Makalah Hisprung PJBL2
Makalah Hisprung PJBL2
TENTANG
1. Mahasiswa mendiskusikan definisi Hisprung 2. Mahasiswa mendiskusikan epidemiologi Hisprung 3. Mahasiswa mendiskusikan patofisiologi Hisprung 4. Mahasiswa mendiskusikan faktor resiko dan klasifikasi Hisprung 5. Mahasiswa mendiskusikan manifestasi klinis dari Hisprung 6. Mahasiswa mendiskusikan klasifikasi Hisprung 7. Mahasiswa mendiskusikan pemeriksaan diagnostik Hisprung 8. Mahasiswa mendiskusikan penatalaksanaan medis dari Hisprung 9. Mahasiswa mendiskusikan stoma dan perawatan stoma 10. Mahasiswa mendiskusikan Asuhan Keperawatan Hisprung
1. Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis. Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Lakilaki lebih banyak daripada perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996) Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus intramuscural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991) Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
2. Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 1993) Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah lakilaki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus). (Swenson, dkk, 1990)
3. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197). Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
5. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000: 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ). 1. Anak-anak a. Konstipasi b. Tinja seperti pita dan berbau busuk c. Distensi abdomen d. Adanya masa difecal dapat dipalpasi e. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia (Betz cecily & Sowden, 2002:197) 2. Komplikasi a. Obstruksi usus b. konstipasi c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit d. Entrokolitis e. Struktur anal dan Inkontinensial ( pos operasi ) (Betz cecily & Sowden, 2002: 197) Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat : (1). Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993; Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990). (2). Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.
6. Komplikasi Hisprung
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif pull-through adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung, dimana penderita mampu menguasai dengan baik fungsi spinkter ani dan kontinen (Swenson dkk,1990). Obstruksi usus Konstipasi Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit Entrokolitis Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197).
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan. 1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan : a Daerah transisi b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit c Entrokolitis padasegmen yang melebar d Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 2. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 ) 3. Biopsi otot rektum Yaitu pengambilan lapisan otot rektum 4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 ) 5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 ) 6. Pemeriksaan colok anus Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Medis Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 ) Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 ) 2. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ) d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 ) Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT ) Pengobatan medis Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: 1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal. 2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan, Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis. 3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi. Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif. Tindakan bedah Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, membersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting. 1. Prosedur Swenson Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal 2. Prosedur Duhamel Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa 3. Prosedur Soave Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.
10
9. Stoma dan Perawatan Stoma Stoma adalah lubang seperti mulut, khususnya lubang irisan yang tetap dibiarkan terbuka untuk untuk drainase.
A. Tujuan a. Melindungi luka dari kontaminasi b. Mencegah terjadinya infeksi B. Indikasi a. Luka operasi (luka tertutup) : Stoma C. Persiapan alat 1. Alat-alat steril a. Pinset anatomis 2 buah b. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya c. Kassa desinfektan dalam kom tertutup 5-10 helai d. sarung tangan 1 pasang e. Stoma bag f. korentang/forcep 2. Alat-alat tidak steril a. Gunting verban I buah b. Pengalas c. Kom kecil 1 buah
11
d. Nierbeken 2 buah e. NaCl 9 % f. Sabun antiseptik g. Sarung tangan 1 pasang h. Masker i. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah D. Pelaksanaan 1. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan 2. Dekatkan alat-alat ke pasien 3. Pasang sampiran 4. Perawat cuci tangan 5. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril 6. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan 7. Letakkan pengalas dibawah area stoma 8. Letakkan nierbeken didekat pasien 9. Buka stoma bag lama (hati-hati jangan sampai menyentuh stoma) dengan menggunakan pinset anatomi, buang stoma bag bekas kedalam nierbeken. 10. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari stoma 11. Bersihkan stoma dengan sabun cair anti septik, mulai dari pusat luka kearah keluar secara berlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema
12
12. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan mulai dari pusat luka kearah keluar secara perlahan-lahan. 13. Buka sarung tangan, masukan kedalam nierbeken 14. Membuka set steril, menyiapkan larutan pencuci luka 15. Pasang sarung tangan steril 16. Irigasi/bathing or shower stoma dengan normal salin 17. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan, mulai dari pusat luka kearah keluar secara perlahan-lahan 18. Tutup stoma dengan stoma bag, kemudian plester dengan rapi 19. Buka sarung tangan, masukan kedalan nierbeken 20. Buka masker 21. Atur dan rapikan posisi pasien 22. Buka sampiran 23. Evaluasi keadaan pasien 24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi 25. Perawat cuci tangan 26. Dokumentasikan dalam catatan keperawatan E. Hal-hal yang harus diperhatikan 1. Selama perawatan lingkungan harus selalu bersih 2. Sirkulasi udara harus diperhatikan
13
3. Jaga privacy pasien dan jangan memperlihatkan sikap yang menyinggung pasien 4. Pertahankan tehnik aseptic selama tindakan
14
mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anak harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN:
Identitas Pasien 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Suku/bangsa 6. Status pernikahan 7. Pendidikan 8. Pekerjaan 9. Alamat 10. Nomer register 11. Tanggal MRS 12. Tanggal pengkajian 13. Diagnosa Medis Penanggung Jawab 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Hubungan dengan Pasien : ibu... : : perempuan : Ibu An. Karunia : An. Karunia : 7 hari : : : : : : : ; : : : Hisprung
5.
Alamat
15
KELUHAN UTAMA An. Karunia usia 7 hari dibawa ke RS karena perut kembung dan muntah.
16
Alergi?Status imunisasi?-
RIWAYAT KELAHIRAN
AN. Karunia anak pertama lahir normal, lahir di tolong bidan,BB lahir 3,6 kg, mekonium pertam,a keluar pada hari ketiga setelah kelahiran
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Bahasa yang digunakan? Persepsi pasien tentang penyakitnya? Pasien khawatir dengan kondisinya saat ini Konsep diri body image? ideal diri? harga diri? peran diri? personal identity?
Keadaan emosi? Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara? Hubungan dengan keluarga? Hubungan dengan saudara? Kegemaran / hobby? Mekanisme pertahanan diri? Interaksi sosial?
17
2. Saat sakit Frekwensi makan Jumlah makanan Jenis makanan Alergi / intoleransi makanan Nafsu makan ( ) baik ( ) meningkat ( ) menurun ( ) penurunan sensasi rasa ( ) mual muntah ( ) stomatitis Berat badan Tinggi badan Masalah makan dan minum? Gigi Palsu? Upaya mengatasi masalah? 18 : : : : : : :
b. Pola Eliminasi 1. Sebelum sakit BAB Frekwensi Waktu Konsistensi Warna BAB terakhir Penggunaan pencahar : : : : : :
2. Saat sakit BAB Frekwensi Waktu Konsistensi Warna BAB terakhir Penggunaan pencahar Riwayat perdarahan ( ) diare : : : : : : :
( ) konstipasi ( ) inkontinensia
Penggunaan deuritika? Penggunaan alat bantu ? ( ) inkontine ( ) hematuri ( ) retensi ( ) anuria ( ) oliguri ( ) nokturia ( ) lain-lain : ......................................................................
c. Pola Aktivitas, Latihan, dan Bermain 1. Sebelum sakit Kegiatan dalam pekerjaan? Olahraga: Jenis? Frekwensi? Kegiatan di waktu luang?
2. Saat sakit Kegiatan perawatan Mandi ( ) mandiri ( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Berpakaian ( ) mandiri ( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Eliminasi ( ) mandiri
20
( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Makan & Minum ( ) mandiri ( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Mobilisasi ( ) mandiri ( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Ambulasi ( ) mandiri ( ) dibantu sebagian ( ) perlu bantuan orang lain ( ) perlu bantuan orang lain dan alat ( ) tergantung / tidak mampu Alat bantu ( ) kruk ( ) kursi roda ( ) tongkat ( ) lain-lain : ...................................................................... :
d. Pola Istirahat dan Tidur 1. Sebelum sakit Waktu tidur (jam) Waktu bangun Masalah tidur : : :
21
: :
2. Saat sakit Waktu tidur (jam) Waktu bangun Masalah tidur : : : menangis terus, tidak
bisa tidur dengan nyenyak, tidur hanya sebentar-sebentar kemudian menangis. Hal-hal yang mempermudah tidur Hal-hal yang mempermudah bangun Masalah tidur ( ) sering bangun ( ) insomnia : : :
e. Pola Kebersihan / Personal Hygiene 1. Sebelum sakit Mandi Keramas Ganti pakaian Sikat gigi Memotong kuku : : : : : x/hari x/minggu x/hari x/hari x/minggu
2. Saat sakit Mandi Keramas Ganti pakaian Sikat gigi Memotong kuku : : : : : x/hari x/minggu x/hari x/hari x/minggu
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
22
Compos mentis (kesadaran penuh) b. Tanda-tanda Vital Tensi : RR Nadi Suhu BB TB : 42 x/menit : 130 x/menit : 37,9oC : 3,1 kg :
g. Dada atau Thorax Paru-paru / Respirasi Dikaji apakah sesak nafas atau tidak? Dikaji apakah terjadi distres pernafasan? Jantung / kardiovaskuler dan Sirkulasi Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal. Payudara dan Ketiak Abdomen distensi abdomen h. Sistem pencernaan Dikaji apakah ada obstipasi? Dikaji apakah perut kembung/perut tegang? Dikaji warna muntahnya?
23
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes. i. Ekstremitas / Musculoskeletal Dikaji gangguan rasa nyaman? j. Genetalia dan Anus
k. Integument Dikaji apakah akral hangat? Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit. l. Neurology
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam. c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa. d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum. e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
ANALISA DATA
No 1. DATA DS: perut kembung dan muntah, Ibu mengatakan sehari sebelum ke RS BB anak 3,3 Kg (ditimbang bidan), sekarang di RS BB anak 3,1 Kg. DO: Anak terlihat Mual dan muntah Usus spastis dan daya dorong tidak ada ETIOLOGI Absensi ganglion meissner dan auerbach MK Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
24
lemas, bibir kering, distensi perut dan selalu memuntahkan ASI dan formula yang diberikan.
diare
2.
DS: perut kembung dan muntah, DO: anak selalu memuntahkan ASI dan formula yang diberikan, Suhu 37,9 C
diare
volume cairan tubuh menurun 3. DS: perut kembung dan muntah, DO: anak terlihat lemas, menangis terusmenerus, tidak dapat tidur dengan nyenyak baik pagi, siang dan malam, tidur hanya sebentar-sebentar kemudian menangis lagi. Gangguan rasa nyaman Distensi abdomen hebat Obstipasi, tidak ada mekonium Usus spastis dan daya dorong tidak ada Absensi ganglion meissner dan auerbach Gangguan rasa nyaman
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang inadekuat. 2. Kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah
25
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang inadekuat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 jam, pasien menerima asupan makanan yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan. Kriteria hasil: Dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau peroral Berat badan anak sesuai dengan umur Turgor kulit pasien lembab Orang tua bisa memilih makanan yang dianjurkan INTERVENSI 1. Berikan kebutuhan. Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai 2. Pantau pemasukan makanan selama kebutuhan 1300-3400 kalori perawatan Untuk 3. Pantau atau timbang berat badan. badan. mengetahui perubahan berat nutrisi parenteral RASIONAL sesuai Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
2. Kekurangan volume cairan tubuh b.d muntah Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 jam kebutuhan cairan tubuh dapat terpenuhi. Kriteria hasil: pasien tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal. INTERVENSI 1. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Mengetahui RASIONAL kondisi dan menentukan
langkah selanjutnya 2. Monitor cairan yang masuk dan keluar. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
26
tubuh 3. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprogramkan Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Gangguan rasa nyaman b.d distensi abdomen Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama...x24 jam, kebutuhan rasa nyaman dapat terpenuhi. Kriteria hasil: pasien bisa tenang, tidak menangis dan tidak mengalami gangguan tidur. INTERVENSI 1. Kaji terhadap tanda nyeri RASIONAL Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya 2. Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat
27
DAFTAR PUSTAKA Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi 4 Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC. Carpenito , Lynda juall. 1997 . Buku saku Diagnosa Keperawatan.Edisi ke -^. Jakarta : EGC Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1991. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-2 . Jakarta : FKUI . Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius FKUI
28
29