Anda di halaman 1dari 1

khazanah

REPUBLIKA

REPUBLIKA RABU, 1 FEBRUARI 2012

28
BLOGSPOT

Rahasia Dapur Khalifah


Resep Seribu Tahun Lampau
Kuliner para bangsawan Dinasti Abbasiyah di Baghdad sangat dipengaruhi oleh warisan Persia.
Oleh Rahmad Budi Harto

Borani atau terung goreng

sudah menjadi menu khas Timur Tengah sampai Mediterania.

lkisah ada seorang pangeran di Aleppo pada abad ke-10 M, diperkirakan bernama Saif al-Dawlah Al-Hamdani, yang sangat mencintai seni dan budaya. Dia memerintahkan kepada Muhammad al-Muzaffar ibn Sayyar untuk menyusun sebuah buku resep masakan dari para sultan, khalifah, bangsawan, dan pemimpin dunia Islam kala itu. Ibn Sayyar yang merupakan keturunan bangsawan Arab merasa punya kewajiban moral untuk memenuhi perintah itu. Maka, lahirlah sebuah buku yang istimewa berjudul Kitab al-Tabikh (Buku Resep) yang berisi koleksi resep masakan dari Baghdad pada masa abad ke-9 M. Kitab ini merupakan karya tulis yang lengkap, memuat lebih dari 600 resep masakan dari abad pertengahan Islam. Aslinya, buku itu

terdiri dari tiga manuskrip dan sebuah fragmen. Isinya sungguh merupakan harta karun tak ternilai karena menjelaskan secara detail cara pembuatan masakan yang dimakan oleh para bangsawan Baghdad kala itu, ketika Ibu Kota Dinasti Abbasiyah itu menjadi kota termakmur di muka bumi. Ada resep masakan favorit setiap khalifah dari era al-Mahdi (meninggal 785 M) sampai ke al-Mutawakkil (meninggal 861 M), termasuk 20 resep dari masa al-Mamun putra Khalifah Harun al-Rashid. Sekitar 35

Buku Resep Paling Awal


MUSLIM HERITAGE

Oleh Rahmad Budi Harto

ebelum diterbitkannya Kitab al-Tabikh karya Ibn Sayyar dalam edisi bahasa Inggris pada 2007, sudah ada penerbitan beberapa buku resep klasik era abad pertengahan Islam seperti Kitab al-Tabikh karya Sham al-Din Muhammad bin alHassan al-Katib alBaghdadi yang disusun pada 1226 M dan diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh AJ Arberry pada 1939. Buku yang berisi 158 resep ini merupakan pengalaman pribadi al-Baghdadi dalam dunia kuliner masa itu. Namun, teknik memasak yang ditampilkan al-Baghdadi menjadi sumber berharga bagi Nawal Nasrallah dalam menerjemahkan mahakarya dari Ibn Sayyar. Misalnya, dalam menjelaskan mengenai tata cata penyajian dan pembuatan masakan yang tak dijelaskan dengan mendetail di buku Ibn Sayyar bisa dijumpai di buku al-Baghdadi. Ada pula buku resep dari abad ke-13 mengenai masakan di Andalusia dan Afrika Utara pada masa Dinasti Muwahiddun (al-Mohad) tanpa nama pengarang. Kitab yang diedit oleh Huici Miranda itu terbit pada 1965 dan menuliskan 512 resep masakan dengan judul asli Anwa al-Saydala fi alwan alAtima. Buku resep masakan Andalusia lain pernah diterbitkan pada 1981, diambil dari

resep masakan merupakan karya dari saudara Harun, penyair dan pecinta makanan Ibrahim ibn al-Mahdi. Itu adalah masa-masa keemasan dari tata boga abad pertengahan. Penamaan masakan pada buku itu beraneka ragam, ada yang diambil dari bahan utama, ada yang diambil dari nama bangsawan, ada juga nama masakan yang aneh. Hingga berabad-abad kemudian, buku resep masih mencantumkan nama-nama masakan berbau penguasa, seperti haruniyyah, mamuniyyah, mutawakkiliyyah, ibrahimiyyah. Masakan dari bahan terung bernama burani (borani) atau buraniyyah yang diambil dari nama istri Khalifah alMamun masih disajikan hingga sekarang dari India sampai Spanyol. Kitab al-Tabikh disusun hanya 5060 tahun setelah kematian istri sang khalifah sehingga keaslian resep burani itu dijamin. Resepnya sederhana, hanya terung diiris-iris lalu digoreng dan ditaburi dengan bumbu murri (terbuat dari kenari, madu, dan apel emas), jinten, dan lada. Sepertinya lezat, terutama bagi penyuka terung. Beruntunglah pada 2007 lalu, Kitab al-Tabikh telah ditulis ulang ke dalam bahasa Inggris dengan judul Annals of the Caliphs Kitchen (Sejarah Resep Dapur Kalifah) dengan penerjemah Nawal Nasrallah, ahli bahasa dan sejarah dari Irak. Buku ini merupakan hasil penelitian cermat dengan melakukan kaji silang terhadap tiga manuskrip yang selamat di Inggris, Helsinki, dan Istambul. Alih bahasa kitab ini ke dalam bahasa Inggris dilakukan mulai dari halaman 65 sampai halaman 519 sehingga warga

dunia kini mendapatkan total 455 halaman yang berisi berbagai macam resep dari masakan yang disemur, direbus, masakan dari daging unggas yang dingin maupun panas, berbagai macam saus, bubur, sayuran, gorengan, panggangan, puding, kue-kue, manisan, dan segala jenis masakan lainnya. Ibn Sayyar rupanya juga menjelaskan mengenai peralatan apa saja yang dipakai untuk memasak, bahan untuk bumbubumbunya seperti jenis rempahrempah, penjelasan mengenai masakan yang cocok untuk orang tua atau anak kecil (balita), serta tak lupa juga dijelaskan mengenai table manner dan cara penyajiannya. Ibn Sayyar juga meletakkan 90 syair puisi yang beterbaran dalam seluruh buku ini, mencerminkan penghargaan yang tinggi dari para elite Baghdad terhadap masakan, termasuk menjelaskan mengenai posisi makanan dalam kehidupan politik saat itu.

Pengaruh Persia
Isi buku ini seakan membuyarkan bayangan orang saat ini mengenai kehidupan orangorang Arab di masa itu. Dalam cerita sejarah awal Islam, kita selalu disuguhi menu-menu masakan yang itu-itu saja di wilayah padang pasir yang berkutat dari kurma, roti gandum, minyak samin, susu, dan daging. Ketika orang Arab menaklukkan Persia, mereka pertama kali berkenalan dengan menu masakan yang beraneka rupa, salah satunya perkenalan pertama dengan beras. Mulai saat itulah masyarakat Islam awal mulai mengadopsi

cara orang Persia menikmati masakan yang lebih berwarna dibanding era padang pasir. Memang Dinasti Sasanid di Persia sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam telah sejak lama mengenal ilmu tata boga. Pada abad ke-6 M, diterbitkan kitab mengenai kisah Raja Kisra yang isinya banyak menyinggung mengenai makanan. Isi resep-resep masakan yang ada di Kitab al-Tabikh memang banyak yang dipengaruhi oleh kuliner Persia, namun masakan jenis itu tak lagi ditemukan di Iran modern kini. Ada beberapa masakan yang diambil dari nama Persia, seperti sikbaj (dibumbui dengan cuka) dan narbaj (ditaburi jus delima). Di lain pihak, tak ditemukan pula bandingan atau turunannya pada kuliner Arab modern. Tidak disebutkan mengenai hummus, tabuli, atau baklava. Banyak masakan diberi nama anehaneh seperti bazmawurd, kardanaj, isfidhabaj, dan dikbarika. Masakan yang diberi nama Arab kemungkinan memang dikembangkan di Baghdad dengan penamaan menurut bahan makanan seperti adasiyyah (mijumiju dengan daging) dan shaljamiyyah (lobak). Kemudian nama masakan yang diambil dari nama penguasa seperti Haruniyah yang dibumbui dengan sumac (bumbu favorit Harun alRashid) yang banyak dipakai dalam berbagai resep di Kitab al-Tabikh. Memang, buku itu adalah resep masakan dari Persia abad keenam sampai tujuh yang dicampur dengan kuliner baru yang ditemukan oleh para chef di Baghdad.
muslimheritage/saudi aramco
ANNALS OF THE CALIPHS KITCHEN

Manuskrip asli Kitab al-Tabikh di Helsinki kitab abad ke-13 karya Ibnu Razin al-Tujibi yang berisi 412 resep masakan dengan judul Fidalat al-Khiwan fi Tayyibat alTaam wal-Alwan. Masih dari abad ke-13, ada buku berjudul Kitab alWusla Ilal Habib fi Wasf alTayyibat wal-Tib (Mengambil Hati Kekasih Lewat Masakan dan Parfum) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada 1986. Kitab ini merupakan karya ahli sejarah Aleppo Ibn al-Adim pada 1226 M. Buku ini berisi petunjuk praktis dalam 10 bab yang menjelaskan mengenai bahan-bahan parfum, persiapan dapur, dan resep masakan yang ditulis singkat. Satu abad kemudian, muncul beberapa kitab resep masakan dari Mesir berjudul Kanz al-fawaid fi Tamwi alMawaid yang berisi 750 resep masakan yang dibagi dalam 23 bab. Dari berbagai macam kitab resep masakan dari abad pertengahan itu, jelas bahwa Kitab al-Tabikh karya Ibn Sayyar merupakan buku resep masakan paling awal yang dikenal sampai saat ini. Isinya yang kaya akan resep-resep abad pertengahan adalah kelebihan utama buku ini yang dilengkapi dengan keterangan lengkap mengenai berbagai sumbersumber kuliner yang kini tak ditemui lagi. Buku ini bisa menjadi saksi akan gairah budaya kuliner Arab masa itu yang dihiasai dengan berbagai syair puisi dan anekdot mengenai masakan. Sejarawan al-Masudi dalam bukunya Muruj alDhahab menceritakan mengenai masakan yang aneh, lidah ikan. Tepatnya 150 lidah ikan yang disiapkan oleh Ibnu alMahdi, pangeran Dinasti Abbasiyah, pecinta masakan, untuk saudaranya Harun alRashid. Berkat Ibn Sayyar, masakan aneh ini ternyata merupakan varian dari jeli isi ikan (fish aspic). Lukisan miniatur abad ke-14 menceritakan Sultan Ghiyath penguasa Delhi menunggu sajian nasi.

Anda mungkin juga menyukai