satu partai yang berdiri adalah
PBB atau Partai Bulan Bintang yang didirikan oleh para tokoh Dewan Dakwah Islam
Indonesia (DDII) yang saat itu dipimpin oleh Almarhum Anwar Harjono. Dewan
Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang didirikan dan dipimpin langsung pertama kali oleh
Almarhum Muhammad Natsir, mantan perdana menteri Indonesia dan Ketua Majelis
Syuro Muslimin (MASYUMI). Ikatan emosional dan sejarah antara Muhammad Natsir,
MASYUMI dan DDII yang didirikan beliau, tak pelak. Menjadikan PBB (Partai Bulan
Bintang) yang dideklarasikan oleh Anwar Harjono dan tokoh-tokoh DDII menjadi sangat
identik dengan MASYUMI. Bahkan dengan gamblang para pendiri PBB menyebutkan
bahwa partai ini merupakan perwujudan baru dari MASYUMI yang dulu dipimpin oleh
Muhammad Natsir.

Dengan berdirinya PBB (Partai Bulan Bintang) ditingkat pusat, melalui jaringan
aktivis dakwah Islam diseluruh Indonesia. Maka berdiri pulalah pimpinan-pimpinan
daerah dan cabang di seluruh Indonesia. Buety Nasir yang merupakan salah seorang
kader dakwah Islam yang aktif di Kabupaten Tangerang waktu itu, tertarik dengan
keberadaan partai ini. Maka dengan dorongan dan dukungan penuh H. Muhammad Nasir
ayahanda BN, yang dulu juga merupakan simpatisan MASYUMI. Ia bergabung dengan
PBB (Partai Bulan Bintang). Sebelum bergabung dengan PBB, BN memohon restu dan
dukungan teman-temannya yang ada di PPP untuk bergabung dengan partai baru tersebut.
Ternyata. BN bukan satu-satunya kader PPP yang memutuskan bergabung dengan PBB,
banyak anak-anak kader MASYUMI yang mengagumi sosok Muhammad Natsir di Jawa
Barat khususnya Kabupaten Tangerang bergabung dengan PBB.

Kelahiran PBB diyakini oleh BN sebagai kebangkitan (Nahdatul) MASYUMI.


Berjuang untuk Partai yang benar-benar ia cintai, seolah memberi energi baru bagi BN.
Siang malam BN menghabiskan waktunya untuk mengurusi partai baru ini, melakukan
sosialisasi keberbagai sudut Banten (Jawa Barat waktu itu) dilakoni BN demi suksesnya
PBB di pemilu 1999. jadilah Buety Nasir salah seorang calon anggota DPRD I Jawa
Barat dengan daerah pemilihan Kabupaten Tangerang. Namun, malang tak bisa ditolak.
Sekali lagi BN harus gagal menjadi anggota DPRD, karena PBB tidak memperoleh suara
yang memuaskan. Kegagalan BN untuk ketiga kalinya di dunia politik tidak membuat
BN surut dan menghindar dari hiruk pikuk ranah politik Jawa Barat saat itu. Runtutan
kegagalan BN di dunia politik, tidak diikuti oleh kegagalan dibidang lain. Istrinya yang
mengelola bisnis seperti; minimarket dan show room sepeda motor terus berkembang.
Tingkat kepedulian BN di dunia pendidikan terus ia lakoni. Dari hasil usaha yang
dikelola sang istri, BN berusaha memperbaiki madrasah tempat dimana selama ini ia
mengabdi. Madrasah yang tadinya tidak memiliki payung hukum. Dengan dana hasil
usaha ia rubah menjadi sebuah Yayasan yang bernama “AL-FURQON”.

D. Terbentuknya Provinsi Banten

Kran reformasi memberikan kesempatan kepada banyak komponen masyarakat di


daerah untuk bersuara menuntut perlakuan yang lebih adil dari pemerintah pusat. Salah
satunya adalah melalui konsepsi otonomi daerah. Maka lahirlah UU No. 22 dan 25 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Yang
kemudian dirubah menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2000. Kesempatan tersebut
dimamfaatkan benar oleh rakyat Banten, yang selama ini telah lama memperjuangkan
berdirinya Provinsi Banten yang lepas dari Jawa Barat.

Keinginan berdirinya Provinsi Banten merupakan sejarah panjang peradaban


Banten, keinginan tersebut telah lahir ketika Indonesia memasuki masa kemerdekaan.
Tepatnya tahun 1953, yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi Banten di
Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan
DPRD-GR sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal
25 Oktober 1970 Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium
Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata perjuangan untuk membentuk Propinsi
Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru
keinginan tersebut belum bisa diwujudkan.15

Ketika Orde Reformasi, perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena


mulai terasa semilirnya angin demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli
1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang yang kemudian Badan
Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta Rencana Kerja
dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai
terbentuk Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh
dukungan terbentuknya Propinsi Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan
melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU
Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman Wahid
mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18

15
Supandri “Sekapur Sirih Perjalanan Panjang dan Kronologis Terbentuknya Provinsi Banten 1953-2000”
Nopember 2000 dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur
H. Hakamudin Djamal untuk menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu
sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih
Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Banten pertama16.

Proses pembentukan Provinsi Banten tidak luput dari perhatiaan BN. Sebagai
aktivis partai dan aktivis Islam yang memahami sejarah panjang Banten. Buety Nasir ikut
andil dalam memperjuangkan terbentuknya provinsi baru tersebut. Melalui Forum
Masyarakat Tangerang (FORMATANG) BN bersama teman-temannya seperti Jupri
Faisal Amir yang saat itu sebagai Sekretaris Jenderal FORMATANG, H. Ucung Mansur
aktivis GP52 serta dorongan dan dukungan penuh dari tokoh senior Tangerang H. Sagaf
Usman, aktif melakukan mobilisasi massa di Kabupaten Tangerang untuk melakukan
desakan kepada pemerintah pusat agar segera mengesahkan pendirian provinsi Banten.
Sebagai aktivis yang bertugas melakukan mobilisasi massa, BN bersama tokoh-tokoh
yang aktif memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten terus mengawal sidang Paripurna
DPR-RI pada tanggal 4 Oktober 2000 untuk mengesahkan RUU tentang Provinsi Banten
menjadi UU No. 23 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Banten.

Posisi Buety sebagai tokoh yang bertugas memobilisir masa ketika itu. Ia muncul
sebagai pimpinan pergerakan massa untuk mendesak pemerintah pusat dan DPR RI
mengesahkan pendirian provinsi Banten. Di sisi lain pada saat itu, pembentukan Provinsi
Banten mengalami dilemma. Tangerang yang merupakan bagian penting dari territorial
provinsi Banten yang akan dibentuk, belum memberikan sikap tegas untuk bergabung
dan mendukung pendirian provinsi Banten. Bahkan nyaris sulit untuk dibujuk agar
bergabung dengan provinsi Banten. Sekali lagi, Buety Nasir menggunakan kelihainya
dalam berdiplomasi dengan berbagai pihak. Berbagai usaha diplomasi dilakukan BN dan
teman-temannya serta dukungan penuh H. Sagaf Usman, untuk meyakini pemerintah
daerah Kabupaten dan Kota Tangerang terutama DPRD II-nya untuk mendukung dan
bergabung bersama provinsi Banten. Keengganan Kota dan Kabupaten Tangerang untuk
bergabung dengan provinsi Banten bukan tanpa alasan rasional. Pemerintah dan DPRD
Kota dan Kabupaten Tangerang masih mempertimbangkan manfaat ikut bergabungnya
kedua wilayah penyangga DKI Jakarta ini dengan Banten. Pertama., secara territorial
akses ke DKI. Jakarta lebih baik dibanding apabila Tangerang bergabung dengan
Provinsi Banten yang akan dibentuk. Kedua, dari sisi pengembangan ekonomi
bergabungnya Tangerang dengan Provinsi Banten tidak menjamin perekonomian
Tangerang lebih baik. Jangan-jangan. Justru, dengan bergabungnya Tangerang dengan
Provinsi Banten akan mereduksi pembangunan ekonomi di Tangerang. Kedua alasan ini
yang menurut Prof. H. M.A. Tihami sangat rasional dan sulit kita meyakini Tangerang
menggunakan kedua pendekatan tersebut. Karena tanpa bergabung dengan Provinsi
Banten, Tangerang tetap menjadi daerah dengan kondisi perekonomian lebih baik
disbanding empat kabupaten dan kota lain yang akan bergabung dengan Provinsi Banten.
Belum lagi karakter masyarakat urban yang terbiasa dengan konstruksi budaya Jakarta
yang majemuk, bertolak belakang dengan budaya Banten yang lebih homogen.
Kelompok muda Tangerang yang bergabung dalam FORMATANG, Buety Nasir, Jupri

16
Lihat WWW.Banten.go.id
Faisal Amir, H.Ucung Mansur dan teman-teman bersama tokoh senior Tangerang H.
Sagaf Usman tidak kehabisan akal untuk meyakini pemerintah dan DPRD Tangerang
untuk turut serta dalam pembentukan Provinsi Banten, karena tanpa keikutan serta
Tangerang. Mustahil, Provinsi Banten terbentuk dengan mulus.

Melalui diskusi panjang para Aktivis muda yang bergabung dalam


FORMATANG dengan Prof. Dr. H.M.A. Tihami, tercetus ide untuk tidak menggunakan
pendekatan ekonomi. Namun, menggunakan pendekatan emosional dan sejarah. Mulailah
FORMATANG yang di motori Buety Nasir, Jupri Faisal Amir, H.Ucung dan tokoh-tokoh
muda Tangerang lain meyakini pemerintah daerah dan DPRD Kota dan Kabupaten
Tangerang tentang pentingnya Tangerang bergabung dengan Provinsi Banten.
Keterkaitan sejarah mulai dari kekuasaan para Sultan di Banten digunakan sebagai dalil
untuk meyakini pihak Tangerang. Diplomasi dengan pihak pemerintah dan DPRD Kota
dan Kabupaten Tangerang mencapai puncaknya ketika pada tanggal 22 Januari 2000,
pimpinan DPRD Kabupaten menyampaikan surat pernyataan persetujuan dibentuknya
Provinsi Banten. Diikuti oleh pemerintah dan DPRD Kota Tangerang setelah itu.

Berdirinya Provinsi Banten tidak dinyana membawa keuntungan tersendiri bagi


BN. Seiring terbentuknya Provinsi Banten, maka dilakukan penyesuaian komposisi
pemerintah Provinsi, termasuk DPRD I Banten. BN yang menjadi calon anggota DPRD I
untuk Jawa Barat pada pemilu tahun 1999 yang lalu dan gagal karena suaranya tidak
mencukupi. Maka, dengan berdirinya Provinsi Banten BN menjadi calon jadi untuk
DPRD I Banten dan suaranya mencukupi. Jadilah BN salah seorang anggota DPRD I
Banten dari PBB yang memperoleh 2 kursi saat itu. Melalui lembaga inilah peran-peran
politik kedaerahan BN dalam mempengaruhi kebijakan publik mulia terlihat. Duduknya
Buety Nasir sebagai anggota DPRD I Banten menjadi tonggak sejarah baru bagi
perkembangan politik Banten, terutama politik hukum untuk pendidikan17.

E. Manifesto Politik Guru

Menjadi anggota DPRD, bukan tanpa pemikiran yang matang, yang selalu
terniang dalam benak Buety adalah bagaimana dapat melanjutkan perjuangannya dalam
ranah makro, yakni kebijakan politik. Maka keputusan BN bergabung dengan Partai
Bulan Bintang, dan pada akhirnya menjadi anggota DPRD Banten, setelah memisahkan
diri dari Jawa Barat. Menjadi tonggak sejarah baru bagi “Manifesto Politik Guru”.
Mengapa disebut demikian?. Dari awal BN merupakan sosok yang peduli dan bercita-cita
untuk memperjuangkan guru dan pendidikan. Keputusan menjadi politisi merupakan
bentuk kesadaran akan pentingnya “ruang kebijakan” yang pro-pendidikan dan guru.
Perubahan tidak dapat tercipta tanpa ada kekuatan politik yang mendorong-nya.

17
Politik Hukum Untuk pendidikan merupakan terminology yang penulis gunakan untuk menjelaskan
proses pembuatan landasan hukum bagi sebuah kebijakan. Melalui proses politik di DPRD maka lahirlah
sebuah aturan atau landasan kebijakan yang akan diimplementasikan oleh eksekutif sebagai eksekutor dari
kebijakan yang telah dibuat. Keputusan di DPRD merupakan landasan hukum bagi eksekutif untuk
bertindak. Misal; RAPBD yang sudah disahkan oleh DPRD menjadi APBD menjadi produk hukum bagi
eksekutif untuk melakukan eksekusi dari pengesahan tersebut. Demikian pula dengan politik hukum
pendidikan, merupakan landasan kebijakan pendidikan yang lahir dari proses politik di DPRD, yang
kemudian wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau eksekutif.
“Manifesto Politik Guru”, bermakna bahwa BN bergiat di arena politik merupakan
perwujudan perjuangannya untuk dunia pendidikan dan kesejahteraan guru. Politik
merupakan ranah “pertempuran” saling mempengaruhi setiap kebijakan yang dibuat oleh
Negara, pihak yang memiliki argumentasi kuat dan dukungan penuh dari berbagai elemen
kekuatan politik, pastilah menjadi jawara dan melakukan remotisasi (mengarahkan)
kebijakan Negara. Ini yang dilakukan oleh BN selama menjadi anggota DPRD Banten.

Buety Nasir sadar keberadaannya di DPRD I Banten merupakan amanah yang


dibebankan Allah SWT dan rakyat Banten. Konsitensinya memegang nilai Islam dan
nilai-nilai perjuangan untuk kesejahteraan rakyat akan diuji di lembaga ini. Perjuangan
BN diranah Mikro terutama di dunia pendidikan melalui Madrasah telah teruji,
memperjuangkan nasib rakyat kecil yang dirugikan oleh perusakan lingkungan hidup pun
telah ia lalui dengan cemerlang, demikian pula dengan kepedulian BN dengan
permasalahan sosial ekonomi yang lain telah dicatat dengan tinta emas oleh rakyat
Banten khususnya rakyat Kabupaten Tangerang. Tinggal bagaimana kontinuitas
perjuangan BN di wilayah politik praktis yang sarat dengan nilai-nilai pragmatisme dan
kemunafikan.

F. Madrasah, Pengabdian dan Pendidikan untuk Bocah Kampung

Bagi Buety Nasir berdirinya Yayasan AL-FURQON yang terdiri dari Madrasah
Ibtidaiyah, SMP dan SMU, pada tahun 1998 yang semula hanya sebuah madrasah kecil
yang dikelola secara informal oleh ayahnya dan dilanjutkannya, merupakan cita-cita
besarnya untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi pendidikan. Melalui madrasah ini ia
memberikan pengabdiannya kepada masyarakat Mauk khususnya, agar dapat
meningkatkan sumber daya manusianya. Yayasan Al-Furqon yang menampung sekitar
500 siswa-siswi ini membebaskan seluruh siswa-siswinya dari biaya sekolah.

Sebelum menjadi anggota DPRD I Banten, Hampir seluruh keuntungan hasil


bisnisnya dialokasikan untuk membangun dan menalangi operasional sekolah. Sampai-
sampai BN dan keluarga tidak memiliki rumah yang layak bagi seseorang yang usahanya
maju. Hampir setiap hari guru-guru di sekolahan mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, SMP
dan SMU selalu makan siang di rumah Buety Nasir yang terletak tidak jauh dari
sekolahan. “Pak Buety dan Bu Romlah orangnya selalu terbuka dan baik kepada seluruh
guru dan pegawai sekolah maupun yayasan” kata Pak Sarman dan Pak Hasyim, kepala
sekolah SMP dan pegawai Yayasan Al Furqon.

Setelah menjadi anggota DPRD I Banten. Pendapatan hasil usaha tidak lagi
digunakan untuk membangun dan menalangi biaya operasional sekolah dan yayasan. Gaji
BN sebagai anggota DPRD dialokasikan sepenuhnya untuk mendanai pembangunan dan
operasional sekolah maupun yayasan. Perjuangan BN mengelola dan membangun
sekolah yang direncanakan akan dibangun menjadi pesantren modern ini sangat panjang
dan penuh liku-liku. Seperti pernah penulis ceritakan pada bagian-bagian awal.
Sekolahan atau madrasah ini selalu menjadi bulan-bulanan bagi orang-orang yang tidak
menyenangi Buety Nasir. Dilempari kotoran hewan, dijadikan tempat buang hajat
menjadi hal yang biasa dihadapi BN, istri dan para pengurus madrasah. Pada saat-saat
pertama madrasah ini berdiri secara formal dengan memiliki badan hukum. Siswa-siswi
yang bersekolah hanya anak-anak saudara dekat dan keluarga Buety Nasir.

Kini sekolah yang terletak Di Jalan Sangrila Indah No. 5, Buaran Asem,
Tanjung Anom, Kabupaten Tangerang itu telah berubah menjadi Al Furqon Islamic
Boarding School yang merupakan system pendidikan full day pertama di pantai uatara,
dengan gedung tiga lantai yang sedang dibangun, lengkap dengan berbagai sarana yang
sedang dipersiapkan. Luas lahan yang hampir 3 Hektar, di harapkan Buety Nasir akan
menjadi salah satu sekolah yang dapat menampung anak-anak Banten tanpa harus
mengeluarkan dana sedikit pun. Kecewa dengan eksekutif tidak membuat BN berdiam
diri.

Sebelum menjadi anggota DPRD I Banten, Pada tahun 1998 BN telah


memutuskan memperkuat Madrasah yang didirikan oleh orang tuanya, yang mana di
tempat itulah ia menghabiskan waktunya mengajar anak-anak miskin agar dapat
merubah nasib. BN membentuk Yayasan Al-Furqon yang fokus pada pengembangan
pendidikan, mulai dari RA atau TK Islam, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP dan SMA di
Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Sampai dengan hari ini, Sekolah ini mendidik
lebih dari 500 siswa yang terdiri dari berbagai strata ekonomi, terutama dari rakyat
miskin sekitar Mauk. Keputusan BN mendirikan sekolah di kampung atau desa
merupakan bentuk komitmen BN terhadap pentingnya pembangunan melalui pedesaan.
Peningkatan kualitas SDM di kampung akan memberikan efek domino yang lebih besar
bagi pemerataan pembangunan di sebuah daerah. Desa merupakan pusat tumbuh
suburnya kemiskinan, maka permasalahan kesejahteraan harus dibenahi dari pusatnya.
Dan harus dimulai dari pendidikan. Motif Bisnis. Sama sekali tidak terbesit di benak BN.
“Kalau ingin cari uang buat apa saya buat sekolah di kampung” kata BN.

Keberadaan sekolah yang didirikan BN di Mauk begitu terasa manfaatnya..


Yayasan Al furqon ingin diarahkan oleh BN menjadi sebuah lembaga pendidikan yang
peduli dengan kualitas SDM anak-anak kampung, BN berharap mereka menjadi anak-
anak yang unggul ilmu pengetahuan dan tinggi kualitas religiusnya. Oleh sebab itu BN
fokus pada pembangunan madrasah. Mengapa madrasah?. Semakin tidak populernya
pendidikan madrasah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi BN. Madrasah merupakan
lembaga pendidikan kelas tiga bagi kebanyakan masyarakat. Pandangan seperti ini, bukan
karena murni perubahan karakter dan cara berpikir masyarakat. Menurut BN. Justru,
karena ketidakmampuan banyak madrasah di Indonesia yang tidak mampu menyesuaikan
perkembangan jaman dan kebutuhan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat. Oleh
sebab itu merupakan tanggung jawab saya sebagai alumni dan aktivis Islam untuk
mengembalikan kejayaan madrasah. Tutur BN.

Sosialisasi pendidikan madrasah aktif dilakukan BN dan istrinya, Siti Romlah.


Buety Nasir berkeyakinan, bahwa metode pendidikan yang cocok dengan karakter
Banten adalah pendidikan yang berbasis madrasah. “Kita tidak akan menyerabut akar
kearifan lokal Banten yang sarat dengan nilai-nilai dan simbol Islam apabila kita
mengembangkan metode pendidikan madrasah didaerah kita ini” begitu BN berargumen
tentang pentingnya revitalisasi pendidikan dengan karakter dan metode madrasah di
Banten.
G. Komisi E, Untuk Kesejahteraan

Ketika terpilih menjadi anggota DPRD I Banten. BN memutuskan untuk


bergabung di komisi E DPRD Banten, bahkan sempat menjadi Ketua komisi walaupun
partai yang ia pimpin hanya memiliki 2 kursi di DPRD pada tahun 1999, indikasi bahwa
Buety Nasir dihormati dan disegani oleh berbagai elemen politik lain walaupun suara
partainya kecil. Komisi E DPRD Banten yang membidangi KESRA atau kesejahteraan
rakyat yang meliputi : Agama, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi,
ketenagakerjaan, kepemudaan dan olahraga, sosial-budaya, kesehatan, keluarga
berencana, peranan wanita, transmigrasi, musium dan cagar alam.

Pilihan BN untuk mengurusi bidang ini merupakan refleksi dari keinginan keras
untuk memperjuangkan rakyat kecil, yang selama ini ia menjadi bagian di dalamnya.
Pengalaman masa kecil dan perjuangan menjadi guru kampung, dirasakan langsung oleh
BN. Bagaimana rakyat hidup seolah tanpa perhatian dari pemerintah. Kesejahteraan
mereka merupakan keniscayaan yang harus diperjuangkan oleh BN. Namun, BN sadar
betul. Bahwa perjuangan tidak dapat dilakukan secara sporadis. Perjuangan harus
dilakukan melalui strategi “prioritas”. Pendidikan menjadi pilihan pertama bagi BN untuk
diperjuangkan. Maka, selama menjadi ketua komisi E DPRD Banten, BN sepenuh tenaga
mencurahkan perhatiannya pada sektor ini.

Langkah awal BN adalah mendorong anggaran pendidikan agar lebih besar. BN


mendesak kebijakan pemerintah agar menaikkan anggaran pendidikan dalam APBD.
Khususnya meningkatkan kesejahteraan guru dan pembangunan fisik sekolah-sekolah di
Banten. Belum maksimal memang. Namun, BN tidak lelah memperjuangkan
kesejahteraan guru dan pembenahan fisik sekolah-sekolah di Banten, terutama sekolah
tingkat dasar. Komitmen BN terhadap kesejahteraan guru dan pendidikan tidak pernah
surut di telan hiruk pikuknya politik Banten. Pada saat BN terpilih kembali menjadi
anggota DPRD Banten untuk yang kedua kalinya, BN tetap ber komitmen duduk di
komisi E walau bukan sebagai Ketua Komisi. Teman-teman sejawat BN, sering mencibir.
“Bet, ente gak bosen di komisi E, gak ada duitnya! Terus ngurusin orang susah, lagi”.
Dengan diplomatis BN menjawab “ justru karena orang susah-lah ane jadi anggota
dewan, ane punya utang dengan mereka”.

H. Merasa Bersalah

Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan", dan Ayat (2) "Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Janji pemerintah ini dikukuhkan
lagi dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan DPR 11 Juni
2003, ditandatangani Presiden 8 Juli 2003.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) antara lain


disebutkan: Pertama, "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu" (Pasal 5 Ayat (1)). Kedua, "setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar" (Pasal 6 Ayat
(1)). Ketiga, "pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi" (Pasal 11 Ayat (1)). Keempat, "pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menjamin tersedianya anggaran guna terselenggaranya pendidikan bagi
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun" (Pasal 11 Ayat
(2))18.

Dalam tiga tahun terakhir ini, hampir 50 persen atau 110 ribu siswa dari 288 ribu
siswa di Kabupaten Lebak mengalami putus sekolah. Jumlah anak putus sekolah di
Provinsi Banten membengkak dari 98.967 anak menjadi 292.869 anak atau hampir 30
persen dari 989.697, jumlah anak usia sekolah yang ada19.

Ketika membaca berita tersebut BN sangat gelisah. Ia merasa bersalah, karena


tidak maksimal memperjuangkan pembangunan sektor pendidikan di Banten. BN pun
mengumpulkan teman-teman sejawatnya untuk membahas permasalahan ini. Menurut
BN pembangunan sektor pendidikan belum maksimal karena tidak adanya keseriusan
eksekutif dalam manifestasi program-program pendidikan. Padahal undang-undang telah
jelas mengamanatkannya kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Banyaknya jumlah
anak putus sekolah di Banten dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan ekonomi orang
tua mereka. Ini berarti pemerintah dan pemerintah daerah belum mampu melaksanakan
tuntutan undang-undang. Padahal Mengacu Pasal 31 Amandemen UUD 1945 Ayat (1)
dan (2), UU SPN No 20/2003, dan kesepakatan dalam Konvensi Internasional Bidang
Pendidikan di Dakkar tahun 2000, masyarakat bisa mempunyai persepsi, pendidikan
dasar akan gratis20. Menurut BN, kenyataannya siswa masih dikenai berbagai pungutan,
baik di sekolah swasta maupun sekolah negeri. Bahkan ditengarai, Komite Sekolah yang
semestinya berfungsi sebagai lembaga pengontrol sekolah malah memberikan justifikasi
bagi berbagai pungutan yang diadakan sekolah21. Pemberian subsidi biaya oleh
pemerintah tidak serta-merta menggratiskan pendidikan bagi warga. Maka situasi ini
harus diperbaiki, saya akan berjuang tanpa henti agar pemerintah daerah melaksanakan
amanat UU agar anggaran pendidikan dalam APBD mencapai 20%. Namun, pemerintah
juga harus tegas mengawasi pelaksanaan pendistribusian anggaran agar rakyat tidak
dibebani berbagai biaya yang dipungut oleh sekolah. Jangan sampai pendidikan gratis
hanya politik hukum dalam undang-undang. Namun, bermasalah pada ranah pelaksanaan
di lapangan.

Undang-undang telah menjamin hak-hak warga Negara untuk memperoleh


pendidikan. Namun, undang-undang sering bertabrakan dengan realitas kebijakan yang
tidak mematuhi UU tersebut, oleh sebab itu merupakan amanah yang besar bagi Buety
Nasir untuk mewujudkan nilai-nilai normatif dari UU tersebut. BN berkeyakinan mampu
mewujudkan amanat UU tersebut, karena dari awal cita-cita utamanya adalah memajukan
dunia pendidikan rakyat di Banten. “ Mari kita bangun Indonesia mulai dari Banten “
begitu kata BN.

18
Lihat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN)
19
www. Tempo Interaktif.com
20
Kompas, 31/8/2003
21
Kompas, 2/8/2004
I. Melawan Korupsi

Ketika isu terlibatnya anggota DPRD I Banten dalam korupsi dana


perumahan yang dilakukan oleh Gubernur Banten, Joko Munandar. Yang telah divonis
bersalah oleh Pengadilan Tinggi Banten. Buety Nasir merupakan salah seorang anggota
DPRD I Banten yang sama sekali tidak terlibat dalam kasus tersebut. Merupakan
tindakan bodoh dan ceroboh apabila ia terlibat dalam kasus tersebut.

Buety Nasir menjadi salah seorang anggota dewan yang paling disegani oleh para
eksekutif terutama kepala-kepala dinas. BN selalu menjaga jarak dengan mereka. Ia
selalu menghindari untuk datang ke kantor eksekutif, karena ada stigma. Apabila anggota
dewan datang ke dinas maka pasti mau minta “jatah”. Ia dikenal bersih dari praktek
amoral korupsi selama di DPRD I Banten. Konsitensi memegang teguh nilai-nilai Islam
selalu ia jaga, bertindak salah sedikit akan menyebabkan seluruh perjuangan yang ia
lakukan selama ini menjadi sia-sia. Pesan dan nasihat kedua orang tuanya selalu terniang-
niang di kepala Buety Nasir. Pentingnya menjaga kehormatan diri dan keluarga tidak
pernah diabaikan oleh BN.

Konsistensi dalam politik berarti berani melawan praktek-praktek amoral di


seluruh sendi kehidupan berbangsa dan Negara terutama di tubuh pemerintah dan
legislatif. Bisnis yang mapan dan menguntungkan menjadi salah satu tameng ampuh bagi
BN untuk menghindari diri dari praktek tak beradab semacam korupsi. Namun, citra
(image)22 yang terlanjur disematkan kepada seluruh birokrat dan legislator sebagai
“koruptor” menjadi permasalahan tersendiri bagi BN. Merubah pradigma masyarakat
terhadap para birokrat dan legislator bukan pekerjaan mudah. Oleh sebab itu BN terus
berusaha agar Bisnis yang lebih banyak dikelola oleh istrinya terus menjadi sandaran
utamanya dalam seluruh pergerakan politik dan sosial.

J. Geliat Kepemimpinan Buety Nasir Di PBB

Sebagai aktivis Partai Bulan Bintang (PBB). Pertama kali Buety Nasir menjabat
sebagai wakil sekretaris DPC. PBB Kabupaten Tangerang periode 1998-2000. Kemudian
pada tahun 2001 ia masuk jajaran pengurus DPW. Banten sebagai wakil ketua untuk
masa jabatan 2001-2005, sedangkan ketua umum waktu itu dipimpin oleh Hilman Indra,
yang sekarang menjadi Anggota DPR-RI. Selain sebagai wakil ketua DPW.PBB Banten,
BN juga menjabat sebagai Ketua DPW. Pemuda Bulan Bintang Provinsi Banten. Seluruh
22
Citra atau image merupakan gambaran yang dihasilkan kesan mental. Citraan (imagery) merupakan
bayangan visual yang hadir lantaran ada sesuatu yang menyentuh saklar memori untuk mengingatnya pada
sesuatu yang lain. Sebuah kata, symbol, atau benda tertentu yang merangsang memori membayangkan atau
memvisualisasikan sesuatu atau peristiwa, termasuk kategori pencitraan. Ia dihadirkan oleh memori yang
didalamnya bersemayam berbagai pengalaman. Maka ketika kata atau symbol itu mencitrakan sesuatu,
memori seketika menghidupkannya sesuai dengan pengalaman masa lalu dan pengenalan pada sesuatu.
Sebutlah gambar bulan bintang. Ia bisa menjadi ikon, bisa juga citra. Orang partai akan mengatakan bahwa
bulan bintang merupakan lambang dari partai bintang bulan (PBB) sedang yang lain akan mengatakan itu
mengait-ngaitkan bulan bintang dengan nilai-nilai Islam.
amanah yang dibebankan kepada BN sebagai pengurus partai ia lakoni dengan totalitas.
Ia merupakan salah seorang tokoh PBB Banten yang paling aktif membina konstituennya
diberbagai daerah di Banten. Sehingga pada pemilu tahun 2004 yang lalu PBB mampu
meningkatkan jumlah suaranya di Banten, yang tadinya hanya memiliki 2 kursi di DPRD
I Banten kini mempunyai 3 kursi.
Berbagai dinamisasi yang terjadi dalam partai semakin meneguhkan ketokohan
Buety Nasir di Partai dan masyarakat Banten. Pada saat pemilihan presiden langsung
yang pertama di Indonesia, BN membuat sebuah gebrakan yang luar biasa berani dan
mengancam posisinya sebagai anggota DPRD I Banten dan posisinya sebagai pimpinan
partai. PBB, partai tempat dimana selama ini ia mengabdikan perjuangannya untuk
rakyat, saat itu memutuskan untuk bergabung dan berkoalisi bersama Partai Demokrat
dan PKPI untuk mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK)
sebagai presiden dan wakil presiden. Buety Nasir memiliki pandangan dan pilihan
tersendiri terhadap calon-calon presiden tersebut. Secara pribadi ia memutuskan untuk
mendukung bahkan menjadi ketua tim sukses Amien Rais-Siswono Yudhohusodo dari
kalangan elemen ormas-ormas seperti; Persis dan Muhammadiyah yang bergabung dalam
Masyarakat Peduli Reformasi (MPR). Dukungan bahkan menjadi ketua tim sukses
Amien-Siswono merupakan ijtihad pribadinya. Sejalan dengan tokoh-tokoh PBB lain
seperti; Husein Umar, Ahmad Sumargono. BN tidak bisa menyembunyikan ketidak
sepakatannya terhadap keputusan Partainya tersebut. Namun, ijtihad ini tidak membuat
BN tidak menghormati keputusan DPP.PBB. BN sangat menghormati dan akan turut
mengamankan keputusan tersebut ditingkat bawah, tetapi beliau juga berharap DPP
menghormati perbedaan pandangan tersebut sebagai dinamika dalam berpolitik.

Bagi DPP.PBB, tindakan BN tersebut merupakan “dosa besar” yang sulit


dimaafkan. Berbagai manuver dilakukan pihak-pihak yang tidak senang dengan BN agar
ia disingkirkan dari kepengurusan partai dan posisinya sebagai anggota DPRD I Banten.
Puncaknya terjadi, ketika Musyawarah Wilayah (Muswil) PBB pada tanggal 28-31
Januari 2005. pada Muswil tersebut Buety Nasir terpilih sebagai Ketua DPW. PBB
periode 2005-2010. BN dipilih hampir 60 % peserta Muswil yang berasal dari pengurus
cabang dan anak cabang se-Banten. Namun, kemenangan BN tersebut dianulir oleh
DPP.PBB karena ada protes yang berasal dari beberapa pihak yang menganggap
pemilihan tersebut penuh dengan praktek kecurangan23. Musyawarah Wilayah pun
diulang. Muswil yang kedua ini dilaksanakan di Serang. Dengan agenda pemilihan ulang
ketua DPW.PBB Periode 2005-2010. Namun, kali ini ketangguhan BN teruji sebagai
kader terbaik PBB di Banten. Dukungan kader partai yang berasal dari cabang dan anak
cabang justru menggelembung menjadi lebih besar hingga ia memperoleh dukungan 90%
dari peserta Muswil, dukungan itu bagai bola salju semakin digelindingkan kebawah
maka makin besar dukungan yang datang. Itulah demokrasi di partai politik. Segala usaha
bisa dilakukan untuk menyingkirkan lawan atau teman politik yang tidak sejalan. Namun,
setelah berbagai proses dilalui dan muncul pihak yang lebih besar dukungannya maka
harus diakui dan dihormati. Jadilah Buety Nasir sebagai ketua DPW.PBB Periode 2005-
2010.

23
Buety Nasir dipersulit menjabat sebagai Ketua DPW.Banten. Karena dianggap memiliki “dosa besar”
ketika pemilihan presiden langsung yang lalu. Seperti penulis ceritakan pada Bab ini juga, pada saat itu BN
berbeda pandangan dan pilihan dengan DPP. Ia memilih mendukung secara pribadi, Amien Rais-Siswono
Yudhohusodo sebagai presiden dan wakil presiden.
Dimasa kepemimpinan BN sebagai ketua partai geliat kegiatan dan sosialisasi
PBB Banten semakin menjadi-jadi. Satu tahun dibawah kepemimpinan Buety Nasir. PBB
yang hanya memiliki 3 kursi di DPRD I Banten memiliki wibawa tersendiri dimata
partai-partai lain di Banten. Perspektif masyarakat Banten pun agak berubah terhadap
gerakan politik PBB di Banten ketika dipimpin BN. Kedekatan BN dengan berbagai
komponen masyarakat di Banten menjadi modal utama bagi PBB untuk meraup suara
yang lebih besar pada pemilu 2009 nanti, serta memaksimalkan perannya pada Pilkada
Banten yang akan dilaksanakan pada bulan November 2006.

Posisi BN sebagai ketua partai, cukup disegani dan diperhitungan oleh banyak
pihak, terutama kolega BN di partai politik lain. Membangun komunikasi politik dengan
para kolega di luar partai yang ia pimpin dirasa sangat penting sehingga memberikan
ruang yang luas bagi BN, untuk melakukan peran-peran startegis dalam gerakan politik di
Banten. Termasuk keputusan BN untuk ikut serta dalam pencalonan Gubernur dan Wakil
Gubernur pada pemilihan langsung pertama di Banten pada November 2006. Keputusan
tersebut dibuat BN setelah melakukan komunikasi politik yang matang dengan kolega-
koleganya di luar Partai Bulan Bintang (PBB).

Hubungan baik dengan koleganya di partai politik lain selalu berusaha dijaga
Buety Nasir. Sampai-sampai permasalahan konstuen partai masing-masing juga dijaga
benar oleh BN. Ia tidak ingin merebut dan mempengaruhi konstuen tetap partai lain untuk
bergabung dan mendukung partainya, walaupun sebenarnya ia mampu. Contoh
sederhana, ia tidak pernah merebut konstuen Partai Golkar yang ada di Mathla’ul Anwar.
BN keberatan menggunakan cara-cara licik mengalihkan dukungan sebuah komunitas
kepada partainya, ia akan tetap memberikan ruang mereka untuk menetapkan sendiri
pilihannya walaupun ia memiliki hubungan baik dengan komunitas bersangkutan. Contoh
lain. Ia tidak berusaha mengganggu konstuen PAN yang ada di Muhammadiyah, walau ia
memiliki hubungan panjang dengan ormas bersangkutan. Namun, ia tetap memberikan
kesempatan dan ruang untuk menentukan dengan logis pilihan masyarakat. Demikian
pula dengan komunitas-komunitas lain.
VI. Menuju Puncak Kepemimpinan Banten

A. Natsir Muda-nya Banten

Kekaguman BN terhadap tokoh Islam Indonesia, mantan Ketua Masyumi, M.


Natsir. Menjadi refleksinya dalam setiap gerakan politik yang dilakukannya. BN selalu
mempertahankan spirit Islam dalam berpolitik. Kedekatannya dengan berbagai kelompok
merupakan hasil contoh sederhana yang ia ambil dari M. Natsir. BN dekat dengan banyak
Kiyai di Banten seperti KH. Dimyati dari Cilongoh, Pasar Kemis, Tangerang. Hasan
Alydrus dari Lebak yang merupakan Tokoh Muhammadiyah Banten, Prof. Dr. H.MA.
Tihami, Tokoh pendidikan madrasah seperti Drs. E. Ansorullah, KH. Baikandi dari
Ponpes Darul Arham, Rajeg, KH. Mumung Mutaqien dari Petir, Serang, KH. Amir dari
Ponpes Kemiri, Kabupaten Tangerang Serta banyak Kiyai NU yang ada di seluruh
Banten.
Belum lagi kedekatannya dengan Tokoh-tokoh Mathlaul Anwar di Banten.
Kedekatan BN dengan tokoh-tokoh Islam membuat ia mudah diterima di seluruh
komponen umat Islam di Banten. BN menginginkan Islam di Banten dapat melakukan
transformasi nilai dalam kehidupan bernegara. Nilai-nilai Islam selalu menjadi panduan
bagi BN dalam berpolitik. Loyalitas terhadap janji yang telah diikrarkan menjadi hal
yang penting bagi BN. Hal ini telah teruji dalam setiap momen politik penting di Banten.
Ketika pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur oleh DPRD Banten tahun 2001 yang
lalu, BN pernah ditawarkan sejumlah uang yang sangat besar untuk mendukung salah
satu calon Gubernur saat itu. Namun, dengan tegas BN menolak tawaran tersebut, dan
tetap berkomitmen mendukung Budi Mufraini-Zakaria Mahmud yang merupakan calon
yang ia usung dari awal. Komitmen dan akhlak BN dalam gerakan politiknya menjadi
pertimbangan utama kolega-kolega politik BN di Banten untuk terus merajut kerjasama
dalam banyak gerakan politik. BN selalu menghindari konsensus politik yang dibuat
hanya untuk kepentingan partai dan kekuasaan, konsensus politik perlu dilakukan apabila
hal tersebut menurut BN berkaitan dengan kebijakan publik yang pro-rakyat.

Refleksi Natsir juga bisa dilihat dari kepedulian BN terhadap pengkaderan di


tubuh partai dan gerakan Islam. Dukungan BN terhadap kader dapat dilihat melalui tidak
sungkannya BN melayani kader berdiskusi hingga larut malam dirumahnya. Rumah BN
di Mauk dan Villa Ilhami Karawaci selalu terbuka 24 jam bagi semua kader yang ingin
berdiskusi. Bukan Cuma berdiskusi, tidak jarang BN menjadi tempat utama bagi kader
untuk mendanai setiap gerakan yang dilakukan oleh partai dan gerakan Islam di Banten.
Sampai-sampai hingga detik ini Siti Romlah, istri BN tidak mengetahui persis berapa
take home pay sang suami. Siti Romlah tidak pernah menerima gaji BN sebagai anggota
DPRD. Belanja rumah, biaya sekolah anak-anak dan biaya pribadi lain semuanya berasal
dari hasil usaha yang dikelola oleh kak Romlah. Begitu istri BN ini sering disapa oleh
para aktivis.

Ketika BN memutuskan untuk pindah rumah ke Villa Ilhami, banyak kader dan
warga setempat kecewa. Mereka berasumsi BN telah melupakan mereka. Bahkan ada
perwakilan warga sampai menemuni BN di Villa Ilhami meminta BN agar kembali
tinggal di Mauk. Namun, setelah dijelaskan oleh BN bahwa dirinya tidak pernah pindah
dari Mauk. KTP-nya tetap tinggal di Mauk. Bahkan setiap sabtu dan minggu ia selalu
tinggal dan menginap di Mauk. Ia memutuskan untuk tinggal di Villa Ilhami agar lebih
dekat ke kantornya di Serang. Bahkan, pak RW di Villa Ilhami meminta BN untuk
menetap dan membuat KTP di Karawaci. BN pun menjelaskan; bahwa ia sangat
menghormati keingin pak RW dan warga sekitar namun ia tidak mungkin meninggalkan
rumah, tempat dimana selama ini ia memulai perjuangannya.

B. Pemuda Dan Perubahan

Buety Nasir percaya bangsa ini dapat melakukan perubahan apabila pemuda aktif
memaksimalkan peran kebangsaannya dalam kehidupan bernegara. Bung Karno berhasil
dalam perjuangannya ketika ia masih relatif sangat muda. Beliau berhasil membangun
fondasi kuat bagi berdirinya NKRI. Namun, beliau mengalami dekadensi spirit
pembaharuan ketika berumur tidak muda lagi, sehingga kebijakannya tidak lagi
bernuansa perubahan. Pak Harto menjadi Presiden ketika berumur masih muda pula, dan
beliau berhasil membawa cercahan cahaya perubahan ekonomi bagi rakyat Indonesia,
sebagai awal orde baru lahir. Namun, beliau gagal ketika tidak sadar diri dan mabuk
dalam kekuasaan pada usianya yang tidak lagi muda. Demikian pula dengan pejuang-
pejuang kemerdekaan seperti; Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Wahid Hasyim, Ahmad
Dahlan dan pejuang lainnya. Muncul sebagai pejuang ketika mereka berusia relatif masih
sangat muda.

Goresan sejarah Islam juga membuktikan bahwa orang muda berhasil membawa
kejayaan bagi perjuangan Islam. Sebut saja; Ali Bin Abu Thalib, Usamah Bin Zaid dan
Nabi Muhammad SAW sendiri. Mengutip Hikmah yang pernah penulis tulis disebuah
tabloid tentang pemimpin-pemimpin muda24. sikap dan cara pandang yang meremehkan
dan menafikan kepemimpinan orang muda, merupakan cara pandang yang sama sekali
tidak pernah diajarkan oleh Rasullulah. Dalam keadaan sakit payah, Rasullulah masih
mampu menelurkan keputusan yang mengejutkan. Seorang Pemuda bernama Usamah bin
Zaid yang pada saat itu masih berumur delapan belas tahun di tunjuk Nabi untuk
memimpin pasukan berperang melawan tentara Romawi di daerah Mu’tah. Usamah
menjadi panglima perang membawahi sejumlah pejuang besar, antara lain Umar bin
Khathab, Abu UBaidah dan Saad bin Abi Waqqash. Setelah keputusan itu dibuat
Rasullulah, beliau pun meninggal dunia dan digantikan oleh Sahabat Abu bakar hasil dari
kesepakatan di Saqifah. Maka, Umar pun mengusulkan kepada Khalifah yakni Abu
Bakar untuk menunda atau membatalkan saja kepergian pasukan Usamah karena situasi
dalam negeri sedang rawan paska mangkatnya Rasullulah. Mendengar usulan Umar, Abu
bakar pun marah, belum pernah ia menentang mata dengan pandangan berapi-api seperti
itu. “ Tidak,” ujar Abu Bakar, “ Aku tidak ingin memulai tugas ku dengan
membangkang perintah Rasullulah.” Dan berangkatlah Usamah sebagai panglima perang
melawan tentara Romawi, dengan pulang membawa kemenangan dan keberhasilan
mengalahkan tentara Romawi. Pada riwayat lain misalnya, Abu Abbas, Sahabat terdekat
sekaligus paman Nabi pernah meminta untuk diangkat menjadi gubernur disalah satu
daerah kekuasaan Islam pada saat itu. Namun, dengan tegas Rasullulah menolak
permintaan itu karena Rasullulah tahu benar bahwa pamannya itu lemah dalam
memimpin.

Parameter keberhasilan kepemimpinan bukan terletak kepada usia. Namun,


terletak pada kemampuan seseorang untuk memimpin. Sejarah membuktikan, banyak
pemimpin-pemimpin muda belia berhasil dalam kepemimpinannya. mari kita
memberikan penilaian bukan karena dibatasi oleh kepentingan, perasaan suka atau tidak
suka. Namun, berilah penilaian karena nurani kita mengatakan itu yang terbaik. Orang
tua jangan egois merasa paling benar dan tak menghargai yang muda, dan sebaliknya
anak muda harus menghormati, menghargai dan belajar banyak kepada orang tua.

Orang muda memiliki spirit perubahan yang menyala, nyala itu harus terus di
sulut bagi perubahan yang lebih baik. BN sadar betul bahwa saat inilah saat yang tepat
baginya untuk terjun total mencapai karir politik, untuk memaksimalkan cita-citanya
mensejahterakan rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat. Kalau kemarin ia

24
Kolom hikmah di “Tabloid MUSALA” dimana penulis sebagai pengasuh utama kolom tersebut.
berjuang berusaha mengarahkan kebijakan pemerintah daerah Banten agar membuat
kebijakan yang mendahulukan kesejahteraan rakyat, maka tahun 2006 ini ia akan
meningkatkan perjuangannya menjadi “si pembuat kebijakan” itu sendiri. “:Pada saat
umur saya masih muda inilah saya dapat berjuang dan melakukan pelayanan maksimal
kepada publik, maka. Dengan mengharap ridho dari Allah SWT saya akan maju menjadi
calon Wakil Gubernur Banten” begitu BN berikrar di hadapan teman-teman partai dan
masyarakat yang mendukungnya dalam pencalonan Gubernur Banten. Saya siap anda
koreksi. Karena orang muda berani menerima koreksi yang sangat pahit sekali pun. Itulah
salah satu modal yang saya miliki untuk menjadi Wakil Gu bernur Banten kedepan.

Kejujuran merupakan variabel utama keberhasilan pembanguan di Banten.


Kebutuhan akan tauladan sangat mendesak bagi masyarakat Banten. 9.083.144 jiwa
rakyat Banten merindukan perubahan yang bukan hanya menjadi komoditas politik dalam
retorika para politisi. Kesejahteraan merupakan tujuan utama terbentuknya Provinsi
Banten yang terpisah dari Jawa Barat. Namun, preseden buruk mengiringi kepemimpinan
Provinsi Banten pertama yang lalu. Gubernur pertama Banten Joko Munandar harus
meringkuk di penjara karena terlibat kasus korupsi dana perumahan bagi anggota dewan.
Hal ini sangat disayangkan, sehingga tujuan kesejahteraan bagi rakyat Banten hanya
menjadi retorika ketika pembentukan Provinsi Banten25, terbukti. Perubahan dan anti

25
Banten sebagaimana nama suatu wilayah sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula
Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai
wilayah hingga orang Eropa yang kemudian menjajah bangsa. Banten sebagaimana nama suatu wilayah
sudah dikenal dan diperkenalkan sejak abad ke 14. Mula-mula Banten merupakan pelabuhan yang sangat
ramai disinggahi kapal dan dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang kemudian
menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah menganal sebuah negara yang saat itu disebut Panten,
yang kemudian wilayah ini dikuasai oleh Majapaahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam
Wuruk. Pada masa-masa itu Kerajaan Majapahit dan Kerjaan Demak merupakan dua kekuatan terbesar di
Nusantara. Tahun 1524 - 1525 para pedagang Islam berdatangan ke Banten dan saat itulah dimulai
penyebaran agama Islam di Banten. Sekitar dua abad kemudian berdiri Kadipaten Banten di Surasowan
pada 8 Oktober 1526. Pada tahun 1552 - 1570 Maulana Hasanudin Panembahan Surasowan menjadi Sultan
Banten pertama. Sejak itu dimulailah pemerintahan kesultanan di Banten yang diakhiri oleh Sultan
Muhammad Rafi'uddin (1813 - 1820) merupakan sultan ke-20 setelah sultan dan rakyat masa sebelumnya
berperang melawan penjajah. Namun demikian perjuangan rakyat Bantten terus berlanjut hingga detik
terakhir kaki penjajah berada di bumi Banten.

Setelah memasuki masa kemerdekaan, muncul keinginan rakyat Banten untuk membentuk sebuah propinsi.
Niatan tersebut pertama kali mencuat di tahun 1953 yang kemudian pada 1963 terbentuk Panitia Propinsi
Banten di Pendopo Kabupaten Serang. Dalam pertemuan antara Panitia Propinsi Banten dengan DPRD-GR
sepakat untuk memperjuangkan terbentuknya Propinsi Banten. Pada tanggal 25 Oktober 1970 Sidang Pleno
Musyawarah Besar Banten mengesahkan Presidium Panitia Pusat Propinsi Banten. Namun ternyata
perjuangan untuk membentuk Propinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidaklah mudah dan cepat.
Selama masa Orde Baru keinginan tersebut belum bisa direalisir.s

Pada Orde Reformasi perjuangan masyarakat Banten semakin gigih karena mulai terasa semilirnya angin
demokrasi dan isu tentang otonomi daerah. Pada 18 Juli 1999 diadakan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-
alun Serang yang kemudian Badan Pekerja Komite Panitia Propinsi Banten menyusun Pedoman Dasar serta
Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Propinsi Banten (PBB). Sejak itu mulai terbentuk
Sub-sub Komite PBB di berbagai wilayah di Banten untuk memperkokoh dukungan terbentuknya Propinsi
Banten. Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan akhirnya pada 4 Oktober 2000 Rapat
kemapanan merupakan karakter utama orang muda. Karakter ini bisa menjadi faktor
pendorong bagi perubahan Banten menjadi lebih baik sehingga cita-cita kesejahteraan
dapat terwujud.

C. Mengapa Wakil Bukan Gubernur?

Ketika disampaikan pertanyaan oleh teman-teman Alumni IAIN SMHB yang


mendukung penuh pencalonan BN, mengapa BN mencalonkan diri sebagai Wakil
Gubernur bukan Gubernur ?. BN menjawab, “ Pencalonan saya sebagai calon Wakil
Gubernur bukan sebagai calon Gubernur, merupakan hasil diskusi panjang saya dengan
teman-teman aktivis Islam dan Tokoh-tokoh Banten, Wakil Gubernur merupakan
Marhalah (tahap) pertama bagi saya dalam memperjuangkan nasib rakyat Banten melalui
kebijakan yang pro-rakyat. Dan saya akan memilih berpasangan dengan calon Gubernur
yang masih muda pula dan memiliki kepedulian tinggi terhadap rakyat terutama dunia
pendidikan”.

Keputusan tersebut mendapat dukungan penuh dari banyak komponen


masyarakat. Mulai dari Alumni IAIN SMHB, Angkatan Muda Muhammadiyah Kota
Tangerang, Mathlaul Anwar Tangerang, Granat Banten, DPP. BPPKB Banten, para
pengasuh pondok pesantren di Banten dan kelompok Guru-guru se-Banten. Menanggapi
keputusan BN mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur bukan Gubernur. Rahmat, SE,
MM, Direktur Madani: School Of Thought (M:SHOOT) berpendapat, keputuasan BN
sangat tepat. Menurut Rahmat, BN merupakan satu-satunya calon Wakil Gubernur yang
paling siap hingga detik ini, selain BN merupakan satu-satunya putra asli Tangerang yang
mencalonkan Wakil Gubernur. Tidak bisa dinyana lagi bahwa setiap calon Gubernur
yang muncul pada saat ini kebanyakan dari daerah Banten barat, seperti, Serang,
Pandeglang dan Lebak dan suka atau tidak suka mereka harus memilih wakilnya yang
berasal dari Tangerang asli. Dan BN paling siap selain dukungan yang konkret dari
banyak komponen masyarakat. Menurut Rahmat, BN juga memiliki kendaraan politik
yang mapan yakni PBB, yang hingga detik ini bulat mendukung BN dan nyaris tidak bisa
diganggu oleh calon lain yang berkepentingan. Selain itu menurut Rahmat, BN
merupakan tokoh yang mengakar. Ia memiliki kedekatan yang kuat dengan rakyat
khususnya rakyat miskin pedesaan serta kelompok-kelompok ideologis agama yang
sangat setia kepada BN.

Ahmad Amarullah, Pengamat Pendidikan Banten, menyatakan. Selain modal


politik yang mapan. BN memiliki modal sosial yang tidak dapat kita bantah lagi.
Perjuangan dan komitmennya pada pendidikan rakyat dan kesejahteraan guru merupakan

Paripurna DPR-RI mengesahkan RUU Propinsi Banten menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2000
tentang Pembentukan Propinsi Banten. Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2000 Presiden Abdurrahman
Wahid mengesahkan UU No. 23 Tahun 2000 tentang PBB. Sebulan setelah itu pada 18 Nopember 2000
dilakukan peresmian Propinsi Banten dan pelantikan Pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk
menjalankan pemerintah propinsi sementara waktu itu sebelum terpilihnya Gubernur Banten definitif. Pada
tahun 2002 DPRD Banten memilih Dr. Ir. Djoko Munandar, MEng dan Hj. Atut Chosiyah sebagai
Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama.
bukti, bahwa BN merupakan calon pimpinan Banten yang ideal saat ini. Bukan itu saja,
menurut Amarullah, secara ekonomi dia adalah tokoh muda yang paling siap. BN
memiliki latar belakang bisnis yang relatif sukses di bidang transportasi dan retail, ini
bisa menjadi referensi kita, untuk menilai calon siap atau tidak menjadi pimpinan Banten.
Kita tidak mau calon yang punya motif ekonomi kuat menguasai pemerintahan Banten.
Kalau ini yang terjadi_ maka KKN akan subur kembali di Banten.

BN memiliki karakter mandiri, ia tidak mudah di setir oleh siapa saja. Maka,
apabila BN menjadi Wakil Gubernur, siapa pun Gubernurnya pastilah terjadi proses
saling koreksi dan mengingatkan, sehingga pemerintah daerah Banten bebas dari KKN.
Bahkan tokoh seperti; Budi Mufraini. Menginginkan BN langsung saja mencalonkan
sebagai Gubernur Banten. Melihat track record BN sebagai politisi di Banten, Budi yakin
BN mampu mengundang pemilih untuk mendukungnya. Buety Nasir itu memiliki
komitmen dan akhlak politik Islam yang pantas kita tauladani. Pengaruh prototipe Natsir
terlihat jelas ada di politisi muda seperti Buety Nasir. “Saya merasakan langsung
bagaimana berhubungan dengan anak muda satu ini”. Begitu tutur Budi.
Semangat Buety Nasir sebagai politisi muda Islam tercermin melalui
kepeduliannya terhadap pendidikan Islam di Banten selama ini. Menurut Ansorullah
seorang tokoh madrasah di Kabupaten Tangerang. Komitmen BN untuk mengembangkan
dan mengembalikan kejayaan madrasah di Banten, merupakan bukti bahwa ia tidak main-
main mengembangankan pendidikan di Banten.

D. Baju “Kebesaran” dan Penampilan Kampungan

Bicara masalah penampilan, tokoh satu ini susah diatur. Berulangkali Istri dan
Teman-temannya mengingatkan. “Bang pakai pakaian yang rapi dong !” begitu sang Istri
sering mengingatkan. “ saya gak rapi aja, adek kepincut. Apalagi rapi, adek bisa
cemburuan terus.” BN sambil bercanda dengan sang Istri. Teman-temannya sering
mengingatkan BN merubah penampilannya. Jangan berpenampilan terlalu cuek lengkap
dengan baju “kebesaran” yakni kaos berkerah. “ya..uda emang gua uda begini adanya”.
” Kalau gua dipaksa pakai pakaian yang bagus dan rapi-rapi, gua justru gak bisa mikir
apa-apa, yang gua pikir Cuma satu ini baju bagus amat. Pantas gak ya gua pake” dengan
ringan BN menjawab kritikan dan saran teman-temannya.

“Ente boleh Anggota DPRD Banten, Guru, Pengusaha. Dan banyak duit. Tapi
penampilan gak jauh dari bocah kampung”. Begitu KH. Abdurrahman dari Ponpes Darul
Qori’in Lebak menasehati BN. Bet rakyat Banten itu masih silau dengan penampilan
fisik. Mereka mudah ditipu dengan penampilan ganteng atau cantik. Mereka gampang
ditipu dengan penampilan sok beriman lengkap dengan atribut-atribut kebesaran”. “Ente
memiliki kapasitas keIslaman dan keberpihakan luar biasa kepada rakyat.” Saya yakin
itu. “Namun, rakyat Banten kadang-kadang tidak melihat seseorang dari apa yang pernah
dan sedang seorang tokoh perjuangkan. Mereka mudah lupa (amnesia massal)26. Mereka
hanya memberikan peniliaian akhir pada penampilan yang mempesona seperti ganteng
dan cantik tadi”.

Kiyai tersebut mendukung sepenuhnya perjuangan BN untuk tampil dengan apa


adanya, tanpa harus muncul dengan profile yang membohongi rakyat Banten. Kalaupun
masyarakat salah menilai tampilan BN tersebut, maka BN saat itu telah melakukan
pendidikan politik dan moral bagi rakyat Banten.

E. Buety Nasir Dan Bu Ety Nasir?

“Apalah arti sebuah nama” begitu kata filosof besar Yunani Plato. H. Muhammad
Nasir ayah BN mengatakan nama Buety diberikan oleh KH. Dimyati. Nama Buety
diadaptasi dari nama seorang ahli sejarah dan figh Islam. Sedangakan Nasir merupakan
nama ayahanda BN.

Tidak jarang karena nama Buety memiliki konotasi ambigu apabila diucapakan.
Banyak pihak yang tidak mengenal Buety Nasir salah mengidentifikasi siapa yang
dimaksud Buety Nasir. Buety atau Bu ety. Banyak kejadian lucu seputar tentang nama
Buety. Suatu hari M.Thurizal Husein Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah
Kota Tangerang, hadir terlambat dalam diskusi dan konversi pers dukungan Gerak Anti
Narkotika (GRANAT) Kota Tangerang kepada Buety Nasir di Rumah Makan Remaja
Kuring Jatiuwung. Rizal yang datang terlambat lebih dari satu jam. Bertanya kepada
salah seorang peserta diskusi. “ Buety Nasir udah datang?” Tanya Rizal ke peserta
diskusi tersebut. “ Bu ety Nasir! Gak ada ibu-ibu tuh yang hadir, yang ada hanya bapak-
bapak”. Si peserta tidak sadar bahwa yang dimaksud Rizal adalah Buety Nasir.

Kejadian ini juga terjadi ketika jamaah Jum’at di Masjid Al Muqorobiin Pondok
Aren. Ketika pengurus Masjid mengumumkan bahwa jum’at depan yang akan menjadi
Khotib Ju’mat adalah “ Bu ety Nasir” begitu sang pengurus membaca nama Buety Nasir.
Akhirnya beberapa orang jamah terbingung-bingung dan bertanya kepada pengurus
Masjid. “ apa benar jum’at depan khotib akan diisi oleh seorang perempuan”. Pengurus
masjid menjelaskan bukan perempuan yang dimaksud namanya saja terdengar seperti
nama perempuan karena berkata depan “bu” dan “ety”. Ooh…langsung mereka sadar,
bahwa yang menjadi khotib jum’at yang akan datang bernama Buety Nasir bukan Bu ety
Nasir.

F. Bingung Mengatur Waktu

26
Istilah amnesia yang dipopulerkan oleh Buya Syafii Maarif untuk mengambarkan bahwa rakyat
Indonesia mudah melupakan jasa-jasa orang-orang yang berjuang bagi kepentingan mereka bahkan tidak
jarang tokoh-tokoh tersebut di bunuh karakternya oleh lawan-lawan politiknya dan rakyat mudah percaya
dengan disain-disain pembunuhan karakter tokoh-tokoh yang dianggap membahayakan bagi kekuasaan.
Disisi lain masyarakat mudah berubah sangat melankolis, istilah ini dipopulerkan oleh Sukardi Rinakit.
Rakyat Indonesia tiba-tiba bisa memberikan dukungan yang luar biasa kepada tokoh-tokoh yang dianggap
didzalimi oleh pihak lain atau lawan politiknya, yang kemudian kejadian tersebut didramatisir oleh media.
Ketika banyak komponen masyarakat mengetahui bahwa Buety Nasir akan
mencalonkan diri sebagai wakil gubernur Banten, maka banyak pula masyarakat dan
kelompok-kelompok masyarakat yang datang menemui BN menanyakan kebenaran
informasi tersebut. Kalau benar. Mereka menginginkan kesungguhan BN untuk “total”
terjun mencalonkan diri baik sebagai gubernur maupun wakil gubernur.

Sehingga untuk membuktikan kesungguhan BN dalam pencalonannya sebagai


gubernur atau calon gubernur, masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat itu pun
mengundang BN untuk hadir dalam tatap muka. Banyak keinginan masyarakat untuk
bertemu memaksa BN untuk mengatur waktu se-efektif mungkin. BN berusaha menjaga
staminanya untuk menghadapi berbagai keinginan masyarakat untuk bertatap muka. BN
berusaha agar tidak mengecewakan keinginan mereka. Namun, Buety Nasir juga
memiliki keterbatasan waktu dan stamina. Biasanya ia menghabiskan waktu 4 jam tidur
satu hari, maka ketika ia mulai diketahui masyarakat mencalonkan diri sebagai wakil
gubernur, ia pun hanya menyisakan 3 jam tidur satu hari. “gua tetap aja kelihat fit, karena
gua sudah terbiasa dengan pola tidur seperti itu” begitu BN menanggapi pola tidurnya
menjelang Pilkada langsung Banten.

Kekecewaan kadang tidak bisa dihindari. Pada suatu jum’at BN sudah berjanji
untuk hadir pada pertemuan warga Graha Bintaro, Pondok Aren. Warga sekitar yang
kebanyakan adalah pekerja di Jakarta, rela mengambil libur hanya sekedar untuk dapat
bertatap muka dan berdiskusi dengan Buety Nasir. Agus Solihin, salah seorang tokoh di
daerah itu, sudah mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk keperluan
tersebut. Namun, malang tak dapat dihindari. Buety Nasir harus menghadiri pertemuan
yang lebih penting di Lebak. Jadilah acara itu dibatalkan. Dengan agak kecewa Agus
Solihin terpaksa membatalkan acara tersebut. Namun, warga setempat tetap menunggu
BN untuk hadir bertatap muka kapan saja27.

G. Pemimpin Kaum Tertindas

Nabi Muhammad SAW adalah seorang yatim, gembala kambing dipegunungan


Mekah. Para pendahulu Muhammad SAW. pun adalah nabi-nabi yang dikirim Tuhan
untuk umat-umat-NYA; semua dipilih dari para pengembala dan Muhammad menjadi
yang terakhir dari silsilah itu. Mengapa Tuhan memilih para pengembala yang hidupnya
susah, menjadi nabi-nabi-NYA?. Cobalah lihat para sahabat-sahabat nabi, para pejuang
Islam sejati, yang beberapa orang dari mereka menjadi pemimpin kelompoknya: Bilal,
seorang budak, anak seorang budak dari Abyssinia; Salman Al Farisi, gelandangan dari
Persia yang diciduk menjadi budak; Abu Dzar, manusia gurun yang selalu dirundung
kemiskinan, dan Salim, seorang budak istri Khuzaifah, seorang hitam yang terasing dan
diremehkan. Istana Muhammad tidak lebih dari tumpukan tanah liat. Ia terlihat
mengangkat batu-batuan ketika umat-nya bekerja membangun masjid, membangun dari
pelepah-pelepah kurma, kayu-kayu untuk istananya.

27
Berdasarkan cerita yang disampaikan oleh bapak Agus Solihin, S.pd, MM, salah satu tokoh Pondok Aren
kepada penulis.
Nabi Muhammad Saw dan para sahabat pemimpin Islam sejati, lahir dari
kesusahan-kesusahan yang silih berganti menghampiri mereka. Namun, kesusahan
tersebut mengajarkan mereka akan nilai-nilai keyakinanan akan kekuatan MAHA
PENENTU, mengajarkan kepada mereka bahwa penindasan hanya akan melahirkan
perlawanan. Nabi Muhammad Saw dan para Sahabat seperti Bilal, Salman, Ali, Umar,
Abu Bakar dan seluruh umat Islam pada saat itu lahir dan besar dari penindasan-
penindasan tanpa akhir yang dilakukan oleh orang-orang berkuasa ketika itu. Karena
banyaknya kaum tertindas ketika itu dengan tawaran liberasi ( pembebasan) dari Islam
yang di bawa Nabi Muhammad Saw. Maka lahirlah pemimpin-pemimpin kaum tertindas
yang berhasil menguasai hampir seluruh bagian zajirah Arab dan pengakuan seluruh
dunia akan kepemimpinan mereka.

Nabi Muhammad Saw lahir menjadi pemimpin sejati karena keberpihakannya


kepada para kaum tertindas, Nabi Muhammad Saw memberikan contoh dan kenyamanan
hidup bagi mereka sebagai kaum yang merdeka tanpa ada kekangan dari negara yang
dipimpin Nabi Muhammad SAW. Ketika pemimpin dapat menyelami hati yang paling
dalam dari rakyatnya dan merasakan penderitaan, kesusahan, keluhan mereka, maka
pemimpin sejati seperti Nabi Muhammad SAW, akan lahir kembali dengan mengangkat
harkat dan martabat kaum tertindas.

Pararelisasi Sosok Buety Nasir yang lahir dari masyarakat kebanyakan, adalah
bukti. BN besar dan menjadi besar karena proses alamiah yang ia lalui ditengah-tengah
masyarakat yang luput dari perhatian pemerintah. Ia bukan tokoh yang lahir karena
bayangan kebesaran orang lain, ia muncul karena prestasi dan geraknya sebagai warga
Negara. Oleh sebab itu, ia paham benar rulung paling dalam dari kebutuhan masyarakat
kecil. Keputusan BN untuk maju memimpin Banten merupakan refleksi dari itikadnya

untuk terus memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Perjuangannya mendesak


pemerintah untuk menanggulangi dampak abrasi di Tanjung Kait. Merupakan salah satu
bukti, kesungguhan BN berjuang bagi kepentingan rakyat tertindas.

H Leiden Is Lijden

Leiden Is Lijden, memimpin adalah menderita. Ungkapan belanda ini


disampaikan oleh tokoh pejuang kemerdekaan, Mr. Kasman Singodimedjo, untuk
mengungkapkan kesusahan ekonomi yang dialami oleh pimpinan perjuangan pada saat
itu. Kasman melihat kehidupan ekonomi H. Agus Salim salah seorang pimpinan
perjuangan, yang hidup dengan keadaan yang sangat sederhana. Ibu Rahmi Hatta pernah
bercerita, bahwa bung Hatta pernah mengalami kesulitan untuk membayar tagihan listrik,
telpon dan air sedang gaji pensiunnya tak cukup untuk membayar semuanya, sampai-
sampai Ibu Rahmi Hatta harus mengirim surat pada Bung Karno yang pada saat itu masih
menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI. Jakarta yang pada saat
itu dijabat oleh Ali Sadikin, yang akhirnya Gubernur mengeluarkan instruksi agar
tagihan-tagihan listrik, telpon dan air dirumah Bung Hatta dibebaskan.
leiden is lijden, memimpin adalah menderita. Merupakan ungkapan yang
diperuntukkan untuk para pemimpin yang memiliki integritas moral yang sangat tinggi.
Mereka hidup untuk memberikan karya dan pengabdiannya kepada bangsa dan
rakyatnya. Kesulitan yang mereka alami dalam memimpin membentangkan lebar-lebar
kepada kita begitu tinggi kualitas dan kemampuan mereka. Mereka dapat berkarya
dengan baik dibalik kesulitan-kesulitan yang mereka alami. Pemimpin yang memahami
“leiden is lijden” merupakan pemimpin yang lahir dari rahim moral masyarakat, mereka
akan memimpin dengan tetap menjaga amanah dan selalau mementingkan kesejahteraan
dan harga diri bangsa dan rakyatnya. Apakah stock pemimpin seperti ini masih ada di
tengah masyarakat kita ? Selalu ada pemimpin yang hidup ditengah-tengah masyarakat
yang memahami “leiden is lijden”, tinggal berapa jeli kita untuk jujur melihat keberadaan
mereka.

Buety Nasir merupakan tokoh muda yang setidaknya lahir dari basis moral
masyarakat. Ia terbiasa dengan berbagai kesusahan hidup, bahkan gamang dengan
kemewahan yang berlebihan. Refleksi itu bisa kita lihat melalui penampilan, rumah yang
nyaris sangat sederhana dan pola hidup yang tidak berlebihan. Ia selalu berusaha menjaga
perasaan masyarakat yang susah secara ekonomi, dengan tidak hidup dalam keadaan
berlebihan. BN sadar betul dengan konsekuensi sebagai pemimpin yang mengedepankan
moral dalam setiap geraknya. Ia berusaha memberikan pemahaman ini kepada seluruh
keluarganya. Bahwa kita hidup ditengah kompleksitas strata ekonomi masyarakat, maka
kita berkewajiban menjaga perasaan mereka. Dengan tidak hidup berkelebihan dalam
kemewahan.

V. Sekelumit Tentang Pemikiran Buety Nasir

A. Banten dan Pembangunan Ekonomi

Bagi Buety Nasir pembangunan ekonomi di Banten tidak bisa mengabaikan akar
budaya lokal Banten itu sendiri. Jumlah rakyat miskin yang begitu besar di Banten harus
menjadi perhatian utama untuk program pembangunan Banten yang akan datang.
Pembangunan yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal harus di rancang sebaik
mungkin oleh pemerintah Banten. Pembangunan yang mengabaikan kearifan lokal hanya
akan menyebabkan reduksi terhadap perkembangan peradaban lokal yang sedang dan
telah dibangun oleh masyarakat setempat.

Era desentralisasi yang ditandai dengan terbitnya Undang-undang No. 22 dan 25


tahun 1999 tentang otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32 dan 33 tahun 2004 dan
Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, telah
memberikan peluang bagi provinsi Banten untuk memiliki kemandirian dalam kebijakan
pembangunan ekonomi. Maka, disain kebijakan ekonomi tersebut harus pro-poor
(berpihak pada rakyat miskin). Semua arah kebijakan pembangunan di rancang untuk
mengurangi jumlah pengangguran dan kemiskinan di Banten. Pemerintah daerah harus
berani mengambil kebijakan yang meminimalisir kepentingan birokrasi, anggaran belanja
birokrasi harus mampu diminimalisir se-efisien mungkin. Belanja birokrasi harus
berkorelasi dengan maksimalisasi terhadap pelayanan publik.
Peningkatan PAD menjadi salah satu usaha penting yang bisa dilakukan oleh
pemerintah Banten. PAD tahun 2005 misalnya; sebesar Rp.973.276.022.185,50 di tahun-
tahun berikutnya, harus mampu ditingkatkan oleh pemerintah Banten. Namun,
peningkatan PAD tidak akan menjadi indikator positif bagi keberhasil atau tidaknya
pembangunan ekonomi di Banten. Keberhasilan pembanguan ekonomi dapat dikatakan
berhasil, apabila pemerintah dapat meningkatkan PAD seiring dengan penurunan jumlah
angka pengangguran dan kemiskinan di Banten. Oleh sebab itu pemerintahan yang baru
akan datang berusaha mempararelisasikan antara tingginya PAD dengan tingkat
pengangguran dan kemiskinan di Banten. Apalagi dengan proses pembangunan
pelabuhan Bojonegoro dan pelabuhan tersebut akan dipilih menjadi salah satu daerah
zona ekonomi bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya di Indonesia.
Penetapan Bojonegoro sebagai daerah zona ekonomi akan memberikan implikasi positif
bagi peningkatan PAD bagi pemerintah Banten.

Penduduk Banten yang mencapai lebih dari 9 juta jiwa merupakan tanggung
jawab pemerintah bukan beban. Pemerintah daerah Banten harus mampu memberikan
pelayanan maksimal kepada mereka. Peningkatan PAD dan penurunan pengangguran
serta kemiskinan harus memperhatikan kearifan lokal. Seperti yang dijelaskan Buety
Nasir diatas. BN menginginkan pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan tidak
menyerabut nilai-nilai lokal. Kasus pembunuhan salah seorang warga Lebak majikan
seorang Badui dalam merupakan bukti bahwa pengurangan jumlah pengangguran yang
mengabaikan nilai lokal Badui dalam.

Community Base Development atau pembangunan yang dilandasi oleh partisipasi


masyarakat, perlu kiranya digalakkan kembali. Tidak maksimalnya program
pembangunan yang dilandasi oleh CBD, pada program-program pemerintah yang lalu
lebih diakibatkan oleh ketidaksungguhan birokrasi mengelola program pembangunan
seperti itu. CBD dapat merupakan rancangan pembanguan ekonomi yang tepat untuk
mengedepankan eksitensi nilai-nilai lokal Banten.

Buety Nasir yakin apabila pemerintah daerah bersungguh-sungguh mengelola


program CBD maka minimalisir pengangguran dan kemiskinan dapat dilakukan.
Pembanguan ekonomi yang dilandasi CBD, dalam jangka pendek dan panjang akan
berdampak pada kemampuan masyarakat untuk mengakses pelayanan public lainnya.
Oleh sebab itu program-program pembangunan sarana kesehatan dan pendidikan murah
merupakan factor pendorong penting untuk mengurangi masyarakat miskin di Banten.
Jangan sampai pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya masih terdengar kasus
busung lapar. BN merasa teramat menyayat hati ketika mendengar kasus-kasus gizi buruk
yang diderita beberapa balita di Banten.

Menurut BN tidak semua daerah di Banten dapat kita paksakan menjadi daerah
industri. Revitalisasi pertanian menjadi sangat penting dilakukan didaerah-daerah
tertentu, seperti Lebak, Pandeglang, Sebagian Serang dan Kabupaten Tangerang. Kita
harus banyak belajar dari pengalaman sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, yang
membuat kebijakan salah arah dengan memaksakan diri masuk dalam pembanguan
industri yang berlebihan dan meninggalkan sector pertanian. Point utama pembangunan
ekonomi di Banten menurut BN adalah; mengurangi jumlah pengangguran dan
kemiskinan28.

B. Keagamaan dan Pendidikan

Banten dikenal sebagai tempatnya para ulama-ulama besar lahir dan


mengembangkan dakwahnya. Banten juga dikenal sebagai daerah para jawara yang
berjuang untuk kepentingan rakyat banyak29. Menurut BN agama dan pendidikan adalah
dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Banten dengan karakter ke-Islamnya
harus mampu menunjukkan stigma Islam yang baik kepada seluruh rakyat Indonesia dan
dunia internasional. Islam yang dibangun dengan landasan pendidikan seperti pendidikan
madrasah yang baik, akan memberikan wajah Islam yang edukatif dan bersahabat dengan
semua golongan, bukan wajah Islam yang penuh dengan kekerasan.

Oleh sebab itu pendidikan Islam merupakan pelayanan publik yang vital bagi
pembangunan manusia Banten di masa yang akan datang. Dengan karakter daerah yang
dipenuhi dengan symbol-simbol Islam, maka pembanguanan pendidikan melalui
revitalisasi madrasah menjadi teramat mendesak. Melalui pendidikan madrasah maka
symbol-simbol Islam yang berkembang di Banten dapat dimaknai dengan benar oleh
seluruh rakyat Banten. Demikian pula dengan gerakan-gerakan Islam yang di Bangun,
harus dilandasi oleh nilai-nilai pendidikan yang mapan. Sehingga pergerakan dan dakwah
yang dilakukan di Banten dapat menjadi tren center bagi pengembangan dakwah Islam
diseluruh Indonesia.

Krisis ketauladan merupakan permasalahan krusial bangsa ini. Para ulama dan
birokrat harus berada didepan untuk menjadi tauladan bagi rakyat Banten. Mereka harus
mampu memimpin rakyat untuk melakukan perubahan yang berarti di Provinsi Banten.
Ketika ulama dan birokrat mampu menjadi tauladan bagi rakyat, maka program
pembangunan Banten akan mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Perhatiaan kepada guru merupakan hal yang penting dalam pembangunan


kegamaan dan pendidikan. Kesejahteraan para guru akan memberikan dampak positif
terhadap keberhasilan pendidikan di Banten. Ketika mereka mampu meningkatkan
kualitasnya, maka pemerintah harus berani memberikan reward dalam bentuk
kesejahteraan yang baik. Dengan begitu pembangunan manusia di Banten akan berjalan
dengan baik.

VI. Kehidupan Rumah Tangga


28
Makna kemiskinan menurut BN bukan hanya dari sisi visual atau fisik. Kemiskinan merupakan bentuk
kekurangan dibanyak dimensi kehidupan. Ketika mereka tidak memiliki akses terhadap kehidupan politik
dan demokrasi, akses terhadap pelayan kesehatan, pendidikan, sosial budaya, dan dimensi-dimensi
kehidupan dasar lainnya. Maka mereka diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin.
29
Walau makna jawara tersebut menurut BN telah mengalami dekadensi nilai. Jawara Banten pada saat ini
tidak lebih hanya sekumpulan orang yang justru menjadi momok ditengah-tengah masyarakat. Sangat tipis
maknanya dengan preman. Padahal Jawara ketika itu dikenal sebagai seorang atau kelompok orang yang
memiliki komitmen terhadap perjuangan amar ma’ruf nahi munkar yang membela kepentingan rakyat dari
penjajahan.
Siti Romlah dan Energi Cinta

Dibalik kehebatan dan kepahlawanan para pemimpin sejati selalu ada energi
positif yang lahir dari perempuan, baik itu Ibu maupun Istri. Bagaimana bijak dan
sabarnya Siti Khadijah ketika Rasullulah didatangi oleh Jibril dan memperoleh wahyu
pertama dari Allah SWT di gua Hira. Rasullulah lari ketakutan dan seluruh badannya
bergetar sesampainya dirumah. Namun, dengan tenang dan sabar Khadijah menenangkan
Rasullulah hingga ia tertidur. Rasullulah selalu memerintahkan para sahabat untuk segera
menemui Istri mereka, ketika baru pulang dari pertempuran. Bahkan Umar Bin Khathab
sering mengatakan kepada para sahabat lain “ Aku selalu menjadi berani dan kuat seperti
Singa ketika keluar rumah. Namun, aku akan menjadi anak kecil yang manja dan
cengeng ketika didalam rumah didekat Istriku atau Ibuku”.

Ketika kita belum berumah tangga, maka Ibu adalah tempat yang sangat nyaman
untuk bermanja ria, menumpahkan semua sikap kekanak-kanakan kita tanpa rasa
khawatir dengan penilaian orang lain. Ibu menjadi tempat yang paling aman untuk
berpangku, menangis mengadukan semua yang kita alami diluar sana. Demikian pula
ketika kita harus hidup dengan orang lain yang kita cintai yakni Istri kita, dengan
kekuatan yang ia miliki, Istri berubah menjadi tambahan energi bagi banyak pemimpin
sejati untuk memaksimalkan kepahlawanannya. Sentuhan kelembutan dan sapaan penuh
kasih sayang melunturkan semua kepenatan yang menempel kepada pemimpin sejati dan
berubah menjadi energi segar untuk berkarya melukiskan kepahlawanan diluar sana.

Islam selalu mengajarkan keseimbangan tanpa melawan kodrat. Sikap melankolis


para pemimpin sejati memaknai keseimbangan tersebut. Cengeng, manja merupakan
sikap alami yang ada pada setiap insan, ketika sikap itu ditahan dan dipendam dalam jiwa
yang paling dalam maka kita akan berubah menjadi sosok manusia yang keras hati,
sombong dan tidak bisa memahami kekurangan. Namun, ketika sikap itu mendapatkan
pelampiasannya maka kita akan menjadi manusia yang memiliki kelembutan hati dan
kepedulian akan sesama. Pemimpin sejati selalu menempatkan sumber energi perempuan
sebagai peyeimbang kekuatan kepemimpinannya diluar rumah.

Demikian pula dengan Buety Nasir. Sebagai manusia yang penuh dengan
berbagai kekurang ia pasti membutuhkan sosok manusia lain yang mampu membantu dan
mendukung langsung seluruh aktivitas yang ia lakukan diluar rumah. Orang itu adalah
istri tercinta, Siti Romlah. Perempuan yang biasa dipanggil “kak Romlah” oleh para
aktivis ini memiliki karakter yang sama dengan banyak perempuan hebat yang
mendampingi pemimpin-pemimpin hebat. Siti Romlah yang lahir dari keluarga NU,
merupakan putri dari pasangan Haji Abdul Wahab dan Hj. Siti Suparti yang asli Legok,
Kabupaten Tangerang. Latar belakang Siti Romlah yang juga aktivis IMM IAIN Sunan
Kalijaga Bandung di Serang, membuat Romlah sangat memahami dan mendukung semua
aktivitas Buety Nasir. Selain sebagai tempat berdiskusi dan mencurahkan keluh kesah
bagi Buety Nasir. Siti Romlah merupakan perempuan di balik sukses BN dalam
pergerakan dakwah, pendidikan dan politik. Siti Romlahlah yang mengelola semua usaha
yang dirintis BN. Hasil usaha tersebut habis digunakan BN untuk membangun madrasah
dan mendanai berbagai pergerakan dakwah Islam serta kegiatan politiknya. Siti Romlah
berjuang membangun pundi-pundi usaha untuk menghidupi keluarga dan mendukung
perjuangan BN.Walau mereka memiliki rumah di Mauk dan di Villa Ilhami, kondisi
rumah yang di Mauk tetap seperti kondisi sebelum BN menjadi anggota DPRD I Banten.
Jangan berharap mendapati perabotan-perabotan mewah di kedua rumah yang ditempati
BN. Nyaris hanya didapati satu set sofa butut dan meja makan, di rumah BN yang ada di
Villa Ilhami. Demikian juga dengan rumah BN yang ada di Mauk. Siti Romlah bukan
tipe perempuan yang senang dengan topeng-topeng kemewahan hidup, ia sadar sekali
posisi suaminya sebagai pengabdi masyarakat. Makanya hingga kini Romlah tidak tahu
persis berapa gaji sang saumi, karena gaji itu tidak pernah diserahkan kepadanya.

Bukan tanpa alasan BN tidak memberikan gajinya kepada sang istri. Seluruh
kebutuhan keluarganya telah dicukupi dari hasil usahanya yang hingga kini semakin
bertambah besar. Usaha retail, show room, material dan jasa angkutan Truk berkembang
dengan pesat.

Kesabaran Siti Romlah mendampingi Buety Nasir memberikan energi positif bagi
seluruh aktivitas BN diluar rumah. Siti Romlah dan anak-anaknya harus ikhlas
mewakafkan sang suami kepada masyarakat, karena ketika BN memulai aktivitasnya
didunia pergerakan dan politik maka BN tidak lagi sepenuhnya miliknya dan anak-
anaknya, ada hak masyarakat disana. Pemahaman seperti ini juga yang berusaha ditanami
Siti Romlah kepada ketiga anaknya; Dini Sifaurrohmah (15 th), Mohammad Haidar Bagir
(10 th) dan Nahdah (3 th). Bahwa, ayah mereka bekerja untuk memperjuangkan
kepentingan masyarakat. Makanya banyak menghabiskan waktunya untuk mengurusi
kepentingan masyarakat, dan mereka harus ikhlas untuk tidak terlalu sering bermain
menghabiskan waktu bersama sang ayah. Bukan Cuma itu. Anak-anak BN juga terbiasa
dengan sikap ayah mereka yang tidak memperbolehkan mereka untuk merayakan ulang
tahun seperti teman-temannya. Namun, boleh hadir dalam acara ulang tahun untuk
menghormati orang yang mengundang.

VII. Sekilas Sejarah Kesultanan Banten30

Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta
masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebut Banten sebagai satu dari beberapa
daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung
Peng Hsia

Sebagai daerah sekaligus sebuah bangsa, Banten telah lama dikenal dalam peta
masyarakat dunia. Berbagai sumber asing menyebut Banten sebagai satu dari beberapa
daerah yang menjadi rute pelayaran mereka, mulai dari sumber Cina yang berjudul Shung
Peng Hsiang Sung (1430), hingga berita Tome Pires (1512). Pun dalam berbagai sumber
pustaka Nusantara, Banten dikenal dengan berbagai nama misalnya : Wuhanten Girang
dalam naskah Carita Parahiyangan (1580), Medanggili dalam Tambo Tulangbawang,
Primbon Bayah, serta berita Cina (abad ke-13) dan lain-lain.

30
Dikutib langsung dari www.banten.go.id
Berbagai sumber tersebut setidaknya mampu menggambarkan betapa Banten pada
masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta
dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan
internasional, berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada
abad ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Dan sebagai konsekuensi
logisnya, Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat
sebagaimana diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513.

Proses Islamisasi Banten, yang diawali oleh Sunan Ampel, yang kemudian
diteruskan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang seluruh kisahnya terekam
dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Fase sejarah penting menguatnya
pengaruh Islam terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang beernama Nyai
Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang
diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase
sejarah Banten sebagai Kerajaan Islam (Djajadiningrat, 1983:161). Bersama putranya
inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama Islam ke
seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon.

Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (Banten Girang) pada tahun
1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era Banten sebagai kerajaan Islam dengan
dipindahkannya pusat pemerintahan Banten dari daerah pedalaman ke daerah pesisir pada
tanggal 1 Muharam tahun 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526
(Michrob dan Chudari, 1993:61). Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan
Gunung Jati menentukan posisi istana, benteng, pasar, dan alun-alun yang harus dibangun
di dekat kuala Sungai Banten yang kemudian diberi nama Surosowan. Hanya dalam
waktu 26 tahun, Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi,
Banten yang tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian Demak
dengan dinobatkannya Hasanuddin sebagai raja di Kesultanan Banten dengan gelar
Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan (Pudjiastuti,2000:61).

Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J.


de Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota
Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota
itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia
lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal
jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak
sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat
berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya
terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya
terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di
tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan
dan kesenian rakyat dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan
alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut
Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di
sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung (Djajadiningrat,1983:84).
Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan
penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern
pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian
masyarakat. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya, orang Portugis
telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Banten dan
disusul oleh orang Belanda. Selain itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah
datang di Banten. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai
pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka
dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan
dari Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda (Ekadjati
(ed.),1984:97).

Wujud dari interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten tempo dulu
dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal dari berbagai
daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda, Bugis, Makassar, dan dari
jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Parsi,
Arab, Turki, Bengali,dan Cina (Leur, 1960:133-134; Tjiptoatmodjo, 1983:64).
Setidaknya inilah fakta sejarah yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan
kejayaan Banten. Dalam usahanya membangun Banten, Maulana Hasanuddin sebagai
Sultan Banten pertama (1522-1570), menitikberatkan pada pengembangan sektor
perdagangan dengan lada sebagai komoditas utama yang diambil dari daerah Banten
sendiri serta daerah lain di wilayah kekuasaan Banten, yaitu Jayakarta, Lampung, dan
terjauh yaitu dari Bengkulu (Tjandrasasmita,1975:323). Perluasan pengaruh juga menjadi
perhatian Sultan Hasanuddin melalui pengiriman ekspedisi ke pedalaman dan pelabuhan-
pelabuahn lain. Sunda Kalapa sebagai salah satu pelabuhan terbesar berhasil ditaklukkan
pada tahun 1527 dan takluknya Sunda Kalapa tersebut ditandai dengan penggantian nama
Sunda Kalapa menjadi "Jayakarta".

Dengan takluknya Jayakarta, Banten memegang peranan strategis dalam


perdagangan lada yang sekaligus menggagalkan usaha Portugis di bawah pimpinan
Henrique de Leme dalam usahanya menjalin kerjasama dengan Raja Sunda (Kartodirdjo,
1992:33-34).

Pasca wafatnya Maulana Hasanuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana


Yusuf (1570-1580), putra pertamanya dari Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Demak.
Kemasyhuran Banten makin meluas ketika politik ekspansinya berhasil pula
menaklukkan Pakuan Pajajaran yang dibantu oleh Cirebon pada tahun 1579 sehingga
Kerajaan Sunda akhirnya benar-benar runtuh (Atha, 1986:151-152,189).

Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, sektor pertanian berkembang pesat dan
meluas hingga melewati daerah Serang sekarang, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan
air bagi sawah-sawah tersebut dibuat terusan irigasi dan bendungan. Danau (buatan)
Tasikardi merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk kota,
sekaligus sebagai sumber pengairan bagi daerah pesawahan di sekitar kota. Sistem filtrasi
air dengan metode pengendapan di Pengindelan Abang dan Pengindelan Putih merupakan
bukti majunya teknologi pengelolaan air pada masa tersebut.
Pada masa Maulana Yusuf memerintah, perdagangan Banten sudah sangat maju
dan Banten bisa dianggap sebagai sebuah kota pelabuhan imperium, tempat barang-
barang dagangan dari berbagai penjuru dunia digudangkan dan kemudian didistribusikan
(Michrob dan Chudari, 1993:82-83). Tumbuh dan berkembangnya pemukiman-
pemukiman pendatang dari mancanegara terjadi pada masa ini. Kampung Pekojan
umpamanya untuk para pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki, yang terletak di
sebelah barat Pasar Karangantu. Kampung Pecinan untuk para pedagang Cina, yang
terletak di sebelah barat Masjid Agung Banten. Masa kejayaan Banten selanjutnya
diteruskan oleh Maulana Muhammad pasca mangkatnya Maulana Yusuf pada tahun
1580. Maulana Muhammad dikenal sebagai seorang sultan yang amat saleh. Untuk
kepentingan penyebaran agama Islam ia banyak menulis kitab-kitab agama Islam yang
kemudian dibagikan kepada yang membutuhkannya. Kesejahteraan masjid dan kualitas
kehidupan keberagamaan sangat mewarnai masa pemerintahannya walaupun tak
berlangsung lama karena kematiannya yang tragis dalam perang di Pelembang pada
tahun 1596 dalam usia sangat muda, sekitar 25 tahun. Pasca mangkatnya Maulana
Muhammad, Banten mengalami masa deklinasi ketika konflik dan perang saudara
mewarnai keluarga kerajaan khususnya selama masa perwalian Abul Mufakhir Mahmud
Abdul Kadir yang baru berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat. Puncak perang
saudara bermuara pada peristiwa Pailir, dan setelahnya Banten mulai kembali menata
diri.

Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda pada bulan Januari 1624, maka
Sultan Abul Mufakir Mahmud Abdul Kadir diangkat sebagai Sultan Banten (1596-1651).
Sultan yang baru ini dikenal sebagai orang yang arif bijaksana dan banyak
memperhatikan kepentingan rakyatnya. Bidang pertanian, pelayaran, dan kesehatan
rakyat mendapat perhatian utama dari Sultan Banten ini. Ia berhasil menjalin hubungan
diplomatik dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam. Dialah
penguasa Banten pertama yang mendapat gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekah
(1636). Sultan Abdul Mufakhir bersikap tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan
kehendaknya kepada Banten. Misalnya ia menolak mentah-mentah kemauan VOC yang
hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten (Ekadjati (ed.), 1984:97-98). Dan
akibat kebijakannya ini praktis masa pemerintahannya diwarnai oleh ketegangan hingga
blokade perdagangan oleh VOC terhadap Banten. Konflik antara Banten dengan Belanda
semakin tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia. Persaingan
dagang dengan Banten tak pernah berkesudahan. VOC mengadakan siasat blokade
terhadap pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung dari Cina dan
perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat
pelabuhan Banten hampir lumpuh. Perlawanan sengit orang Banten terhadap VOC pecah
pada bulan November 1633 dengan mengadakan "gerilya" di laut sebagai "perompak"
dan di daratan sebagai "perampok" sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan
ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade.
Situasi perang terus berlangsung selama enam tahun, dan ketegangan masih terus terjadi
hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada tahun 1651 dan digantikan oleh Pangeran
Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma'ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing
Banten atau Sultan Abufath Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng
Tirtayasa (1651-1672).
Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli strategi perang berhasil membina mental para
prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar,
dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama
Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya.

Pelabuhan Banten yang semula diblokade VOC perlahan namun pasti mulai pulih
ketika Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menarik perdagangan bangsa Eropa lainnya,
seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis yang notabene merupakan pesaing berat
VOC. Strategi ini bukan hanya berhasil memulihkan perdagangan Banten namun
sekaligus memecah konflik politik menjadi persaingan perdagangan antar bangsa-bangsa
Eropa.

Selain mengembangkan perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya


juga untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan
sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk
sejak awal abad ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli
perdagangan VOC yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap
Banten (Kartodirdjo, 1988:113-115,150-154,204-209). VOC yang mulai terancam oleh
pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas pada tahun 1655 mengusulkan kepada
Sultan Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah hampir 10 tahun dibuat
oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan dengan tegas bersikap tidak merasa
pelu memperbaruinya selama pihak Kompeni ingin menang sendiri.

Meskipun disibukkan dengan urusan konflik dengan VOC, Sultan tetap


melakukan upaya-upaya pembangunan dengan membuat saluran air untuk kepentingan
irigasi sekaligus memudahkan transportasi dalam peperangan. Upaya itu berarti pula
meningkatkan produksi pertanian yang erat hubungannya dengan kesejahteraan rakyat
serta untuk kepentingan logistik jika mengadapi peperangan. Karena Sultan banyak
mengusahakan pengairan dengan melaksanakan penggalian saluran-saluran
menghubungkan sungai-sungai yang membentang sepanjang pesisir utara, maka atas
jasa-jasanya ia digelari Sultan Ageng Tirtayasa (Tjandrasasmita, 1995:116).

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik dalam bidang politik diplomasi maupun di
bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan.
Pelabuhan Banten makin ramai dikunjungi para pedaganga asing dari Persia, India, Arab,
Cina, Jepang, Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa
dari Eropa yang bersahabat, dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki.

Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke puncak kejayaannya, di


samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem irigasi ia pun berhasil menyusun
kekuatan angkatan perangnya yang sangat disegani, memperluas hubungan diplomatik,
dan meningkatkan volume perniagaan Banten sehingga Banten menempatkan diri secara
aktif dalam dunia perdagangan internasional di Asia (Ekadjati (ed.), 1984:98).

Puncak konflik antara Banten dengan VOC terjadi setelah Perjanjian Amangurat
II dengan VOC membawa pengaruh politik yang besar terhadap Kesultanan Banten, dan
setelah pemberontakan Trunojoyo dapat dipadamkan, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa
harus berhadapan dengan VOC (Wangania, 1995:44). Pada saat yang bersamaan
Kesultanan Banten mengalami perpecahan dari dalam. Putra mahkota, Sultan Abu Nasr
Abdul Kahar, yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya
mengurus urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan
Purbaya.Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan
menghasut Sultan Haji guna melawan ayahandanya. Dengan bantuan pasukan VOC, pada
tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana
Surasowan yang kemudian berada di bawah antara ayah dan anak setahun lamanya
hingga Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap akibat pengkhianatan putranya sendiri, Sultan
Haji. Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal tahun 1692
dan kemudian dimakamkan di Kompleks Mesjid Agung Banten (Ekadjati, 1995:101-102;
Ensiklopedi Sunda, 2000:661; Wangania, 1995:45).

Dengan ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 April 1684 antara


Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiai
Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara, dan Pangeran Natawijaya, dengan Belanda yang
diwakili oleh Komandan dan Presiden Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse
Wonderpoel, Evenhart van der Schuer, serta kapten bangsa melayu Wan Abdul Bagus,
maka lenyaplah kejayaan dan kemajuan Kesultanan Banten, karena ditelan monopoli dan
penjajahan Kompeni, akibat perjanjian ini Kesultanan Banten diambang keruntuhan.
Selangkah demi selangkah Kompeni mulai menguasai Kesultanan Banten. Benteng
Kompeni mulai didirikan pada tahun 1684-1685 di bekas benteng kesultanan yang
dihancurkan, dan benteng ini dirancang oleh seorang arsitektur yang sudah masuk Islam
dan menjadi anggota kesultanan yang bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel. Benteng
yang didirikan itu diberi nama Speelwijk, untuk memperingati kepada Gubernur Jenderal
Speelma. Dengan demikian, praktis Banten sebagai pusat kekuasaan dan kesultanan telah
pudar. Demikian pula peran Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa telah tertutup.
Tidak ada lagi kebebasan melaksanakan perdagangan (Tjandrasasmita, 1995:118)

Penderitaan rakyat semakin berat bukan saja karena pembersihan atas pengikut
Sultan Ageng Tirtayasa serta pajak yang tinggi, selain karena sultan harus membayar
biaya perang, juga karena monopoli perdagangan Kompeni. Rakyat dipaksa untuk
menjual hasil pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepada Kompeni melalui
pegawai kesultanan yang ditunjuk, dengan harga yang sangat rendah. Raja seolah-olah
hanya sebagai pegawai Kompeni dalam hal pengumpulan lada dari rakyat. Pedagang-
pedagang Inggris, Francis, dan Denmark, karena banyak membantu Sultan Ageng
Tirtayasa dalam perang yang lalu, diusir dari Banten. Kerusuhan demi kerusuhan,
pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang bergejolak selama pemerintahan Sultan
Haji. Perampokan dan pembunuhan terhadap para pedagang dan patroli Kompeni, baik di
luar kota maupun di dalam kota, kerap terjadi dimana-mana. Bahkan pernah terjadi
pembakaran yang mengabiskan 2/3 bangunan di dalam kota. Ketidakamanan pun terjadi
di lautan, banyak kapal Kompeni yang dibajak oleh "bajak negara" yang bersembunyi di
sekitar perairan Bojonegara sekarang. Sebagian besar rakyat tidak mengakui Sultan Haji
sebagai Sultan. Oleh sebab itu, kehidupan Sultan Haji selalu berada dalam kegelisahan
dan ketakutan. Bagaimanapun penyesalannya terhadap perlakuan buruknya terhadap
ayah, saudara, sahabat, dan prajurit-prajuritnya yang setia selalu ada. Akan tetapi,
semuanya sudah terlanjur. Kompeni yang dulu dianggap sebagai sahabat dan
pelindungnya, akhirnya menjadi tuan yang harus dituruti segala kehendaknya. Karena
tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun
1687. Jenazahnya dimakamkan di pemakamam Sedakingkin sebelah utara Mesjid Agung
Banten, sejajar dengan makam ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (Ismail, 1983:7;
Tjandrasasmita, 1967:46; Michrob dan Chudari, 1993:164). Pasca peristiwa tersebut,
Banten memasuki fase sejarah sebagai bagian dari daerah koloni Belanda. Dan
perlawanan-perlawanan sporadis menjadi warna yang kental pada masa pemerintahan
berikutnya yang praktis tak berdaulat sebagai sebuah negara sebagaimana pada masa
Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah berhasil membangun negara modern yang berdaulat.

Kesimpulan

Menulis perjalanan hidup atau biografi atau pandangan seorang tokoh bukanlah
hal yang mudah. Apalagi tulisan itu harus dikemas dengan ringkas dan sederhana,
sehingga pembaca dengan singkat mengenal sosok yang di tulis. Diantara yang terberat
dalam mengkemas tulisan sederhana ini adalah “menjaga jarak” dan keterlibatan
emosional antara penulis dengan tokoh yang ditulis. Semakin dekat hubungan emosional
antara subjek dan obyek penulisan. Maka akan semakin sukar untuk mendeskripsikan
perjalanan hidup sang tokoh secara obyektif dan bebas dari bias-bias pribadi. Kedekatan
emosional itu membuat seakan tidak larut dalam lautan emosi kehidupan sang tokoh,
maka kekaguman itu amat kuat terefleksi dalam tulisan. Ia menjadi “pemuja” sang tokoh,
dan cenderung kehilangan élan kritis atas tokoh tersebut. Sebaliknya, kalau kebencian,
ketidaksukaan (dislike) terhadap tokoh itu yang mendominasi pikiran penulis, maka
hampir bisa dipastikan tulisan akan penuh dengan bias-bias subjektif.

Kekaguman dan ketidaksukaan dalam penulisan biografi sama-sama tidak baik.


Siapa pun yang menjadi penulis tentang biografi seorang tokoh_ sesederhana apapun
buku itu_ penulis harus mampu menampilkan obyektifitas dalam tulisannya. Aturan itu
berlaku juga dalam penulisan otobiografi dari Drs. Ahmad Buety Nasir ini. Saya melalui
M:SHOOT berusaha menjaga obyektifitas penilaian karakter dan tindakan yang
dilakukan oleh Buety Nasir.

Ketertarikan menulis tentang sosok BN merupakan refleksi edukasi yang dapat


diambil dari sosok BN. Perjuangan BN untuk kesejahteraan guru dan perubahan lebih
baik bagi dunia pendidikan Banten, merupakan lauh mahfudz tersendiri untuk dipelajari
dan ditauladani. Bagi banyak generasi di Banten. Komitmen BN terhadap kehidupan
dakwah Islam di Banten terwujud dari tindakan BN yang muncul disetiap segmen
dakwah Islam di Banten. BN tidak pernah melakukan dikotomi antara dakwah NU,
Muhammadiyah, Persis atau Mathlaul Anwar di Banten. Ia masuk ke seluruh organisasi
Islam tersebut dan menyambungkan tali silahturahim antar umat dan tokoh Islam di
Banten. Mudah-mudahan perjuangan Buety Nasir selalu diridhoi Allah SWT, konsitensi
Buety Nasir dalam perjuangan politik, pendidikan dan dakwah Islam menjadi pertaruhan
penting bagi eksitensi ketokohannya di Banten dan nasional pada masa-masa yang akan
datang.

Karya buku sederhana ini memang bukan data sejarah tokoh Banten. Namun,
setidaknya dapat menambah referensi bagi rakyat Banten. Dari kubangan Lumpur banyak
anak-anak manusia yang pantas menjadi tauladan dan pemimpin bagi rakyat Banten.
Buety Nasir mungkin tidak sadar telah mengukir sejarah baru bagi perjuangan
kesejahteraan bagi rakyat di Banten. Namun, suatu hari perjuangannya yang tak kenal
lelah akan memperoleh apresiasi maksimum dari Allah SWT dan rakyat Banten
khususnya.amien.

Buety Nasir Dalam Dokumentasi Foto Dan Koran


Buety Nasir melayani permohonan foto bersama salah satu penggemar vespa.
(Dokumentasi Foto, Ardi)

Bergaul dengan siapa saja. Buety Nasir ditengah-tengah para penggemar Vespa
Tangerang. (Dokumentasi Foto, Ardi)

Akrab Bersama Ketua FPI, Habib Riziq Shihab.(Dokumentasi Foto, Ardi)


Buety Nasir (tengah) bersama para pimpinan pondok pesantren di Tangerang

Buety Nasir, menanda tangani “Kontrak Politik” yang disodorkan Angkatan


Muda Muhammadiyah Kota Tangerang. Agar konsisten pemberantasan KKN dan
Fokus pada pengentasan kemiskinan apabila terpilih sebagai Gubernur atau Wakil
Gubernur. Bersama (Dokumentasi Foto, Ardi)
Buety Nasir Tampil sebagai pembicara dalam acara Alumni Mathul Anwar Banten.
(Dokumentasi Foto, Ardi)

Buety Nasir (tengah), mendapat dukungan penuh dari BPPKB (badan pembinaan potensi
keluarga besar Banten).(Dokumentasi Foto, Ardi)
Buety Nasir (tengah), mendapat dukungan penuh dari BPPKB (badan pembinaan potensi
keluarga besar Banten).

Buety Nasir memberikan santunan pada bakti sosial yang diadakan Pramuka
Buety Nasir (koko putih, baju kebesaran) menghadiri peletakan batu pertama bagi
pembangunan sebuah sekolah di Banten.

Buety Nasir memberikan pengarahan pada keberangkatan Rekreasi dan konvoi salah satu
club motor yang ia fasilitasi.
Bangunan Al Furqon Islamic Boarding School yang sedang dibangun. Insya Allah akan
menjadi pusat pendidikan bagi anak-anak di Mauk.

DAFTAR BACAAN
Asnawi & Ode Syahrul, “ Drs. A. Buety Nasir: Menjawab Tantangan, Menyongsong
Banten yang Bermartabat, Maju dan Mandiri”, 2005, PBB, Tangerang.

Ahmad Suhelmi & Firdaus Syam, “ Ahmad Sumargon: Dai dan Aktivis Pergerakan Islam
yang Mengakar di Hati Umat”, 2004, Millinieum Publisher, Jakarta.

Darul Aqsha, “ KH. Mas Mansur: Perjuangan dan Pemikiran”, 2005, Erlangga, Jakarta.

Simanjuntak, “ Tabloid Musala”, edisi tahun 2004, terbitan 1-10, Medan.

Robert Simanjuntak, “ Implementasi Desentralisasi Fiscal: Problem, Prospek dan


Kebijakan”, 2005, LPEM UI, Jakarta.

Suratmin, “ HM. Yunus Anis”, 1999, Majelis Pustaka PPM, Yogyakarta

Pemerintah Republik Indonesia, “ UU. RI. No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah”, 2006, Duta Nusindo, Semarang.

Pemerintah Republik Indonesia, “ UU RI mengenai Sistem Pendidikan Nasional “,


Sekretariat Negara, Jakarta

Situs resmi pemerintah Provinsi Banten, “ WWW. Banten. Go.id”

NARASUMBER
1. Drs. Ahmad Buety Nasir (obyek tulisan)
2. Siti Romlah (Istri Buety Nasir)
3. H. Muhammad Nasir (Ayahanda Buety Nasir)
4. Hj. Marwiyah (Ibunda Buety Nasir)
5. Asnawi (Sekretaris Yayasan Al Furqon)
6. Maman ( Sahabat Buety Nasir di Mauk)
7. Ahmad Amarullah ( Pengamat Pendidikan Banten)
8. Rahmat, SE, MM ( Direktur M:SHOOT)
9. Drs. E. Ansorullah (Tokoh Pendidikan Madrasah Di Kabupaten Tangerang)
10. M.Thurizal Husein ( Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Tangerang)
11. Prof. Dr. H.MA. Tihami (Rektor IAIN SMHB)
12. KH. Abdurrahman (ulama, Banten)
13. KH. Baikandi (Ulama Banten)
14. Hasyim, S.ag (Pegawai Yayasan Al Furqon)
15. Drs. Suparman (Kepala Sekolah SMP Al Furqon)
16. Asep (Pegawai Yayasan Al Furqon)
17. Drs. Marzuki ( Kepala Tata Usaha, Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN
SMHB)
Tentang Penulis
Dahnil Anzar dilahirkan di Aceh Timur, 10 April 1982.
Menyelesaikan pendidikan di, Ahmad Dahlan Jakarta Jurusan
Akuntansi dan Magister Perencanaan dan Kebijakan
Publik(MPKP), konsentrasi Ekonomi Keuangan Negara dan
Daerah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE.UI). putra
dari pasangan Ir. H. Anizar S dan Nuraini Dewi serta suami
dari Heni Novitasari, SH.I dan ayah dari Sayyid Jundi Anzar
(1,4 th). Pada saat ini ia aktif mengajar mata Kuliah Makro,
Mikro Ekonomi serta Lembaga Keuangan Bank dan Non-Bank
di STIE Muhammadiyah Tangerang. Selain juga aktif mengelola usaha Farmasi di Cileduk.
Mantan Ketua Umum Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kota Tangerang dan Ketua IRM
Banten serta mantan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) STIE Ahmad Dahlan
Jakarta ini juga aktif di lembaga kajian ekonomi Islam, Center for Islamic Economics Studies
(CIES) Jakarta, P3SE Jakarta serta aktif menulis karya ilmiah bidang ekonomi di Jurnal-jurnal
ilmiah dan artikel di Koran-koran local maupun nasional. Internasional Economist fellowship
in World Bank ini, juga merupakan peneliti muda yang banyak meneliti tentang Akuntansi
dan Ekonomi Keuangan. Pengasuh Kolom Hikmah Tabloid Musala Sumatra Utara ini,
sekarang juga aktif sebagai Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Banten dan Direktur
Eksekutif Madani:School Of Thought (M:SHOOT). Serta Sekretaris Lembaga Kajian
Pembangunan Indonesia (LKPI).

Anda mungkin juga menyukai