Anda di halaman 1dari 137

Bumi dengan Langit

Adapun terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj


adalah kerana bumi merasa bangga dengan langit.
Berkata dia kepada langit, Hai langit, aku lebih
baik dari kamu kerana Allah S.W.T. telah
menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara,
beberapa laut, sungai-sungai, tanam-tanaman,
beberapa gunung dan lain-lain.
Berkata langit, Hai bumi, aku juga lebih elok dari
kamu kerana matahari, bulan, bintang-bintang,
beberapa falah, buruj, arasy, kursi dan syurga ada
padaku.

Berkata bumi, Hai langit, ditempatku ada rumah


yang dikunjungi dan untuk bertawaf para nabi,
para utusan dan arwah para wali dan solihin
(orang-orang yang baik).
Bumi berkata lagi, Hai langit, sesungguhnya
pemimpin para nabi dan utusan bahkan sebagai
penutup para nabi dan kekasih Allah seru sekalian
alam, seutama-utamanya segala yang wujud serta
kepadanya penghormatan yang paling sempurna
itu tinggal di tempatku. Dan dia menjalankan
syariatnya juga di tempatku.

Langit tidak dapat berkata apa-apa, apabila bumi


berkata demikian. Langit mendiamkan diri dan dia
mengadap Allah S.W.T dengan berkata, Ya Allah,
Engkau telah mengabulkan permintaan orang
yang tertimpa bahaya, apabila mereka berdoa
kepada Engkau. Aku tidak dapat menjawab soalan
bumi, oleh itu aku minta kepada-Mu ya Allah
supaya Muhammad Engkau dinaikkan kepadaku
(langit) sehingga aku menjadi mulia dengan
kebagusannya dan berbangga.
Lalu Allah S.W.T mengabulkan permintaan langit,
kemudian Allah S.W.T memberi wahyu kepada
Jibrail A.S pada malam tanggal 27 Rejab,
Janganlah engkau (Jibrail) bertasbih pada malam
ini dan engkau Izrail jangan engkau mencabut
nyawa pada malam ini.
Jibrail A.S. bertanya, Ya Allah, apakah kiamat
telah sampai? Allah S.W.T berfirman,
maksudnya, Tidak, wahai Jibrail. Tetapi pergilah
engkau ke Syurga dan ambillah buraq dan terus
pergi kepada Muhammad dengan buraq itu.

Kemudian Jibrail A.S. pun pergi dan dia melihat


40,000 buraq sedang bersenang-lenang di taman
Syurga dan di wajah masing-masing terdapat
nama Muhammad. Di antara 40,000 buraq itu,
Jibrail A.S. terpandang pada seekor buraq yang
sedang menangis bercucuran air matanya. Jibrail
A.S. menghampiri buraq itu lalu bertanya,
Mengapa engkau menangis, ya buraq? Berkata
buraq, Ya Jibrail, sesungguhnya aku telah
mendengar nama Muhammad sejak 40 tahun,
maka pemilik nama itu telah tertanam dalam
hatiku dan aku sesudah itu menjadi rindu
kepadanya dan aku tidak mahu makan dan minum
lagi. Aku laksana dibakar oleh api kerinduan.
Berkata Jibrail A.S., Aku akan menyampaikan
engkau kepada orang yang engkau rindukan itu.
Kemudian Jibrail A.S. memakaikan pelana dan
kekang kepada buraq itu dan membawanya
kepada Nabi Muhammad S.A.W. Wallahualam.
Buraq yang diceritakan inilah yang membawa
Rasulullah S.A.W dalam perjalanan Israk dan
Mikraj.

Sumber:http://jaipk.perak.gov.my& lillyarts.com
READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 11.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
Sabtu, 04 Februari 2012
Komunitas Muslim, dari Bani Israil
Kita sering salah kaprah, menganggap keturunan
Nabi Yakub (Israil), hanyalah bangsa yang tinggal di
daerah sekitar Palestina semata. Padahal melalui
kajian sejarah dan genetika, diperoleh informasi
bahwa Bani Israil, telah menyebar ke segala
pelosok dunia. Dan sebagian dari mereka adalah
pengikut ajaran Nabi Muhammad.

Sejarah Suku Israel sebelum kedatangan Nabi Isa


Bani Israil, adalah sebutan bagi keturunan Nabi
Yakub bin Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim. Nabi Yakub
memiliki 12 orang putera, yang kemudian
menurunkan suku-suku Israil, yakni :
Ruben, Simeon, Lewi, Isakhar, Zebulon, Dan, Yusuf,
Naftali, Gad, Asyer
Dikenal sebagai 10 suku dari Kerajaan Israil Utara,
dengan raja pertamanya Jerobeam (922 SM 901
SM), dan raja terakhirnya Hosea (732 SM 724
SM).
Yehuda, Benjamin
Dikenal sebagai 2 suku dari Kerajaan Israil Selatan
(Yerusalem), dengan raja pertamanya Rehobeam
(922 SM 915 SM), dan raja terakhirnya Zedekia
(597 SM 587 SM).
Pada tahun 722 SM, Kerajaan Asyria yg saat itu
dipimpin oleh Raja Shalmanesar V menyerbu dan
menaklukan kerajaan Israil Utara yg saat itu di
pimpin oleh Raja Hosea (Raja terakhir Israil Utara).
Oleh Raja Assyiria, ke-10 suku Israil (merupakan
keturunan Nabi Yakub bin Nabi Ishaq), di tawan
dan di bawa keluar tanah air mereka menuju
Assyiria. Diceritakan dalam Kitab Nabi Edras bahwa
10 suku Israil ini melarikan diri dari syiria namun
tidak menuju ke tanah air mereka namun
bermigrasi ke timur jauh ke suatu negeri yg
bernama Asareth (Nazara atau Azara).

Pada tahun 603 SM dominasi kekuatan Assyiria


direbut oleh kerajaan Babylonia. Dan pada tahun
587 SM Yerusalem dihancurkan oleh raja
Nebukadnezar. Dan seperti Raja Assyiria, Raja
Nebukadnezar pun menawan dan membawa
keluar 2 suku Israil yang ada di Yerusalem ke
Babylonia, Media (Persia), dan Ghaur (kawasan
pegunungan Afghanistan).

Dan pada periode 538 SM 332 SM Kekuatan


Babylonia direbut oleh Kerajaan Persia oleh Raja
Cyrus dan pada era tersebut ke 2 suku Israil
kembali menuju tanah air mereka di Yerusalem.

Dari fakta sejarah ini dapatlah kita ketahui bahwa


hanya ada dua domba yang tinggal di kandang,
sementara 10 domba Israil yg lain tersebar di
negeri-negeri Timur sepanjang Syam (Syiria),
Persia, Afghanistan, kasymir (Hindustan Utara),
bahkan hingga Tibet (sumber : The Passion of Jesus
as)
Beberapa bangsa di timur berpenduduk Muslim,
yang terdapat jejak Bani Israil, antara lain :
1. Jejak Bani Israil di Asia Tengah
The beginning of a Jewish settlement in the area
around Bukhara may go back as far as the 7th
century BCE when the Jews were exiled by the
Assyrians(II Kings 17:6). It is to this date that the
Bukharan Jews themselves trace their heritage
Bukharan Jews have traditionally maintained that
Bukhara is the Hador mentioned in the Bible
(Second Kings 17:6) to which Assyria exiled the ten
lost tribes of Israel during the seventh century
B.C.E.
When Cyrus the Great, king of Persia, conquered
the Babylonians in 538 B.C.E., he issued an edict
allowing Jews in exile to go home to Jerusalem.
Some did, but many elected to remain in Persia, a
land which must have seemed more hospitable
than the rocky, arid wasteland of Judaea.
The Book of Esdras (Apocypha) recount that a
large number of Persian Jews migrated east around
this time to a place called Asareth. Biblical scholars
may not concur on the exact location of Asareth,
but they do agree that the book of Edras was
written between 150 and 50 B.C.E., about the same
time as the book of Daniel.
Jelas bahwa 10 suku Bani Israil setelah pengusiran
dari tanah air mereka telah mengembara hingga
Asia Tengah (Samarkand & Bukhara). Dan juga
meneruskan perjalanan ke Timur menuju Persia,
Afghanistan, bahkan sampai ke India dan Tibet.
Meski kini mayoritas penduduk Samarkand dan
Bukhara memeluk Islam, namun masih ada
sekelompok minoritas penduduknya yang tetap
memeluk agama Yahudi.
2. Jejak Bani Israil di Afghan
Beberapa fakta dari Kitab-kitab sejarah, arkeologi,
dan anthropologi telah membuktikan dengan
terang benderang bahwa bangsa-bangsa yg
menempati kawasan negeri Afghanistan adalah
berasal dari bani Israil, bahkan orang Afghan
sendiri mengakui bahwa mereka ada Bene (Bani)
Israil.
Dalam Kitab Tabqat e Nasri yg mencantumkan
penaklukan Afghanistan oleh Jengis Khan, di
dalamnya tertulis bahwa pada zaman Dinasti
Syabnisi, di sana tinggal suatu kaum yg disebut Bani
Israil, sebagian dari mereka adalah Saudagar.
Orang-orang ini pada tahun 622 M (pada zaman
Rasulullah saw) menetap di kawasan Herat.
Sahabat Khalid ibn Walid r.a. datang menemui
mereka dan menyeru mereka kepada Islam. Lima
atau enam kepala suku mereka ikut serta dengan
Khalid menemui Rasulullah saw, diantar kepala
suku tersebut adalah Qes (Kish/Kisy). Orang-orang
ini akhirnya menerima Islam dan ikut bertempur
bersama Rasulullah saw. Rasulullah memberi nama
baru kepada Qes yaitu Abdul Rasyid dan
memberikan nama julukan dengan nama dari
Ibrani yaitu Pathan.
Dalam Kitab Majmaul Ansab, Mullah Khuda Dad
menulis, Bahwa Putra sulung Yakub adalah
Yehuda, putra Yehuda adalah Usrak, putra Usrak
adalah Aknur, Puta Aknur adalah Maalib, putra
Maalib adalah Farlai, putra Farlai adalah Qes,
putra Qes adalah Thalut, putra Thalut adalah
Armea, dan putra Armea adalah Afghan dan anak
keturunannya adalah bangsa Afghan. Afghan hidup
sezaman dengan Nebukadnezar. Generasi
ketururunan ke 34 dari Afghan barulah lahir Qes yg
hidup sezaman dengan Rasulullah saw yg
kemudian memeluk Islam. (Termuat dalam buku A
Nature of a Visit to Ghazni, Kabul, and Afghanistan,
by G.T. Vigne 1840).

Dalam buku Histrory of Afganistan oleh L.P. Ferrier


yg diterjemahkan oleh Capt. W.M. Jasse, terbitan
London 1858. Tertulis sebuah riwayat bahwa
tatkala Nadir Syah tiba di Peshawar untuk
menaklukan Hindustan, maka para tokoh suku
Yusuf Zai mempersembahkan kepadanya sebuah
Bibel yg bertuliskan bahasa Ibrani dan juga
beberapa barang perabotan dari suku mereka yg
dipergunakan untuk menjalankan ritual agama
kuno mereka. Ikut dalam perkemahan Nadir Syah
beberapa orang Yahudi, manakala Nadir Syah
memperlihatkan barang-barang tersebut kepada
orang Yahudi maka seketika itu pula mereka
mengenali barang-barang tersebut sebagai
barang-barang orang Yahudi.
Suku suku Bani Israil di Afghanistan saat ini telah
memeluk agama Islam, namun mereka
menganggap diri mereka sebagai bani Israil
(keturunan Israil) dari anak keturunan Kish,
keturunan Raja Saul.
Beberapa Tradisi Bangsa Pathan yg sama dengan
tradisi Israil seperti menyunat anak usia 8 hari,
berpakaian model Tizzit, menyalakan lilin pada
jumat malam, bangsa pria pasthun bertradisi
menikahi janda kakak ipar yg belum memiliki anak
(sama seperti Israil ulangan 25: 5-6)
.
3. Jejak Bani Israil di Kasymir (India Utara)
Kashmir terletak di India Utara dan Barat Nepal.
Meski demikian penampilan fisik mereka berbeda
dengan orang India pada umumnya. Orang
Kashmir pun mengnggap diri mereka sebagai Bene
Israil (keturunan Israil). Daerah-daerah di Kashmir
pun dinamakan sama dan mirip dengan daerah-
daerah di tanah air mereka di Israil.
Dr. Bernier dalam bukunya Travel in The Moghul
Empire menulis : Yakni, tidak diragukan lagi
bahwa orang-orang Kashmir adalah Bani Israil. Dan
pakaian mereka, wajah mereka, serta beberapa
tradisi mereka secara telak menyatakan bahwa
mereka berasal dari rumpun keluarga Bani Israil.
Dalam buku Dictionary of Geography oleh A.K.
Johnston, pada halaman 250, tentang kata
Kashimiri tertulis : Penduduknya berpostur tinggi,
kekar, gagah. Dan kaum wanitanya manis, cantik,
berhidung bengkok, rupa dan penampilan mereka
betul-betul menyerupai orang-orang Yahudi (Tidak
menyerupai bahwa Hindustan pada umumnya).
Orang Kashmir gemar sekali kepada nama-nama yg
ada hubungannya dengan Palestina. Misalnya
Musachail (Partai Musa), Tachte Sulaiman
(Kerajaan Sulaiman), Yusuf Zei (kerabat Yusuf) dan
lainnya. (sumber)

READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 4.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
Pengembaraan Yesus (Nabi Isa), dalam
berbagai Versi
Nabi Isa adalah Nabi Pengembara, sebagaimana
diceritakan di dalam beberapa hadits, antara lain:
Dalam Kitab Hadits Kanzul Ummal diriwayatkan
oleh Abu Hurairah:
Allah telah mewahyukan kepada Nabi Isa a.s. :
Wahai Isa, berpindah-pindahlah engkau dari satu
tempat ke tempat lain, supaya jangan ada yg
mengenali engkau lalu menyiksamu.
Diriwayatkan oleh Jabar : Nabi Isa a.s. senantiasa
mengembara dari satu negeri ke negeri lain. Dan
disuatu tempat bila malam tiba, beliau memakan
beberapa tumbuhan hutan, serta meminum air
bersih.
Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar r.a.: Yang
paling dicintai oleh Allah adalah orang-orang yg
gharib (miskin). Ditanyakan kepada beliau (saw)
apakah gharib itu? Apakah orang-orang seperti
Nabi Isa a.s. yang melarikan diri dari negerinya
dengan membawa Iman?
Gelar Al Masih sendiri artinya adalah : Dia yg
melakukan pengembaraan di negeri-negeri dan
bagian-bagian dunia (Murthada Az Zabidi, Tajul
Uruus Jilid II). Dia yg banyak melakukan
perjalanan di muka bumi dalam rangka
penghambaan kepada Allah dan tidak berdomisili
di satu tempat saja (Muhammad bin Ahmad al
Qurthubi).
Mengenai negeri mana saja yang beliau kunjungi,
dan kapan terjadinya peristiwa pengembaraan itu,
ada beberapa pendapat di antaranya:

(1). Beliau selain berdakwah di Palestina, beliau


juga mengembara di sekitar daerah Syam, Mesir,
menyelusuri pantai dan lain-lain.
(2). Beliau akan mengembara di permukaan bumi,
di saat beliau datang ke dunia ini, untuk yang kedua
kalinya. Pendapat ini, didukung oleh mereka yang
percaya bahwa Nabi Isa, sesungguhnya masih
hidup, beliau saat ini dalam kondisi tertidur di
suatu tempat.
(3). Beliau mengembara sampai ke tanah India,
kemudian ke tibet, bahkan sampai ke Persia. Hal
ini terjadi ketika beliau, berusia sekitar 13 tahun
29 tahun, yang dalam istilah ahli sejarah, sebagai
masa The lost years of Jesus Christus.
Dalam bukunya The Unknown Life Of Jesus
Christ yang terbit tahun 1894, wartawan Rusia
Nicolas Notovich menjelaskan bahwa selama masa
hilang itu Jesus (Nabi Isa) tinggal di India dan
kemudian di Tibet. Fakta ini diketahui dari naskah-
naskah kuno yang dia temukan tahun 1882 di biara
Himis, 25 mil dari Leh, ibu kota Ladakh di Tibet.
Dikatakan bahwa naskah-naskah kuno itu berasal
dari India dalam bahasa Sanskerta, lalu diterjemah
kan kedalam bahasa Pali dan selanjutnya ke bahasa
Tibet.
Dalam bukunya In Kashmir And Tibet, Svami
Abhedananda membenarkan temuan Notovich
ketika dia mengunjungi Tibet tahun 1922. Dia
datang langsung ke Leh di Tibet dan mendapat
penjelasan dari para Lama yang memperlihatkan
naskah-naskah kuno dalam bahasa Tibet tentang
keberadaan Jesus (Nabi Isa) di India dan Tibet
dimasa lalu.
(4). Beliau mengembara ke Taxila (Pakistan),
kemudian ke Kashmir (India). Kisah pengembaraan
ini dimulai, ketika beliau selamat, dari upaya
pembunuhan (penyaliban).
Pendapat ini, diyakini oleh sebagian orang yang
percaya, bahwa Nabi Isa sesungguhnya telah
wafat dan tidak mungkin lagi kembali ke dunia ini
(Mengenai adanya pendapat, berkenaan dengan
telah wafatnya Nabi Isa, bisa dibaca di dalam
artikel Wafatnya Nabi Isa, menurut Buya HAMKA).
Mengenai bagaimana Nabi Isa wafat, ada berbagai
versi. Salah satunya adalah, sebelum wafat Nabi Isa
bersama ibunya mengungsi keluar dari Palestina,
beliau tidak naik ke langit melainkan pergi keluar
negerinya sendiri karena diselamatkan Allah.
Belaiu dan ibunya ke satu tempat yang tinggi (QS.
Al-Mukminum (23) : 50).
Pernyataan Al Quran bahwa Nabi Isa diungsikan ke
tempat yang tinggi, ada pendapat yang
menyatakan daerah tersebut adalah Kashmir di
India. Sebab dikatakan lebih lanjut bahwa tempat
tinggi itu aman, indah dan memiliki banyak mata
air. Ini cocok sekali dengan suasana alam Kashmir
yang bergunung-gunung dengan pemandangan
damai nan indah dan mata air melimpah.
Dalam buku Acts Of Thomas diceritakan tentang
perjalanan Jesus beserta Thomas di Pakistan (yang
pada waktu itu bernama Taxila) dan berkunjung ke
istana Raja Gandapura (=Gundafor).
Kira-kira 40 km selatan Srinagar terdapat dataran
rendah nan luas yang disebut Yuz-marg, konon
disini beberapa suku Israel bermukim. Mereka
hidup sebagai gembala/peternak yang sampai saat
ini menjadi mata pencaharian penduduk di daerah
itu (Mengenai keberadaan Bani Israil di negeri
timur, bisa dilihat pada : Komunitas Muslim, dari
Bani Israil).
Kira-kira 170 km barat kota Srinagar ada kota kecil
bernama Mari. Di kota kecil ini terdapat makam tua
yang disebut Mai Mari Da Asthan, yang
dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir
bunda Maria (Maryam binti Imran).
Di bagian wilayah tua pusat kota Srinagar yaitu
Distrik Khanyar terdapat prasasti yang
menceritakan kedatangan Nabi Isa (Jesus) di
Kashmir. Menurut Prof. Fida Hassnain, pakar
arkeologi dan sejarah Kashmir, peristiwa itu terjadi
pada sekitar tahun 3154 Era Laukika atau tahun
78M (Sumber : Sepuluh Suku Israil yang Hilang).
sumber

READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 4.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
Misteri Silsilah Yesus (Nabi Isa)
Banyak yang salah memahami, silsilah Yesus (Nabi
Isa) di dalam Bible
Silsilah yang terdapat di dalam Matius 1:1-16 dan
Lukas 3:23-38, lebih tepat disebut silsilahnya
Yusuf bin Yakub (Matius 1:16) atau Yusuf bin Eli
(Lukas 3:23)
Dan Yusuf sendiri, bukanlah bapak biologis dari
Yesus (Nabi Isa), ia hanyalah bapak menurut
anggapan orang (Lukas 3:23).
Lalu bagaimanakah nasab Yesus (Nabi Isa) yang
sesungguhnya?

Isa putera Maryam


Di dalam Al Quran, Yesus (Nabi Isa) disebut
sebagai ibnu Maryam (putera Maryam),
sebagaimana Firman Allah di dalam QS.Maryam
(19) ayat 34
Itulah Isa putera Maryam, (yang mengatakan)
perkataan yang benar, yang mereka ragukan
kebenarannya
Baik kalangan Islam maupun Kristen, berpendapat
bahwa Maria (Maryam) adalah Keturunan Nabi
Harun

Dari kalangan Islam


Menurut Ali bin Abi Thalhah dan As-Suddy bahwa
Maryam termasuk anak keturunan Harun saudara

Musa as. lalu dijadikan panggilan untuknya (

) , sebagaimana orang-orang Arab sering
memanggil untuk keturunan At-Tamimy: ()
dan untuk orang-orang keturunan Arab (
).
Sementara kalangan Kristen, didasarkan kepada
keterangan Bible:
Dimana Maryam diceritakan sebagai kerabatnya
Elisabet, isteri Nabi Zakaria

Lukas 1:36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu


itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-
laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang
keenam bagi dia, yang disebut mandul itu
dan Elisabet sendiri di informasikan sebagai
keturunan Nabi Harun
Lukas 1:5. Pada zaman Herodes, raja Yudea,
adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari
rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari
keturunan Harun, namanya Elisabet.
Bersumber dari beberapa situs genealogy, di dapat
silsilah Yesus (Nabi Isa) sebagai berikut
Yesus (Nabi Isa) bin Maryam binti Imran adalah
keturunan John Hyrcanus I bin Simon Maccabaeus
bin Mattathias bin (son of John) bin John bin
Simeon bin Hasmonaeus bin (son of Onias II) bin
Onias II bin Simon the Just bin Onias I bin Juddual
bin Johanan bin Joiadah bin Eliashib bin Joachim
bin Joshuah bin Josedech bin Seraiah bin Azariah
bin Hilkial bin Azariah bin Zadok (II) bin Meraioth
bin Ahitub (II) bin Amariah bin Azariah bin Johanon
bin Azariah bin Ahimaaz bin Zadok bin Ahitub bin
Amariah bin Meraioth bin Zerahiah bin Uzzi bin
Bukki bin Abishuah bin Phineas bin Eleazar bin Nabi
Harun bin Imran bin Quhas bin Lewi bin Nabi
Yakub bin Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim.

Isa bin Maryam binti Imran juga merupakan


keturunan dari Nabi Daud, yakni melalui ibu
Azariah (isteri Ahimaaz bin Zadok bin Ahitub),
yang bernama Besonea binti Nabi Sulaiman bin
Nabi Daud bin Jesse bin Obed bin Boaz bin Salmon
bin Nahshon bin Aminadab bin Ram bin Hezron bin
Perez bin Judah bin Nabi Yakub bin Nabi Ishaq bin
Nabi Ibrahim. sumber

READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 4.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
Wafatnya Nabi Isa, menurut Buya HAMKA
Ketika menafsirkan QS. Ali Imron (3) ayat 55, buya
HAMKA didalam Tafsir Al Azhar, menulis:

(Ingatlah) tatkala Allah berkata: Wahai


lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau
dan mengangkat engkau kepadaKu, dan
membersihkan engkau dari orang-orang yang
kafir (pangkal ayat 55).
Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa
maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan
Isa Almasih mati dihukum bunuh, seperti yang
dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah
akan berhasil.
Tetapi Nabi Isa Almasih akan wafat dengan
sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan
diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di sisiNya,
dan bersihlah diri beliau dari gangguan orang yang
kafir-kafir itu.
Kata mutawwafika telah kita artikan menurut
logatnya yang terpakai arti asal itu diambillah arti
mematikan, sehingga wafat berarti mati,
mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi
bertambah kuat arti wafat ialah mati, mewafatkan
ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu
dalam al-Quran ayat-ayat, yang disana disebutkan
tawaffa, tawaffahumul-malaikatu, yang
semuanya itu bukan menurut arti asal yaitu
mengambil sempurna ambil, melainkan berati
mati. Sehingga sampai kepada pemakaian bahasa
yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan
ambil, tetapi pada umumnya diartikan mati juga.

Maka dari itu arti yang lebih dahulu dapat langsung


difahamkan, apabila kita membaca ayat ini ialah:
Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan
mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan
engkau daripada tipudaya orang yang kafir.
Pendapat Pendukung
A. Al-Alusi
Di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Maani,
setelah memberikan keterangan beberapa
pendapat tentang arti mutawwafika, akhirnya
menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya
telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan
ajal engkau (mustaufi ajalika) dan mematikan
engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat
dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh
engkau.

Dan beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafiuka


ilayya, dan mengangkat engkau kepadaKu , telah
mengangkat derajat beliau , memuliakan beliau,
mendudukkan beliau, di tempat yang tinggi, yaitu
roh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat
badannya.

Lalu al-Alusi mengemukakan beberapa kata rafaa


yang berarti angkat itu terdapat pula dalam
beberapa ayat dalam al-Quran yang tiada lain
artinya daripada mengangkat kemuliaan rohani
sesudah meninggal.

B. Syaikh Muhammad Abduh


Beliau menerangkan tentang tafsir ayat ini
demikian:
Ulama di dalam menafsirkan ayat ini menempuh
dua jalan. Yang pertama dan yang masyhur ialah
bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam
keadaan hidup, dan nanti dia akan turun kembali di
akhir zaman dan menghukum di antara manusia
dengan syariat kita. Dan kata beliau seterusnya:
.Dan jalan penafsiran yang kedua ialah
memahamkan ayat menurut asli yang tertulis,
mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang
nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafaa (angkat),
ialah rohnya diangkat sesudah beliau mati.

Dan kata beliau pula: Golongan yang mengambil


tafsir cara yang kedua ini terhadap hadits-hadits
yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan
akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua
kesimpulan (takhrij).

Kesimpulan pertama: Hadits-hadits itu ialah hadits-


hadits ahad yang bersangkut-paut dengan soal
itikad (kepercayaan) sedang soal-soal yang
bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat
diambil kalau tidak qathi (tegas). Padahal dalam
perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang
mutawatir.

Kemudian beliau terangkan pula takhrij golongan


kedua ini tentang nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di
akhir zaman) itu. Menurut golongan ini kata beliau
turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan
datang masanya pengajaran Isa yang asli , bahwa
intisari pelajaran beliau yang penuh rahmat, cinta
dan damai dan mengambil maksud pokok dari
syariat, bukan hanya semata-mata menang kulit,
yang sangat beliau cela pada perbuatan kaum
Yahudi seketika beliau datang dahulu, akan bangkit
kembali. Demikianlah keterangan Syaikh
Muhammad Abduh. (Tafsiral-Manar, jilid III, 317,
cet. ke 3.)

C. Sayid Rasyid Ridha


Beliau pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia.
Bunyi pertanyaan: Bagaimana keadaan Nabi Isa
sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya?
Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni
mutawwaffika wa rafiuka ? Kalau memang dia
sekarang masih hidup, seperti di dunia ini, dari
mana dia mendapat makanan yang amat
diperlukan bagi tubuh jasmani haiwani itu ?
Sebagaimana yang telah menjadi Sunnatullah atas
makhlukNya ?
Sayid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan
pendapat- pendapat ahli tafsir tentang ayat yang
ditanyakan ini, mengambil kesimpulan: Jumlah
kata, tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam
al-Quran bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan
tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana
seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut
sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga
menimbulkan pertanyaan tentang makan beliau
sehari-hari.

Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan


beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah akidah
dari kebanyakan orang Nasrani, sedang mereka itu
telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan
kepercayaan ini dalam kalangan kaum Muslimin.
Lalu beliau teruskan lagi: Masalah ini adalah
masalah khilafiyah sampaipun tentang masih
diangkat ke langit dengan roh dan badannya itu.

D. Syaikh Mustafa al-Maraghi


Beliau adalah Syaikh Jami al-Azhar yang terkenal
sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan
orang tentang ayat ini: Tidak ada dalam al-Quran
suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa as.
diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu,
dan bahwa dia sampai sekarang masih hidup,
dengan tubuh nyawanya.
Adapun sabda Tuhan mengatakan: Aku akan
mewafatkan engkau dan mengangkat engkau
kepadaKu dan membersihkan engkau daripada
orang-orang yang kafir itu! Jelaslah bahwa Allah
mewafatkannya dan mematikannya dan
mengangkatnya, zahirlah (nyata) dengan
diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat
derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris as.
dikatakan Tuhan: dan Kami angkatkan dia ke
tempat yang tinggi. Dan inipun jelas pula, yang
jadi pendapat setengah ulama-ulama Muslimin,
bahwa beliau diwafatkan Allah, wafat yang biasa,
kemudian diangkatkan derajatnya. Maka diapun
hiduplah dalam kehidupan rohani, sebagaimana
hidupnya orang-orang yang mati syahid dan
kehidupan Nabi-nabi yang lain juga.

Tetapi jumhur Ulama menafsirkan bahwa beliau


diangkat Allah dengan tubuh dan nyawanya,
sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan
nyawa, karena berpegang kepada hadits yang
memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan al-
Quran disejalankan dengan maksud hadits-hadits
itu.

Lalu kata beliau: Tetapi hadits-hadits ini tidaklah


sampai kepada derajat hadits-hadits yang
mutawatir, yang wajib diterima sebagai akidah.
Sebab akidah tidaklah wajib melainkan dengan
nash al-Quran dan hadits-hadits yang mutawatir.
Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang
Muslim beritikad bahwa Isa Almasih hidup
sekarang dengan tubuh dan nyawanya, dan orang
yang menjalani akidah itu tidaklah kafir dari
Syariat Islam.
Sumber : Tafsir Al Azhar Qs Ali Imron ayat 52-58
sumber
READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 4.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
Kisah Mazmur, Raja Daud dan Makkah
Baka adalah salah satu nama di dalam Bible
(Mazmur 84), yang paling sering jadi perdebatan.
Ada yang beranggapan Baka adalah Lembah Biqa
di Lebanon, namun ada juga yang percaya Baka itu
adalah Bakkah (Makkah), sebagaimana terdapat di
dalam QS. Ali Imran (3) ayat 96.
Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan,
Mazmur Pasal 84, ayat 1-7, berikut:
1. Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Gitit.
Mazmur bani Korah.
2. Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya
Tuhan semesta alam!
3. Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-
pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku bersorak-
sorai kepada Allah yang hidup.
4. Bahkan burung pipit telah mendapat sebuah
rumah, dan burung layang-layang sebuah sarang,
tempat menaruh anak-anaknya, pada mezbah-
mezbah-Mu, ya Tuhan semesta alam, ya Rajaku
dan Allahku!
5. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-
Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau. Sela
6. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di
dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah!
7. Apabila melintasi lembah Baka, membuatnya
menjadi tempat yang bermata air; bahkan hujan
pada awal musim menyelubunginya dengan
berkat.

Analisa Mazmur 84:

1. Yang dibicarakan didalam Mazmur 84, adalah


sebuah tempat ziarah bagi umat manusia,
sebagaimana tertulis:
Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-
Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.
Sela. Berbahagialah manusia yang kekuatannya di
dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan
ziarah! (Mazmur 84:5-6)
Dengan demikian kata Baka, lebih tepat
dipersamakan dengan Bakkah (Makkah) yang
merupakan tempat ziarah. Sementara Lembah
Biqa di Lebanon, sampai detik ini belum kita
dengar pernah menjadi tempat ziarah, yang
didatangi oleh umat manusia, dari segenap
penjuru dunia.

2. Dalam kitab Mazmur 84:3, Raja Daud merasa


jiwanya terasa jauh karena merindukan pelataran
Tuhan. Berikut ini adalah kalimat puitisnya :
My soul longeth, yea, even fainteth for the courts
of the LORD: my heart and my flesh crieth out for
the living God. (Teks KJV Bible)
(Jiwaku hancur, yea, karena merindukan
pelataran-pelataran Tuhan; hatiku dan dagingku
bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.)
Raja Daud mengatakan hal tersebut di Yerusalem.
Nampak dalam perkataannya bahwa ia sangat
merindukan untuk pergi ke bait Allah di
Baka/Bakkah/Makkah, daerah yang jauh dari
Yerusalem.
Jadi bukan Lembah Biqa, yang jaraknya tidak
terlalu jauh dari Yerusalem.
3. The Jewish Encylopedia menyatakan bahwa
Baka dalam Mazmur 84 adalah daerah tandus yang
kekurangan air dibandingkan lembah-lembah yang
lain.
Dalam bahasa Ibrani, Baka artinya lembah
menangis (crying valley atau valley of weeping) dan
pohon kertau/pohon balsam (balsam tree).
Kota suci Makkah (Mekah) pada mulanya bernama
Baka atau Bakkah. Dalam bahasa Arab, kata baka
mempunyai dua arti, berderai air mata dan
pohon balsam.
Arti yang pertama berhubungan dengan
gersangnya daerah itu sehingga seakan-akan tidak
memberikan harapan, dan arti yang kedua
berhubungan dengan banyaknya pohon balsam
(genus commiphora) yang tumbuh di sana.
Karena kota Mekah sangat gersang, orang-orang
Quraisy penghuni kota itu tidak mungkin hidup
dari sektor agraris (pertanian), melainkan harus
mengembangkan sektor bisnis (perdagangan).
Dibandingkan suku-suku lain di Semenanjung
Arabia, suku Quraisy memiliki watak istimewa,
tahan segala cuaca! Mereka memiliki tradisi (ilaf)
gemar mengembara baik di musim dingin maupun
di musim panas untuk berniaga. (Sumber :
answering-ff.org )
Sementara Lembah Biqa di Lebanon sendiri bisa
dikatakan cukup air dan tidak segersang Arabia.
4. Dalam Bahasa Ibrani: Baka adalah turunan dari
kata Bakah
Baka adalah turunan dari kata Bakah (lihat Nomor
Strong 01056 dan 01058).
No. Strong: 01058
Kata : bakah, Pengucapan: baw-kaw
Asal Kata : a primitive root < Artinya sebuah akar
kata!!
Sumber : TWOT-243, Jenis : v
Definisi Inggris:
1) to weep, bewail, cry, shed tears
1a) (Qal)
1a1) to weep (in grief, humiliation, or joy)
1a2) to weep bitterly (with cognate acc.)
1a3) to weep upon (embrace and weep)
1a4) to bewail
1b) (Piel) participle
1b1) lamenting
1b2) bewailing
Kesimpulannya:
- Baka adalah turunan dari akar kata Bakah.
- Al-Quran menyebut lembah Bakkah.
- Jadi Baka atau Bakah (dalam bahasa Ibrani)
dibandingkan Bakkah (dalam al-Quran) terdapat
kemiripan dari segi linguistik.
- Oleh karena huruf mim dan ba sama-sama huruf
bilabial (bibir), nama Bakkah lama-kelamaan
berubah menjadi Makkah.
Sesungguhnya Bait yang mula-mula dibangun
untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah
(Bait Allah) yang di Bakkah (Makkah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam
(QS Ali Imran (3) ayat 96). sumber

READMORE...
Posted by Pendidikan Non Formal UNG at 4.2.12
Reactions:
0 comments
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Labels: Hikayat Bani Israil
ISA lebih historis, daripada YESUS
Nama Putera Tunggal dari Bunda Maria (Maryam
binti Imran), dikalangan umat Muslim dikenal
sebagai Isa, sementara di kalangan umat Kristen
mengenalnya dengan nama Yesus.

Dari sisi Makna


Munculnya Yesus (Nabi Isa), tidak lepas dari
nubuat di dalam Bilangan 24:17, yaitu:


--
:

Translit Interlinear, ERWNU {aku
melihat}VELO{tetapi bukan} ATA{sekarang}
ASHURANU{aku memandang dia} VELO
KAROV{tetapi bukan dari dekat} DARAKHH
KOKHAV{bintang terbit}MIYAAKOV {dari
yakub}VEKAM SHEVET{tongkat kerajaan}
MIYISRAEL{dari israel}
I shall see him, but not now: I shall behold him, but
not nigh: there shall come a Star out of Jacob, and
a Sceptre shall rise out of Israel
Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku
memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang
terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari
Israel
Dan ayat ini, berhubungan dengan, ayat di dalam
Matius 2:2 :
Saying, Where is he that is born King of the Jews?
for we have seen his star in the east, and are come
to worship him.
dan bertanya-tanya: Di manakah Dia, raja orang
Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah
melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang
untuk menyembah Dia.
Pasal 2 Matthew merinci tentang tiga orang Majus
yang mengikuti Bintang Utara dalam pencarian
Mesias Yahudi. Dan ini adalah tanda Mesias yang
paling terkenal (Sumber : Star of Messiah).
Akar kata Ibrani, yang bermakna Bintang Utara
adalah Ish, yang sepadan dengan akar kata Arab,
yakni Assa, yang merupakan asal dari kata Isa.
Dengan demikian, dari sudut makna, kata Isa jauh
lebih sesuai daripada kata Yesus, yang tidak
memiliki makna nubuat sama sekali.

Dari sudut pelafalan


Yesus (Nabi Isa) dibesarkan pada sebuah bangsa,
yang menggunakan bahasa Aram. Bahasa Aram
berkembang menjadi satu varian yang disebut
bahasa Syriac, yang kemuadian tersebar luas di
kalangan umat kristen, yang selanjutnya disebut
Christian Aramaic.
Di dalam bahasa Syriac, nama Yesus (Nabi Isa)
disebut sebagai Eesho Msheekha, bermakna
Isa sang Mesias. Istilah Essho Msheekha adalah
yang paling mendekati bahasa seharian Yesus
(Nabi Isa).
Eesho (dibaca : Isyo), oleh penduduk Yahudi
Palestina Utara mengucapkannya dengan Essaa
(dibaca : iisa), hal ini dikarenakan huruf Shin
mereka lafalkan dengan Sin.
Hal ini bermakna, kata Isa berasal dari kata Essho
(dibaca : Isyo), dalam bahasa Aram (yang
merupakan bahasa keseharian Yesus / Nabi Isa),
dan oleh penduduk Yahudi Palestina Utara,
dilafalkan menjadi Essaa (dibaca : iisa).
Dengan demikian, nama Isa (nama dalam Al
Quran), jika didasarkan kepada faktor historis,
jauh lebih tepat dipergunakan, daripada nama
Yesus, yang berasal dari bahasa Ibrani Yeshua,
yang kemudian dalam Arabic Bible menjadi
Yasua (Sumber : Keakuratan Nama Isa dalam
Quran).
Kata Isa baik dipandang dari sudut makna (berarti
bintang utara = Assa (Arab) = Ish (Ibrani)),
maupun dari sudut pelafalan (berasal dari lafal
Essaa atau iisa), terbukti sangat akurat bagi nama,
Sang Mesias, Isa ibnu Maryam binti Imran
(sumber)

CARA-CARA MENDAPATKAN AMALAN


BATIN
SETELAH kita mengetahui erti dan maksud amalan
batin (hakikat) maka marilah kita mempelajari cara-
cara mendapatkan hakikat. Mudah-mudahan
dengan mengetahui hal tersebut kita dapat beramal
dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.

Untuk mendapatkan hakikat kita mesti melatih ruh


kita supaya taat pada Allah. Jasad batin (ruh) kita
waktu masih berada di alam ruh, yakni sebelum
dimasukkan ke dalam sangkarnya (jasad lahir)
memang sudah mengenal Allah, seperti dalam
firman-Nya :

Terjemahannya: (Allah bertanya pada ruh)


"Bukankah Aku Tuhanmu?". Ruh menjawab: Ya,
kami akui Engkaulah Tuhan kami. (Al Araaf : 172)
Sebelum masuk ke badan kita ruh sudah mengenal
Allah, bahkan sudah menyaksikan ketuhanan Allah
dan sudah mengaku kehambaan pada Allah. Tetapi
ketika dilahirkan ke dunia, ruh dikurung dalam
jasad lahir bersama-sama musuhnya nafsu dan
syaitan. Tentang nafsu, Allah SWT berfirman :

Terjemahannya: Sesungguhnya nafsu itu sangat


mengajak kepada kejahatan.(Yusuf: 53)

Dan Nabi pula bersabda:

Terjemahannya: Sejahat-jahat musuhmu ialah


nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu.
(Riwayat Al Baihaqi)

Sedangkan tentang syaitan, Allah berfirman:

Terjemahannya : Sesungguhnya syaitan itu adalah


musuh yang nyata bagi manusia. (Yusuf: 5)

Berhadapan dengan dua musuh batin itu, ruh


menjadi lemah (rusak atau hilang rasa kehambaan).
Walaupun dia sudah mengenal Allah SWT, tahu
wujud dan Maha Perkasanya Allah, tetapi ruh tidak
bisa mentaati perintah Allah. Bujukan serta tarikan
syaitan dan hawa nafsu lebih kuat dan berpengaruh.
Ruh sudah durhaka pada Tuhan, seakan-akan sudah
tidak kenal Tuhan. Ruh terbelenggu dalam jasad,
dikungkung oleh nafsu dan syaitan itu. Ruh sudah
tidak takut dan tidak malu lagi pada Tuhan. Ruh
tidak rindu dan tidak cinta lagi pada Tuhan, tidak
merasa hina dan rendah diri serta bersifat ketuanan.
Ruh sudah sombong, keras, hasad dengki, tamak,
pendendam, bakhil, gila dunia, kuat makan, tukang
tidur dan lain-lain, menyerupai kehendak nafsu
yang terkutuk itu. Ruh sudah dikuasai oleh jasad
lahir yang beku (bersifat seperti tanah karena
dicipta dari tanah).

Laksana burung, ruh terkurung dalam sangkar.


Karena sangkar itu kuat maka burung terpaksa
terkurung di dalam sangkar yang sempit dan
menyiksa. Sebaliknya kalau burung lebih kuat dari
sangkar, burung akan dapat memecahkan sangkar
dan dapat terbang bebas ke seluruh alam.
Demikianlah kalau ruh kita lebih kuat dari nafsu
dan syaitan, ruh dapat menundukkan nafsu dan
syaitan. Saat itu bukan jasad lagi yang menguasai
ruh tetapi ruh yang menguasai jasad lahir. Ruh akan
bebas melakukan kehendaknya mentaati perintah
Allah SWT. Ruh akan terbang bebas kemana-mana
dan dapat merasakan perkara-perkara gaib.

Itulah yang terjadi pada ruh para Nabi, Rasul dan


wali-wali Allah. Ruh tidak lagi dibelenggu dalam
jasad lahir oleh nafsu dan syaitan tetapi sudah
bebas, sudah dapat menundukkan nafsu dan syaitan
di bawah kehendaknya. Sudah melihat alam rohani,
alam malakut dan alam jin. Jasad lahir tidak berarti
apa-apa lagi karena sudah dikuasai oleh ruh untuk
menyembah Allah sepanjang masa.

Lain halnya dengan jasad lahir, ruh bukan dibuat


dari tanah tetapi dari nur (cahaya) yang serupa
dengan malaikat dan jin. Sebab itu ruh yang sudah
bebas dari kungkungan nafsu dan syaitan akan
bergerak bebas seperti cahaya, tembus di setiap
ruang dan bidang. Pandangan ruh adalah pandangan
tembus yang dapat membaca hati dan batin
manusia. Karena itu bersabda Rasulullah SAW
:Terjemahannya : Takutilah Firasat (pandang
tembus) orang Mukmin karena ia memandang
dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)

Itulah rahasia diri kita yang mesti kita sadari. Bila


kita sadar hakikat kejadian kita itu, barulah akan
terjadi apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Barangsiapa yang kenal dirinya,
maka dia pasti kenal Tuhannya.

Untuk meningkatkan diri mencapai derajat yang


mulia itu, kita mesti berusaha bersungguh-sungguh,
berjuang dan berkorban. Siapa saja dapat berhasil
kalau memenuhi syarat dan cara yang telah
ditetapkan yaitu dengan mendidik ruh kita kembali
untuk mengenal dan mencintai Allah SWT.
Caranya adalah mujahadah (berperang) dengan
nafsu dan syaitan.Allah berfirman :

Terjemahannya: Wahai orang-orang yang beriman,


sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah)
dansabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi
musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu
(dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu
kepada Allah moga-moga kamu mendapat
kemenangan.(Ali Imran : 200)

Nafsu yang mesti diperangi di antaranya adalah


sifat mementingkan diri sendiri, tamak, gila dunia,
kedudukan dan kehormatan diri. Itu semua adalah
penghalang yang cukup kuat untuk kita
mendapatkan hakikat (amalan batin), juga sebagai
hijab yang menghalang kita untuk mendapat sifat
kerohanian sebab kita merasakan diri sebagai tuan.

Supaya kita bertambah yakin, maka ada satu kisah


pengalaman seorang wali bernama Yazid Bustami:
Satu hari seorang temannya datang pada Yazid
Bustami untuk mengadu, "Saya telah berpuasa
setiap hari dan melakukan shalat setiap malam
selama 30 tahun tetapi tidak juga memperoleh
keringanan batin seperti yang engkau ceritakan."

Yazid Bustami pun memotong kata-kata


temannya,"Kalaupun engkau melakukan shalat dan
berpuasa selama 300 tahun, engkau pasti tidak
dapat menemukannya."
"Kenapa?" Tanya temannya.

Jawab Yazid, "Sifatmu yang mementingkan diri


sendiri dan serakah menjadi penghalang dan hijab
antara engkau dengan Allah."

Teman itu lantas bertanya, "Katakanlah padaku


apakah obatnya?"

"Ada obatnya," kata Yazid, "Tetapi engkau tidak


akan sanggup melakukannya."
Setelah dipaksa oleh temannya Yazid pun berkata:

"Pergilah ke tukang pangkas rambut yang terdekat


dan guntinglah janggutmu. Bukalah bajumu kecuali
ikat pinggang yang melingkari pinggangmu.
Ambillah karung yang biasa diisi makanan kuda,
isilah buah kenari dan gantungkanlah karung itu di
lehermu. Kemudian pergilah ke pasar sambil
menangis, teriakkanlah seperti ini, "setiap anak-
anak yang memukul batang leherku akan mendapat
sebiji kenari." Selanjutnya pergilah ke pengadilan,
hakim dan ahli hukum, katakanlah kepada
mereka,"Selamatkanlah jiwaku."

Teman itu berkata, "Sungguh aku tidak sanggup


berbuat begitu. Berilah cara pengobatan yang lain."

Yazid berkata, "Yang aku ceritakan tadi adalah cara


pengobatan pendahuluan yang sangat perlu
dilakukan untuk mengobati penyakitmu. Tapi
sebagaimana yang aku katakan tadi, engkau tidak
dapat disembuhkan lagi."

Yazid Bustami seorang wali Alah yang mukasyafah


dapat membaca hati (rahasia batin) temannya yang
berjuang untuk nama, pangkat dan sanjungan
manusia. Sebab itu Beliau perintahkan sahabat itu
bermujahadah dengan nafsunya itu dengan cara
menghina diri di pasar dan mengaku jahat di
hadapan hakim. Perintah itu memang berat, tetapi
bagi Yazid tidak ada jalan lain lagi. Itulah cara
majahadatunnafsi yang mesti dilakukan.

Begitulah pentingnya mujahadatunnafsi untuk


siapa saja yang ingin meningkatkan kerohaniannya.
Selagi nafsu tidak dapat dikalahkan, selama itulah
ruh tidak akan suci dan bersih. Kalau ruh tidak
bersih, Allah tidak akan memasukkan taufik dan
hidayah ke dalam hati. Sebab benda yang berharga
akan Allah letakkan di tempat yang mulia.

Ruh seperti wadah. Kalau kotor, maka taufik dan


hidayah tidak akan masuk. Kalau tidak ada taufik
dan hidayah, ruh akan terhijab dan kita tidak akan
dapat meningkatkan kerohanian (amalan batin) ke
taraf kerohanian yang tinggi. Dan tanpa kerohanian,
hati (ruh) tidak akan selamat dari penyakit-penyakit
mazmumah. Firman Allah :

Terjemahannya : Hari Qiamat ialah hari dimana


anak dan harta tidak dapat memberi manfaat kecuali
mereka yang menghadap Allah membawa hati yang
selamat sejahtera.(Asy-Syuara: 88-89)
Amalan lahir seperti shalat, puasa, walaupun
dilakukan sepanjang hari dan shalat tahajjud setiap
malam (seperti cerita di atas), berjihad, berkorban,
belajar, menutup aurat dan lain-lain, tidak dapat
menjamin bahwa hati sudah selamat. Yang
menjamin selamatnya hati ialah mujahadatunnafsi.
Itulah amalan batin yang wajib kita lakukan.

Suatu hari di dalam kuliahnya, seorang ulama sufi,


Bisyulhafi bercerita kepada muridnya bahwa,
mempunyai isteri yang banyak itu tidak menolak
zuhud. Salah seorang muridnya yang mengetahui
bahwa gurunya tidak pernah menikah, lalu
bertanya,

"Tuan, kalau begitu kenapa tuan tidak menikah?


Bukankah menyalahi sunnah?"
Bisyulhafi pun menjawab, "Aku tidak sempat
melakukan sunnah itu karena sibuk. Sibuk
melakukan perkara yang lebih fardhu, yang belum
mencapai tujuan yaitu mujahadatunnafsi."

Begitulah pandangan ahli sufi tentang pentingnya


mujahadatunnafsi. Mereka tidak pernah berhenti
memperhatikan perjalanan nafsu dan syaitan,
sehingga nafsu dan syaitan itu selalu dapat
diperangi dan dikalahkan untuk menghambakan
diri pada Allah SWT.

Kalau kita ingin berjumpa Allah dengan selamat,


jalan itulah yang mesti ditempuh. Tanpa menempuh
jalan itu, kita akan dapat juga berjumpa dengan
Allah (karena kita semua akan mati) tetapi dalam
keadan susah-payah dan hina-dina, wal
iyazubillah!

Jalan keselamatan itu adalah melakukan


mujahadatunnafsi. Kita mesti bermujahadah atas
semua mazmumah yang setiap saat selalu
menyerang kita. Mazmumah atau penyakit hati
yang dihidupkan oleh nafsu itu adalah semua sifat
batin yang bertentangan dengan amalan batin.

Penyakit hati saya bagi menjadi dua yaitu:

1. Penyakit hati terhadap Allah.


2. Penyakit hati terhadap manusia.

Penyakit hati terhadap Allah, diantaranya:

1. Tidak khusyuk beribadah


2. Lalai dari mengingat Allah
3. Tidak yakin dengan Allah
4. Tidak ikhlas dengan Allah
5. Tidak takut pada ancaman Allah
6. Tidak harap pada rahmat Allah
7. Tidak redha akan takdir Allah
8. Tidak puas dengan pemberian Allah
9. Tidak sabar atas ujian Allah
10. Tidak syukur atas nikmat Allah
11. Tidak terasa di awasi Allah
12. Tidak terasa kehebatan Allah
13. Tidak rindu dan cinta dengan Allah
14. Tidak tawakal kepada Allah
15. Tidak rindu pada syurga dan tidak takut pada
neraka
16. Cinta dunia, membuang waktu dengan sia-sia.
17. Penakut (takut pada selain Allah)
18. Ujub
19. Riya'
20. Gila pujian dan kemasyhuran.

Sedangkan penyakit hati (mazmumah) terhadap


manusia diantaranya:

1. Benci membenci.
2. Rasa gembira kalau dia mendapat celaka dan rasa
sedih kalau dia berjaya
3. Mendoakan kejatuhannya
4. Tidak mau meminta maaf dan tidak memaafkan
kesalahannya.
5. Hasad dengki
6. Dendam
7. Bakhil
8. Buruk sangka.
9. Tidak bertenggang rasa.
10. Tidak bertoleransi.
11. Tidak tolong-menolong.
12. Serakah
13. Keras hati
14. Mementingkan diri sendiri.
15. Sombong.
16. Tidak sabar dengan karenah manusia.
17. Memandang hina kepada seseorang
18. Riya'
19. Ujub
20. Merasa diri bersih.

Terhadap semua penyakit itu kita wajib melakukan


mujahadatunnafsi. Firman Allah :

Terjemahannya : Wahai orang-orang beriman,


sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah)
dan sabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi
musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu
(dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu
kepada Allah moga-moga kamu mendapat
kemenangan. (Ali Imran: 200)

Untuk mujahadah melawan penyakit hati


(mazmumah) dengan Allah, langkah-langkahnya
ialah : memperbanyak ibadah-ibadah
hamblumminallah seperti shalat sunat (dengan
faham, khusyuk dan istiqamah), zikrullah, wirid
dan tahlil, membaca Al Quran, berdoa, tafakur dan
sebagainya yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. SHOLAT

Hal penting yang perlu diambil perhatian saat


menunaikan sholat adalah khusyuk. Itu didasarkan
pada apa yang diingatkan oleh Rasulullah SAW
kepada Abu Zar:

"Ya Abu Zar, dua rakaat sholat yang dilakukan


dengan khusyuk itu lebih baik dari sholat sepanjang
malam tetapi dengan hati yang lalai."

sholat yang khusyuk dapat diartikan sebagai sholat


yang sempurna lahir dan batin. Ketika jasad
menghadap Allah, hati juga tunduk menyembah
Allah. Ketika mulut menyebut Allahu Akbar, hati
juga mengaku Allah Maha Besar. Ketika jasad
sujud menghina diri, hati juga bersujud menghina
diri. Dan ketika mulut memuji mengagungkan
Allah dan berdoa pada Allah, hati juga memuja,
merintih dan tenggelam dalam penyerahan pada
Allah.
Telah bertanya Jibril pada Nabi SAW :

Terjemahannya : Kabarkan padaku apa itu Ihsan?


Dijawab oleh Rasulullah, Engkau menyembah
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak
melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia senantiasa
melihat engkau.

Kalaulah sholat itu dapat dihayati, sebagaimana


yang dianjurkan di atas, pengaruhnya akan cukup
besar pada diri dan jiwa manusia. Iman akan
bertambah seiring dengan bertambahnya rasa
tawakal, syukur, redha, sabar dan lain-lain sifat
mahmudah.
Cukuplah sedikit rakaat shalatnya asalkan khusyuk
daripada banyak rakaat shalat tetapi lalai. Sebab
perkara yang menjadi tujuan ibadah ialah
membuahkan iman dan akhlak.
Walaupun banyak rakaatnya tetapi dikerjakan
dengan hati yang lalai, maka bukan saja iman dan
akhlak tidak bertambah, bahkan ibadah akan
menjadi sia-sia. Mungkin Allah akan memberikan
pahala juga, tetapi apakah kita akan bangga kalau
perdagangan yang kita buat hanya mengembalikan
modal, tidak mendapat untung sama sekali? sholat
yang lalai tidak akan menambah iman dan
menguatkan jiwa sebaliknya hanya akan membuat
badan menjadi letih.
Di Padang Mahsyar nanti, Allah akan memanggil
manusia yang sholat untuk diperiksa sholatnya.
Waktu itu sholat akan dikategorikan pada lima
tingkat :

1. Sholat orang jahil.


Sholat orang jahil ialah shalat yang dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki ilmu tentang shalat. Dia
tidak tahu tentang rukun dan sunat dalam shalat
serta shalat tanpa peraturan yang telah ditetapkan
syariat. Karena itu sejak awal shalatnya tidak
diterima bahkan ia berdosa karena tidak belajar
tentang ilmu shalat.

2. Sholat orang lalai.


Sholat orang lalai ialah shalat yang walaupun
sempurna lahirnya tetapi hatinya sama sekali tidak
ikut dalam shalat. Bermacam-macam hal yang
diingat sewaktu berdiri, rukuk, sujud dan duduk
dalam sholat itu. Dari awal hingga akhir sholatnya,
sedikit pun tidak ingat Allah. sholat seperti itu akan
dianggap sebagai dosa bukannya mendapat pahala.
Allah berfirman :
Terjemahannya : Neraka Wail bagi orang yang
sholat. Yang mereka itu lalai dalam sholatnya.(Al
Maaun : 45)

3. Sholat orang yang setengah lalai setengah


khusyuk.
Shalat yang ketiga ialah sholat yang di dalamnya
terjadi tarik-menarik dengan syaitan. Artinya orang
itu selalu merasakan bila syaitan mulai membuat
dirinya lalai dari mengingat Allah. Cepat-cepat
dikembalikan ingatannya pada Allah. Begitulah
seterusnya terjadi hingga akhir shalat. Ada waktu
lalai dan ada waktu khusyuk. sholat seperti itu tidak
berdosa dan tidak juga berpahala, tetapi dimaafkan
oleh Allah.

4. sholat orang khusyuk.


Sholat orang khusyuk ialah sholat orang yang terus
mengingat Allah di sepanjang sholatnya serta
memahami apa yang dibacanya dalam shalat. Orang
itu dapat merasakan bahwa dia sedang menghadap
Allah. Perhatiannya hanya kepada Allah. Bagi
orang tersebut, sholatnya berarti menunaikan janji
kepada Allah, memohon ampun kepada Allah,
mengharap kepada Allah, menghina diri kepada
Allah dan mengagungkan Allah.
sholat seperti itulah yang akan menghapuskan dosa,
memperbaharui ikrar (yang pernah diucapkan di
alam ruh), menguatkan iman, mendekatkan hati kita
kepada Allah, meningkatkan takwa dan
mengelakkan diri dari perbuatan keji dan mungkar.
Itulah keuntungan di dunia. Dan di akhirat Allah
akan menganugerahkan pahala syurga yang penuh
kenikmatan.

5. Sholat Nabi-Nabi dan Rasul.


Sholat yang kelima ialah tingkat tertinggi yaitu
sholat para Nabi dan Rasul. Mereka itu khusyuknya
luar biasa. Mereka benar-benar melihat Allah
dengan mata hati. Dalam sholat, mereka seakan-
akan sedang bercakap-cakap dengan Allah. Sebab
itu mereka tidak pernah jemu melakukan sholat.
Sebagaimana indahnya perasaaan hati orang yang
dapat bertemu kekasihnya, begitulah indahnya
perasaan mereka itu dalam sholat.
Salah satu perkara utama yang disukai oleh
Rasulullah SAW adalah shalat. "Shalat penyejuk
mataku," sabda Rasulullah. Syurga yang akan Allah
anugerahkan pada mereka adalah syurga tertinggi
yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang awam
seperti kita.
Jadi tugas kita sekarang ialah memperbaiki shalat
kita sekaligus memperbanyaknya. Untuk itu sekali
lagi kita mesti mujahadah. Hanya dengan
mujahadah kita dapat meningkatkan iman dan
memperbanyak amal soleh. Serta hanya dengan
iman dan amal soleh saja kita akan dapat
membangun dan menghias rumah kita di akhirat
nanti.

2. ZIKRULLAH, WIRID DAN TAHLIL

Semua ibadah zikrullah kalau dikerjakan dengan


betul akan meresap ke hati dan menghasilkan iman,
ketenangan, serta kebahagiaan di hati. Firman Allah

Terjemahannya : Ketahuilah bahwa dengan


mengingat Allah itu, hati akan tenang.(Ar Rad: 28)

Syaratnya ibadah itu mesti dilakukan dengan


beradab, memahami dan menghayati maksudnya.
Misalnya kita menyebut Subhanallah, hati mesti
diberitahu bahwa Allah Maha Suci dari kekurangan
yang disifatkan pada-Nya. Bila menyebut
Alhamdulilah, hati mesti merasakan bahwa segala
puji hanya bagi Allah. Segala kebaikan, nikmat dan
rahmat yang memenuhi langit dan bumi adalah
kepunyaan Allah. Hati mesti merenungkan segala
pemberian Allah pada kita sewaktu menyebut
pujian itu supaya terasa hubungan antara kita
dengan Allah. Begitu juga ketika menyebut Allahu
Akbar, hati mesti sadar bahwa Allah Maha Besar,
Maha Pencipta, Maha Perkasa dan Maha Mengatur
seluruh langit dan bumi. Rasakan betapa kerdilnya
kita di bawah kekuasaan Allah yang hebat itu.

3. MEMBACA AL QURAN

Al Quran adalah Kitabullah yang diturunkan khusus


untuk kita manusia. Membacanya adalah ibadah,
memahaminya adalah obat, mengikutinya adalah
petunjuk dan menghayatinya menambah iman dan
takwa. Maka orang yang menganggap remeh dan
ringan terhadap Al Quran akan menderita kerugian
besar.

Bertanya Allah dalam surah Al Waaqiah:


Terjemahannya : Sesungguhnya Al Quran ini
adalah bacaan yang sangat mulia. Terdapat dalam
kitab yang terpelihara (lauhul mahfuz). Tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah
kamu menganggap remeh saja Al Quran ini? Kamu
(mengganti) rezeki (Allah) dengan mendustakan
Allah.(Al Waaqiah: 77-82)
Begitulah umat Islam pada hari ini. Mereka
menyamakan kitab mulia itu dengan buku ciptaan
manusia. Kadangkala, Al Quran dipermainkan
dengan tujuan duniawi semata-mata. Alangkah
sedihnya.
Mari kita kembali menjunjung pusaka mulia,
warisan yang betul-betul ditujukan untuk kita. Mari
kita agungkan dengan seagung-agungnya dan kita
perjuangkan sungguh-sungguh. Tindakan seperti
itulah yang sesuai dengan kemuliaan dan kehebatan
yang ada pada Al Quran.

Adab-adab yang perlu dilakukan ketika kita


membaca Kitab mulia ini diantaranya
adalah:Berwudhu'.
Tempat duduk kita bersih dan suci seperti mesjid,
surau dan lain-lain.
Menghadap kiblat.

Membaca taawwudz "a'udzubillahi minas syaithon


nirrajiim" sebelum memulai membaca Al Quran.
Bacaan dilakukan dengan tertib yakni dengan jelas
dan perlahan-lahan.

Memahami dan menghayati bacaan dengan


melakukan apa yang dikehendaki oleh ayat yang
dibaca. Misalnya kita membaca ayat tasbih, maka
maka kita berdoa dan bertasbih.

Bila membaca ayat doa dan istighfar, maka kita


berdoa dan meminta ampun.
Bila membaca ayat yang menceritakan azab
Neraka, maka kita berlindung dari Neraka Allah
dengan doa "a'udzubillahi min dzalika"

Bila membaca ayat yang menceritakan nikmat


syurga, maka kita berdoa "allahumma arzuqna"
semoga Allah juga menganugerahkannya kepada
kita.

Bila membaca ayat tentang orang kafir yang


mensyirikkan Allah, maka kita segera menolak
dengan ucapan "Subhanallahi amma yasifuun",
dan begitulah seterusnya.

Ucapan-ucapan itu dapat diucapkan di mulut atau di


hati tetapi yang penting adalah kesungguhan dan
keikhlasan kita dalam menyebutnya
(mengucapkannya) .

Bacaan dibuat dengan suara dan nada yang merdu


serta enak didengar.
Jangan memutuskan bacaan hanya karena hendak
makan atau bercakap-cakap. Berhentilah di tempat-
tempat yang telah ditentukan. Sebaiknya diakhiri
dengan doa.

Sesungguhnya kalau kandungan Al Quran itu selalu


kita perhatikan dengan kefahaman dan keimanan,
Insya Allah hati kita akan terdidik, keimanan dan
ketakwaan kita akan bertambah.

4. BERDOA

Berdoa adalah ibadah. Selain itu berdoa juga


merupakan sumber iman dan tempat
menggantungkan diri kepada Allah. Orang-orang
yang tidak mau berdoa kepada Allah sebetulnya
adalah orang yang sombong dengan Allah.
Bukankah terlalu banyak keperluan, keinginan dan
harapan kita yang hanya mungkin tercapai dengan
pertolongan Allah?

Kalau begitu, marilah kita berdoa. Kita ceritakan


semua masalah pada Allah dan kita gantungkan
harapan yang penuh kepada-Nya. Berdoalah di
tempat-tempat dan waktu-waktu yang makbul
dengan hati yang penuh khusyuk, harap, yakin serta
sabar. Insya Allah doa akan menjadi sumber
ketenangan dan kebahagiaan.

Sudah menjadi fitrah manusia, bila berada dalam


kesusahan ia akan mengalami ketegangan fikiran
dan perasaan. Satu-satunya cara mengobati
penyakit itu adalah dengan mengadu, mengharap
dan menyandarkan diri kepada suatu kuasa yang
bisa menolongnya menyelesaikan masalah itu.
Karena itu, agama Islam mengajar kita untuk
berdoa. Sebab hanya Allahlah kuasa mutlak yang
layak dan mampu berbuat begitu.

Faedah berdoa adalah jiwa yang lemah akan


menjadi kuat, hati yang susah menjadi senang dan
perasaan yang gelisah akan menjadi tenang.

5. TAFAKUR

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud


:Terjemahannya : Berfikir satu saat itu lebih baik
daripada ibadah setahun.

Anjuran untuk berfikir itu bertujuan untuk


menyadarkan manusia tentang sifat wujud Allah
dan Maha Kuasanya Allah. Perkara-perkara yang
sebaiknya difikirkan adalah tentang keberadaan diri
kita di hadapan Allah. Allah memulai penciptaan
kita hanya dari setitik air mani. Harga setitik air
mani lebih rendah daripada harga sebiji padi, kalau
saja Allah tidak menanamnya di dalam rahim
perempuan.
Juga tidak akan berharga kalau Allah tidak
memelihara dan menghidupkannya dengan
memberi segala keperluan untuk tinggal di dalam
rahim. Belum juga berharga sekiranya Allah tidak
memudahkan baginya keluar ke atas bumi. Bahkan
belum juga berharga kalau Allah tidak
membesarkan serta memberi akal fikiran.

Dengan akal yang Allah karuniakan, manusia dapat


menjadi raja, menteri, anggota kabinet, tentara, ahli
fikir, profesor, dokter, Insinyur, dosen, guru dan
lain-lain yang pandai, kuat, kaya dan hidup secara
bebas. Dengan akal fikiran, manusia telah dapat
meratakan gunung, membelah angkasa, menyelami
lautan dan memperkosa bumi sekehendaknya.
Tetapi tidak selamanya begitu. Kita tidak akan bisa
selamanya berbuat sekehendaknya atau
memperoleh apa yang kita inginkan.

Kita akan mengalami kematian. Bagaimana kita


dapat menghalangi datangnya kematian itu? Tidak
mungkin. Seperti halnya kita tidak mungkin
mendatangkan diri kita ke dunia ini. Firman Allah
dalam Al Quran :

Terjemahannya : Allah, Dialah yang menciptakan


kamu dari keadaan lemah kemudian Dia
menjadikan kamu sesudah lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu
lemah (kembali) dan beruban. Dia menetapkan apa
yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Perkasa.(Ar Rum : 54)

Sesudah mati, Allah berjanji untuk menghidupkan


dan membangkitkan kita kembali di hari Qiamat.
Apakah alasan kita untuk tidak percaya pada janji
Allah itu? Siapakah diri kita yang berani menolak
kedatangannya?

Firman Allah SWT :

Terjemahannya : Tidaklah susah menciptakan dan


membangkitkan kamu (dari dalam kubur)
melainkan hanya seperti (mencipta dan
membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Luqman : 28)
Mari kita fikirkan juga nikmat-nikmat Allah yang
kita terima sekarang ini. Mata, telinga, kaki, tangan
dan semua anggota tubuh kita sangat penting untuk
keperluan hidup. Allah karuniakan kepada kita
tanpa meminta bayaran satu rupiah pun dari kita.
Padahal harga sepasang kaki palsu sudah berjuta-
juta begitu juga dengan gigi palsu. Apalagi mata,
telinga, hati, lidah dan akal yang Allah karuniakan,
tentu tidak akan ternilai harganya.

Dengan apa kita akan membalas pemberian yang


begitu besar? Renungkanlah apakah kita sudah
berterimakasih kepada Allah? Sudahkah kita
laksanakan suruhan-Nya? Sudahkah kita berhenti
melakukan hal-hal yang dilarang-Nya? Sudah
cukupkah amal bakti kita sebagai hamba untuk
membalas kemurahan dan kasih sayang Allah yang
telah memelihara kita?

Pernah diceritakan bahwa telah meninggal seorang


abid (ahli ibadah). Lalu Allah memanggilnya untuk
diberitahu bahwa dia akan dimasukkan ke syurga
karena kemurahan dan rahmat Allah kepadanya.
Mendengar hal itu, si abid merasa tidak puas karena
ia masuk ke syurga melalui belas kasihan dari Allah
sedangkan di dunia dia begitu kuat beribadah. Si
abid lalu memohon dimasukkan ke syurga yang
setimpal dengan amal ibadahnya yang banyak itu.

Allah SWT memerintahkan malaikat menghitung


dan menilai ibadah si abid tersebut. Setelah selesai,
Allah mengumumkan bahwa ibadah-ibadah yang
telah dibuat oleh si abid itu tidak cukup hanya untuk
membayar harga sebelah matanya apalagi untuk
mendapatkan syurga? Si abid pun tersipu-sipu lalu
memohon agar diberi peluang untuk masuk ke
syurga.

Demikianlah satu contoh yang menunjukkan bahwa


nilai amal bakti kita masih belum sebanding dengan
pemberian Allah pada kita. Meskipun setiap detik
dari umur kita, kita gunakan untuk menghambakan
diri kepada Allah, itu pun belum memadai untuk
menandingi nikmat dari Allah. Apalagi kalau kita
sombong, ingkar dan durhaka kepada Allah tentu
sangat sebanding bila Allah lemparkan kita ke
dalam api neraka dan tersiksa untuk selama-
lamanya.

Lihat juga kejadian padi yang kita masak menjadi


nasi. Dapatkah batang padi itu tumbuh dengan
sendirinya kalau Allah tidak menurunkan hujan dan
kalau Allah tidak menggemburkan tanah supaya biji
yang di dalam tanah itu dapat menembus naik untuk
mendapatkan cahaya matahari? Dapatkah manusia
membuat air? Dapatkah manusia melubangi tanah
dengan sehalus-halusnya hingga akar batang itu
dapat menjalar mencari makanan dan
minumannya? Manusia menanam, tetapi siapa yang
menumbuhkannya?
Sesudah berfikir dan membuat kesimpulan, sudah
selayaknya hati kita terbuka, nampak kewujudan,
kemurahan dan kekuasaan Allah SWT. Seharusnya
hati akan menyadarkan akal tentang perlunya
menyembah Allah. Hati selanjutnya akan
memerintahkan kaki, tangan dan seluruh anggota
lahir menunaikan perintah Allah dan berhenti dari
mengerjakan larangan-Nya. Kalau tidak terjadi
seperti itu, maka selayaknya kita menangis, karena
hati yang buta lebih parah dari akal yang buta.

Kemudian hadapkan muka kita ke langit. Lihatlah


matahari yang terbit dan terbenam, memberi panas,
membuat perbedaan waktu dan pergantian musim.
Bulan yang kecil dan besar, membuat malam
kadang-kadang gelap dan kadang-kadang terang,
membuat air laut pasang dan surut. Lihatlah
bintang-bintang yang berkerlipan menghiasi langit
hingga berseri-seri.
Lihatlah semua itu dan ingatlah Allah. Tanamkan
dalam hati betapa besar kuasa-Nya dan pemurah-
Nya. Dengan begitu mudah-mudahan hati kita
menjadi lembut dan tunduk untuk menyembah dan
mengabdikan diri kepada Allah.

Bersabda Rasulullah SAW maksudnya:"Siapa yang


memandang ke langit, melihat bulan dan bintang
kemudian terasa betapa kuasanya Allah, maka
Allah akan mengampunkan dosanya sebanyak
jumlah bintang-bintang itu."

Seseorang yang melihat alam kemudian berfikir


tentang Allah, lalu terasa kehebatan Allah hingga
hatinya lembut dan tunduk menyembah Allah
dengan sadar dan khusyuk, itulah manusia yang
sempurna.
Dia menyadari bahwa dirinya adalah makhluk
ciptaan Allah. Segala sesuatu yang dimilikinya
merupakan pemberian Allah. Karena itu ia ingin
menyerahkan kembali segala pemberian Allah itu
untuk beribadah kepada Allah. Hasilnya dia akan
berbahagia di dunia dan akhirat.

Di dalam Al Quran Allah berulang kali menyuruh


manusia untuk berfikir serta menggunakan akal
yang telah diberikan untuk menyaksikan wujud dan
perkasanya Allah.
Firman-Nya:

Terjemahannya : Tidakkah kamu memperhatikan


sesungguhnya Allah telah menundukkan (untuk
kepentinganmu) apa yang di langit dan di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
batin. Dan sebagian manusia masih ada yang
membantah tentang keesaan Allah tanpa
ilmupengetahuan atau petunjuk dan kitab yang
memberi penerangan.(Luqman: 20)

Terjemahannya : Dan di antara kekuasaan-Nya


ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya dan dijadikannya di antara
kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu sebagai bahan renungan, bagi kaum
yang berfikir.(Ar-Rum : 21)

Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda


kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari
tanah kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia
yang berkembang biak (menguasai bumi).(Ar Rum
: 20)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi
dan begitu juga berlain-lainan bahasa dan warna
kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui.(Ar-Rum : 22)

Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda


kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan
siang hari dan usahamu mencari sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mendengarkan.(Ar-Rum : 23)

Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda


kekuasaan-Nya Dia memperlihatkan kepadamu
kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan
dan Dia menurunkan air dari langit lalu
menghidupkan bumi dengan air itu sesudah
matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mempergunakan akalnya.(Ar-Rum : 24)

Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda


kekuasaan-Nya ialah terbinanya langit dan bumi
dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia
memanggilmu dengan sekali panggilan dari bumi,
ketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum
: 25)

Satu hal lagi yang perlu difikirkan adalah tentang


dosa kita kepada Allah dan sesama manusia. Berapa
banyak dosa kita kepada Allah dan sesama
manusia? Selamatkah kita dari siksaan dan
kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat?
Mampukah kita berhadapan dengan Munkar dan
Nakir di dalam kubur nanti? Sanggupkah kita
menghadapi panasnya api Neraka? Renungkan dan
fikirkanlah selalu. Insya Allah renungan itu akan
melembutkan hati.

Setelah itu tanamkan keyakinan yang mendalam


bahwa kematian itu benar, masuk ke liang kubur itu
benar, pertanyaan Munkar dan Nakir itu pun akan
kita hadapi. Melintasi Siratal Mustaqim itu benar,
pembalasan siksa Neraka dan nikmat Syurga adalah
kebenaran yang akan terjadi. Semua itu pasti terjadi
tanpa keraguan lagi.

Sekiranya peringatan itu diulang-ulang setiap hari


pada hati kita, maka insya-Allah iman yang kuat
akan masuk ke dalam hati kita, sehingga tidak
mudah digoyangkan walaupun dengan angin topan
yang kuat dan dahsyat.
Usaha lain yang sebaiknya dilakukan untuk
mendapatkan iman adalah berpuasa sunat,
berjuang, berjihad, bersedekah, menziarahi orang
sakit atau jenazah dan lain-lain. Kalau amalan-
amalan itu dilakukan sesuai dengan adab dan tujuan
yang dianjurkan syariat, semuanya akan menambah
iman.
Perlu diingatkan pula bahwa setiap dosa baik kecil
maupun besar akan meruntuhkan dan
membinasakan iman.

Rasulullah SAW bersabda:

Terjemahannya : Bukanlah seorang yang berzina


ketika berzina seorang mukmin.(Riwayat Al
Bukhari dan Muslim)

Artinya bila seseorang itu sedang berzina maka


imannya akan hilang dan rusak. Jadi bagi mereka
yangsangat ingin memelihara dan meningkatkan
imannya, janganlah melakukan dosa kecil ataupun
besar. Kalau tidak sengaja membuat dosa, maka
cepat-cepat istighfar, menyesal dan taubat.

Iman juga bisa turun setelah naik atau bisa naik


setelah turun. Itulah sifat iman kita yaitu iman ilmu.
Sebab itu supaya tidak mengalami penurunan, iman
mesti selalu dipupuk dengan cara-cara yang telah
diuraikan di atas. Siapa yang rajin, maka ia akan
selamat. Sebaliknya siapa yang lalai akan menerima
akibatnya.

Saya tegaskan bahwa ibadah-ibadah di atas mesti


dilakukan dengan khusyuk dan tawadhuk. Kalau
tidak, ibadah itu tidak akan berarti apa-apa.
Perbandingannya seperti orang yang lapar
kemudian mengambil nasi hanya untuk
dipermainkan bukan untuk disuapkan ke mulut.
Apakah laparnya akan hilang?
Begitulah ibadah, kalau tidak dihayati, maka jiwa
tidak akan memperoleh apa-apa. Lebih baik tidak
shalat sunat kalau dilakukan dengan tergopoh-
gopoh. Selain tidak beradab dengan Allah, shalat itu
tidak akan berkesan pada hati kita.

Dengan ibadah-ibadah yang khusyuk kita akan


membiasakan hati untuk:

Membesarkan Allah,
Mengenal Allah,
Menghina diri dan malu dengan Allah,
Takut ancaman Allah dan harap pada nikmat Allah,
Terasa diawasi Allah,
Terasa gentar dengan kehebatan Allah di samping
rasa cinta kepada-Nya,

Bila perasaan-perasaan seperti itu sudah tertanam di


dalam hati, dengan sendirinya hati kita akan
melakukan amal soleh, diantaranya :Bila kita
menerima nasib buruk, kita akan redha sebab kita
yakin Allah yang telah mentakdirkannya. Selain itu
Allah cukup adil dan pengasih kepada makhluk-
Nya. Setiap takdir-Nya akan membawa kebaikan,
bukan untuk menganiaya dan menyiksa kita. Lagi
pula bila dibandingkan nasib buruk itu hanya
sedikit sedangkan nikmat-nikmat lain tidak
terhitung banyaknya.
Bila datang ujian, kita akan sabar. Allah menguji
kita atas dua maksud:

a. Untuk menghapuskan dosa

Sebagai manusia kita akan selalu berdosa baik


disadari atau tidak. Jadi sudah selayaknya kita diuji
untuk mengingatkan kita agar kejahatan itu jangan
terulang kembali. Renungilah, bahwa balasan di
dunia pun rasanya tidak mampu untuk ditanggung
apalagi balasan di Neraka. Dengan begitu kita akan
menerima balasan (ujian Allah itu) dengan tenang
sambil mengharapkan ujian itu akan berakhir.
Dengan demikian dosa kita akan terampun dan hati
kita akan tenang kembali.

b. Untuk meninggikan derajat kita.

Kita akan merasa senang kalau mendapat kenaikan


pangkat. Jadi kalau ada ujian Allah yang bermaksud
menguji kesabaran kita untuk mendapat kenaikan
pangkat maka sudah sepatutnya kita terima dengan
sabar dan senang hati.

Bila datang nikmat dari Allah baik lahir maupun


batin, maka kita akan bersyukur. Kita akan
merasakan bahwa kesenangan lahir dan ketenangan
jiwa kita semuanya adalah pemberian Allah (kuasa
Allah dan nikmat dari-Nya). Keberhasilan yang kita
capai merupakan izin dan pertolongan Allah.
Karena itu kita selalu merasa berterima kasih
kepada Allah. Perasaan itu akan menolong kita
untuk ingat serta cinta kepada Allah. Kita akan
redha kepada kehendak-Nya. Selain itu kita
memperbanyak ibadah-ibadah yang disukai-Nya
dan mengorbankan kepentingan kita untuk
beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur
kepada-Nya.
Setiap kali selesai berusaha, berikhtiar dan
beribadah kepada Allah, kita akan menyerahkan
hasilnya kepada Allah. Allah mempunyai hak
mutlak untuk menentukan hasilnya baik atau buruk,
berjaya atau gagal. Bahkan diri kita pun berada
dalam tangan-Nya. Kita serahkan diri kita kepada-
Nya dengan penuh baik sangka kepada-Nya untuk
diatur mengikut kehendak-Nya.

Setiap kali kita membuat dosa, kita akan takut pada


Allah. Hukuman Allah di dunia dan di Akhirat pasti
menimpa kepada siapa yang berdosa. Hendaklah
kita bertaubat (menyesal dan berjanji tidak akan
membuatnya lagi). Kemudian, kita mengharapkan
pengampunan Allah karena Allah adalah Tuhan
yang Maha pemaaf, Maha sopan santun dan lemah
lembut.

Kita akan selalu beradab dan malu dengan Allah


yakni senantiasa menunaikan kehendak-Nya
dengan penuh takut, rindu, harap dan cinta kepada-
Nya. Kita cukup merasa malu untuk sombong
kepada-Nya, tidak menghiraukan-Nya dan
menjauhi-Nya. Artinya kita senantiasa
merendahkan diri terhadap Allah dan khusyuk
dalam beribadah. Selain itu kita berhati-hati,
bimbang dan cemas, jangan-jangan kita telah
membuat kesalahan dengan Allah.

Kita juga akan selalu merenung dan menyesali diri.


Apakah kita sudah mendapat keredhaan dan
keampunan dari Allah. Kita yang selalu lalai, lemah
serta berdosa, layakkah mendapat keredhaan dan
pengampunan-Nya? Waktu untuk beribadah terlalu
pendek dibandingkan dengan waktu yang kita
gunakan untuk bercakap-cakap kosong, berangan-
angan memikirkan bagaimana untuk meluaskan
dunia kita, bermegah-megah dengan harta, anak dan
pengikut serta bermacam-macam kelalaian lagi.
Layakkah kita masuk ke dalam Syurga? Belum
pernah bulu roma kita tercabut karena berjuang di
jalan Allah. Sedangkan ahli syurga seperti Nabi dan
para sahabat pernah tercabut gigi, pecah muka,
remuk tulang dan hilang nyawa karena berjuang
mempertahankan agama Allah. Pengorbanan apa
yang telah kita buat yang perbandingannya mampu
menebus kita dari api neraka?

Jika yang kita inginkan, tidak kita peroleh, kita akan


redha sebab kita sadar bukan kita yang menunaikan
hajat tetapi Allah. Dialah yang memberi dan
menyempitkan rezeki. Sebab itu kita tenang, redha
dan sabar, sesuai dengan kehendak dari Allah.
Renungilah siapa diri kita. Sepatutnya kita merasa
lemah, kita merasa tidak mampu menunaikan
keperluan kita sendiri tanpa bantuan Allah. Kita
merasa malu pula untuk tidak redha dengan Allah.

Nyawa yang ada pada diri kita itu pun kepunyaan


Allah. Kalau Allah matikan kita, tentu akan terasa
berat. Semuanya terserah pada Allah. Dengan
begitu kita merasa tidak keberatan bila nikmat yang
diberi oleh Allah itu sedikit. Kita hanya boleh
meminta bukan memaksa. Meminta itu sifat hamba
sedangkan memaksa itu sifat tuan.
Kalaulah perasaan-perasaan (amalan-amalan batin)
yang telah diuraikan di atas tidak ada dalam jasad
batin kita, itu tandanya mujahadah kita tidak kuat
dan ibadah kita belum sampai tujuannya (untuk
mendidik jiwa).

Usaha kita mesti ditambah. Kalau ibadah kita cukup


dan sampai pada tujuan, maka kita akan menjadi
orang yang bahagia dan selamat dari sakit jiwa.
Sebab hanya orang yang mempunyai tasawuf
(kerohanian) yang tinggi saja yang mampu
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Mereka lah
yang membangun dan mendapatkan syurga untuk
dunia dan Akhirat mereka.
Amalan-amalan mereka lahir dan batin akan
menyelamatkan mereka di dunia dan Akhirat. Hati
mereka yang selamat di dunia, juga akan selamat di
Akhirat. Mereka akan mendapat kemanisan iman,
kelezatan beribadah karena hatinya benar-benar
cinta Allah dan Rasul serta benci kepada mungkar
dan maksiat. Bersabda Rasulullah SAW:

Terjemahannya : Tiga perkara ini, siapa yang


memilikinya akan mendapat kemanisan iman:

1. Mencintai Allah dan Rasul lebih daripada


lainnya.
2. Mencintai seseorang semata-mata karena Allah.
3. Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana
benci dilemparkan ke Neraka.
(Riwayat Ahmad, Al Bukhari dan Muslim, At
Tarmizi, An Nasai dan Ibnu Majah)

Bila mendapat kemanisan iman, penderitaan


menjadi kecil dan dunia tidak ada lagi dalam ruang
hatinya. Hatinya asyik dengan Allah. Itulah yang
terjadi pada sahabat-sahabat Rasulullah. Bilal,
waktu dijemur di tengah panas serta diazab untuk
dipaksa kembali kepada kekufuran, dengan tenang
dia menjawab, "Ahad, Ahad." Azab tidak terasa
azab lagi.
Peristiwa lain juga terjadi pada seorang sahabat.
Untanya dicuri orang di waktu malam ketika sedang
shalat. Dia tidak langsung menghentikan shalatnya.
Dia merasa kemanisan iman dan ibadah hingga lupa
bertindak terhadap pencuri itu.

Cerita lain, ada dua orang sahabat yang Rasulullah


lantik untuk mengawal tentara Muslimin di satu
peperangan di waktu malam. Seorang tidur
sementara seorang lagi berjaga dan melakukan
shalat. Tiba-tiba datang mata-mata musuh, dan
terlihatlah kedua sahabat tadi. Ia menarik busur
panah dan memanah sahabat yang sedang shalat.

Sahabat itu tidak memutuskan shalatnya. Dipanah


lagi, sampai tiga kali barulah ia membangunkan
sahabatnya dan berkata, "Kalau tidak takut, sesuatu
akan menimpa umat Islam niscaya aku tidak
berhenti shalat." Begitulah kemanisan iman yang
dirasakannya.

Mujahadatunnafsi terhadap mazmumah kita kepada


manusia seperti hasad, dengki, dendam, buruk
sangka, mementingkan diri sendiri, gila pangkat,
serakah, bakhil, sombong dan lain-lain juga bisa
dilakukan dengan cara menentang sifat-sifat itu.
Dalam buku saya bertajuk Iman dan Persoalannya,
telah dinyatakan tiga contoh bagaimana melakukan
mujahadah terhadap sifat bakhil, sombong dan
takut.

Di sini akan saya uraikan cara-cara mujahadah


terhadap penyakit hasad, dengki, pemarah dan gila
dunia.
Sebelum itu akan dijelaskan bahwa dalam berusaha
melawan nafsu itu, kita hendaklah menempuh tiga
tingkat :

1. Takhalli (Mengosongkan atau membuang atau


membersihkan)
2. Tahalli (Mengisi atau menghiasi)
3. Tajalli (Terasa kebesaran dan kehebatan Allah)

1. Takhalli

Di tingkat takhalli kita mesti melawan dan


membuang semua kehendak-kehendak nafsu yang
rendah dan dilarang Allah. Selagi kita tidak mau
membenci, memusuhi dan membuangnya jauh-jauh
dari diri kita, maka nafsu itu akan selalu menguasai
dan menghambakan kita.
Sabda Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sejahat-
jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di
antara dua lambungmu. (Riwayat Al Baihaqi)

Karena kejahatannya itu telah banyak manusia yang


ditipu dan diperdaya untuk tunduk, bertuhankan
hawa nafsu. Itu diceritakan oleh Allah dengan
firman-Nya :

Terjemahannya : Apakah tidak engkau perhatikan


orang-orang yang mengambil hawa nafsu menjadi
Tuhan lalu dia disesatkan Allah.(Al Jaatsiah: 23)

Apabila nafsu dibiarkan menguasai hati, iman tidak


memiliki tempat. Bila iman tidak ada, manusia
bukan lagi menyembah Allah, Tuhan yang sebenar-
benarnya tetapi menyembah hawa nafsu.
Oleh itu usaha melawan hawa nafsu jangan
dianggap ringan. Itu adalah satu jihad yang sangat
besar. Ingatlah sabda Rasulullah SAW pada
sahabat-sahabatnya ketika pulang dari satu medan
peperangan :

Terjemahannya : Kita baru kembali dari satu


peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan
yang lebih besar. Sahabat bertanya, "Peperangan
apakah itu?" Baginda berkata, "Peperangan
melawan hawa nafsu."(Riwayat Al Baihaqi)

Melawan hawa nafsu sangat susah. Mungkin kalau


nafsu itu ada di luar jasad kita dan bisa kita pegang,
mudahlah kita menekan dan membunuhnya sampai
mati. Tetapi nafsu kita itu ada di dalam diri kita,
mengalir bersama aliran darah dan menguasai
seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesadaran dan
kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti
dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.
Seseorang yang dapat mengalahkan nafsunya akan
meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik. Begitulah
seterusnya hingga nafsu manusia itu benar-benar
dapat ditundukkan kepada perintah Allah.

Untuk lebih jelas akan saya sebutkan tingkat-


tingkat nafsu manusia sebagaimana iman itu pun
bertingkat-tingkat. Saya sebutkan dari tingkat yang
serendah-rendahnya yaitu nafsu amarah, nafsu
lawwamah, nafsu mulhamah, nafsu mutmainnah,
nafsu radhiah, nafsu mardhiah dan nafsu kamilah.
Kita yang berada pada tingkat iman ilmu, berada di
taraf nafsu yang kedua yakni nafsu lawwamah. Kita
mesti berjuang melawan nafsu itu hingga tunduk
sepenuhnya kepada perintah Allah. Paling minimal
mencapai nafsu mulhamah dan nafsu mutmainnah,
yaitu nafsu yang ada pada diri seseorang beriman
ayan.

Di tingkat iman itu saja kita akan dapat


menyelamatkan diri dari siksaan Neraka. Itu
dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam firman-
Nya :

Terjemahannya : Hai jiwa yang tenang (nafsu


mutmainnah) kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang puas lagi diredhai-Nya. Maka masuklah
ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah
ke dalam Syurga-Ku. (Al Fajr 27-30)

Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan


kotor yang ada pada manusia. Dalam ilmu tasawuf,
nafsu jahat dan liar itu dikatakan sifat mazmumah.
Di antara sifat-sifat mazmumah itu ialah sumah,
riya', ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta,
banyak bicara, banyak makan dan mengumpat.

Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat


pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu
akan semakin kuat dan menebal pada hati kita.
Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat
menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan
suci.
Bagaimana pun membuang sifat mazmumah dari
hati tidaklah semudah membuang daki di badan.
Hal itu memerlukan latihan jiwa yang sungguh-
sungguh, didikan yang terus menerus dan petunjuk
yang berkesan dari guru yang mursyid yakni guru
yang dapat membaca dan menyelami hati murid-
muridnya hingga ia tahu apakah kekurangan dan
kelebihan murid itu. Malangnya di akhir zaman ini,
kita tidak memiliki guru yang mursyid.

Nasib kita hari ini seperti nasib anak-anak ayam


yang kehilangan induk. Tidak ada yang akan
menunjukkan jalan kebaikan yang ingin kita
tempuh. Meraba-rabalah kita dalam kegelapan.
Tetapi bagi orang yang mempunyai keinginan yang
kuat untuk membersihkan jiwanya, ia tidak akan
kecewa bila tidak ada orang yang bisa mendidik dan
memimpinnya. Ia akan sanggup berusaha demi
kesempurnaan diri dan hidupnya sendiri.

2. Tahalli

Tahalli berarti menghias, lawan kata bagi takhalli.


Sesudah kita mujahadah yakni mengosongkan hati
dari sifat terkeji atau mazmumah, kita mesti segera
menghias hati dengan sifat-sifat terpuji atau
mahmudah.
Supaya mudah difahami mari kita gambarkan hati
kita sebagai sebuah mangkuk. Selama ini mangkuk
itu berisi sifat-sifat mazmumah. Setelah kita
mujahadah maka sifat itu keluar meninggalkan
mangkuk kosong. Waktu itulah kita masukkan ke
dalam mangkuk itu sifat mahmudah.

Di antara sifat-sifat mahmudah yang patut


menghias hati kita ialah jujur, ikhlas, tawadhuk,
amanah, taubat, bersangka baik, takut pada Allah,
pemaaf, pemurah, syukur, zuhud, tenggang rasa,
redha, sabar, rajin, berani, lapang dada, lemah
lembut, kasih sayang sesama mukmin, selalu ingat
mati dan tawakal.

Untuk menghias hati dengan sifat mahmudah kita


sangat memerlukan mujahadah. Di tegaskan sekali
lagi bahwa bila dalam tingkat mujahadah kita masih
terasa berat dan susah, maknanya belum ada
ketenangan dan kelezatan yang sebenarnya. Insya
Allah kalau kita sungguh-sungguh, lama kelamaan
akan menyatu dengan hati kita dan akan terasalah
lezatnya.
Cara-cara mujahadah dalam tahalli sama seperti
kita mujahadah untuk takhalli. Misalnya kita mau
mengisi hati dengan sifat pemurah, maka kita
mujahadah dengan mengeluarkan harta atau barang
kita terutama yang kita sukai dan sayangi untuk
diberikan kepada yang memerlukan. Awalnya tentu
terasa berat dan susah tetapi janganlah menyerah.
Kita mesti melawan. Tanamkan dalam hati
bagaimana orang-orang muqarrobin berebut untuk
mendapat pahala sedekah.

Sayidatina Aisyah r.a. di waktu tidak memiliki apa-


apa untuk dimakan, beliau mencoba untuk
mendapatkan hanya sebelah kurma untuk
disedekahkan. Begitu besar keinginan mereka pada
pahala dan rindu kepada Syurga. Mereka berlomba-
lomba menyahut pertanyaan Allah SWT :

Terjemahannya : Siapakah yang mau meminjamkan


kepada Allah pinjaman yang baik nanti Allah akan
melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya
dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.(Al
Hadid : 11)

Setiap kali kita merasa sayang pada harta kita setiap


itu pula kita mengeluarkannya. Insya Allah lama-
kelamaan kita akan memiliki sifat pemurah. Begitu
juga dengan sifat-sifat yang lain seperti kasih
sayang, berani, tawadhuk, pemaaf, zuhud dan
semua sifat-sifat mahmudah yang lain perlu kita
miliki. Untuk itu mesti bermujahadah. Jika tidak,
iman akan ikut tiada sebab iman berdiri di atas sifat-
sifat mahmudah.

3. Tajalli

Sebagai hasil mujahadah dalam takhalli dan tahalli


kita memperoleh tajalli yaitu sejenis perasaan yang
datang sendiri tanpa memerlukan usaha lagi.
Agak sukar untuk ditulis apa arti tajalli sebenarnya,
sebab merupakan sejenis perasaan (zauk) yang
hanya mungkin dimengerti oleh orang-orang yang
merasakannya. Seperti manisnya gula, tidak dapat
digambarkan dengan tepat kecuali dengan
merasakan sendiri gula tersebut.

Tajalli secara ringkas ialah perasaan tentram,


tenang dan bahagia. Hati seakan-akan terbuka,
hidup, melihat dan merasa kehebatan Allah. Hati
selalu teringat dan rindu pada Allah. Harapan dan
pergantungan tidak pada selain Allah. Seluruh amal
bakti adalah karena dan untuk Allah semata-mata.
Apa pun masalah hidup, dihadapi dengan tenang
dan bahagia. Kesusahan apa pun tidak terasa dalam
hidupnya sebab semua itu dirasakan sebagai
pemberian dari kekasihnya, Allah SWT.

Akhirnya bagi orang-orang yang beriman, dunia ini


sudah terasa bagai Syurga. Kebahagiaan mereka
adalah kebahagiaan sejati dan abadi yaitu
kebahagiaan hati. Firman Allah:

Terjemahannya : Hari kiamat yaitu hari di mana


harta dan anak-anak tidak berguna kecuali mereka
yang datang menghadap Allah dengan hati yang
selamat sejahtera.(Asy Syuara : 88-99)

Setelah kita menguraikan tentang proses


pembersihan hati, marilah kita melihat cara-cara
untuk mujahadah terhadap beberapa penyakit hati.

1. HASAD DENGKI

Hampir semua orang dihinggapi penyakit hasad


dengki. Cuma bedanya banyak atau sedikit,
bertindak atau tidak. Bahkan ulama-ulama pun
terkena penyakit itu bahkan lebih berat lagi. Hasad
dengki membuat jiwanya menderita, kecewa dan
sakit jiwa. Hatinya merasa tidak selamat di dunia
apalagi di akhirat.
Hadits telah menceritakan tentang enam golongan
manusia yang akan tercampak ke dalam Neraka
dengan enam sebab. Salah satu dari mereka adalah
ulama karena hasadnya.

Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang yang


hasad dengki dalam surah Muhammad :

Terjemahannya : Atau apakah orang-orang yang


ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah
tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan
kalau Kami kehendaki niscaya Kami tunjukkan
mereka padamu sehingga kamu benar-benar dapat
mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan
kamu benar-benar akan mengenal mereka dari
kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah
mengetahui perbuatan kamu.(Muhammad : 29-30)

Tanda adanya hasad dengki dalam diri kita ialah


apabila orang lain mendapat kejayaan, maka kita
akan sakit hati dan bila orang lain mendapat
bencana kita akan merasa senang. Bahaya hasad
dengki adalah seperti apa yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sesungguhnya
hasad itu memakan amalan kebaikan seperti api
memakan ranting kayu kering.
Bila kita saling hasad dengki, kita akan hina-
menghina, fitnah-memfitnah, benci-membenci,
dendam-mendendam, jahat sangka dan mengadu
domba. Kesemuanya akan mendatangkan dosa-
dosa dan menghapuskan kebaikkan lainnya.

Seseorang yang membiarkan dirinya berada dalam


hasad dengki adalah penjahat dan perusak serta
pemecah-belah persaudaraan antara manusia. Dia
juga seorang yang paling biadab dengan Allah
SWT. Sadar atau tidak, dia sebenarnya benci
kepada Allah. Walau sebanyak apa pun shalatnya,
puasanya, hajinya dan hebat perjuangannya tetapi
di sisi Allah tetaplah dia ahli Neraka.
Pernah sahabat-sahabat bertanya Rasulullah SAW :

Terjemahannya : Sesungguhnya ada seorang wanita


yang berpuasa siang harinya dan di malam harinya
shalat tahajjud tetapi selalu menyakiti tetangga
dengan lidahnya. Jawab baginda Rasulullah :
"(Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli
Neraka."

Orang yang banyak bertahajjud dan berpuasa sunat


pun masuk Neraka karena hasad dengki, apalagi
kita yang tidak bertahajjud, puasa sunat, masih cinta
dengan hasad dengki dan umpat-mengumpat.
Kalau betul kita beriman kepada Allah dan takut
akan Neraka, insaflah akan kejahatan hati kita itu
dan marilah kita memperbaikinya dengan
melakukan mujahadatunnafsi.

Allah berfirman :Terjemahannya : Hai orang yang


beriman, janganlah satu kaum menghina kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka (yang dihina) lebih
baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah
pula wanita-wanita menghina wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita (yang dihina) itu lebih
baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah
kamu panggil-memanggil dengan gelaran yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan)
yang buruk sesudah iman (seperti hai fasik, kafir
dan lain lain) dan barangsiapa yang tidak bertaubat
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al
Hujurat : 11)

Terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman,


jauhilah dari banyak prasangka. Sesungguhnya
sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian
yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al
Hujurat: 12)
Begitulah bujukan Allah pada kita supaya kita tidak
lagi hasad dengki, mengumpat dan buruk sangka.
Langkah-langkah yang mesti kita lakukan untuk
mujahadah terhadap hasad dengki diantaranya ialah
:

Setiap kali orang yang kita dengki itu memperoleh


kejayaan, kita kunjungi dia untuk mengucapkan
tahniah (selamat) dan bergembira bersamanya.
Sebaliknya apabila orang itu mendapat bencana,
kita kunjungi juga untuk mengucapkan
takziah(turut berduka) dan ikut bersedih
bersamanya.
Sanjung dan pujilah kebaikan dan keistimewaan
orang yang kita hasad dengki itu di belakangnya
dan kalau ada kesalahan dan keburukannya kita
rahasiakan.
Selalu datang dan berilah hadiah kepada orang yang
kita dengki itu.
Kalau ada orang mencoba menjatuhkan orang yang
kita dengki itu, kita mesti membelanya. Jangan
melayani orang atau syaitan yang hendak merusak
mujahadah kita.
Berdoalah pada Allah SWT agar memudahkan kita
mengobati penyakit dengki yang ada dalam diri kita
itu.

Ingatlah selalu firman-Nya :

Terjemahannya : Dan mereka yang bermujahadah


pada jalan Kami niscaya Kami tunjukkan jalan-
jalan Kami itu. (Al Ankabut : 69)

Timbulnya hasad dengki kita pada seseorang adalah


karena orang itu mempunyai keistimewaan dan
kelebihan yang lebih daripada apa yang ada pada
diri kita. Bila kita terasa orang itu telah
mengalahkan kita dalam perjuangan atau
perlombaan maka datanglah rasa dengki itu.
Sebaliknya tidak akan terjadi begitu, kalau kita
beriman dengan Allah, yakin akan keadilan-Nya
mengatur pemberian kepada hamba-hamba-Nya,
kita tidak akan merasa dengki lagi.

Firman Allah :Terjemahannya : Janganlah kamu iri


hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang
lain. (An Nisa : 32)
Allah yang melebihkan dan mengurangkan
pemberian-Nya kepada seseorang. Dan Allah Maha
adil atas pemberian yang lebih dan kurang itu. Dia
bermaksud menguji kita. Siapa yang sadar bahwa
dirinya adalah hamba, ia akan senantiasa bersyukur
pada nikmat yang diperoleh, redha dengan takdir
dan sabar menghadapi ujian.

Dalam hadits Qudsi Allah berfirman :

Terjemahannya : Barangsiapa tidak redha terhadap


takdir yang terjadi dan tidak sabar terhadap bala
(cobaan) dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku.
(Riwayat : At Tabrani)

Dalam Al Quran Allah berfirman :


Terjemahannya : Dialah yang menjadikan mati dan
hidup supaya Dia menguji kamu siapa antara kamu
yang lebih baik amalnya dan Dia maha Perkasa lagi
Maha Pengampun.(Al Mulk: 2)

Itulah maksud Allah menjadikan hidup yang


sementara.
Firman-Nya lagi :
Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan) karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. (Al Insan: 2)

Kalau Allah melebihkan seseorang dari kita, artinya


Allah mau menguji apakah kita sabar dan redha
dengan kekurangan yang Allah takdirkan. Dan
kalau Allah melebihkan kita daripada seseorang,
artinya Allah mau menguji kita, apakah kita
bersyukur terhadap nikmat itu atau sebaliknya
sombong, congkak, dan lupa diri sebagai hamba
Allah.

Kalau begitu mengapa hasad dengki? Kalau kita


masih hasad dengki artinya kita tidak redha dengan
Allah. Kita tidak senang dengan peraturan-Nya dan
tidak menerima kehendak-Nya. Sebab itu orang
yang hasad dengki bukan saja bermusuhan dengan
orang lain tetapi juga bermusuhan dengan Allah.
Biadab dengan manusia dan biadab dengan Allah
maka layaklah menjadi ahli Neraka.

2. PEMARAH

Sifat pemarah berasal dari sifat sombong (ego).


Semakin besar ego seseorang itu semakin besar
pemarahnya. Itu berkaitan pula dengan kedudukan
seseorang.
Kalau tinggi kedudukannya, besar pangkatnya,
banyak hartanya, ramai pengikutnya maka makin
tinggi egonya dan pemarahnya makin menjadi-jadi.
Sebaliknya seseorang yang rendah taraf
kedudukannya akan kurang rasa egonya, maka
kurang juga sifat pemarahnya.

Lihatlah perbedaan antara seorang ayah dengan


anaknya. Jarang kita dengar bahwa anak memarahi
ayah. Yang selalu terjadi adalah ayah memarahi
anak. Atau antara tuan rumah dengan pembantunya.
Tidak pernah pembantu marah pada tuannya tetapi
tuan sering marah pada pembantunya. Atau seperti
murid dengan guru. Murid tidak pernah marah pada
gurunya tetapi guru sering marah pada muridnya.
Sebagai contoh yang lain, kepala kantor dengan
pegawainya. Jarang pegawai marah pada 'boss'nya
tetapi boss sering marah pada anak buahnya.
Begitulah seterusnya. Jarang kita temui seorang
ayah, guru, kepala kantor, tuan rumah dan seorang
pemimpin yang tidak bersifat pemarah terhadap
orang-orang di bawah mereka.

Pendeknya sifat pemarah itu ada pada setiap diri


kita seperti halnya hasad dengki. Pemarah adalah
sifat mazmumah yakni sifat terkeji. Pemarah bisa
memecah-belahkan hati manusia. Sebab itu seorang
yang pemarah adalah seorang yang biadab terhadap
Allah SWT.
Kenapa mesti marah? Coba kita renungkan sebuah
bait gubahan seorang mujahid:
Takdir Allah sudah putus dan keputusan Allah
sudah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata
'barangkali' dan 'kalau'.

Setiap kesalahan dan kelemahan manusia pada kita


adalah ujian Allah untuk kita. Allah mau melihat
siapa yang mampu menahan rasa malunya kepada
Allah sambil mengucapkan, "Innalillahi wa inna
ilaihi rajiuun." Mari kita lihat bagaimana tindakan
seorang mukmin sejati terhadap takdir-takdir buruk
yang menimpa hidupnya :

Ahnaf bin Qais adalah seorang yang lemah lembut.


Beliau ditanya orang, dengan siapakah beliau
belajar berlemah lembut itu?

Ahnaf menjawab : Dengan Qais bin Asim, yaitu


pada suatu hari ketika Qais bin Asim sedang
beristirahat masuklah jariahnya (hamba)
membawakan Qais panggang besi berisi daging
panggang yang masih panas. Belum sempat
diletakkan di depan Qais tanpa sengaja besi
pemanggang itu jatuh menimpa anak kecil Qais.
Anak itu menjerit-jerit kesakitan dan kepanasan
hingga meninggal dunia. Qais dengan tenang
melihat kejadian yang menyayat hati itu dan berkata
kepada hamba yang pucat mukanya, "Aku bukan
saja tidak marah kepada kamu, tetapi mulai hari ini
aku memerdekakan kamu."

"Begitulah sopan santun dan lemah lembutnya Qais


bin Asim," kata Ahnaf bin Qais mengakhirkan
ceritanya.

Bukannya Qais tidak sayang pada anaknya tetapi


hatinya senantiasa melihat pengaturan Allah dan
senantiasa merasakan setiap kejadian adalah takdir
dari Allah. Ia senantiasa sabar dengan Allah, redha
dengan Allah serta merasa kehambaan pada Allah.
Rasa malu, hina dan takut dengan kekuasaan Allah
membuat Qais tenang menghadapi kematian anak
yang disebabkan kelalaian hambanya.

Hati Qais memandang kejadian itu sebagai ujian


Allah ke atas dirinya. Barangkali untuk
penghapusan dosa atau untuk mengangkat
derajatnya di sisi Allah SWT. Karena itu hatinya
tenang. Dia (Qais) redha dengan ujian itu malah
dengan ujian itu ia merasakan mendapat peluang
untuk mendekatkan lagi hatinya pada Allah SWT.
Sebab itu dia tidak nampak lagi kesalahan
hambanya.

Bukan saja dia tidak marah bahkan merasa kasihan


pada jariah yang ketakutan itu, memaksa Qais untuk
membebaskan hambanya. Dia hanya nampak
ketentuan Allah yang wajib diterima tanpa tanya
jawab (komentar) dan tanpa 'kalau' lagi.
Demikianlah rasa kehambaan yang menghias hati
dan ruh Qais, seorang yang cukup berakhlak
terhadap Allah SWT dan terhadap manusia
(hambanya).
Demikianlah rasa marah itu lahir dari perasaan
'ketuanan' yang ada dalam hati kita. Kita merasa
kita yang lebih besar, lebih mulia, lebih hebat dari
orang lain. Tanpa perasaan-perasaan itu tidak
mungkin kita menjadi pemarah. Kita akan berlemah
lembut, memaafkan kesalahan orang dan
bertenggang rasa dengan sesama manusia.

Sesama manusia mempunyai asal yang sama. Kita


datang ke dunia melalui jalan yang gelap, lubang
kencing yang hina tanpa sedikitpun harta, dalam
keadaan busuk, amis, bodoh, dungu, tuli, bisu, buta,
lemah dan hina sekali.

Firman Allah :
Terjemahannya : Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati. Moga-moga kamu bersyukur.
(AnNahl : 78)

Kemudian Allah juga mencantikkan kita dan


memberi sedikit kelebihan. Kepandaian dan
keistimewaan itu Allah pinjamkan sebentar saja.
Tujuannya supaya kita dapat beribadah dan berbakti
menurut kehendak-Nya (bersyukur). Bukan supaya
kita merasa lebih mulia, lebih hebat, hingga datang
perasaan-perasaan sombong, riya', bengis dan
pemarah kepada orang lain yang agak kurang dari
kita.

Sebaiknya bila kita merasa mempunyai kelebihan,


kita menjadi takut pada Allah. Takut kalau nikmat
itu digunakan secara salah sehingga durhaka kepada
Allah Taala dan berdosa pada manusia. Takut kalau
nikmat itu menjadikan hati kita merasa 'tuan'
sehingga timbul sifat ego yang besar, yang akan
melahirkan bermacam-macam mazmumah yang
sangat dibenci oleh Allah. Firman-Nya :
Terjemahannya : Dalam hati mereka terdapat
penyakit kemudian Allah tambahkan penyakit
mereka. (Al Baqarah : 10)

Kita mesti mengobati penyakit hati kita. Artinya


kita mesti membuang rasa 'ketuanan' kita yaitu
dengan melakukan mujahadatunnafsi.

Mula-mula kita mesti rasa malu kepada Allah.


Perbandingannya adalah kalau ada orang penting di
rumah kita, sanggupkah kita memarahi isteri kita di
depan orang itu? Tentu tidak. Terlebih lagi terhadap
Allah, karena Allah senantiasa melihat bahkan
senantiasa bersama kita. Kalau kita yakin akan hal
itu tentu kita tidak akan menjadi pemarah sebab kita
tahu Allah tidak suka kita menjadi pemarah. Rasa
malu dan takut kepada Allah akan membuat kita
senantiasa berlemah-lembut dan memaafkan
kesalahan orang kepada kita.

Bila datang rasa hendak marah, maka katakan pada


diri kita, "Ya Allah, aku tahu pemarah itu adalah
hina di sisiMu. Tolonglah pelihara diriku dari
kejahatan nafsu dan selamatkan aku dari api
Neraka."
Sesudah itu kita diam. Jangan marah tetapi
banyakkan zikir dan ingat kebesaran Allah. Allah
Tuhan yang Maha Besar itu pun bersifat sangat
pemaaf. Kalau begitu layakkah kita menjadi
pemarah? Bukankah kita hamba yang hina dina?
Kita harus insaf bahwa setiap manusia termasuk diri
kita sendiri, memiliki kelemahan dan kekurangan.
Kalau hari ini orang bersalah pada kita, maka tidak
mustahil bahwa satu saat nanti kita akan bersalah
dengan orang lain. Kalau kita bersalah kita tidak
suka orang lain memarahi kita. Begitulah juga kalau
orang lain yang bersalah dengan kita, dia tentu tidak
suka kalau dimarahi. Karena itu tegurlah dengan
lemah lembut dan kasih sayang.

Firman Allah:
Terjemahannya : Maka katakanlah (hai Musa dan
Harun) kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang
lemah lembut mudah-mudahan ia ingat dan takut
(Thaha : 44)

Sebegitu jahat dan kufurnya Firaun terhadap Allah,


namun Allah masih perintahkan kepada Nabi-Nya
supaya berlemah lembut. Sebab hanya dengan
lemah lembut, hati manusia menjadi lembut, insaf
dan takut.

Sebaliknya kalau kita kasar bukan saja orang yang


lain tidak menerima teguran kita bahkan dia akan
benci dengan kekerasan kita. Di sisi Allah
kekerasan kita akan tercatat. Dan di sisi Allah kita
akan tercatat sebagai orang yang tidak berakhlak
dan tidak berhikmah, padahal Allah memerintahkan
kita supaya berhikmah :

Terjemahannya : Serulah (semua manusia) kepada


Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan
pengajaran yang baik dan berhujjahlah dengan
mereka secara yang paling baik.(An Nahl : 125)

3. GILA DUNIA

Gila dunia adalah penyakit hati atau satu


mazmumah yang menghalangi kita untuk
mendekatkan hati dengan Allah (yakni menghalang
untuk mencapai derajat kerohanian yang tinggi).
Seorang pencinta dunia adalah seorang yang
hatinya dipenuhi keinginan untuk meluaskan serta
memperbanyak ketinggian dan kekayaan di dunia
sehingga fikirannya senantiasa bekerja untuk tujuan
itu dan secara lahir ia bekerja keras untuk itu.

(Dunia ialah segala sesuatu yang tidak ada


manfaatnya untuk Akhirat. Sebaliknya perkara apa
saja yang bisa digunakan untuk akhirat maka tidak
lagi disebut dunia).
Lawan dari penyakit gila dunia adalah sifat zuhud
yaitu hati yang tidak memiliki keinginan kepada
sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.

Firman Allah :

Terjemahannya : Itulah negara Akhirat (syurga)


yang Aku jadikan (syurga itu) untuk orang-orang
yang tidak menginginkan ketinggian dan kerusakan
di muka bumi ini.(Al Qashash : 83)

Hati yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi


'tuan' dan tidak pula ingin untuk melakukan
kejahatan (kerusakan) di dunia, itulah hati yang
selamat dan itulah hati penghuni syurga.

Firman Allah :Hari Qiamat (hari manusia


meninggalkan dunia) adalah hari di mana harta dan
anak-anak tiada memberi manfaat kecuali mereka
yang datang menghadap Allah membawa hati yang
selamat. (Asy Syuara : 88-89)

Mungkin kita bertanya, "Bagaimana saya bisa


membuang keinginan kepada dunia yang indah?"
Sebab kita hidup di kelilingi oleh tarikan dunia yang
amat menarik dan hati kita pun sangat cinta
padanya?
Pertama, ketahuilah bahwa di dunia ini ada yang
diharamkan dan wajib kita jauhi. Selain itu ada
yang dihalalkan dan tidak berdosa kalau diambil
asalkan tidak berlebih-lebihan atau lebih dari
keperluan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan benci kepada
dunia, karena dua perkara.

Sabda baginda :Terjemahannya : Halalnya akan


dihisab dan haramnya disiksa (dalam Neraka).
Satu hari ketika baginda berjalan bersama sahabat-
sahabat, terlihat oleh Rasulullah seekor bangkai
kambing. Baginda bertanya kepada sahabat,
"Mengapa bangkai itu dibuang oleh tuannya?"

Sahabat menjawab, "Karena ia tidak berguna lagi


maka ia dibuang dan tidak dihiraukan oleh
tuannya."
Maka bersabda Rasulullah SAW :"Demi Allah
yang menguasai diriku, maka dunia itu lebih rendah
pada pandangan Allah daripada bangkai kambing
pada pandangan tuannya."

Seterusnya baginda bersabda:


"Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula apa-apa yang
ada di dalamnya kecuali yang digunakan untuk
mencari keredhaan Allah."

Karena itu ketahuilah bahwa mengambil dunia


lebih dari keperluan atau bukan untuk mencari
keredhaan Allah adalah tidak sunnah hukumnya.
Dunia akan menjadi hijab antara kita dengan Allah
yakni akan membutakan hati dan memisahkan kita
dari Allah.

Bagi orang yang menyadari hakikat itu tentu


mereka tidak cinta lagi kepada dunia. Dunia yang
nampaknya indah itu ternyata buruk sifatnya. Ibarat
bunga kembang sepatu, rupa dan warnanya
sungguh menarik hati tetapi tidak ada baunya. Atau
ibarat perempuan cantik yang jahat tingkah lakunya
tentu tidak ada gunanya.

Sebagai orang awam yang tidak kenal sifat dunia


ini, tentu kecantikan dunia akan menawan hati kita.
Tetapi bagi bijak pandai, yaitu orang-orang arif
seperti Nabi dan Rasul, para muqarrobin dan
solihin, mereka sangat kenal pada dunia ini,
terutama tentang keburukan dan kehinaannya.
Sebab itu mereka zuhud terhadapnya. Mereka
mengambil sebagian dari dunia, yaitu yang tidak
boleh tidak mesti diambil.

Selebihnya adalah seperti najis pada mereka, sebab


itu mereka membuangnya.
Tugas kita sekarang adalah mujahadah dengan
nafsu gila dunia itu. Kita lawan keinginan rendah
itu hingga ia tewas. Barulah keinginan kita kepada
Allah dan hari Akhirat akan timbul dan menyala
dalam dada kita.

Langkah-langkah yang perlu diambil antaranya :

Harta, uang, pakaian, makanan, kendaraan, tempat


tempat tinggal dan lain-ain kekayaan kita yang
halal, yang kita letakkan di bank selama ini
hendaklah kita gunakan untuk mencari keredhaan
Allah.
Kedudukan kita, jabatan, pangkat, nama yang
masyhur, pengaruh dan ketinggian apa saja yang
memungkinkan kita merasa 'tuan' di dunia ini
hendaklah digunakan untuk mencari keredhaan
Allah, baik untuk menegakkan hukum Allah,
menggiatkan dakwah Islamiah, berlaku adil dan
ikhlas dalam mengatur kegiatan dakwah serta
membuka peluang-peluang untuk Islam dan
umatnya.
Hentikan dari usaha-usaha mencari kekayaan dan
ketinggian dunia hanya karena keindahan duniawi
tetapi arahkan usaha itu kepada agama Allah untuk
negara Akhirat yang kekal abadi.
Bagikan isi dunia yang datang pada kita untuk
hamba-hamba Allah yang lebih memerlukannya.
Kosongkan hati kita dari keinginan kepada
kekayaan dan ketinggian duniawi.

Mohonlah selalu hidayah dan taufik dari Allah agar


kita menjadi seorang yang zahid yang berilmu,
menolak dunia karena Allah sebagaimana telah
yang disunnahkan oleh junjungan mulia
Muhammad SAW.
Sabda baginda :

Dua rakaat shalat seorang alim yang hatinya zuhud


lebih baik dan lebih disukai Allah dari ibadah
orang-orang abid yang dilakukan selama umur
dunia karena ibadah tanpa ilmu tiada bernilai.
Firman Allah SWT :
Terjemahannya : Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia berbagai keinginan kepada wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan
di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Syurga).
Katakanlah, maukah aku kabarkan kepadamu apa
yang lebih baik dari yang demikian itu. Untuk
orang-orang yang bertakwa terhadap Tuhan mereka
ialah Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai. Mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula)
isteri-isteri yang disucikan serta mendapat
keredhaan Allah dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya. Mereka itu selalu berdoa, "Ya
Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman
maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah
kami dari siksa Neraka."(Ali Imran : 14-16)

Bersabda Rasulullah SAW maksudnya :


Sesungguhnya Allah suka memberi keduniaan
dengan sebab amalan Akhirat tetapi kalau amalnya
khusus untuk dunia maka tidak akan diberi Akhirat
(sumber)
Merenungkan Kehambaan Bersama Para Imam
Hai manusia, beribadahlah kepada Robb
kalian yang telah menciptakan kalian dan
orang-orang sebelum kalian, agar kalian
bertaqwa. (QS Al-Baqoroh [2]: 21)

Ini adalah suruhan menyeluruh kepada


segenap manusia, demikian Al Allamah As
Sadi dalam Taisirul Karimir Rohman, Dengan
perintah yang umum. Ialah ibadah
kesemuanya, dengan melaksanakan
perintahNya, menjauhi laranganNya, dan
membenarkan pekabaranNya.

Yang mencipta, demikian lanjut beliau,


Adalah yang paling berhak untuk disembah.
Dan pada kata Robb yang mencipta itu, telah
terkandung makna bahwa Dia pula Yang
Menguasai dan Memiliki, Memelihara dan
Menjaga, Menumbuhkan dan Mengajari,
Mengembangkan dan Mengaruniakan rizqi,
serta Mengatur Urusan dan Meminta
Pertanggungjawaban.
Maka sudah selayaknya Dia menjadi Yang
Diibadahi. Dialah Al-Ilah, yang pada kata ini
terkandung makna sebagai satu-satunya Yang
ditunduki, diharapi, dicintai, dan ditaati.

Ayat ini menghubungkan penciptaan dengan


kehambaan, demikian menurut Dr. Nashir ibn
Sulaiman Al Umar dalam Liyadabbaru Ayatih,
Maka tiap kali ruh kehambaan dan amal
ibadah kita melemah, sungguh baik jika kita
merenungkan dalam-dalam berbagai
keagunganNya dalam penciptaan.

Inilah para Imam yang mulia membawakan


teladan tafakkur untuk kita.

Di sini terdapat sebuah benteng yang sangat


kokoh dan halus, ucap Imam Ahmad ketika
mentakjubi Robbnya Yang Maha Pencipta. Ia
tak berpintu, tanpa jalan masuk dan tiada jalan
keluar. Bagian luarnya tampak seperti perak
dan bagian dalamnya serupa emas murni.
Ketika ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba
dinding benteng itu retak dan pecah. Lalu dari
dalamnya keluarlah sesosok makhluq yang
dapat mendengar, dapat melihat, serta
memiliki bentuk yang sangat elok dan suara
yang sangat indah.

Yang kumaksud adalah telur, ujar beliau


sembari tersenyum, Ketika anak ayam keluar
memecah cangkangnya.
Bertahun-tahun sebelumnya, guru beliau
punya ungkapan yang tak kalah menakjubkan.
Inilah tumbuhan murbei, tutur Imam Asy
Syafii, Yang Dia ciptakan dalam satu bentuk,
satu warna, dan satu rasa. Jika ia dimakan
oleh ulat sutra, jadilah nanti benang-benang
yang sangat halus dan indah. Jika ia dimakan
oleh lebah, jadilah ia madu yang manis dan
segar rasanya. Jika ia dimakan oleh kambing,
jadilah ia susu yang murni lagi bergizi. Jika ia
dimakan oleh rusa kasturi, ia akan menjadi
wewangian yang harum dan suci.

Sementara itu, Imam Malik juga pernah


ditanya oleh Harun Ar-Rosyid tentang
keberadaan Alloh sebagai Pencipta. Beliaupun
menyebut berbagai warna dan rupa, bahasa
dan bangsa, serta suara dan nada; sebagai
tanda betapa Maha Indah Penciptanya. Atau
seperti dikatakan orang Arab,
Subhanalloh.. Kotoran unta menunjukkan
adanya unta, dan jejak kaki menunjukkan
adanya seseorang yang pernah berjalan.
Bukankah langit mempunyai gugusan bintang,
bumi memiliki hehamparan, dan lautan dihiasi
gelombang? Tidakkah yang demikian itu
menunjukkan pada kita adanya Al-Lathiful
Khobir, Yang Maha Lembut Lagi Maha
Mengetahui?

Dan sungguh telah datang kepada Imam Abu


Hanifah beberapa orang zanadiqoh, mereka
yang mengingkari wujud Alloh Azza wa
Jalla sebagai sang Pemilik, Pemelihara,
Pemberi Rizqi, dan Pengatur Alam Semesta.
Mereka mengajaknya berdebat tentang
hakikat keberadaan Robbul Alamin.
Biarkan sejenak aku di sini, kata sang Imam,
Sebab aku sedang memikirkan apa yang baru
saja terlintas di benakku.

Apakah itu?, tanya mereka.

Bahwa ada sebuah bahtera yang berlayar


lagi sarat dengan barang muatan dan tak ada
seorangpun yang menjaga, mengendalikan,
dan mengarahkannya. Namun demikian, kapal
itu tetap melaju dengan lancar, menembus
badai dan menghadapi topan, meski tanpa
nakhoda. Ia terus melaju dengan tenang dan
selamat sampai tujuan tanpa seorang
awakpun yang memandunya.

Ini adalah hal yang tak patut dikatakan orang


berakal, sahut mereka. Bagaimana mungkin
ada kapal berlayar tanpa awak dan nakhoda?

Aduhai kalian, timpal Imam Abu Hanifah,


Jadi, apakah menurut kalian jagad raya yang
demikian tertata penciptaannya, silih berganti
malam dan siangnya, serta teratur
pengisarannya ini bisa selamat dari kekacauan
dan kehancuran jika tak ada Yang Mencipta
dan Mengendalikannya? Maka mereka
semua diam terbungkam.
Inilah indahnya pemahaman keempat Imam
yang mulia tentang keagungan Robbnya yang
telah mencipta. Adakah tafakkur kita melihat
telur, daun, bahtera, dan semesta sedalam
perenungan mereka?
PENCINTA ILMU MANFAAT DAN
BERKAH
PROFIL ILMU TAUHID
(Seri Tauhid Aswaja An-Nahdhiyyah)
A. Definisi Tauhid
Tauhid secara bahasa (etimologis) berasal dari kata

Artinya mengesakan. Karena dalam ilmu ini kita
diajarkan untuk mengesakan ALLAH baik dalam
dzatNya, sifat-sifatNya dan segala perbuatanNya.
Sedangkan tauhid secara istilah (terninologis)
adalah :
Ilmu yang membahas tentang penetapan aqidah-
aqidah (keyakinan) agama yang tertulis dari dalil-
dalinya yang yakin.
B. Sasaran Ilmu tauhid
Sasaran atau obyek kajian ilmu tauhid adalah Dzat
Allah dan para rasulNya baik yang berkaitan
dengan perkara-perkara yang wajib, mustahil dan
jaiz bagi ALLAH dan para RasulNya.
C. Keunggulan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia karena
bertalian dengan Dzat Allah dan RasulNya. Sebab
tiada lagi Dzat yang paling mulia melainkan
ALLAH dan tiada makhluk yang lebih mulia
melebihi para utusanNya. Ilmu tauhidlah yang
dapat menyampaikan seseorang kepada derajat
kehambaan tertinggi di sisi ALLAH. Pribadi yang
bertauhid juga akan lebih mulia martabatnya
daripada yang tidak bertauhid.
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang pertama-tama
harus diketahui dan dipelajari, sebagaimana di
katakan oleh Ibnu Ruslan dalam kitab Az-Zubad
yaitu :

#



Pertama-tama yang wajib diketahui oleh setiap
manusia adalah mengenal ALLAH dengan
sepenuh keyakinan.
D. Hubungan Ilmu Tauhid Dengan Ilmu Lainnya
Tauhid menjadi penjelas bagi keilmuan lainnya.
Ajaran tauhid menjelaskan bahwa semua ilmu
berasal dari ALLAH yang Maha Mengetahui,
maka ilmu apa pun harus dapat menyampaikan
seseorang untuk lebih tunduk, takut, dan berserah
diri kepada Penguasa langit dan bumi.
Selain itu tauhid merupakan dasar/pondamen bagi
ilmu-ilmu lainnya, sementara ilmu-ilmu lainnya
merupakan cabang keilmuan yang selalu berkaitan
dengan akar ketauhidan.
Maka agar setiap ilmu dapat bermanfaat dan
mendatangkan kemaslahatan bagi kehidupan
manusia, perlu sekali didasari oleh ilmu tauhid,
sehingga orang yang telah ahli dalam bidang
keilmuan apa pun tidaklah menyombongkan diri,
bahkan selalu merasa kecil di hadapan
Kemahabesaran ALLAH dan Kemahaluasan
ilmuNya.
E. Kegunaan Ilmu Tauhid
Sebelum mempelajari jenis ilmu apapun,
sebaiknya kita harus mengetahui lebih dulu
tentang apa saja kegunaan dari ilmu tersebut.
Adapun Ilmu tauhid berguna untuk :
1. Memperkokoh keyakinan kita dan mensahkan
keimanan kita.
2. Mendatangkan ketenangan pikiran dan
kebahagiaan batin. Langkah-langkah perjuangan
semakin mantap. Selalu optimis menatap masa
depan.
3. Tidak pernah ada rasa takut dan kekhawatiran
dalam hidupnya. Karena yakin akan kebesaran dan
Kemahakuasaan ALLAH. Jauh pula dari
kekecewaan, karena tidak pernah bergantung
kepada makhluq. Hatinya selalu bergantung
kepada ALLAH semata.
4. Mampu bertahan dari segala macam godaan dan
cobaan seberat apapun. Dapat meringankan
musibah. Seberat apapun musibah dapat diterima
dan dihadapi dengan hati ikhlas dan lapang dada.
5. Lebih meningkatkan kemakrifatan kita kepada
ALLAH. Semakin mengetahui sifat-sifat ALLAH
dan Rasul-Nya dengan dalil-dalil yang pasti. Dari
sini lahirlah kedisiplinan internal, ketaqwaan yang
terjaga di manapun dan kapanpun.
6. Memerdekakan jiwa manusia. Bagi orang yang
bertauhid, tidak ada yang ditakuti kecuali ALLAH,
Tidak bergantung dan berharap kepada apapun dan
siapapun melainkan hanya kepada ALLAH Taala,
sehingga dirinya tidak terkekang, diperbudak, atau
tertawan oleh harta benda, jabatan, pekerjaan,
atasan, dan lain-lain.
7. Meraih kebahagiaan yang sejati dan abadi.
Hidupnya selalu optimis, penuh rasa syukur, selalu
berbaik sangka (positif tihinking), memiliki hati
yang ridho dan ikhlas dalam beramal dan
menjalani kehidupan.
F.Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid memiliki beberapa nama sehubungan
dengan kajian yang dikupas di dalamnya, yaitu :
Ilmu Kalam. Dinamakan demikian, karena
pembahasan yang menonjol dan sering
diperbincangkan adalah tentang kedudukan
kalamullah (firman ALLAH) apakah qodim
(terdahulu) atau hadis (baru).
Ilmu Aqoid (keyakinan), dikarenakan ilmu
tauhid membahas tentang cara yang benar dalam
meyakini ALLAH, para malaikatNya, kitab-
kitabNya, para rasulNya, hari kiamat, dan qodho
qodar.
Ilmu Ushuluddin (pokok - pokok agama),
dikarenakan ilmu tauhid itu menjelaskan berbagai
hal yang berkaitan dengan keimanan atau
keyakinan yang menjadi pokok-pokok agama.
Ilmu Makrifat, dikarenakan ilmu tauhid dapat
mengantarkan seseorang untuk semakin makrifat
(mengenal) ALLAH Taala.
Ilmu Haqiqat, dikarenakan ilmu tauhid dapat
mengantarkan seseorang kepada pemahaman
terhadap hakikat di balik suatu penciptaan atau
peristiwa, serta mampu meningkatkan derajat
keimanan dan ketaqwaan seseorang sehingga
mencapai martabat iman haqiqat.
Ilmu Uluhiyyah (ketuhanan), dikarenakan ilmu
tauhid banyak mengupas segala hal yang berkaitan
dengan masalah ketuhanan.
Ilmu aqoidul Iman, dikarenakan ilmu tauhid
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
keimanan.
G. Pengarang Ilmu Tauhid
Sesungguhnya ajaran tauhid sudah diajarkan lebih
awal semenjak masa Rasulullah s.aw.. Namun
penyusunan ajaran tauhid menjadi sebuah disiplin
keilmuan yang teratur dan sistematis berdasarkan
aqidah Ahlussunnah wal Jamaah itu mulai
disusun oleh 2 imam besar yaitu Abu Hasan al-
Asyari dan Abu Mansur al-Maturidy, yang
menjadi ikutan umat Islam yang berhaluan
Ahlussunnah wal jamaah khususnya dalam
bidang tauhid.
H.Pengambilan (Istimdad) Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid diambil dari ajaran al-Quran dan
hadits serta didukung oleh dalil yang bersumber
dari penalaran akal (dalil aqli).
I. Hukum Mempelajari ilmu Tauhid
Wajib Ain bagi semua mukallaf untuk
mempelajari ilmu tauhid. Karena bertauhid tanpa
didasari dengan keilmuan, akan menimbulkan
keyakinan yang lemah serta dapat menyebabkan
keimanan seseorang tidak sah karena
meninggalkan kewajiban mencari dalil-dalil
ketauhidan (tarkul istidlal) padahal ia mampu
untuk itu.
J. Masalah/kajian-kajian ilmu Tauhid
Qodiyah-qodiyah (hukum-hukum atau ketentuan)
yang membahas segala hal yang berkaitan dengan
aqidah uluhiyyah ( sifat yang wajib, yang mustahil
dan jaiz bagi ALLAH), aqidah nabawiyyah( sifat
yang wajib, yang mustahil dan jaiz bagi para
Rasul) serta aqidah samiyyat (hal-hal gaib
berdasarkan penjelasan shahih dari al-Quran dan
hadits).
(Cep Herry Syarifuddin, November 2016)
PROFIL ILMU TAUHID
Definisi Tauhid
Tauhid secara bahasa (etimologis) berasal dari kata

Artinya mengesakan. Karena dalam ilmu ini kita
diajarkan untuk mengesakan ALLAH baik dalam
dzatNya, sifat-sifatNya dan segala perbuatanNya.
Sedangkan tauhid secara istilah (terninologis)
adalah :
Ilmu yang membahas tentang penetapan aqidah-
aqidah (keyakinan) agama yang tertulis dari dalil-
dalinya yang yakin.
Sasaran Ilmu tauhid
Sasaran atau obyek kajian ilmu tauhid adalah Dzat
Allah dan para rasulNya baik yang berkaitan
dengan perkara-perkara yang wajib, mustahil dan
jaiz bagi ALLAH dan para RasulNya.
Keunggulan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia karena
bertalian dengan Dzat Allah dan RasulNya. Sebab
tiada lagi Dzat yang palinekang, diperbudak, atau
tertawan oleh harta benda, jabatan, pekerjaan,
atasan, dan lain-lain.
7. Meraih kebahagiaan yang sejati dan abadi.
Hidupnya selalu optimis, penuh rasa syukur, selalu
berbaik sangka (positif tihinking), memiliki hati
yang ridho dan ikhlas dalam beramal dan
menjalani kehidupan.
Nama-nama Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid memiliki beberapa nama sehubungan
dengan kajian yang dikupas di dalamnya, yaitu :
Ilmu Kalam. Dinamakan demikian, karena
pembahasan yang menonjol dan sering
diperbincangkan adalah tentang kedudukan
kalamullah (firman ALLAH) apakah qodim
(terdahulu) atau hadis (baru).
Ilmu Aqoid (keyakinan), dikarenakan ilmu
tauhid membahas tentang cara yang benar dalam
meyakini ALLAH, para malaikatNya, kitab-
kitabNya, para rasulNya, hari kiamat, dan qodho
qodar.
Ilmu Ushuluddin (pokok - pokok agama),
dikarenakan ilmu tauhid itu menjelaskan berbagai
hal yang berkaitan dengan keimanan atau
keyakinan yang menjadi pokok-pokok agama.
Ilmu Makrifat, dikarenakan ilmu tauhid dapat
mengantarkan seseorang untuk semakin makrifat
(mengenal) ALLAH Taala.
Ilmu Haqiqat, dikarenakan ilmu tauhid dapat
mengantarkan seseorang kepada pemahaman
terhadap hakikat di balik suatu penciptaan atau
peristiwa, serta mampu meningkatkan derajat
keimanan dan ketaqwaan seseorang sehingga
mencapai martabat iman haqiqat.
Ilmu Uluhiyyah (ketuhanan), dikarenakan ilmu
tauhid banyak mengupas segala hal yang berkaitan
dengan masalah ketuhanan.
Ilmu aqoidul Iman, dikarenakan ilmu tauhid
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
keimanan.
Pengarang Ilmu Tauhid
Sesungguhnya ajaran tauhid sudah diajarkan lebih
awal semenjak masa Rasulullah s.aw.. Namun
penyusunan ajaran tauhid menjadi sebuah disiplin
keilmuan yang teratur dan sistematis berdasarkan
aqidah Ahlussunnah wal Jamaah itu mulai
disusun oleh 2 imam besar yaitu Abu Hasan al-
Asyari dan Abu Mansur al-Maturidy, yang
menjadi ikutan umat Islam yang berhaluan
Ahlussunnah wal jamaah khususnya dalam
bidang tauhid.
Pengambilan (Istimdad) Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid diambil dari ajaran al-Quran dan
hadits serta didukung oleh dalil yang bersumber
dari penalaran akal (dalil aqli).
Hukum Mempelajari ilmu Tauhid
Wajib Ain bagi semua mukallaf untuk
mempelajari ilmu tauhid. Karena bertauhid tanpa
didasari dengan keilmuan, akan menimbulkan
keyakinan yang lemah serta dapat menyebabkan
keimanan seseorang tidak sah karena
meninggalkan kewajiban mencari dalil-dalil
ketauhidan (tarkul istidlal) padahal ia mampu
untuk itu.
Masalah/kajian-kajian ilmu Tauhid
Qodiyah-qodiyah (hukum-hukum atau ketentuan)
yang membahas segala hal yang berkaitan dengan
aqidah uluhiyyah ( sifat yang wajib, yang mustahil
dan jaiz bagi ALLAH), aqidah nabawiyyah( sifat
yang wajib, yang mustahil dan jaiz bagi para
Rasul) serta aqidah samiyyat (hal-hal gaib
berdasarkan penjelasan shahih dari al-Quran dan
hadits).
Isra Dan Miraj Testimoni Keimanan
Redaksi 29 April, 2016 Comments Off
Mereka Yang Tidak Beriman Seperti Abu Jahal
Dan Pengikutnya Menggunakan Peristiwa Ini
Merendahkan Nabi Muhammad SAW Dengan
Tuduhan Pendusta Dan Berbagai Tuduhan Keji
Lainnya
Allah SWT berfirman; Maha Suci
Allah, yang telah memperjalankan
hamba Nya pada suatu malam dari
Masjidil haram ke Masjidil Aqsa
yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah
Mahamendengar lagi Mahamelihat.
(Q.S Al isra: 1)
Permulaan ayat Maha suci Allah
Yang Memperjalankan hambanya
kalimat tasbih yang paling pas
diucapkan kepada Allah dalam
mengungkapkan peristiwa yang
sangat luar biasa ini yang terjadi
pada seorang hambaNya yang dhaif
dan tidak terjangkau akal pikiran
manusia dan juga merupakan
testimoni persaksian iman yang
dapat diterima sekaligus sebagai
penegasan dan pemisahan antara
sifat kehambaan Nabi Muhammad SAW
dan sifat Ketuhanan.
Penggandengan sifat kehambaan pada
diri Nabi Muhammad SAW bertujuan
untuk menepis anggapan
yangditudingkan pada diri Nabi
untuk naik pada derajat Ketuhanan
(uluhiyah) sebagaimana terjadi
peristwa yang luar biasa pada Nabi
Isa Alihissalam yang
dicampuradukkan maqam ubudiyahnya
dengan maqam uluhiyah. Sehingga
terjadi kerancuan dalam keyakinan
terhadap kehambaan Nabi Isa as.
yang mengaburkan derajat hamba
menjadi derajat Ketuhanan.
Seluar biasa apapun yang terjadi
dalam perisiwa Isra dan Miraj
pada diri Nabi Muhammad SAW baik
yang bekaitan apa yang Beliau
lihat, apa yang dialami sehingga
melebihi maqam para malaikat tidak
akan menaikkan derajat kehambaan
menjadi derajat malaikat.
Misalnya saat Beliau melintas
batas yang tidak bisa dilintasi
oleh Jibril, di saat Jibril
melepas Nabi Muhammad dari suatu
tempat yang bernama sidratul
muntaha dia berkata; anta
inikhtarakta ihktarakta wa ana
inikhtarktu ihtaraktu/ Engkau ya
Muhammad jika menorobos pasti
dapat menembus sedangkan saya jika
menerobos saya akan terbakar.
Apa yang dialami Nabi Muhammad SAW
sudah melebihi batas
kemanusiaannya bahkan melebihi
batas kemampuan malaikat karena
malaikat Jibril yang tercipta dari
nur/cahaya tidak mampu melintasi
tempat yang melebihi sidratul
muntaha.
Sedangkan Nabi Muhammad SAW
diciptakan dari saripati tanah,
dapat menerobos ke suatu tempat
yang hanya Beliau sendiri yang
mengetahuinya. Namun tidak akan
membentuk imej baru pada diri Nabi
Muhammad SAW atau tidak akan
meningkat derajatnya dari seorang
hamba menaiki maqam uluhiyah atau
Ketuhanan.
Dengan demikian keotentikan dan
kemurnian akidah Islam tetap
terjaga dari penyelewengan dan
kerancuan. Sehingga dapat
menghilangkan keraguan dan
kesamaran dalam meyakini peristiwa
Isra dan Miraj yang semata
merupakan ujian dari sebuah
keyakinan. Karena peristiwa ini
memang sengaja dijadikan Allah SWT
untuk testimoni keimanan bagi
seluruh manusia dan tingkatan
keimanan.
Ini diperkuat firman Allah SWT;
Dan ingatlah, ketika Kami wahyukan
kepadamu sesungguhnya ilmu Tuhanmu
meliputi segala sesuatau. Kami
tidak menjadikan peristiwa (Isra
dan Miraj) yang telah kami
perliahtkan kepadamu melainkan
sebagai ujian bagi manusia dan
(begitu pula) pohon kayu yang
terkutuk dalam Alquran, kami
menakuti-nakuti mereka, tetapi
yang demikian itu hanya menambah
besar kedurhakaan mereka.(QS,al
Isra: 60)
Karena itu mereka yang tidak
beriman seperti Abu Jahal dan
pengikutnya menggunakan peristiwa
ini untuk merendahkan Nabi
Muhammad SAW dengan tuduhan
seorang pendusta dan berbagai
tuduhan keji lainnya. Dan
peristiwa Isra dan Miraj hingga
kini masih tetap ada kelompok yang
meragukan dan memperselisihkan,
namun hanya sebatas meyakini
apakah Isra dan Miraj terjadi
dengan ruh dan jasad sekaligus
ataukah dengan ruh semata?
Sejatinya tidak ada sulitnya dalam
meyakini peristiwa Isra dan
Miraj apakah terjadi dengan jasad
dan ruh sekaligus, karena
peristiwa ini memang sengaja
dijadikan Allah SWT untuk
testimoni keimanan bagi seluruh
manusia dan tingkatan keimanan.
Dari kalangan awam menjadi ujian
bagi mereka pada tataran kejadian
prisrtiwa ini apa benar terjadi
atau tidak? Sedangkan bagi mereka
yang tingkatan kecerdasan
intlektualnya tinggi juga menjadi
ujian apakah itu terjadi dengan
jasad atau ruh?
Bahkan sampai sekarang menjadi
perdebatan apakah Allah SWT berada
di atas atau bertempat seperti
faham yang dianut aliran
Musyabbihah (yang menyamakan
sebagian sifat Tuhan dengan
makhluk) dan karenanyalah Nabi
Muhammad di-miraj-kan ke sana.
Dari sini dapat diambil kesimpulan
tujuan Isra' dan Mi'raj bukanlah
menginformasikan bahwa Allah SWT
itu berada di atas, lalu Nabi naik
ke atas untuk bertemu denganNya.
Tetapi diyakini dengan haqqul
yaqin Allah itu ada, namun tidak
berhajat kepada tempat karena
tempat itu adalah makhluk.
Sedangkan Allah SWT tidak butuh
kepada makhluk-Nya. Allah
berfirman: Maka sesungguhnya Allah
Mahakaya (tidak membutuhkan) dari
alam semesta". (QS. Ali-Imran:
97).
Allah tidak disifati dengan salah
satu sifat makhluk-Nya seperti
berada di tempat, arah atas, di
bawah dan lain-lain. Juga
perkataan Imam ath-Thahawi, Allah
tidak diliputi salah satu arah
penjuru maupun enam arah penjuru
(atas, bawah, kanan, kiri, depan,
belakang), tidak seperti makhluk-
Nya yang diliputi enam arah
penjuru tersebut (lihat al 'Aqidah
ath-Thahawiyyah karya al Imam Abu
Ja'far ath-Thahawi).
Pernyataan ini merupakan ijma'
ulama Islam seluruhnya. Maka siapa
yang berkeyakinan Allah SWT
bertempat dan berarah di atas atau
semua arah maka ia telah jatuh
pada kekufuran. Sekali lagi
peristiwa Isra dan Miraj
merupakan testimoni (kesaksian)
dan ujian Iman bagi seluruh
manusia. Wallahu Alamubishsawab.
***** ( H. Muhammad Nasir Lc, MA )

Anda mungkin juga menyukai