Anda di halaman 1dari 6

Nama : Joshua Peterson Anak Peter Legi (Part Prokain) Nim: 102009326 Pendahaluan Obat bius lokal / anastesi

lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Anastetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan impuls-impuls saraf ke SSP dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau dingin. Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lender. Di samping itu anastesi lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglion otonom, cabang-cabang neuromuscular dan semua jaringan otot. Sejak tahun 1892 dikembangkan pembuatan anastetika lokal secara sintesis dan yang pertama adalah prokain dan benzokain pada tahun 1905, yang disusul oleh banyak derivate lain seperti tetrakain, butakain, dan cinchokain. Kemudian muncul anastetika modern seperti lidokain (1947), mepivakain (1957), prilokain (1963), dan bupivakain (1967). Sesuai dengan uraian di atas, maka akan membahas lebih lanjut tentang jenis anastesi lokal yaitu prokain, serta reaksi kerja obat prokain, farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping, interaksi obat, pengkajian, perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi dan berbagai hal lain yang berkaitan dengan prokain. Jenis obat-obat yang termasuk kelompok obat Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai berikut : a. Senyawa-ester (PABA) : kokain, benzokain,prokain, oksibuprokain, dan tetrakain b. Senyawa-amida : lidokain dan prilokain, mepivakain dan bupivakain, cinchokain, artikain, dan pramokain; c. Lainnya : fenol, benzilalkohol, cryofluoran, dan etilklorida. Semua obat tersebut di atas adalah sintetis, kecuali kokain yang alamiah.

Farmakokinetik a. Distribusi :

Semua anestesi lokal tidak baik diabsorpsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal mengalami first-pass effect di hepar sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif. Anestesi lokal diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda pada membrane mukosa yang berbeda. Pada mukosa trakea, absorpsi yang terjadi hampir sama dengan pada pemberian secara intravena. Pada mukosa faring, absorpsi lebih lambat dan pada mukosa esophagus dan kandung kemih, absorpsi lebih lambat dari aplikasi topical faring. Sedangkan kecepatan absorpsi anestesi lokal pada pemberian secara parenteral, tergantung pada vaskularisasi tempat injeksi dan vasoaktivitas obat. Pemberian anestesi lokal secara intravena merupakan cara pemberian yang memungkinkan kadar obat dalam darah mempunyai level yang palng tinggi dalam waktu yang cepat. Ketika anestesi lokal masuk ke peredaran darah, mereka didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. b. Metabolisme :

Toksisitas tergantung pada keseimbangan absorpsi dengan metabolism, senyawa ester hidrolisisnya di plasma dengan bantuan enzim pseudokolinesterase. Makin cepat keccepatan hidrolisis, makin kecil potensi toksisitas anestesi lokal.biotrasnformasi anestesi lokal amida lebih kompleks daripada golongan ester.Organ metabolisme lidokain, etidokain, bupivakain di hepar sedangkan prilokain, dimetabolisme di hepar dan paru-paru. c. Ekskresi :

Organ utama proses ekskresi adalah ginjal. Fungsi ginjal yang sehat merupakan faktor yang berperan penting pada proses ekskresi. Senyawa ester sejumalah besar dimetabolisme sehingga hanya sejumlah kecil yang tidak mengalami perubahan. Sedangakan senyawa amida karena lebih kompleks maka bentuk asalnya dapat ditemukan lebih besar di urin.

Farmakodinamik Efek obat anestesi lokal : Kegelisahan dan tremor Kejang Mempengaruhi transmisi disambungan saraf otot. Kolaps kardiovaskuler Alergi

a) Efek samping Efek samping anestesi lokal adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernafasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi, yang seringkali berupa axantema, urticaria, dan bronchospasme alergis sampai adakalanya shock anafilaksis yang dapat mematikan. Yang terkenal dalam hal ini adalah zat-zat dari tipe-ester prokain dan tetrrakain, yang karena itu tidak digunakan lagi dalam sediaan lokal. Reaksi hipersensitivitas tersebut diakibatkan oleh PABA (para-amino-benzoic acid), yang terbentuk melalui hidrolisa. PABA ini dapat meniadakan efek antibaktriil dari sulfoamida, yang berdasarkan antagonism persaingan dengan PABA. Oleh karena itu, terapi dengan sulfa tidak boleh dikombinasi dengan penggunaan ester-ester tersebut. b) Interaksi Obat Pusat mekanisme kerjanya terletak di membran sel. Seperti juga alkohol dan barbital, anestetika lokal menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas membran sel saraf untuk ion-natrium, yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan ion-ion kalsium yang berada berdekatan dengan saluransaluran natrium di membran sel saraf. Pada waktu bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.

Definisi Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural, merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-obat anestetik lokal lain. Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1905 dengan nama dagang novokain. Selama lebih dari 50 tahun, obat ini merupakan obat terpilih untuk anestetik lokal suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain, lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain. Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok saraf ( nerve block anesthesia ) , anesthesia spinal, anesthesia epidural dan anesthesia kaudal. Namun, karena potensinya rendah, mula kerja lambat serta masa kerja yang pendek, maka penggunaannya sekarang ini hanya terbatas untuk anesthesia inflitrasi dan kadang-kadang untuk anesthesia blok saraf. Di dalam tubuh, prokain akan dihidrolisis menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja sulfonamide. Indikasi Diberikan intarvena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung, atau induced hypothermia. Kontraindikasi Pemberian intarvena merupakan kontraindikasi untuk penderita miastemia gravis karena prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Dan prokain juga tidak boleh diberikan bersama-sama dengan sulfonamide. Bentuk sediaan obat Sediaan suntik prokain terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk anesthesia infiltrasi dan blockade saraf dan 5-20% untuk anestesi spinal.sedangkan larutan 0,10,2 % dalam garam faali disediakan untuk infuse IV. Untuk anestesi kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah 30 ml larutan prokain 1,5%.

Mekanisme kerja obat Pemberian prokain dengan anestesi infiltrasi maximum dosis 400 mg dengan durasi 3050 menit, dosis 800 mg, durasi 30-45 menit. Pemberian dengan anestesi epidural dosis 300-900 mg, durasi 30-90 menit, onset 5-15 menit. Pemberian dengan anestesi spinal: preparat 10%, durasi 30-45 menit.

Efek terapi Pada penyuntikan prokain dengan dosis 100-800 mg, terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol yaitu hasil hidrolisis prokain. Efek samping Efek samping yang serius adalah hipersensitasi,yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak mengakibatkan adikasi. Cara pemberian obat. Cara pemberian obat bius prokain diberikan secara injeksi interavena pada atau sekitar jaringan yang akan di anestesi, sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan di jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya: pada praktek THT atau pencabutan gigi. Dosis pemberian obat Dosis 15 mg/kgbb. Untuk infiltrasi : larutan 0,25-0,5 dosis maksimum 1000 mg. onset : 2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1: 100.000). Dosis untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal : 25 ml larutan 1,5%. Spinal analgesia 50-200 mg tergantung efek yang di kehendaki, lamanya 1 jam.

Farmakokinetik Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol. PABA diekskresi dalam urine, kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. 30% dietilaminoetanol ditemukan dalam urine, dan selebihnya mengalami degradasi lebih lanjut. Interaksi obat i. Prokain dan anestetik lokal lain dalam badan dihidrolisis menjadi PABA(para amino benzoic acid), yang dapat menghambat daya kerja sulfonamide. Oleh karena itu sebaiknya prokian dan asnestetik lokal lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamide. ii. Prokain dapat membentuk garam atau konjugat dengan obat lain sehingga memperpanjang masa kerja obat tesebut. Misalnya garam prokain penisilin dan prokain heparin. Evaluasi Sebagai anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anesthesia infiltrasi, anesthesia blok sararf, anesthesia spinal, anesthesia epidural dan anesthesia kaudal. Namun karena potensinya rendah, mula kerja lambat serta masa kerjanya pendek, maka penggunaannya sekarang ini hanya terbatas untuk anesthesia blok saraf. Di dalam tubuh,prokain akan dihidrolisis menjadi PABA, yang dapat menghambat kerja sulfonamide. DAFTAR PUSTAKA Mardjono,Mahar.(1995).Farmakologi dan Terapi Edisi 4,Jakarta,Gaya Baru. Mardjono, Mahar.(2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta, Gaya Baru. Gunawan s, dkk. (2007). Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Gon Katzung G, Betram. (1997). Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC Mustchler E. (1991). Dinamika Obat. Bandung: ITB Purwanto H, dkk. (2008). Data Obat Di Indonesia. Edisi 11. jakarta: PT Muliapurna jaya terbit

Anda mungkin juga menyukai