Anda di halaman 1dari 32

DR. H. HUSEN SARUJIN, SH.,MM., M.Si.

, MH
Dosen Pengampuh Mata Kuliah:

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

MASYARAKAT MADANI SEBAGAI SUMBER


INSPIRATIF HUKUM ISLAM

DI SUSUN OLEH:
PUTRI AL MUNAWWARA (20400121085)
PBI.C

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
(UIN)
2021/2022
DR. H. HUSEN SARUJIN, SH.,MM., M.Si., MH
DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH:
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Masyarakat Madani Sebagai Sumber
Inspiratif Hukum islam ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga
kini. Dan Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Kami juga ingin menyampaikan terimakasih kepada Bapak DR. H. HUSEN SARUJIN,
SH.,MM., M.Si., MH. selaku Dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan , yang telah memberikan tugas untuk membuat makalah dengan
judul : Masyrakat Madani Sebagai Sumber Inspiratif Hukum Islam, serta rekan-rekan
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Dan kedepannya kami
berharap makalah ini dapat membantu untuk proses pembelajaran kedepannya.
Kami sangat menyadari bahwa makalah Masyarakat Madani Sebagai Sumber
Inspiratif Hukum Islam, ini jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan
baik dari aspek kualitas, kuantitas dari bahan Penelitian yang di paparkan semua ini
murni dari keterbatasan wawasan yang kami miliki. Maka dari itu kami sangat terbuka
jika saja di masa depan ada kritik dan saran mengenai makalah ini.

Gowa, 4 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL ………………………………………………………………………………………………………….. 1
PROFIL DOSEN ……………………………………………………………………………………………………….. 2
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………………………….. 3
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………… 4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………….. 5
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………………………………… 6
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………………………………… 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis …………………………………………………………………………………………… 7
a. Pengertian Masyarakat Madani ………………………………………………………………… 8
b. Manfaat Masyarakat Madani ……………………………………………………………………… 9
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani ……………………………………………………………. 10
C. Ciri-Ciri Masyarakat Madani ……………………………………………………………………………… 18
D. Masyarakat Madani Indonesia …………………………………………………………………………. 19
E. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani …………………………………………….. 24
F. Solusi Mengatasi Masalah ……………………………………………………………………………….. 25
G. Mewujudkan Masyarakat Madani ……………………………………………………………………. 26
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………….. 31
B. Saran ………………………………………………………………………………………………………… 31
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………... 32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arti mendasar dari masyarakat umum adalah masyarakat umum yang menjadikan
kualitas kemajuan sebagai prinsip. Dengan cara ini, di seluruh keberadaan teori, dari cara
berpikir Yunani ke jam cara berpikir Islam, istilah Madinah atau polis juga diwujudkan
yang menyiratkan kota, yang merupakan masyarakat tingkat tinggi dan mapan.
Masyarakat umum merupakan gambaran visi yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam
Al-Qur'an, Allah memberikan gambaran masyarakat yang ideal sebagai gambaran
masyarakat umum dengan firman-Nya dalam Al-Qur'an yang menyiratkan: "...
(bangsamu) adalah umat yang baik dan (tuanmu) adalah Tuhan yang baik." (Surat: Saba
'15).
Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis di perlukan terciptanya
masyarakat madani. Kehidupan masyarakat madani ditandai dengan adanya
keterbukaandi bidang politik juga memiliki tingkat kemampuan dankemajuan masyarakat
yang tinggi untuk bersikap kritis danpartisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan
social Ditemukan suatu kemiripan dalam masyarakatpedesaan" yaitu suatu sistem dan
karakteristik masyarakatmadani seperti gotong royong, saling tolong menolong, beradab
dan lain sebagainya Namun mayoritas kehidupandi kota bertolak belakang dengan
hal#hal tersebut" padahaldemi tercapainya cita-cita negara yang adil, makmur, sejahtera,
dan beradab diperlukan masyarakat.
Untuk menjadi masyarakat madani tersebut terutama di wilayah perkotaan" karena
kota merupakan suatu jembatan daridesa untuk menuju kesejahteraan yang di inginkan
negara, karena itu kami mengangkat judul “masyarakatmadani sebagai sumber inspiratif
hokum islam” untuk pengkajian ulang kepada semua warganegara indonesia supaya
terciptanya masyarakat madaniala negara indonesia yang dapat memajukan
danmensejahterakan bangsa dan negara ini.
Wacana dan praksis tentang civil society belakangan ini semakin surut.
Kecenderungan ini sedikit mengherankan karena dalam “transisi” menuju demokrasi,
seharusnya wacana dan praksis civil society semakin kuat, bukanmelemah. Alasannya,
eksistensi civil society merupakan salah satu diantara tiga prasyarat pokok yang sangat
esensial bagi terwujudnya demokrasi.Mewujudkan masyarakat madani adalah
membangun kota budaya bukansekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat
local, tetapi lebih dari ituadalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai
keyakinanindividu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang
menghargainilai-nilai kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dari penuliasan makalah ini, maka
rumusanmasalah dari makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian masyarakat madani?
2. Apakah cirri-ciri dan karakter masyarakat madani?
3. Apakah pilar penegak masyarakat madani?
4. Bagaimana sejarah pemikiran masyarakat madani?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian masyarakat madani
2. Untuk mengetahui ciri-ciri dan karakteristik masyarakat madani
3. Untuk mengetahui pilar penegak masyarakat madani
4. Untuk mengetahui sejarah pemikiran masyarakat madani
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
a. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani atau yang biasa dikenal dengan sebutan civil society banyak
diartikan oleh para orang hebat pada zaman dahulu, sehingga masyarakat madani
memiliki banyak pengertian dan pandangan dari orang yang berbeda beda. Dari
banyaknya pengertian yang ada, dapat kita simpulkan bahwa masyarakat madani adalah
masyarakat yang memiliki adab dalam membangun, memaknai, dan menjalani
kehidupannya. Masyarakat madani juga dapat diartikan sebagai masyarakat yang
beradab, yang menjunjung tinggi nilai kemanuasiaan dan maju atau dapat mengikuti
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini disebut juga sebagai
Masyarakat Mutamaddin.
Setelah kita memahami pengertian dari masyarakat madani itu sendiri, sekarang
kita akan membahas tentang karakteristik dari masyarakat madani, yaitu sebagai berikut
:
1. Diakuinya semanagat pluralisme. Pluralisme ini bertujuan untuk mencerdaskan
umat, sebuah perbedaan yang kosmopolit akan tercipta manakala manusia
memiliki sikap inklusif, dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas parameter
parameter otentik agama tetap terjaga.
2. Terjaganya sikap toleransi. Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka
mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain, baik terhadap
saudara sesame agama maupun terhadap umat yang beragama lain. Tak hanya
toleransi terhadap agama saja, tetapi juga perbedaan ras, suku, budaya dan lain
sebagainya.
3. Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekedar tentang kebebasan dan
persaingan, demokrasi merupakan suatu pilihan untuk bersama sama
membangun dan memperjuangkan kehidupan warga dan masyarakat yang
semakin sejahtera.
Wacana dan praksis tentang civil society belakangan ini semakin surut.
Kecenderungan ini sedikit mengherankan karena dalam “transisi” menuju demokrasi,
seharusnya wacana dan praksis civil society semakin kuat, bukanmelemah. Alasannya,
eksistensi civil society merupakan salah satu diantara tiga prasyarat pokok yang sangat
esensial bagi terwujudnya demokrasi.Mewujudkan masyarakat madani adalah
membangun kota budaya bukansekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat
local, tetapi lebih dari ituadalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai
keyakinanindividu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang
menghargainilai-nilai kemanusiaan .Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat
madani semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di
Indonesia.
Proses iniditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk mengganti
Orde Baruyang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status quo menjadi
tatanan masyarakat yang madani.Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah
semudah membalikan telapak tangan. namun, memerlukan proses panjang dan waktu
serta menuntutkomitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara
totaldan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.Selanjutnya, wacana
tentangmasyarakat madani oleh banyak bangsa dan masyarakat di negara
berkembang,secara antusias ikut dikaji, dikembangkan, dan di eliminasi, sebgaimana
realitasempiris yang dihadapi.
Dalam sejarah sosial masyarakat Indonesia, perkembangan sosial masyarakat
Indonesia secara khusus menunjukkan pergaulan yang bersahabat dimana salah satu
tolak ukurnya adalah pergaulan sosial yang ketat. Asosiasi ini dalam rangkaian
pengalamannya telah mengambil bagian penting, sejak masa pra-kebebasan hingga
permintaan perubahan saat ini. Yang dimaksud dengan asosiasi ini tidak terbatas pada
pekerjaan konvensional yang terdiri dari penguatan yang ketat melalui penanaman
kehidupan yang ketat untuk membentengi tanggung jawab yang ketat dari kelompok
orang Islam. Bagaimanapun, ia juga telah mengambil bagian penting dalam kehidupan
persahabatan dan politik.
Arti mendasar dari masyarakat umum adalah masyarakat umum yang menjadikan
kualitas kemajuan sebagai prinsip. Dengan cara ini, di seluruh keberadaan teori, dari cara
berpikir Yunani ke jam cara berpikir Islam, istilah Madinah atau polis juga diwujudkan
yang menyiratkan kota, yang merupakan masyarakat tingkat tinggi dan mapan.
Masyarakat umum merupakan gambaran visi yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam
Al-Qur'an, Allah memberikan gambaran masyarakat yang ideal sebagai gambaran
masyarakat umum dengan firman-Nya dalam Al-Qur'an yang menyiratkan: "...
(bangsamu) adalah umat yang baik dan (tuanmu) adalah Tuhan yang baik." (Surat: Saba
'15).
Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:
 Mun’im (1994) mendefinisikan istilah, “civil society” sebagai seperangkatgagasan
etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting
dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai
konflikkepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
 Hefner, menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang
bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan
heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu
mengorganisasi dirinya, dantumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan
peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi
global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
 Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan
bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa
Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat.
Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh
sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota
yaknimasyarakat yang telah berperadaban maju.
 Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasaArab,
madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang
artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata.
Dengan demikian, istilah madaniy dalam Bahasa Arabnya mempunyai banyak arti.
Konsep masyarakat madani menurutMadjid (1997) kerapkali dipandang telah
berjasa dalam menghadapirancangan kekuasaan otoriter dan menentang
pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan
Eropa Timur. Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik
dengancivil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu
komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat
madani pelaku social akan bepegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Intinya, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
madani pada prinsipnya memiliki multi makna atau bermakna ganda yaitu:
demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparansi,toleransi,
berpotensi, aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsistensi, memiliki
perbandingan, komparasi, mampu berkoordinasi, simplifikasi,
sinkronisasi,integrasi, mengakui emansipasi, dan hak asasi, sederhana,namun
yang palingdominan adalah masyarakat yang demokratis.

b. Manfaat Masyarakat Madani


Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialahterciptanya
masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutanreformasi di dalam
negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luarnegeri. Di samping itu, melalui
masyarakat madani akan mendorong munculnyainovasi-inovasi baru di bidang
pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnyamasyarakat madani, maka persoalan-
persoalan besar bangsa Indonesia seperti:konflik-konflik suku, agama, ras, etnik,
golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan pembagian “kue
bangsa” antara pusat dan daerah, saling curiga serta ketidakharmonisan pergaulan
antarwarga dan lain-lainyang selama Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa
dan dicari.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan
partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya menyatakan:
bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses danwaktu serta dituntut
komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi dirisecara total dan selalu
konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflikyang tak terelakan. Tuntutan
terhadap aspek ini sama pentingnya dengankebutuhan akan toleransi sebagai instrumen
dasar lahirnya sebuah konsensus ataukompromi.
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civilsociety
pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya denganistilah societies civilis
yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997) menyatakan bahawa istilah civil society
sudah adasejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah
civil society adalah Cicero (104-43 SM), sebagaioratur yunani.
Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti
yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kodehukum sendiri. Dengan
konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota),maka dipahami bukan hanya
sekadar konsentrasi penduduk, melainkan jugasebagai pusat peradaban dan
kebudayaan.
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan
dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir padaawal
kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus
menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno
maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto,tuntutan perjuangan transformasi
menuju masyarakat madani pada era reformasiini tampaknya sudah tak terbendungkan
lagi dengan tokoh utamanya adalahAmien Rais dari Yogyakarta.
Secara etimologis, madinah adalah derivasi dari kosakata Arab yang mempunyai
dua pengertian. Pertama, madinah berarti kota atau disebut dengan "masyarakat kota”.
Kedua, “masyarakat berperadaban” karena madinah adalah juga derivasi dari kata
tamaddun ataumadaniyah yang berarti “peradaban”, yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai civility dancivilization. Kata sifat dari kata madinah adalah madani (Sanaky,
2002:30).
Adapun secara terminologis, masyarakat madani adalah komunitas Muslim
pertama di kota Madinah yang dipimpin langsung oleh Rasul Allah SAW dan diikuti oleh
keempat al-Khulafa al-Rasyidun. Masyarakat madani yang dibangun pada zaman Nabi
Muhammad SAW tersebut identik dengan civil society, karena secara sosio-kultural
mengandung substansi keadaban atau civility. Model masyarakat ini sering dijadikan
model masyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh seorang sosiolog Barat,
Robert N. Bellah, dalam bukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah, dalam laporan
penelitiannya terhadap agama-agama besar di dunia, mengakui bahwa masyarakat yang
dipimpin Rasul Allah SAW itu merupakan masyarakat yang sangat modern untuk zaman
dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala itu telah melakukan lompatan jauh ke
depan dengan kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya (Hatta,
2001:1).
Sesuai dengan tatanan masyarakat umum di Indonesia, penduduk Indonesia
harus diciptakan menjadi penduduk yang cerdas, berbasis popularitas, dan tegas yang
digambarkan dengan imtaq, dasar faksi, dan inventif, berpikir dan merasa sesuai
pedoman, mengakui jiwa Bhineka Tunggal Ika, Bersatu dengan sengaja dan cakap,
memilih pionir terencana dengan tulus dan sopan, bereaksi terhadap komunikasi luas
secara mendasar dan tidak memihak, berangkat untuk tampil ahli dan sosial, berani dan
siap menjadi pengamat, memiliki pengetahuan yang luas, memiliki rasa ketahanan dan
memahami standar umum negara Indonesia yang mayoritas, dilindungi, adil dan makmur
bagi setiap individu Indonesia.
Gagasan masyarakat umum menurut Islam adalah struktur politik yang:
kekuasaan mayoritas, partisipatif, menghormati dan menghargai publik, misalnya,
kesempatan kebebasan dasar, kepentingan, kesetaraan sosial, menjaga moral dan
kualitas yang mendalam. Atribut utama masyarakat umum Indonesia adalah
pemerintahan mayoritas yang menjaga kualitas manusia, individu yang memiliki
keyakinan yang beragam, penuh dengan perlawanan, menerapkan undang-undang dan
pedoman yang berlaku andal dan disempurnakan.
Nabi Muhammad SAW melakukan penataan negara tersebut, dengan cara:
pertama,membangun infrastruktur negara dengan masjid sebagai simbol dan perangkat
utamanya.Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antara dua
komunitas yang berbeda, yaitu Quraisy dan Yatsrib, serta komunitas Muhajirin dan
Anshar dalam bingkai solidaritas keagamaan. Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk
hidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang
mendiami wilayah yang sama, melalui Piagam Madinah. Keempat, merancang sistem
negara melalui konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah).
Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yang dibangun oleh
NabiMuhammad SAW merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid. Peristiwa
hijrah telah menciptakan keberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak
terdiri dari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapi juga Muhajirin Quraisy dan suku-
suku Arab lain.Nabi SAW menghadapi realitas pluralitas, karena dalam struktur
masyarakat Madinah yang baru dibangun terdapat beragam agama, yaitu: Islam, Yahudi,
Kristen, Sabi’in, dan Majusi—ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) dan
bertuhan banyak (polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistik ini dibangun oleh Nabi
SAW di atas pondasi ikatan iman dan akidah yang nilainya lebih tinggi dari solidaritas
kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasilainnya.
Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalam beberapa kelompok yang
didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun, munafiqun, kuffar, musyrikun, dan
Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada saat itu merupakan bagian dari
komunitas masyarakat yang majemuk atau plural. Kemajemukan masyarakat Madinah
diawali dengan membanjirnya kaum Muhajirin dari Makkah, hingga kemudian
mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang
harus diantisipasi dengan baik. Dalam konteks itu, sosialisasi sistem persaudaraan
menjadi kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Nabi Muhammad SAW bersama semua
unsur penduduk madinah secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat Madinah
yang mengatur kehidupan dan hubungan antarkomunitas, yang merupakan komponen
masyarakat majemuk di Madinah. Kesepakatan hidup bersama yang dituangkan dalam
suatu dokumen yang dikenal sebagai “Piagam Madinah” (Mitsaq al-Madinah) dianggap
sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Piagam ini tidak hanya sangat
maju pada masanya, tetapi juga menjadi satu-satunya dokumen penting dalam
perkembangan konstitusional dan hukum di dunia.
Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara
lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, serta
tanggung jawab sosial dan politik, khususnya pertahanan secara bersama. Dalam
piagam tersebut juga ditempatkan hak-hak individu, yaitu kebebasan memeluk agama,
persatuan dan kesatuan, persaudaraan (al-ukhuwwah) antaragama, perdamaian,
toleransi, keadilan (al-'adalah), tidak membeda-bedakan (anti diskriminasi), dan
menghargai kemajemukan.
Dengan kemajemukan tersebut, Nabi Muhammad SAW mampu mempersatukan
mereka. Fakta ini didasarkan pada: pertama, mereka hidup dalam wilayah Madinah
sebagai tempat untuk hidup dan bekerja bersama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan
dalam satu umat untuk mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secara bersama-
sama. Ketiga, mereka menerima Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi dan
pemegang otoritas politik yang legal dalam kehidupan. Otoritas tersebut juga dilengkapi
dengan institusi peraturan yang disebut Piagam Madinah yang berlaku atas seluruh
individu dan setiap kelompok.
Dalam konstitusi Piagam Madinah, secara umum masyarakat berada dalam satu
ikatan yang disebut ummah. Yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok
sosial yang disatukan dengan ikatan sosial dan kemanusiaan yang membuat mereka
bersatu menjadiummah wahidah. Oleh karena itu, perbedaan agama bukan merupakan
penghambat dalam mencipatakan suasana persaudaraan dan damai dalam masyarakat
plural.
Muhammad Abduh dalam tafsirnya, al-Manar, mengakui bahwa agama bukanlah
satu-satunya faktor ikatan sosial dalam suatu umat, melainkan ada faktor universal yang
dapatmendukung terwujudnya suatu umat, yaitu unsur kemanusiaan. Karenanya unsur
kemanusiaan sangat dominan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial atau
makhluk politik. Demikian juga Muhammad Imarah, dalam karyanya berjudul Mafhum al-
Ummah fi Hadharat al-Islam, menyatakan bahwa umat yang dibentuk oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah merupakan umat yang sekaligus bersifat agama dan politik
(Bahri, 2001).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat yang dibentuk Nabi Muhammad
SAW di kota Madinah bersifat terbuka, karena Nabi mampu menghimpun semua
komunitas atau golongan penduduk Madinah, baik golongan yang menerima risalah
tauhid beliau maupun yang menolak.
Perbedaan akidah atau agama di antara mereka tidak menjadi alasan untuk tidak
bersatu-padu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, gagasan
dan praktik membentuk satu umat dari berbagai golongan dan unsur sosial pada masa
itu merupakan sesuatu yang baru, yang belum pernah dilakukan oleh kelompok
masyarakat manapun sehingga seorang penulis Barat, Thomas W Arnold
menganggapnya sebagai awal dari kehidupan berbangsa dalam Islam, atau merupakan
kesatuan politik dalam bentuk baru yang disatukan oleh Piagam Madinah (Mitsaq al-
Madinah).
Konstitusi Piagam Madinah, yang berjumIah 47 pasal itu (Sukardja, 1995:47-57),
secara formal mengatur hubungan sosial antarkomponen dalam masyarakat. Pertama,
antarsesama Muslim. Bahwa sesama Muslim itu satu umat walaupun mereka berbeda
suku. Kedua, hubungan antara komunitas Muslim dengan non-Muslim didasarkan pada
prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama,
membela mereka yang teraniaya, saling menasihati, dan menghormati kebebasan
beragama. Dari Piagam Madinah ini, setidaknya ada dua nilai dasar yang tertuang
sebagai dasar atau fundamental dalam mendirikan dan membangun negara Madinah.
Pertama, prinsip kesederajatan dan keadilan (al-musawah wa al-’adalah). Kedua,
inklusivisme atau keterbukaan. Kedua prinsip ini, ditanamkan dalam bentuk beberapa
nilai humanis universal lainnya, seperti konsistensi (iltizam), seimbang (tawazun),
moderat (tawassut), dan toleransi (tasamuh). Kesemuanya menjadi landasan ideal
sekaligus operasional dalam menjalin hubungan sosial-kemasyarakatan yang mencakup
semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi maupun hukum.
Pada masa awal Nabi SAW membangun Madinah, peran kelompok-kelompok
masyarakat cukup besar dalam pengambilan keputusan, sebagaimana tercermin dalam
Piagam Madinah. Tetapi seiring dengan semakin banyaknya wahyu yang turun, sistem
negara Madinah masa Nabi kemudian berkembang menjadi “sistem teokrasi”. Negara,
dalam hal ini dimanifestasikan dalam figur Nabi SAW yang memiliki kekuasaan amat
besar, baik kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Segala sesuatu pada
dasarnya dikembalikan kepada Nabi SAW, dan ketaatan umat kepada Nabi SAW pun
semakin mutlak sehingga tidak ada kemandirian lembaga masyarakat berhadapan
dengan negara.
Meskipun demikian, berbeda dengan umumnya penguasa dengan kekuasaan
besaryang cenderung despotik (sewenang-wenang), Nabi SAW justru meletakkan nilai-
nilai dan norma-norma keadilan, persamaan, persaudaraan, dan kemajemukan yang
menjadi dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, di samping mendukung
keterlibatan masyarakat (sahabat) dalam pengambilan keputusan secara musyawarah.
Pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun, sistem negara tidak lagi berbentuk teokrasi
melainkan “nomokrasi”, yaitu prinsip ketuhanan yang diwujudkan dalam bentuk
supremasi syariat. Namun peran masyarakat menjadi lebih besar, di mana hal itu
mengindikasikan mulaiterbangunnya masyarakat madani. Mereka melakukan kontrol
terhadap pemerintah, dan rekrutmen kepemimpinan pun yang didasarkan pada kapasitas
individual. Tetapi, setelah masaal-Khulafa’ al-Rasyidun, situasi mulai berubah, peran
masyarakat mengalami penyusutan, rekrutmen pimpinan tidak lagi berdasarkan pilihan
rakyat (umat), melainkan atas dasar keturunan. Lembaga keulamaan merupakan satu-
satunya lembaga masyarakat madani yang masih relatif independen. Pada masa
kekhilafahan, yakni dari masa al-Khulafa’ al-Rasyidunsampai menjelang runtuhnya
Dinasti Ustmani akhir abad ke-19, umat Islam telah memiliki struktur religio-politik (politik
berbasis agama) yang mapan, yakni lembaga legislatif dipegang oleh ulama. Mereka
memiliki kemandirian dalam berijtihad dan menetapkan hukum.
Dari pandangan ini, tercermin bahwa sebenarnya masyarakat madani yang
bernilai peradaban itu dibangun setelah Nabi Muhammad SAW melakukan reformasi dan
transformasi pada individu yang berdimensi akidah, ibadah, dan akhlak. Dalam
praktiknya, iman dan moralitaslah yang menjadi landasan dasar bagi Piagam Madinah.
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut menjadi dasar bagi semua aspek kehidupan, baik
politik, ekonomi, dan hukum pada masa Nabi SAW.
Posisi Piagam Madinah adalah sebagai kontrak sosial antara Nabi Muhammad
SAW dengan penduduk Madinah yang terdiri dari pendatang Quraisy, kaum lokal Yastrib,
dan orang-orang yang menyatakan siap berjuang bersama mereka. Posisi Rasul SAW
adalah sebagai pimpinan yang mereka akui bersama, dan telah meletakkan Islam
sebagai landasan bermasyarakat dan bernegara. Itulah sebabnya penjanjian tersebut,
dalam konteks teori politik, disebut sebagai Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Di
dalamnya, terdapat pasal-pasal yang menjadi hukum dasar sebuah negara kota yang
kemudian disebut Madinah (al-Madinah al-Munawarah atau Madinah al-Nabi). Nilai-nilai
yang tercermin dalam masyarakat Madinah saat itu pastilah nilai-nilai Islami yang
tertuang di dalam Piagam Madinah.
Kontrak sosial yang dilakukan Nabi SAW itu dinilai identik dengan teori Social
Contract dari Thomas Hobbes, berupa perjanjian masyarakat yang menyatakan sumber
kekuasaan pemerintah adalah perjanjian masyarakat. Pemerintah memiliki kekuasaan,
karena adanya perjanjian masyarakat untuk mengurus mereka. Teori Social Contract J.J.
Rousseau bahwa otoritas rakyat dan perjanjian politik harus dilaksanakan untuk
menentukan masa depan rakyat serta menghancurkan monopoli yang dilakukan oleh
kaum elite yang berkuasa atas nama kepentingan rakyat, juga identik dengan teori Nabi
Muhammad SAW ketika membangun ekonomi dengan membebaskan masyarakat dari
cengkeraman kaum kapitalis.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat Madinah yang dibangun
NabiSAW itu sebenarnya identik dengan civil society, karena secara sosio-kultural
mengandung substansi keadaban atau peradaban. Nabi SAW menjadikan masyarakat
Madinah pada saat itu sebagai classless society (masyarakat tanpa kelas), yakni tidak
membedakan antara sikaya dan si miskin, pimpinan dan bawahan—di mana seluruhnya
sama dan sejajar di hadapan hukum.
Dari uraian di atas, secara terminologis masyarakat madani yang berkembang
dalamkonteks Indonesia setidaknya berada dalam dua pandangan, yakni: masyarakat
Madinah dan masyarakat sipil (civil society). Keduanya tampak berbeda, tetapi sama.
Berbeda, karena memang secara historis keduanya mewakili budaya yang berbeda,
yakni masyarakat Madinah yang mewakili historis peradaban Islam. Sedangkan
masyarakat sipil adalah hasil dari peradaban Barat, seperti telah dipaparkan di atas.
Perbedaan lainnya, masyarakat Madinah menjadi tipe ideal yang sangat sempurna,
karena komunitas masyarakat dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
Apabila masyarakat madani diasosiasikan sebagai penguat peran masyarakat
sipil, maka masyarakat madani hanya bertahan di era empat al-Khulafa’ al-Rasyidun.
Setelah itu,masyarakat Islam kembali kepada masa monarki, di mana penguasaan
negara (state power) kembali menjadi besar, dan peran masyarakat (society
participation) menjadi kecil. Oleh sebab itu, ketiga prinsip yang dikemukakan di atas,
dapat dikatakan sebagai elemen penting terbentuknya “masyarakat madani”, yaitu
masyarakat yang memegang teguh ideologi yang benar, berakhlak mulia, bersifat mandiri
secara kultural-politik-ekonomi, memiliki pemerintahan sipil, memiliki prinsip
kesederajatan dan keadilan, serta prinsip keterbukaan.
Timbul pertanyaan, nilai substansial seperti apakah yang dapat mewakili
kecenderungan masyarakat Madinah? Apabila dikaji secara umum, setidaknya nilai
subtansial dari semangat Islam dalam pemberdayaan masyarakat mencakup tiga pilar
utama, yakni: musyawarah (syura), keadilan (‘adl), dan persaudaraan (ukhuwwah).
Sedangkan masyarakat sipil (civil society) bermula dari semangat dan pergumulan
pemikiran masyarakat Barat untuk mengurangi peranan negara (state) dalam kehidupan
masyarakat.
Seperti diketahui bahwa pada abad pertengahan masyarakat Barat dikuasai oleh
dua kekuatan yang sangat dominan, yakni gereja dan kerajaan-kerajaan. Sehingga para
sejarahwan Barat menyebutnya sebagai Abad Kegelapan (the Dark Ages). Selanjutnya,
muncul gerakan perlawanan dari para ilmuwan yang menghadirkan gerakan sekularisme
dan humanisme, di mana mereka menyatakan lepas dari keyakinan gereja, dan manusia
dianggap sebagai pusat segalanya (antrophosentris).
Dengan demikian, ada konsep baru yang ditawarkan Nabi SAW bahwa negara itu
melampaui batas-batas wilayah geografis. Negara itu lebih cocok dengan nilai-nilai dasar
kemanusiaan (basic values of humanity), sebab yang menjadi dasar utama
kewarganegaraannya bukan nasionalisme, suku, ras atau pertalian darah. Tetapi
manusia dapat memilih konsep hidup tertentu atau akidah tertentu. Manusia secara
bebas dan merdeka menentukan pilihan akidahnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari
pihak mana pun dan oleh siapa pun. Negara baru yang dibangun Nabi SAW adalah
negara ideologi yang didasarkan pada asas kemanusiaan yang terbuka, sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah:256.

ِّ ‫ْ اي‬
‫َف َدَ ْ َْ اش لن ََنَ َدَ َْ ان ْ ِّن د يف َ اه ََْكَ َا‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar dari jalan yang sesat.”
Dengan demikian, konsep negara yang ditawarkan Nabi SAW benar-benar baru
dan orisinil, karena negara menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Di dalam
Q.S. al-Saba’:15, Allah SWT mengilustrasikan profil masyarakat ideal sebagai berikut:
َ ‫ٌ ِّنَيَ نَ اة َنل‬
َ َ‫ٌَّ ٌَّ ََر‬
َ ‫ٌَرل‬
"Sebuah negeri yang aman sentosa dan masyarakatnya terampuni dosanya."
 Khairah Ummah (QS Ali Imran Ayat 110)
Khairah ummah atau masyarakat terbaik dalam hal ini dimaksud dengan masyarakat
ideal. Masyarakat madani adalah masyarakat yang sadar dan telah menunaikan tugas
sebagi masyarakat ideal. Tugas yang dimaksud adalah menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran (keburukan yang telah dilarang), tidak bercerai-berai sesama
umat dan tidak berselisih paham terhadap apa yang telah dikatakan benar.
 Ummatan Wasathan (QS Al Baqarah Ayat 143)
Ummatan Wasathan adalah masyarakat seimbang. Dalam hal ini, islam memandang
masyarakat madani sebagai masyarakat yang hidup harmonis dalam keseimbangan.
Posisi seimbang menjadikan masyarakat madani tidak akan memihak pada pihak pihak
tertentu dan terbuka dengan semua pihak baik dalam hal agama, budaya serta
peradaban. Kenapa harus terbuka? Karena sikap adil dan seimbang tidak akan terwujud
jika masyarakat masih menutup diri dari lingkungan dan perbedaan.
 Ummah Muqtasiddah (QS Al Maidah Ayat 66)
Ummah Muqtasiddah adalah masyarakat yang moderat. Sebenarnya secara konsep,
ummah muqtasiddah ini mirip seperti ummatan washatan dimana masyarakat diminta
untuk tidak bersikap ekstrim atau mendominasi kelompok lain dalam suatu masyarakat.
Masyarakat madani dalam konsep ini bertugas untuk senantiasa menebarkan kebaikan
dan melakukan perbaikan serta meminimalisir kerusakan meskipun mereka adalah kaum
minoritas.
Konsep khairan ummah dalam QS Ali-Imran 3:110 adalah konsep masyarakat
yang ideal. Mereka ditugasi untuk mengembangkan beberapa fungsi diantaranya
menyerukan kebaikan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Selain itu, mereka juga
tidak boleh bercerai berai dan saling berselisih paham. Al Quran telah memberikan Cara
Meningkatkan Iman dan Taqwa serta cara berdamai untuk memecahkan masalah
internal yaitu metode syurah atau musyawarah, ishlah atau rekonsiliasi dan berdakwah
dnegan cara al-hikmah wa al-mujadalah bi allatu hiya ahsan yang berarto kebijaksanaan
dan perundingan dengan cara baik.
Konsep ummatan wasathan dalam QS Al-Baqarah 2:143 menjelaskan bahwa
masyarakat seimbang adalah masyarakat yang berada di posisi tengah-tengah yaitu
menggabungkan yang baik dari yang bertentangan.
Konsep ummah muqtashidah dalam QS Al-Maidah 5:66 adalah masyarakat
moderat yakni entitas di kalangan ahli kitab dan posisi ummah yang minoritas. Artinya
bahwa kelompok tersebut meskipun kecil, tetap dapat melakukan kebaikan dan
perbaikan dan meminimalisir kerusakan. Hampir sama dengan ummatan wasathan
bahwa keduanya memelihara penerapan nilai-nilai utama di tengah komunitas sekitar
yang menyimpang. Yang membuat beda ummah muqtashid adalah komunitas agama
Yahudi atau Nashrani, dan ummah wasath adalah komunitas agama sendiri yakni Islam.
Konsep-konsep yang sudah dijelaskan tersebut sungguh telah diterapkan di
Mdinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW. Diterapkan setelah Nabi berhijrah
dengan para sahabat dan dikeluarkannya Sahifah ay Watsiqah Madinah atau Piagam
Madinah atau Madinah Charter yang berisi hal-hal berikut ini :
 Asas kebebasan beragama yakni negara mengakui dan melindungi kelompok
yang beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing
 Asas persamaan yakni semua orang yang mempunyai kedudukan sama sebagai
anggota masyarakat untuk saling membantu dan tidak boleh memperlakukan
orang lain dengan buruk
 Asas kebersamaan yaitu anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban sama
kepada Negara
 Asas keadilan yaitu setiap warga negara memiliki kedudukan sama di hadapan
hukum dimana hukum harus ditegakkan
 Asas perdamaian yakni warga negara hidup berdaampingan tanpa perbedaan
suku, agama dan ras
 Asas musyawarah yaitu semua permasalah yang terjadi di negara tersebut
diselesaikan melalui dewan syura
Karakteristik Keislaman Pembangunan Masyarakat Madani
Rasulullah mengajarkan tiga karakteristik keislaman yang menjadi akar
pembangunan masyarakat madani, diantaranya :

 Islam humanis
Islam yang humanis berarti bahwa ajaran Islam yang diberikan oleh Rasulullah adalah
kompatibel dengan fitrah manusia. Allah berfirman dalam QS Al-Rum ayat 30 yang
artinya : “Maka hadapkan wajah dengan lurus pada agama Allah, tetap berada pada fitrah
Allah yang telah emnciptaka manusia sesuaai dengan fitrahnya. Tidak ada yang berubah
pada fitrah Allah, tetapi manusia tidak mengetahuinya.” Oleh karena itu, ajaran Islam
yang disampaikan oleh Rasulullah mudah diterima oleh nalar dan naluri umat manusia.
 Islam Moderat
Adalah keseimbangan ajaran Islam yang diterapkan dalam berbagai kehidupan manusia
baik secara vertikal maupun horizontal. Kemoderatan inin yang membuat ajaran Islam
berbeda dengan ajaran lainnya. Dalam sejarahnya, karakteristik ini diaplikasikan
sempurna dalam diri manusia. Jadi, kemoderatan adlaah salah satu karakteristik
fundamental agama Islam sebagai agama yang sangat kompatibel dengan naluri dan
fitrah manusia. Dari asas kemoderatan inilah, konsepsi kemasyarakatn menjadi konsep
yang utuh untuk membangun masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai dan
kemormaan dalam Islam.
 Islam Toleran
Kata toleran di dalam ajaran Islam berkaitan dengan penganut agama Islam sendri dan
penganut agama lain. Apabila dikaitkan dengan kaum muslimin, maka toleran berarti
kelonggaran, kemudahan dan fleksibilitas Islam. Sebab pada hakikatnya ajaran Islam
mudah sekali untuk disampaikan dan diaktulisasikan kepada umat manusia.
C. Ciri-Ciri Masyarakat Madani
Ciri utama masyarakat madani adalah demokrasi. Demokrasimemilikikonsekuensi
luas di antaranya menuntut kemampuan partisipasimasyarakat dalam sistem politik
dengan organisasi-organisasi politik yangindependen sehingga memungkinkan kontrol
aktif dan efektif dari masyarakatterhadap pemerintah dan pembangunan, dan sekaligus
masyarakat sebagai pelakuekonomi pasar.Hidayat Nur Wahid mencirikan masyarakat
madani sebagai masyarakat yangmemegang teguh ideology yang benar, berakhlak
mulia, secara politik-ekonomi- budaya bersifat mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil.
Sedangkan menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :
1. Adanya kemandirian yang cukup tinggi diantara individu-individu dankelompok-
kelompok masyarakat terhadap negara.
2. Adanya kebebasan menentukan wacana dan praktik politik di tingkat publik.
3. Kemampuan membatasi kekuasaan negara untuk tidak
melakukanintervensi.Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
 Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat
memilikiakses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak
melakukankegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
 Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip
demokrasisehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkandemokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat
berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan
untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan
demokratis dariorang lain.
 Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-
pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat,
sikapsaling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas
yangdilakukan oleh orang/kelompok lain.
 Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan
mayarakatyang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan
sebagainilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
 Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab
individuterhadap lingkungannya.
 Partisipasi social, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersihdari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain,
sehinggamasyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggungjawab.
 Supremasi hokum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan
terciptanyakeadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya
setiap orangmemiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural. Pluralitas bangsa ini mewujud
dalam keberagaman etnis, tradisi, adat istiadat, seni, budaya, dan agama. Clifford Geertz,
seorang antropolog kenamaan dari Amerika Serikat, dalam Indonesian Cultes and
Comunities, dengan baik melukiskan pluralitas bangsa Indonesia demikian,“Terdapat
lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda-beda di Indonesia, masing-masing dengan
identitas budayanya sendiri-sendiri, dan lebih dari 250 bahasa daerah dipakai … dan
hampir semua agama- agama penting di dunia diwakili, selain agama-agama asli yang
banyak jumlahnya.”
Meskipun plural, bangsa ini direkatkan dalam satu kesatuan kebangsaan sehingga
masing-masing kelompok itu merasa menjadi satu kesatuan akibat dari pengalaman
sejarah yang sama: pengalaman penjajahan yang getir dan pahit. Kesatuan Kebangsaan
ini secara simbolik terangkum dalam Bhineka Tunggal Ika, yang mengakui perbedaan
dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan.

Kesatuan kebangsaan ini pertama kali direkatkan melalui deklarasi Sumpah


Pemuda 1928 ketika bangsa ini yang diwakili oleh para pemuda untuk mendeklarasikan
ikrar kesatuan: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Kesatuan
kebangsaan ini semakin menemukan momentum historisnya ketika Pancasila dijadikan
falsafah negara dan ideologi negara oleh tokoh-tokoh yang mewakili berbagai lapisan
masyarakat Indonesia.
Dalam perspektif Islam sebagaimana digagas oleh Nurcholish Madjid,
cendekiawan Muslim Indonesia, Pancasila merupakan kalimatun sawa sebagai dasar
untuk merangkum semua pluralitas agama dan sosial dalam suatu wadah yang bernama
negara Indonesia. Mengenai hal ini, ia menegaskan bahwa Pancasila, “…sebagai
mediator bagi suatu konvergensi nasional. Pancasila merupakan landasan bersama
(kalimatun sawa/common platform) yang kokoh antara berbagai pengelompokan sosial,
juga antara berbagai komunitas keagamaan. Dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain,
seperti India, Irlandia, Filipina, bangsa Indonesia masih sangat beruntung karena memiliki
Pancasila sebagai landasan bersama secara nasional yang dapat mempersatukan
berbagai kelompok keagamaan.”
Jika kita membandingkan kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia sama
dengan kedudukan Piagam Madinah. Piagam Madinah merupakan dokumen politik yang
dibuat oleh umat Islam untuk merekonsiliasi pelbagai kepentingan sukuisme di Madinah
setelah Nabi menjadi pemimpinnya sebagai landasan bagi toleransi di antara pelbagai
umat yang ada. Konstitusi ini merupakan formulasi prinsip-prinsip kesepakatan antara
kaum muslimin Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah dengan berbagai kelompok
bukan muslimin, untuk membangun masyarakat politik bersama. Dalam dokumen historis
itu termuat prinsip-prinsip mengenai kebebasan beragama, hak setiap orang untuk hidup,
hak menjalani hubungan-hubungan ekonomi dengan golongan-golongan lain, kewajiban
partisipatif dalam mempertahankan peranan dan keamanan bersama.
Sebanding dengan sikap kaum muslimin Indonesia menerima Pancasila dan UUD
1945, orang-orang muslim pimpinan Rasulullah itu menerima Piagam Madinah adalah
juga atas pertimbangan nilai-nilai yang dibenarkan oleh ajaran Islam dan fungsinya
sebagai kesepakatan antara golongan untuk membangun masyarakat politik bersama.
Demikian pula sama halnya dengan umat Islam Indonesia yang tidak memandang
Pancasila dan UUD 1945 itu sebagai alternatif terhadap agama Islam, Rasulullah dan
para pengikut beliau itu pun tidak pernah terbetik dalam pikiran bahwa Konstitusi Madinah
merupakan agama baru mereka.
Pluralitas bangsa Indonesia salah satunya adalah keragaman dalam hal agama.
Di Indonesia ada enam agama yang diakui secara resmi oleh negara: Islam, Kristen
Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha. Semua umat dari masing-masing agama
sudah mengakui bahwa Pancasila merupakan platform bersama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karena itu, hubungan antar umat beragama di Indonesia
dapat dikatakan baik.
Namun demikian dalam perjalanan sejarah bangsa ini, bukan berarti tanpa
gesekan mengenai hubungan antar umat beragama tersebut. Terutama hubungan Islam
dan Kristen, beberapa fakta menunjukkan sering kali antara dua umat beragama ini
sering kali mengalami keretakan dan terlibat konflik, apapun yang melatarbelakanginya.
Ismatu Ropi dalam karyanya Fragile Relation: Muslim and Christians in Modern Indonesia
mengemukakan betapa rentannya hubungan antara kedua umat beragama ini. Kasus-
kasus seperti Situbondo (Jawa Timur), Ketapang (Jakarta) di mana gereja dibakar oleh
umat Islam, Kupang (Nusa Tenggara Timur) di mana masjid dibakar oleh umat Kristiani.
Belum lagi kasus Maluku dan Poso yang hingga hari ini belum dapat diselesaikan secara
baik.
Mungkin kasus-kasus itu tidak terlalu mengganggu hubungan Islam dan Kristen
karena masih dalam skala kecil, tetapi jika dibiarkan dan tidak diselesaikan dan
dicarikan solusinya maka hubungan Islam dan Kristen di masa mendatang akan menjadi
bom waktu yang bisa merusak tatanan sosial masyarakat. Hubungan yang tidak
harmonis antara umat beragama, khususnya antara umat Islam dan umat Kristiani, tentu
saja akan mengganggu usaha bangsa ini dalam meretas menuju masyarakat yang
beradab dan sejahtera. Tak mungkin kita membangun suatu masyarakat madani dengan
kondisi retak dan penuh ketegangan. Karena itu, maka peran umat beragama dalam
meretas menuju masyarakat madani merupakan sesuatu hal yang tak bisa ditawar-tawar.
Piagam Madinah yang dibuat oleh umat Islam bersama umat lain yang ada pada masa
itu menunjukkan pentingnya peran umat beragama dalam menciptakan sebuah tatanan
sosial politik yang adil, terbuka, sejahtera dan demokratis.
Berikut ini adalah beberapa peran yang harus dilakukan oleh umat beragama
dalam mewujudkan masyarakat madani itu.
1. Menumbuhkan saling pengertian antara sesama umatberagama. Peran ini bisa
dilakukan melalui dialog intensif. Dialog tersebut dilakukan, sebagaimana
dikemukakan oleh Mukti Ali, dengan cara : mempertemukan antara orang-
orang atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai
pada pengertian bersama tentang berbagai isu tertentu, untuk setuju dan tidak
setuju dengan sikap yang penuh apresiasi dan, karena itu, untuk bekerja sama,
menemukan rahasia makna kehidupan ini.
Dialog adalah sebuah proses di mana para individu dan kelompok berupaya
untuk menghilangkan rasa takut dan rasa tidak percaya satu sama lain dan
mengembangkan hubungan baru berdasarkan rasa saling percaya. Dialog
adalah satu kontak dinamis antara kehidupan dengan kehidupan tidak saja
antara satu pandangan rasional yang berlawanan satu sama lain yang
ditujukan untuk membangun dunia baru secara bersama-sama.
 Dengan dialog tersebut maka perdamaian antara umat beragama akan
tercapai. Perdamaian adalah salah satu prasyarat untuk membangun cita-cita
bersama menuju masyarakat madani. Hans Kung yang gencar
mempromosikan keharusan dialog mengatakan:
“Tidak ada perdamaian di antara bangsa-bangsa tanpa adanya dialog
antaragama; tidak ada perdamaian di antara agama-agama tanpa adanya
dialog antara umat beragama; tidak ada dialog antara umat beragama tanpa
ada investigasi dasar (fondasi) agama-agama.”
2. Melakukan studi-studi agama, Studi-studi agama bertujuan:
 Menghayati ajaran agama masing-masing,
 Membangun suasana iman yang dialogis,
 Menumbuhkan etika pergaulan antara umat beragama,
 Kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu umat bergama terhadap
umat agama lain,
 Menghancurkan rintangan-rintangan budaya yang ada pada masing-masing
umat beragama seperti eksklusivisme,
 Menumbuhkan kesadaran pluralisme,
 Menumbuhkan kesadaran akan perlunya solidaritas dan kerja sama untuk
menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan,
dan lain-lain.
3. Melakukan usaha-usaha penumbuhan sikap-sikap demokratis, pluralis, dan
toleran kepada umat beragama sejak dini melalui pendidikan.
4. Mengerahkan energi bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama
membangun masyarakat madani.
Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili
oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam
perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagaiorganisasi perjuangan
penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis
islam, seperti Serikat Islam (SI), Hahdlatul Ulama(NU) dan Muhammadiyah, telah
menunjukan kiprahnya sebagai komponen civilsociety yang penting dalam sejarah
perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.Terdapat beberapa strategi yang
ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimanaseharusnya bangunan masyarakat madani
bisa terwujud di Indonesia
1. Pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa
sistem demokrasi tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidupsehari-hari
dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
2. Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan
yangmenekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu
bergantung pada pembangunan ekonomi, dalam tataran ini,
pembangunaninstitusi politik yang demokratis lebih diutamakan oleh negara
dibanding pembangunan ekonomi.
3. Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan
demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatifdi antara dua
pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi,
berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan
proses pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan
kelas menengah.Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan
demokrasi danmasyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah
satu pandangantersebut, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang
seimbangdengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma,
setidaknyatiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
demokrasi di masatransisi sekarang melalui cara :
 Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan
bagikelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat
madaniyang mandiri secara politik dan ekonomi, dengan pandangan ini,
negaraharus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi
pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan
demokrasiglobal mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai
aktor dominandalam proses pengembangan masyarakat madani yang
tangguh.
 Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-
lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip
demokrasi,sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi
putusan hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah
satukomponen penting dari pembangunan kemandirian lembaga
demokrasi.
 Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi
warganegara secara keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah
pendidikan demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus
melaluiketerlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip
pendidikandemokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga
negara.Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat
otonomi daerahdan derasnya globalisasi membutuhkan masyarakat yang
mempunyai kemauandan kemampuan hidup bersama dalam sikap saling
menghargai, toleransi, dalamkemajemukan yang tidak saling
mengeksklusifkan terhadap berbagaisuku, agama, bahasa, dan adat yang
berbeda. Kepedulian, kesantunan, dansetiakawan merupakan sikap yang
sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan bangsa Indonesia.
Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengankekuasaan di tangan
rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi bermaknasemakin spesifik lagi yaitu fungsi-
fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana untuk memenuhi kepentingan
rakyat. Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh
dan untuk rakyat, sedangkandemokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan
demokratisasi pendidikanialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan
sangat tolerandengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisadipisahkan dari
pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adatistiadat, pandangan
hidup, kebisaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan
sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkunganserta sejarahnya. Keunggulan
bangsa Indonesia, adalah berhasilnya prosesakulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan masyarakat
madani secara khusus kita beri perhatian.Untuk membangun masyarakat madani di
Indonesia, ada enam faktor harusdiperhatikan, yaitu:
1. Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan
masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2. Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yangmemiliki
komitmen untuk independen.
3. Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi
budaya yang lebih modern dan lebih independen.
4. Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5. Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik
6. Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moralkehidupan.
Yang pertama yaitu ada istilah "ummatan wahidah". Ummatan wahidah adalah
suatu umat yang Bersatu berdasarkan iman kepada Allah SWT dan mengacu kepada
nilai nilai kebajikan, arti umat disini mencakup seluruh manusia.
Yang kedua ada "ummatan wasatan". Ummatan wasatan mengandung makna
masyarakat ideal yang moderat dan bisa mengantarkan manusia untuk berlaku adil
karena berada pada posisi tengah yang tidak memihan ke kiri maupun ke kanan. Konsep
ummatan wasatan ini menjadikan manusia mampu memadukan aspek material dan
spiritual dalam kehidupan sehari hari.
Yang ketiga yaitu "khairu ummah". Khairu ummah adalah masyarakat unggul yang
ditujukan dengan integritas keimanan, kontribusi positif terhadap manusia lainnya dan
perjuangan pada kebenaran dengan aksi amar ma'ruf dan nahi munkar.
Yang keempat yaitu "baldatun thayibatun". Baldatun thayibatun yaitu gambaran
suatu tempat yang di dalamnya terdapat tanah yang subur, penduduk yang makmur, dan
pemerintahan yang adil, maka bayangannya adalah masyarakat ideal atau masyarakat
madani.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi masyarakat madani, yaitu faktor
pendorong dan faktor penghambat. Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat
madani:
1. Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat
agar patuh dan taat pada penguasa.
2. Masayarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuanyang
baik (bodoh) dibandingkan dengan penguasa (pemerintah).
3. Adanya usaha untuk membatasiruang gerak dari masyarakat dalamkehidupan
poitik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakatuntuk mengemukakan
pendapat, karena ruang publik yang bebaslahindividu berada dalam posisi setara,
dan melakukan transaksi.Factor penghambat masyarakat madani, Adapun yang
masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakatmadani di Indonesia
diantaranya :
 Kualitas Sumber Daya Manusiayang belum memadai karena
pendidikanyang belum merata.
 Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
 Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
 Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja
yangterbatas.
 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
 Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.

F. Solusi Mengatasi Masalah


Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah denganmelakukan
demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani perlu segeradiwujudkan karena
bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi daridalam negeri maupun
tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat
madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi
bangsa. Untuk mewujudkan masyarakat madani dalam jangka panjang adalah dengan
cara melakukan demokratisasi pendidikan. Demokratisasi pendidikan ialah
pendidikan hati nurani yang lebihhumanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita
masyarakat madani. Melaluidemokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan
antara pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajarnya. Inovasi
pendidikan yang berkonteks demokratisasi pendidikan perlu memperhatikan masalah-
masalah pragmatik. Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik
padagilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya
danmasyarakatnya. Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan
dengankekuasaan di tangan rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi
bermaknasemakin spesifik lagi yaitu fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana
dan prasarana untuk memenuhi kepentingan rakyat. Dengan demokrasi, rakyat boleh
berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh dan untuk rakyat,
sedangkandemokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan demokratisasi
pendidikanialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat
tolerandengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar
disiapkanuntuk membangun masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat
dangenerasi muda yang mampu membangun masyarakat madani dapat
dipersiapkanmelalui pendidikan. Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani
adalahmelalui jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.Generasi penerus
merupakan anggota masyarakat madani di masamendatang. Oleh karena itu, mereka
perlu dibekali cara-cara berdemokrasimelalui demokratisasi pendidikan. Dengan
demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar
terbiasa bebas berbicara danmengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut
bertanggung jawab,terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang
lain,menumbuhkan keberanian moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat,
ikutmerasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya,dan
mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi pemimpin
bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akanmengajarkan
kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari budaya dan
rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak denganrakyatnya, mengenal
dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka danduka bersama,
menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas kerugian-kerugian yang
dialami rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh melalui demokratisasi pendidikan.
Dengan komunikasi struktural dan kulturalantara pendidik dan peserta didik, maka akan
terjadi interaksi yang sehat, wajar,dan bertanggung jawab.

G. Mewujudkan Masyarakat Madani


Untuk mewujudkan masyarakat madani, di butuhkan beberapa hal di ataranya adalah:
1. Menumbuhkan saling pengertian antara sesama umatberagama. Peran ini bisa
dilakukan melalui dialog intensif. Dialog tersebut dilakukan, sebagaimana
dikemukakan oleh Mukti Ali, dengan cara : mempertemukan antara orang-orang
atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai pada
pengertian bersama tentang berbagai isu tertentu, untuk setuju dan tidak setuju
dengan sikap yang penuh apresiasi dan, karena itu, untuk bekerja sama,
menemukan rahasia makna kehidupan ini.Dialog adalah sebuah proses di mana
para individu dan kelompok berupaya untuk menghilangkan rasa takut dan rasa
tidak percaya satu sama lain dan mengembangkan hubungan baru berdasarkan
rasa saling percaya. Dialog adalah satu kontak dinamis antara kehidupan dengan
kehidupan tidak saja antara satu pandangan rasional yang berlawanan satu sama
lain yang ditujukan untuk membangun dunia baru secara bersama-sama.
Dengan dialog tersebut maka perdamaian antara umat beragama akan tercapai.
Perdamaian adalah salah satu prasyarat untuk membangun cita-cita bersama
menuju masyarakat madani. Hans Kung yang gencar mempromosikan keharusan
dialog mengatakan: “Tidak ada perdamaian di antara bangsa-bangsa tanpa
adanya dialog antaragama; tidak ada perdamaian di antara agama-agama tanpa
adanya dialog antara umat beragama; tidak ada dialog antara umat beragama
tanpa ada investigasi dasar (fondasi) agama-agama.”
2. Melakukan studi-studi agama, Studi-studi agama bertujuan:
 Menghayati ajaran agama masing-masing,
 Membangun suasana iman yang dialogis,
 Menumbuhkan etika pergaulan antara umat beragama,
 Kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu umat bergama terhadap
umat agama lain,
 Menghancurkan rintangan-rintangan budaya yang ada pada masing-masing
umat beragama seperti eksklusivisme,
 Menumbuhkan kesadaran pluralisme,
 Menumbuhkan kesadaran akan perlunya solidaritas dan kerja sama untuk
menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan,
dan lain-lain.
3. Melakukan usaha-usaha penumbuhan sikap-sikap demokratis, pluralis, dan
toleran kepada umat beragama sejak dini melalui pendidikan.
4. Mengerahkan energi bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun
masyarakat madani.Untuk mewujudkan masyarakat madani membutuhkan waktu
dan sosialisasi yang panjang. Perlu ada pemahaman tentang apa itu masyarakat
madani atau masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam, dan kepada siapa akan
diberi pemahaman tentang itu.
Kelompok pertama dan utama yang diberi pemahaman tentang masyarakat
madani atau masyarakat Islam adalah kelompok birokrat dan segala yang berhubungan
dengannya, misalnya pihak kepolisian, pihak kejaksaan, pihak pengadilan, dan kepada
masyarakat secara umum.
Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai
masyarakat madani, yaitu:
1. Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2. Mayarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW
beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama
Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur
masyarakat untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW sebagai
pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
Sebagai contoh, daerah Sulawesi Selatan bila diinginkan masyarakatnya
bermasyarakat madani, yang pertama-tama diusahakan adalah: 1) otonomi khusus,
seperti daerah Istimewa Aceh; 2) sosialisasi ajaran ke-madani-an itu sendiri kepada
mayarakat daerah atau bangsa, seperti yang telah diajarkan Rasulullah atau dengan kata
lain ajaran syariat Islam.
Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang
ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan
pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai
cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan
dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi Muhammad
Saw. beserta para pengikutnya dari Makkah ke Yatsrib. Hal tersebut terlihat dari tujuan
hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah dan sebuah sikap
optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang madaniyyah (beradab).
Selang dua tahun pasca hijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah
mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup plural, beliau
kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di antaranya adalah
mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan mempertahankan sistem sosial
yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani
Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk
Yahudi dan Nasrani.
Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang
sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat
berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan motivasi utama
dalam masyarakat madani adalah Al-Qur’an.
Meski Al-Qur’an tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat yang
ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-prinsip dasar dan
pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang baik. Secara faktual, sebagai
cerminan masyarakat yang ideal kita dapat meneladani perjuangan rasulullah mendirikan
dan menumbuhkembangkan konsep masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat madani identik dengan masyarakat yang beradab, patuh dan tunduk
pada hukum dan aturan yang berlaku, hidup dalam kedamaian dan ketertiban, saling
menghargai, saling menghormati, dan saling membantu antara satu dengan yang lain.
Islam adalah ajaran yang bertujuan membahagiakan manusia di dunia dan akhirat
secara bersama-sama dan saling berkaitan. Kebahagiaan hidup di dunia harus menjadi
sarana untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, dan harapan kebahagiaan hidup
di akhirat harus menjadi landasan motivasi dalam melakukan kegiata di dunia yang
didasarkan pada petunjuk Allah SWT dan Rasul-Nya. Terpisahnya kedua macam tujuan
hidup ini akan melahirkan kehidupan yang timpang atau berat sebelah, sehingga tidak
mencapai kebahagiaan hidup yang seutuhnya.
Madani pertama kali berasal dari bahasa Arab dari terjemahan al-mujtama al-
madany. Kemudian dicetuskan oleh Naquib al-Attas, seorang guru besar sejarah dan
peradaban Islam dari Malaysia yang mengambil istilah tersebut dari karakteristik
masyarakat Islam yang diaktulisasikan Rasulullah di Madinah dengan fenomena saat ini.
istilah tersbeut kemudian dibawa oleh Anwar Ibrahim, Deputi Perdana Menteri dalam
Festival Istiqlal September 1995.

Beliau menjelaskan masyarakat madani pada kehidupan kontemporer seperti rasa


kesediaan untuk saling menghargai dan memahami. Kemudian muncul beberapa karya-
karya dari intelektual Muslim Indonesia, diantarnya Azyumardi Azra dengan bukunya
“Menuju Masyarakat Madani” tahun 1999 dan Lukman Soetrisno dengan bukunya
“Memberdayakan Rakyat dalam Masyarkat Madani” tahun 2000.

Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-Quran yang
dibagi menjadi 3 jenis yait masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat seimbang
(ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah). Berikut adalah
kutipan ayat yang mengatur ketiga jenis istiilah tersebut :

2. Menumbuhkan saling pengertian antara sesama umatberagama. Peran ini bisa


dilakukan melalui dialog intensif. Dialog tersebut dilakukan, sebagaimana
dikemukakan oleh Mukti Ali, dengan cara : mempertemukan antara orang-orang
atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai pada
pengertian bersama tentang berbagai isu tertentu, untuk setuju dan tidak setuju
dengan sikap yang penuh apresiasi dan, karena itu, untuk bekerja sama,
menemukan rahasia makna kehidupan ini.Dialog adalah sebuah proses di mana
para individu dan kelompok berupaya untuk menghilangkan rasa takut dan rasa
tidak percaya satu sama lain dan mengembangkan hubungan baru berdasarkan
rasa saling percaya. Dialog adalah satu kontak dinamis antara kehidupan dengan
kehidupan tidak saja antara satu pandangan rasional yang berlawanan satu sama
lain yang ditujukan untuk membangun dunia baru secara bersama-sama.
Dengan dialog tersebut maka perdamaian antara umat beragama akan tercapai.
Perdamaian adalah salah satu prasyarat untuk membangun cita-cita bersama
menuju masyarakat madani. Hans Kung yang gencar mempromosikan keharusan
dialog mengatakan: “Tidak ada perdamaian di antara bangsa-bangsa tanpa
adanya dialog antaragama; tidak ada perdamaian di antara agama-agama tanpa
adanya dialog antara umat beragama; tidak ada dialog antara umat beragama
tanpa ada investigasi dasar (fondasi) agama-agama.”
5. Melakukan studi-studi agama, Studi-studi agama bertujuan:
 Menghayati ajaran agama masing-masing,
 Membangun suasana iman yang dialogis,
 Menumbuhkan etika pergaulan antara umat beragama,
 Kesadaran untuk menghilangkan bias-bias dari satu umat bergama terhadap
umat agama lain,
 Menghancurkan rintangan-rintangan budaya yang ada pada masing-masing
umat beragama seperti eksklusivisme,
 Menumbuhkan kesadaran pluralisme,
 Menumbuhkan kesadaran akan perlunya solidaritas dan kerja sama untuk
menyelesaikan masalah-masalah kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan,
dan lain-lain.
6. Melakukan usaha-usaha penumbuhan sikap-sikap demokratis, pluralis, dan
toleran kepada umat beragama sejak dini melalui pendidikan.
7. Mengerahkan energi bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun
masyarakat madani.Untuk mewujudkan masyarakat madani membutuhkan waktu
dan sosialisasi yang panjang. Perlu ada pemahaman tentang apa itu masyarakat
madani atau masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam, dan kepada siapa akan
diberi pemahaman tentang itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis di perlukan terciptanya
masyarakat madani. Kehidupan masyarakat madani ditandai dengan adanya
keterbukaandi bidang politik juga memiliki tingkat kemampuan dankemajuan masyarakat
yang tinggi untuk bersikap kritis danpartisipatif dalam menghadapi berbagai persoalan
social Ditemukan suatu kemiripan dalam masyarakatpedesaan" yaitu suatu sistem dan
karakteristik masyarakatmadani seperti gotong royong, saling tolong menolong, beradab
dan lain sebagainya Namun mayoritas kehidupandi kota bertolak belakang dengan
hal#hal tersebut" padahaldemi tercapainya cita-cita negara yang adil, makmur, sejahtera,
dan beradab diperlukan masyarakat.
Untuk menjadi masyarakat madani tersebut terutama di wilayah perkotaan" karena
kota merupakan suatu jembatan daridesa untuk menuju kesejahteraan yang di inginkan
negara, karena itu kami mengangkat judul “masyarakatmadani sebagai sumber inspiratif
hokum islam” untuk pengkajian ulang kepada semua warganegara indonesia supaya
terciptanya masyarakat madaniala negara indonesia yang dapat memajukan
danmensejahterakan bangsa dan negara ini.
Alasan mengapa masyarakat madani di jadikan sebagai sumber inspiratif hukum
islam di keranakan masyarakat madani adalah gambaran masyarakat yang maju dan
memiliki jiwa demokratis, serta menjadi gambaran masyarakat yang patut di contoh, serta
gagasan yang di anut oleh masyarakat madani selaras dengan cita-cita Indonesia.
B. Saran
Sesuai dengan tatanan masyarakat umum di Indonesia, penduduk Indonesia
harus diciptakan menjadi penduduk yang cerdas, berbasis popularitas, dan tegas yang
digambarkan dengan imtaq, dasar faksi, dan inventif, berpikir dan merasa sesuai
pedoman, mengakui jiwa Bhineka Tunggal Ika, Bersatu dengan sengaja dan cakap,
memilih pionir terencana dengan tulus dan sopan, bereaksi terhadap komunikasi luas
secara mendasar dan tidak memihak, berangkat untuk tampil ahli dan sosial, berani dan
siap menjadi pengamat, memiliki pengetahuan yang luas, memiliki rasa ketahanan dan
memahami standar umum negara Indonesia yang mayoritas, dilindungi, adil dan makmur
bagi setiap individu Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
 https://www.kompasiana.com/putrinurdin/61a6b01d06310e3b383ded62/masyara
kat-madani-dalam-perspektif-islam
 https://www.academia.edu/11718743/masyarakat_madani_dalam_islam
 https://kumparan.com/lailil-maghfiroh/peran-umat-islam-dalam-mewujudkan-
masyarakat-madani-1wW2JtTEAyz/full
 https://jendelaguru.com/islam-masyarakat-madani/
 Buku Masyarakat Madani: Konsep Sejarah dan Agenda Politik

Anda mungkin juga menyukai