Anda di halaman 1dari 71

1. http://halaqah.net/v10/index.php?topic=12137.

Sesungguhnya mendapat kemenanganlah orang yang membersihkan dirinya QS Al Ala ayat : 14 Dalam Islam, kebersihan adalah bersifat global atau luas. Ertinya kebersihan itu meliputi semua aspek dalam Islam. Barangsiapa benar-benar dapat mengamalkan kebersihan yang global secara Islam ini maka oleh Allah mereka dijanjikan kemenangan baik di dunia terlebih lagi di akhirat. Kebersihan menurut Islam paling tidak ada 8 peringkat, yaitu : 1.Kebersihan Itiqad atau Akidah. Kebersihan dalam aspek ini adalah yang paling utama, yaitu kebersihan aqidah dari syirik atau kekufuran. Jangan sampai aqidah kita tidak bersih, baik kepada Zat Allah, Sifat Allah, maupun perbuatan-Nya. Seringkali kita terjebak secara tidak sadar dalam hal-hal kecil, dimana jika tidak kita pahami secara itiqad maka hal-hal kecil itu dapat menjerumuskan kita kepada syirik khafi ( halus ). Misalnya kita sering mengatakan, secara tidak sedar : Ijazah inilah yang akan mengubah nasibmu, Ubat ini yang telah menyembuhkan sakitku selama ini, Doktor telah confirm bahawa hidupnya tinggal 6 bulan lagi, Air minum ini dapat menghilangkan hausmu, Andaikan semalam mereka tidak lewat sampai, pasti mereka tidak akan mengalami kemalangan maut itu Atau kita sering bimbang dengan rezeki kita, padahal selama kita masih hidup Allah telah menjamin rezeki kita. Atau kita tidak yakin dengan ketentuan Allah, kita tidak redha dengan apa yang Allah telah tentukan kepada kita.

2.Bersih dari sifat Mazmumah ( sifat jahat dalam hati ) Mazmumah ada 2 jenis yaitu mazmumah atau sifat tercela terhadap Allah dan mazmumah terhadap sesama manusia, yaitu Antara penyakit hati (mazmumah ) terhadap Allah adalah : Tidak khusyuk beribadah, Lalai dari mengingat Allah,Tidak yakin dengan Allah,Tidak ikhlas dengan Allah,Tidak takut pada ancaman Allah,Tidak harap pada rahmat Allah,Tidak redha akan takdir Allah,Tidak puas dengan pemberian Allah,Tidak sabar atas ujian Allah, Tidak bersyukur atas nikmat Allah,Tidak terasa diawasi Allah,Tidak terasa kehebatan Allah,Tidak rindu dan cinta dengan Allah,Tidak tawakal pada Allah,Tidak rindu pada syurga dan tidak takut neraka,Gila dunia, membuang waktu dengan sia-sia,Penakut (takut pada selain Allah),Ujub,Riya,Gila pujian dan kemasyhuran

Sedangkan mazmumah terhadap sesama manusia diantaranya, adalah : Benci membenci,Rasa gembira kalau dia mendapat celaka dan rasa sedih kalau dia berhasil,Medoakan kejatuhannya,Tidak mahu minta maaf dan tidak memaafkan kesalahannya,Hasad dengki,Dendam,Bakhil,Buruk sangka,Tidak berlapang dada,Tiada ketenangan diri,Tidak tolong-menolong,Tamak,Degil dan keras hati,Mementingkan diri sendiri,Sombong,Tidak sabar dengan manusia,Memandang hina kepada seseorang,Riya,Ujub,Rasa diri bersih 3.Bersih dari hawa Nafsu yang jahat. Kita mesti bersih dari nafsu yang jahat, sebab nafsu itu kalau kita ikuti, maka Allah akan menganggap kita bertuhankan nafsu. Tuhan berfirman, Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan?. di firman yang lain Allah menyebutkan sejahat-jahat manusia adalah yang menuruti kehendak hawa nafsunya .Nafsu adalah kehendak dalam diri manusia yang Allah ciptakan berupa fitrah, baik itu kehendak yang sesuai dengan syariat atau yang bertentangan dengan syariat. Kewajiban kita adalah membersihkan dan mendidik nafsu dari hal-hal yang melanggar syariat dengan cara melawan nafsu ( mujahadatun nafsi ) yang jahat diiringi dengan menyuburkan kehendak-kehendak yang sesuai dengan kehendak yang Allah redhai 4. Perkara yang lahiriah juga mesti terbebas atau bersih dari hal-hal yang makruh terlebih lagi yang haram.Iaitu kebersihan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian, rumah, tempat mandi/tandas, dsb 5. Kebersihan pergaulan dari terlibat pergaulan yang makruh atapun haram, bergaul bebas tanpa ada batasan syariat dsb. 6. Bersih di sudut ibadah, misalnya bersih dari 3 jenis najis,bersih dari najis aini dan najis hukmi. Wajib bersih juga dari hadas besar dan hadas kecil, dari hal-hal yang menjijikan seperti kotoran hidung, kotoran mata, kotoran telinga. Hidarkan sholat dengan pakaian yang tidak kemas dan rapi atau pakaian yang ala kadarnya, walaupun tidak najis tapi kita depan Tuhan. Bila mau bertemu raja saja, kita bersih, wangi, pakai make up sedangkan dengan Allah kita ala kadar sahaja. Secara tidak sedar kita sudah mengecilkan Tuhan atau tidak beradab dengan Tuhan. 7. Kebersihan akal dari ideologi Zaman solafussoleh dahulu umat Islam tidak ada ideologi-ideologi atau isme seperti saat ini. Ideologi adalah cara atau sistem hidup yang direka oleh manusia yang tidak ada kaitannya dengan wahyu. Bersih dari Ideologi ertinya jangan kita jadikan ideologi sebagai pegangan, sebagai agama,sebagai cara hidup.Tanpa terkecuali, seperti komunis, nasionalis, kapitalis, sosialis, demokrasi dsb. Sebagai ilmu tidak mengapa belajar ideologi, tapi jangan kita jadikan sebagai pegangan hidup. Karena hanya Islam

saja merupakan sistem hidup yang diredhai Allah. Begitu juga ekonomi kita, pendidikan kita, hendaklah bersih dari sekulerisme, dari riba, penindasan, terutama pendidikan mesti bersih sebab pendidikan sangat mencorak jiwa peribadi dan pendirian kita. Jangan sampai pendidikan kita bercorak sekular. Diantara yang berbahaya dalam pendidikan sekular yaitu mengesampingkan Tuhan, Allah tidak dimasukkan dalam setiap program pendidikan atau pendidikan tidak dikaitkan dengan Yang Maha Pencipta. Walaupun yang dipelajari perkara yang halal, akan tetapi akan jadi hasilnya menjadi haram bila Allah ditinggalkan atau dikesampingkan. Kita mungkin bertanya, apa salahnya saya belajar matematik, sastera, sejarah,ekonomi,sains? Jawabannya, Tidak salah. Jadi salahnya dimana? Salahnya iaitu jika itu semua tidak dikaitkan dengan Allah atau mengesampingkan Allah. Jadi dikarenakan tidak dikaitkan dengan Allah, ilmu-ilmu yang tidak salah tadi menjadi salah.Kenapa? Sebab jika mengesampingkan Allah maka sains jadi Tuhan, matematik jadi Tuhan, walaupun tidak menyebut itu Tuhan. Side effect-nya juga ialah semakin maju peradaban, semakin canggih teknologi, semakin gagah pembangunan material maka semakin rosak akhlak dan moral manusia, semakin banyak terjadi kejahatan dan peperangan, dsb Wahyu Allah yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad adalah : iqra bismi rabbikal ladzi khalaq( bacalah dengan nama Tuhanmu..) 8.Bersih dari adat. Sekedar belajar adat tidak mengapa, tapi jangan dijadikan sebagai pegangan. Sebab Islam itu sudah syumul / lengkap / sempurna. Misalnya pembagian harta waris. Di beberapa darah, perempuan mendapat harta lebih banyak dari lelaki bahkan ada yang semua diberikan pada perempuan. Boleh jadi orang yang kawin dengan perempuan dari daerah itu secara tidak sadar dia makan harta haram. Masih banyaklagi contoh adat yang tidak sesuai dengan syariat. Jangan sebut adat bersendi syariat, sebut saja syariat, karena itu adalah dua hal yang berbeda, adat merupakan ciptaan manusia sedangkan Islam adalah dari Allah. Jadi kebersihan menurut Islam, menurut kehendak Allah itu bersifat global. Marilah kita mengukur diri kita. Mungkin kita sudah menjaga kebersihan akidah dan ibadah, tapi pendidikan, ekonomi, akal dan pergaulan belum bersih. Atau misalnya walaupun tidak ikut ideologi, tapi kalau kita membesarkan dan memuja akal, pergaulan kita masih bebas, ekonomi masih terlibat riba dan kapitalis artinya kita belum bersih juga. Agama Islam hendaklah bersih dalam semua aspek. Kita dapat melihat diri kita hanya bersih dalam beberapa aspek saja. Yang lain belum tentu. Itupun misalnya di sudut ibadah, setelah diperiksa rumah-rumah kita, belum bersih. Tempat Solatnya, bilik mandinya, tandasnya, bilik tidurnya dsb Yang disebut tadi yang besar-besar. Sebenarnya luas sekali ISO Allah tentang kebersihan ini. Tentang kebersihan ini pun kita masih gagal, sedangkan dalam ajaran

Islam kebersihan sangat penting. Marilah kita berusaha sungguh-sungguh menjaga kebersihan dalam semua aspek untuk mendapat kemenangan di dunia dan Akhirat. Semoga Allah menilai usaha kita nanti.Amin 2. http://www.angelfire.com/pro/sembahyang/wuduk.html

Wuduk @ Uduk (Mengambil air sembahyang) Untuk menunaikan sembahyang, diwajibkan kita berwuduk (mengambil air sembahyang atau mengangkat hadas kecil) terlebih dahulu. Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: "Sembahyang salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwuduk". Jika kita tidak berwuduk adalah haram hukumnya, begitu juga jika kita ingin melakukan:

1. Sembahyang-sembahyang sunat. 2. Thawaf di Baitullah. 3. Menyembahyangkan mayat. 4. Sujud tilawah atau sujud syukur. 5. Memegang (menyentuh/membawa) Al-Quran, tetapi dibolehkan, diharuskan menyentuh/membawa/memegang jika kandungan isi Al-Quran itu lebih banyak tafsiran dari isi ayat Al-Quran.

Syarat-syarat Wuduk Syarat sah Wuduk itu ada enam:

1. Orang Islam (orang bukan Islam tidak wajib berwuduk) 2. Mumayiz, iaitu telah dapat membezakan yang baik dengan yang buruk sesuatu pekerjaan, yakni yang telah berusia 9 tahun. 3. Air mutlak (air yang suci lagi menyucikan). 4. Bersih dari Haidh, Nifas dan Junub atau dalam Hadas Besar. 5. Jangan ada pada anggota kita sesuatu benda yang dengannya, sebabnya tidak sampai air ke kulit/rambut/kuku seperti cat, lilin, getah, tatoo di kulit, pewarna rambut, pewarna kuku, gincu bibir, eyeshadow dsb. 6. Mengetahui dan dapat membezakan mana yang fardhu dan sunat.

Rukun-rukun Wuduk

Rukun wuduk itu ada enam perkara:-

BERSIHKAN KEDUA-DUA BELAH

BERKUMUR & BERSIHKAN HIDUNG

1. NIAT, iaitu diniatkan di dalam hati untuk mengerjakan wuduk, bacalah diwaktu mula hendak membasuh muka:-

"Nawaitu rafa'al hadathil asghari Lillahi Ta'ala" ertinya "Sahaja Aku mengangkat hadath kecil kerana Allah Ta'ala" atau "Nawaitu Udu'a Lillahi Ta'ala" bermaksud "Sahaja aku mengangkat wuduk fardu kerana Allah Ta'ala". Sebelum berniat berkumur dan bersihkanlah hidung tangan dan kaki serta mulakanlah dengan membaca "Bismillah hirrahman nirrahim" dan niat.

NIAT & BASUH SELURUH MUKA

DARI TELINGA KIRI-KANAN

2. MEMBASUH MUKA, mengalikan air serta meratakannya keseluruh muka yang dibasuh itu, dari dahi sampai ke dagu (jika ada janggut hendaklah diratakan seluruhnya) dan dari telinga kanan hingga ke telinga kiri - 3 Kali.

HUJUNG JARI HINGGA SIKU

MULAKAN TANGAN KANAN/KIRI

3. MEMBASUH KEDUA TANGAN HINGGA DUA SIKU, dimulai dari siku hingga sampai kedua hujung jari. Mulakan dari tangan kanan dahulu diikuti tangan kiri, lakukan sebanyak - 3 Kali.

MENYAPU AIR KE KEPALA

MENCUCI KEDUA TELINGA

4. MENYAPU AIR KE KEPALA, merata menyapu kepala dengan air sekurang-kurangnya tiga helai rambut dan yang lebih baik ialah menyapu seluruh kepala. - 3 Kali.

MEMBASUH KEDUA BELAH KAKI

MULAKAN KAKI KANAN/KIRI

5. MEMBASUH KEDUA KAKI, mengalir dan ratakan air kepada dua kaki serta celah-celah jari kaki tumit hingga bukulali atau matakaki, mulakan sebelah kanan dahulu. - 3 Kali. 6. TERTIB, mengikut urutan atau turutan yang dahulu didahulukan dan yang kemudian dikemudiankan. Selesai mangangkat Wuduk hendaklah membaca Doa Selepas Wuduk

Sunat-sunat Wuduk Perkara-perkara yang disunatkan ketika berwuduk:

1. Menghadap ke arah Kiblat. 2. Menbaca "Auuzubillah himinasyaitonirrajim" dan "Bismillah hirrahman nirrahim". 3. Membasuh kedua telapak tangan hingga kepergelangan tangan sebelum berwuduk. 4. Berkumur atau bersugi. 5. Memasukkan sedikit air ke dalam hidung untuk membersihkannya dan mengeluarkannya kembali. 6. Menyapu air ke kepala. 7. Memusing-musingkan cincin jika ada di jari. 8. Menjelai-jelai janggut atau misai dengan air sehingga rata. 9. Menjelai jari-jari tangan dan kaki. 10. Mendahulukan basuhan anggota kanan daripada yang kiri. 11. Mengulang 3 Kali setiap basuhan. 12. Jangan meminta bantuan orang lain seperti tolong menuangkan air sewaktu berwuduk. 13. Jangan mengelap atau mengeringkan anggota wuduk dengan kain atau sebagainya. 14. Elakkan percikkan air jangan sampai jatuh semula ke bekas atau ketimba. 15. Berjimat ketika menggunakan air. 16. Jangan berkata-kata atau bersembang ketika mengerjakan wuduk. 17. Membaca Doa Selepas Wuduksetelah selesai berwuduk.

Perkara yang membatalkan wuduk. Enam perkara membatalkan wuduk:

1. Keluar sesuatu dari salah satu dua jalan (kubul atau dubur) seperti kencing, najis, angin, mazi, nanah, darah atau mani dan sebagainya. 2. Tidur yang tidak tetap, kecuali terlena sebentar ketika sedang duduk. 3. Hilang akal disebabkan mabuk, pengsan, gila, sawan, pitam dan sebagainya. 4. Menyentuh kemaluan manusia atau dubur dengan telapak tangan atau perut jari kecil atau besar hidup ataupun mati. 5. Bersentuh kulit antara lelaki dengan perempuan dengan tidak berlapik kecuali muhrimnya (keluarga yang tidak boleh dikahwini antara keduanya seperti Ayah, Ibu, anak, nenek, cucu, saudara sesusu, mertua, menantu dan lain-lainnya). 6. Murtad.

Perkara yang sunat untuk berwuduk.


1. Sehabis keluar darah dari hidung. 2. Sesudah mengantuk. 3. Hendak berjalan jauh. 4. Sehabis ketawa berbahak-bahak. 5. Ragu-ragu dalam berwuduk. 6. Sehabis berkelahi, mengumpat, memaki, mencaci,mengadu domba, marah atau mengeluarkan kata-kata kotor. 7. Kerana hendak tidur siang ataupun malam. 8. Kerana hendak membaca ayat-ayat Al-Quran, Hadith atau Zikrullah. 9. Kerana hendak Iktikaf di dalam masjid. 10. Hendak bertabligh, pidato atau mengajarkan ilmu agama. 11. Ziarah ke kubur. 12. Memegang atau memikul mayat. 13. Jika dalam keadaan marah.

3. http://alahkam.net/home/index.php?option=com_content&view=article&id=5337:fatwa-syeikhal-syarbashi-bagaimana-hukum-mandi-di-dalam-islam&catid=61:fatwa-ulama

MANDI Soalan: Bagaimanakah hukum mandi di dalam agama, dan bilakah mandi itu dipandang sunah? Jawab: Yang dimaksud dengan mandi di dalam ilmu fiqih ialah mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan niat mengerjakan mandi. Mandi tersebut dilakukan setelah terlebih dahulu menghilangkan benda-benda najis yang ada di badan atau benda yang akan menghalangi sampainya air ke kulit. Allah SWT telah memerintahkan mandi di dalam Al-Qur'an, "jika kamu junub maka mandilah." (QS. al-Ma'idah: 6) Pada ayat yang lain, Dia berfirman, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. "' (QS. alBaqarah: 222) Pada ayat yang lain lagi Allah SWT berfirman, "Hai orang orang yang beriman,

janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu ucapkan; [jangan pula kamu hampiri masjid] sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, sampai kamu mandi." (QS. an-Nisa': 43) Mandi mempunyai hukum dan fungsi yang banyak. Salah satunya adalah untuk membersihkan najis dan kotoran yang nampak, yang terdapat di badan. Fungsi mandi yang lain ialah untuk mengembalikan kesegaran dan kebugaran badan, untuk menjaga dan memelihara kebersihan badan pada selang waktu yang tidak berjauhan, sehingga badan tidak terserang penyakit. Manfaat lain dari mandi ialah untuk tidak mengganggu orang lain, karena kotoran yang menempel pada badan akan menimbulkan bau kurang sedap yang akan mengganggu orang lain. Mandi wajib dilakukan oleh seorang wanita yang baru selesai dari tradisi bulanannya, yang di dalam ilmu fiqih dikenal dengan nama haid. Mandi juga wajib dilakukan oleh wanita yang baru selesai dari nifas, yaitu darah yang keluar ketika melahirkan. Mandi juga wajib dilakukan oleh suami-istri setelah melakukan persetubuhan. Seseorang juga wajib mandi manakala dia bermimpi atau dari dirinya keluar cairan (air mani) yang disertai syahwat. Demikian juga, seseorang wajib mandi manakala seluruh badannya terkena najis, atau sebagian badannya saja yang terkena najis, namun tidak diketahui bahagian mana yang terkena najis tersebut. Begitu juga, wajib hukumnya memandikan mayat. Sebagian fuqaha berpendapat bahwa orang yang baru masuk Islam wajib mandi, sementara sebagian yang lain mengatakan bahwa hal itn tidak wajib, melainkan hanya sunah. Sunah hukumnya melakukan mandi tatkala hendak melaksanakan salat Jumat. Ini karena pada salat Jumat banyak manusia berkumpul, sehingga sunah hukumnya kita menghadirinya dengan tubuh yang bersih dan suci. Sebuah hadis mengatakan, "Barangsiapa berwudu pada hari Jumat maka itu bagus, dan barangsiapa mandi pada hari Jumat maka itu lebih utama." Seseorang juga dianjurkan untuk mandi tatkala hendak mengerjakan salat Idul Fitri dan Idul Adha. Juga disunahkan mandi tatkala memakai pakaian ihram untuk melaksanakan ibadah haji, tatkala masuk ke Tanah Haram Mekah, tatkala wukuf di padang Arafah, dan setelah memandikan mayat, berdasarkan hadis, "Barangsiapa memandikan mayat maka hendaklah dia mandi." Demikian juga, seseorang dianjurkan untuk mandi tatkala hendak menghadiri suatu kegiatan yang dihadiri orang banyak, seperti ketika hendak mengerjakan tawaf, yaitu mengelilingi Ka'bah, ketika melakukan sai antara Shafa dan Marwah, dan sebagainya.

Petikan: Yas'alunaka - Tanya Jawab Lengkap Tentang Agama Dan Kehidupan, Dr Ahmad asy-Syarbashi, Penerbit Lentera, hal. 3

4. http://www.kias.edu.my/tayamum.htm

Pendahuluan Dalam bab ini, penulis akan mengemukakan definisi-definisi tayammum menurut perspektif hukum serta konsep-konsep yang berkaitan dengan tayammum dari semua aspek. Dalam bab ini juga, huraian yang terperinci dinyatakan dalam setiap fakta berdasarkan kepada pandangan dari semua Ulama'' mazhab berserta dengan qaul yang paling rajih agar setiap kenyataan dapat dikemukakan dengan lebih jelas. Walaupun begitu, terdapat juga sesetengah fakta yang hanya ditumpukan kepada mazhab yang utama iaitu mazhab Syafi'ie dan Jumhur Ulama'. Definisi Tayammum Tayammum dari segi bahasa ialah ( sengaja). (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984: 560) Pengertian ini diambil dari firman Allah S.W.T: (Al-Baqarah: 267) Maksudnya: " Dan janganlah kamu 'sengaja' memilih buruk daripadanya, lalu kamu dermakan atau kamu jadikan pemberian zakat. " Dengan pengertian ini juga, penyair berkata: Maksudnya: " Aku 'menyengaja' kepada kamu jika tidak aku dapati orang yang mempunyai akal fikiran. Dan barangsiapa tidak mendapati air bertayammumlah dengan tanah." Manakala dari segi istilah Syara', tayammum bermaksud 'menyengaja' atau menghendaki pada tanah untuk menyapu muka dan dua tangan dengan niat yang mengharuskan solat. (Al-Syeikh Hassan Ayub. 1422H/2002 : 61) Di dalam Kamus Istilah Fiqh pula mendefinisikan tayammum iaitu menyapukan debu atau tanah ke wajah dan kedua tangan hingga kedua siku dengan beberapa syarat, yang berfungsi sebagai pengganti wudhuk atau mandi sebagai rukhsah (kemudahan) bagi mereka yang berhalangan atau tidak dapat menggunakan air. (M. Abd. Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi'iyah Am. 1997: 382-383)

Tayammum dari segi istilah Syara' juga telah diberikan pelbagai pentakrifan oleh para Fuqaha' dengan istilah yang seakan-akan hampir maksudnya. Imam Hanafi mentakrifkan tayammum iaitu menyapu muka dan kedua-dua tangan dengan tanah yang bersih. Berkata Imam Malik pula tayammum bererti bersuci menggunakan tanah atau debu yang meliputi dengan menyapu muka dan kedua-dua tangan dengan niat. Manakala Imam Syafi'e pula mentakrifkan tayammum iaitu menyampaikan atau menyapukan tanah kepada muka dan dua tangan sebagai ganti kepada wudu' atau mandi janabah atau seumpamanya dengan syarat-syarat yang tertentu. Mengikut pendapat Abu Hanifah pula tayammum ialah menyapu muka dan dua tangan dengan tanah yang bersih di atas jalan yang tertentu. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 560-561) Dalam terminologi fiqh tayammum diertikan dengan menyampaikan tanah ke muka dan dua tangan sebagai ganti daripada wudhu dan mandi dengan syarat-syarat yang tertentu. Tayammum merupakan spesifik umat Islam yang disyari'atkan pada peperangan Bani Mustaliq tahun keenam hijrah. Ketika itu Aisyah kehilangan kalungnya, lalu Rasulullah S.A.W mengutus orang mencarinya, kemudian waktu solat datang sedangkan air tidak ada, maka turunlah ayat tayammum. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 79) Ini berdasarkan hadis: (Riwayat al-Bukhari, (b) 332: 200) Maksudnya: " Dari Aisyah bahawasanya ia meminjam kalung dari Asma', lalu kalung itu hilang. Kemudian Rasulullah S.A.W mengutus seseorang (untuk mencarinya), akhirnya kalung tadi dapat ditemukan. Lalu waktu solat tiba dan tidak ada air di sana. Mereka solat (tanpa wudu') dan memberitahukan kepada Rasulullah S.A.W. Maka Allah menurunkan ayat-ayat tayammum". Usaid bin Hudhair berkata kepada Aisyah: " Semoga Allah melimpahkan pahala kebaikan bagimu. Demi Allah, apabila sesuatu hal terjadi padamu padahal engkau tidak menyukainya, Allah menjadikan hal itu mengandung kebaikan bagimu dan bagimu kaum muslimin." Dalil pensyariatan tayammum Tayammum disyari'atkan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah serta Ijma'. Firman Allah S.W.T: (An-Nisa': 43) Maksudnya: " Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): Sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." Berdasarkan hadis Abu 'Umamah al-Bahili, bahawa Nabi S.A.W bersabda: (Riwayat Ahmad, (b) 22133: 313) Maksudnya: "Seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan alat bersuci. Maka

di mana pun seseorang dari umatku harus mengerjakan solat, di situ pulalah terdapat alat untuk bersuci." Dari 'Imran Ibn Hussain r.a berkata: (Riwayat al-Bukhari, (b) 348: 161-162) Maksudnya: " Sesungguhnya Rasulullah S.A.W telah melihat seorang lelaki mengasingkan diri, tidak bersembahyang bersama dengan satu kaum. Melihat itu, Rasulullah S.A.W bertanya: 'Wahai fulan apakah yang menghalang kamu bersembahyang bersama-sama dengan kaum itu?' Orang itu menjawab: 'Saya sedang janabah dan tidak mendapat air'. Mendengar perkara itu, Rasulullah S.A.W. bersabda: 'Gunakanlah tanah (bertayammum); sesungguhnya itu adalah cukup bagi engkau." Manakala dalil Ijma' pula mengharuskan tayammum berdasarkan kesepakatan seluruh umat Islam (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 562) Ibadat yang harus dikerjakan dengan bertayammum Bersuci dengan bertayammum mengharuskan baginya tiga martabat ibadah yang berikut: Pertama : Solat-solat fardhu dan tawaf fardhu serta khutbah solat jumaat. Kedua : Solat-solat sunat dan tawaf sunat serta solat jenazah. Ketiga : Sujud Tilawah dan sujud Syukur, menyentuh musyhaf dan membaca al-Quran bagi orang berjunub. Maka sesiapa yang berniat salah satu daripada martabat yang pertama, harus baginya mengerjakan ibadat yang satu itu dan harus juga baginya mengerjakan semua ibadat dalam martabat yang kedua dan ketiga. Sesiapa yang berniat salah satu ibadat daripada martabat yang kedua, harus baginya mengerjakan semua martabat itu dan semua ibadat martabat ketiga tetapi tidak diharuskan samasekali baginya mengerjakan daripada martabat yang pertama. Manakala sesiapa yang berniat untuk salah satu ibadat martabat ketiga, harus untuknya mengerjakan semua ibadat dalam martabat ketiga tetapi tidak harus samasekali mengerjakan ibadat dalam martabat kedua dan ketiga. (Al-Syeikh, Dr. Abd. Fattah Hussin. 1411H/1991: 229) Hadas yang dibolehkan bertayammum Diharuskan bertayammum sebagai ganti wudu' bagi seseorang yang berhadas kecil, mandi junub bagi seseorang yang berhadas besar samada disebabkan janabah, haid dan nifas atau ketika ketiadaan air serta tidak mampu menggunakan air dengan apa jua sebab sekalipun. Ini berpandukan kepada dalil-dalil al-Quran dan juga Hadis Nabi S.A.W sepertimana berikut:

i. Bertayammum Daripada Hadas Kecil:

Firman Allah S.W.T: (Al-Maidah: 6) Maksudnya: " Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau sudah buang air atau kamu menyentuh perempuan, kemudian kamu tiada memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang suci, maka sapulah mukamu dan kedua belah tanganmu dengan tanah itu." Abu Sa'id al-Khudri r.a berkata: (Riwayat Abu Daud, (b) 338: 241) Maksudnya: " Dua orang lelaki telah keluar untuk bermusafir, kebetulan ketika datangnya waktu sembahyang mereka tidak mendapati air, lalu bertayammumlah kedua-duanya dengan tanah yang baik dan bersembahyang. Kemudian kedua-duanya mendapati air, sedangkan waktu belum habis. Maka salah seorang mereka telah mengulangi sembahyangnya dan seorang lagi tidak mengulangi. Kemudian mereka berjumpa Rasulullah S.A.W. lalu menerangkan keadaan yang demikian. Setelah itu Rasul bertanya kepada yang tidak mengulangi sembahyangnya: ' Pekerjaan engkau sesuai dengan Sunnah dan sembahyang engkau mencukupi'. Kepada yang berwudhu dan mengulangi pula baginda berkata: ' Engkau memperoleh dua pahala'." ii. Bertayammum Daripada Hadas Besar: Firman Allah S.W.T dalam surah an-Nisa': (An-Nisa': 43) Maksudnya: " Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengerjakan sembahyang ketika kamu sedang mabuk, kecuali jika kamu telah mengetahui apa-apa yang kamu katakan dan jangan pula sedang junub (sudah bercampur dengan isterimu), kecuali melalui jalan (tempat sembahyang), sehingga kamu mandi lebih dahulu. Kalau kamu sakit atau dalam perjalanan atau datang salah seorang diantara kamu dari tempat buang air atau kamu menyentuh perempuan, sedang kamu tidak memperoleh air, maka hendaklah kamu bertayammum" Kemudian, dalil hadis tentang janabah: (Riwayat al-Bukhari, (b) 344: 210) Maksudnya: " Dari 'Imran bin Hussain al-Khuza'iy bahawa sesungguhnya Rasulullah S.A.W. melihat seorang lelaki yang menyendiri, sedang dia sendiri tidak ikut mengerjakan solat bersama-sama satu kaum. Baginda bertanya kepadanya: 'Apakah yang menghalangi kamu untuk ikut bersembahyang bersama-sama kaum itu?' Kemudian orang tadi menjawab: ' Wahai Rasulullah, saya sedang junub dan tidak ada air.' Baginda lalu bersabda: " Lakukanlah tayammum dengan tanah yang bersih dan itu sudah cukup bagimu. " Sebab-sebab Yang Mengharuskan Tayammum Para pakar fiqh telah menetapkan beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang boleh bertayammum sebagai berikut:

1) Ketiadaan air: Para Fuqaha' menetapkan ketiadaan air sebagai salah satu penyebab diharuskan bertayammum. Hal ini ditetapkan berdasarkan firman Allah: (An-Nisa': 43) Maksudnya: " lalu tidak kamu peroleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci)". Ketiadaan air hendaklah dikira setelah dilakukan pencarian dan menyakini tiadanya air yang membolehkannya untuk bertayammum. Selain itu, termasuk juga ke dalam pengertian ini ada air dalam jumlah yang sedikit yang tidak cukup untuk wudu' atau mandi, dan ada air tetapi harganya melebihi harga pasaran sehingga sulit membelinya. Termasuk juga, adanya air tetapi berada di tempat yang cukup jauh dan untuk mencarinya mengalami kesulitan. Menurut Imam Syafi'ie air yang sedikit yang tidak memadai untuk berwudu' atau mandi wajib dipergunakan untuk berwudu' atau mandi, kemudian diiringi dengan tayammum pada bahagian anggota wudu' atau badan yang belum terkena air. Abu Hurairah r.a berkata, bersabda Rasulullah S.A.W: (Riwayat Muslim (b) 6113: 1035-1036 ) Maksudnya: " Apabila aku menegah kamu dari sesuatu urusan, jauhilah ia, dan apabila aku memerintahkan kamu sesuatu urusan, maka kerjakanlah seberapa yang kamu sanggupi". Tayammum tidak boleh dilakukan bila ada air yang dapat dibeli dengan harga pasaran. Maka wajib membelinya sekiranya harta itu tidak diperlukan untuk menjelaskan hutang atau menanggung belanja musafir sekalipun memberi nafkah kepada binatang yang dihormati dan sebagainya. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 572) Begitu juga halnya bila ada orang yang berbaik hati untuk memberi air. Di samping itu bila seseorang dalam perjalanan lupa bahawa dia membawa air, lantas dia bertayammum, kemudian dia ingat setelah lewat waktu solat, maka menurut pendapat sebahagian golongan Syafi'iyyah, Abu Yusuf dan Malikiyyah solatnya diqadha', kerana dia telah memperoleh air. Menurut Abu Hanifah dan Muhammad bin Hasan dia tidak wajib mengqadha', kerana orang tersebut dianggap tidak memperoleh air. Tetapi kalau dia sedang dalam keadaan solat, lalu mengingat bahawa air ada, maka Ulama' sepakat untuk membatalkan solat dan mengulanginya dengan wudu'. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 80-81) Menurut golongan Syafi'iyah orang muqim (yang tidak sedang dalam perjalanan) yang bertayammum kerana ketiadaan air wajib mengqadha' solatnya bila air sudah ada, kerana tayammum bukan merupakan rukhsah bagi yang bermuqim. Begitu juga orang yang melakukan perjalanan maksiat, kerana mereka tidak termasuk orang mendapat rukhsah. Yang mendapat rukhsah tayammum adalah orang yang melakukan perjalanan mubah, sunat atau wajib. Bagi Ulama'' lain dan pendapat yang lebih kuat dari golongan

Hanabilah solatnya tidak mesti diulang. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 81) 2) Keuzuran untuk menggunakan air: Termasuk ke dalam pengertian ini orang yang dipenjara dalam rumah tahanan yang terletak di pinggir sungai, dan dia tidak memperoleh izin keluar mendapatkan air untuk wudu'. Demikian halnya orang yang diikat dipinggir kali dan orang yang tidak berani keluar rumah mengambil air kerana menurut biasa ada bahaya yang mengancam jiwanya. Demikian juga orang yang khawatir diganggu oleh binatang buas atau oleh musuh di tempat yang terdapatnya air, (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 117-118) ataupun khuatir ditinggalkan oleh teman-temannya dalam suatu perjalanan. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 137) Terhadap orang yang berada dalam keadaan tersebut dibolehkan tayammum, meskipun air ada disekitarnya. 3) Dalam keadaan sakit atau luka: Orang sakit bila khawatir memakai air dapat melakukan tayammum untuk mengangkatkan hadas. Kekhawatiran itu ada 3 kemungkinan, iaitu: i. Seandainya dia berwudhuk dalam keadaan sakit seperti itu, khawatir akan kehilangan nyawanya atau anggota tubuhnya atau kehilangan manfaat dari bahagian anggota tubuhnya. Boleh disamakan dengan hal tersebut, iaitu manakala ia mempunyai penyakit yang tidak mengkhawatirkan tetapi dia takut menggunakan air yang boleh membahayakan penyakitnya. Orang seperti ini juga diperbolehkan bertayammum menurut mazhab yang kuat. Ibnu 'Abbas r.a. berkata, bersabda Rasulullah S.A.W: (Riwayat al-Daruqutni, (b) 666 : 413) Maksudnya: " Apabila seseorang lelaki beroleh luka di dalam peperangan atau beroleh luka-luka bisul, lalu berjunub, maka ia takut mati jika mandi, hendaklah ia bertayammum". ii. Khawatir sakitnya akan bertambah, meskipun tidak mempengaruhi masa sembuhnya. Atau khawatir lambat sembuhnya, meskipun sakitnya tidak bertambah. Atau khawatir sakitnya semakin parah, iaitu sakit yang terus menerus hingga membuatkan badannya kurus. Atau khawatir akan menimbulkan cacat yang buruk, seperti kulit badan menjadi hitam, seperti anggota bahagian wajah dan lain-lain. Dalam semua masalah ini ada khilaf yang banyak di kalangan para Ulama'. Qaul yang rajih, membolehkan tayammum. Yang dibuat alasan untuk cacat yang buruk, iaitu dapat membuat kelainan pada bentuk anggota badan dan cacatnya (membekas) seumur hidup. iii. Orang yang khawatir mendapat cacat sedikit, seperti ada bekas bintik-bintik atau ada sedikit warna hitam, atau khawatir mendapat cacat yang buruk pada selain anggota yang kelihatan (ketika bekerja); atau orang itu mempunyai penyakit yang dia sendiri tidak takut akan mendapatkan sesuatu yang dikhawatirkan di belakang hari jika menggunakan air, walaupun ketika itu ia merasa kesakitan, seperti ada lukanya atau

kedinginan atau kepanasan. Tidak boleh bertayammum kerana sakit-sakit yang seperti ini tanpa ada khilaf. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 113-114) Hal-hal seperti ini diketahui dengan kebiasaan atau melalui nasihat dari doktor yang pakar sekalipun bukan muslim, demikian menurut pendapat golongan Malikiyyah dan Syafi'iyyah. Tetapi bagi golongan Hanafiyyah dan Hanabilah doktornya di syaratkan seorang muslim. (Dr. A. Rahman Ringota, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 82) 4) Memerlukan air: Seseorang yang memiliki air dalam jumlah yang mencukupi sekadar untuk wudu' atau mandi, tetapi dia sangat memerlukannya untuk keperluan lain yang akan menyelamatkan jiwanya dari kemudaratan, maka ketika itu ia dibolehkan bertayammum, meskipun dia memiliki air. Keperluan tersebut adalah keperluan yang tinggi, bilamana tidak ada air dapat menimbulkan kebinasaan atau kesulitan, seperti kehausan yang diderita baik oleh manusia mahupun oleh binatang ternak dan keperluan lainnya. Termasuk juga ke dalamnya keperluan untuk minuman anjing pemburu atau penjaga kebun. Lain halnya untuk keperluan orang kafir harbi dan anjing yang tidak dibolehkan Syara' memeliharanya. Menurut Hanabilah (keperluan ini tidak menghalangi untuk memakai air). Sebagai contoh dalam keadaan ini seandainya terdapat seorang lelaki meninggal dunia. Orang tersebut mempunyai air tetapi teman-temannya banyak yang kehausan. Maka teman-temannya itu boleh minum air itu dan mentayammumkan mayat itu sebagai ganti memandikannya. Dan teman-teman yang ikut minum itu wajib membayar harga air yang diminumnya dan hasilnya dimasukkan pada harta warisan. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 118) Bentuk-bentuk keperluan lain menurut pakar fiqh Syafi'iyyah adalah seperti keperluan untuk memasak, untuk dimasak, dan untuk menghilangkan najis yang tidak dimaafkan yang melekat di badan. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 82) Jika najis terdapat di pakaian, hendaklah air itu digunakan untuk berwudu' dan solat dalam keadaan tidak menutup aurat jika tidak ada penutup (yang suci) lain, dan solat tersebut tidak perlu diulangi. 5) Khawatir kehilangan harta jika mencari air: Menurut Malikiyah orang yang sanggup memakai air dan yakin bahawa air akan diperoleh jika dicari, tetapi timbul kekhawatiran akan kehilangan harta jika pencarian dilakukan, dibolehkan tayammum. Tidak dibezakan apakah orang tersebut dalam perjalanan atau bermuqim, tidak dibezakan juga kekhawatiran terhadap harta sendiri atau milik orang lain yang berada di tangannya. Menurut selain Malikiyyah kekhawatiran terhadap musuh, pencuri atau kebakaran membolehkan tayammum lebih dahulu tanpa mencari air. Kekhawatiran itu boleh terjadi atas diri sendiri, harta, keamanan atau

kekhawatiran terhadap orang berhutang yang hartanya sedang dalam keadaan yang berkuasa. 6) Keadaan sangat dingin: Dari 'Amru bin 'Ash r.a berkata: (Riwayat Abu Daud, (b) 334: 238) Maksudnya: " Pernah aku bermimpi (sehingga junub) pada suatu malam yang dingin ketika peperangan Zatus Salasil, jika aku mandi maka aku khawatir binasa (mati), sebab itu aku bertayammum, kemudian mengerjakan solat subuh bersama sahabat-sahabatku (sebagai imam). Setelah para sahabatku menuturkan hal yang menimpaku itu kepada nabi S.A.W, maka beliau bersabda: ' Wahai 'Amr, apakah kamu mengerjakan solat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?' Maka aku sampaikan kepada beliau, alasanku yang membuat aku tidak mandi, dan aku menjawab: Saya ketahui Allah berfirman: " Dan janganlah kamu bunuh diri, sesungguhnya Allah Maha Menyayangimu ". Maka Rasulullah S.A.W. tertawa tidak bersabda sesuatu pun." Berdasarkan hadis ini terdapat iqrar atau persetujuan dari Nabi, dan iqrar adalah hujjah (suatu dalil) kerana Nabi tidak akan menyetujui sesuatu yang salah. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 139) Maka, jika seseorang khawatir akan berbahaya menggunakan air kerana terlalu dingin dan air tersebut tidak dapat di panaskan, dibolehkan tayammum. Golongan Hanafiyyah mensyaratkan boleh tayammum jika khawatir membawa kematian atau lenyapnya sebahagian anggota badan. Hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang junub dan tidak dapat memanaskan air. Sedangkan bagi orang yang berhadas kecil menurut Hanafiyah tidak boleh bertayammum dengan alasan sangat dingin. Sebagaimana golongan Hanafiyyah, golongan Malikiyyah juga mengaitkan kebolehan tayammum ini dengan keadaan yang dikhawatirkan membawa kematian. Sedangkan dari golongan Syafi'iyyah dan Hanabilah membolehkan bertayammum dengan alasan dingin jika sulit memanaskan air atau panasan air tidak memberikan manfaat (pengaruh). Orang yang bertayammum kerana dingin ini menurut Syafi'iyyah mesti mengqadha' solatnya sama halnya dengan tayammum kerana sakit. Ini berbeza dengan golongan Malikiyyah dan Hanafiyyah yang mengatakan solat tidak mesti diqadha'. 7) Tiada alat untuk mengambil air: Tayammum dibolehkan bagi orang yang sanggup memakai air tetapi tidak boleh mendapatkannya. Misalnya ada air pada suatu tempat yang hanya didapatkan dengan alat-alat tertentu, sementara alat itu tidak ada padanya, seperti ketiadaan timba pengambil air dari sumur yang dalam, jika terus diusahakan waktu akan habis. Orang yang solat dengan bertayammum dalam keadaan begini tidak wajib mengqadha' solatnya menurut mazhab yang kuat. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 113)

Menurut pandangan golongan Hanabilah, bila seseorang tidak memiliki alat, dia diharuskan menanyanya dari orang lain supaya air boleh didapatkan. Kerana suatu yang menyempurnakan yang wajib hukumnya juga wajib. Dalam hal ini mencari alat adalah wajib. 8) Khawatir Kehabisan Waktu Solat: Kalangan Syafi'iyyah tidak membolehkan bertayammum kerana takut akan habis waktu solat jika dia mengambil air untuk berwudu', kerana tayammum ini dilakukan bersamaan dengan adanya air. Lain halnya bagi orang yang musafir, dia tidak mesti mencari air terlebih dahulu jika khawatir akan habis waktu solat dan dalam keadaan itu dia dibolehkan tayammum. Golongan Hanabilah juga tidak membolehkan bertayammum dengan alasan takut habis waktu solat, baik untuk solat jenazah, solat 'id mahupun untuk solat lima waktu. Seperti golongan Syafi'iyyah, mereka juga mengecualikan orang yang sedang musafir yang mengetahui adanya air di tempat yang dekat, akan tetapi jika pemergiannya mencari air itu akan menghabiskan waktu solat dibolehkan bertayammum dan solat yang dilakukan dengan tayammum tersebut tidak diulang. Berbeza pula dengan golongan di atas, golongan Hanafiyyah tidak membolehkan bertayammum tanpa harus mencari air lebih dahulu, kerana takut habis waktu solat kecuali dalam beberapa hal. Pertama, kerana takut habis waktu solat jenazah atau solat 'id kerana berjemaah adalah syarat sah kedua solat tersebut. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 139) Kedua, kerana khawatir akan habis waktu solat gerhana (kusuf dan khusuf) dan berbagai solat sunat yang mengikut solat fardhu. Tidak sah tayammum apabila takut habis waktu solat Juma'at, solat wajib lima waktu dan solat witir. Fuqaha' dari golongan Malikiyyah membolehkan tayammum kerana khawatir habis waktu solat fardhu bila sulit mencari air, kerana memelihara pelaksanaan solat pada waktunya lebih utama dari mencari kesempurnaan taharah dengan air. (Dr. A. Rahman Ringota, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 80-84) Rukun-Rukun Tayammum 1. Niat: Rukun-rukun tayammum yang pertama ialah niat. Sabda Rasulullah S.A.W melalui hadis yang sahih: (Riwayat al-Bukhari, (b) 1: 1) Maksudnya: " Sesungguhnya setiap amal atau ibadat itu hendaklah dikerjakan dengan niat". Tayammum termasuk dalam kategori amal ibadat sebagaimana solat dan wudu' juga, iaitu wajib dikerjakan dengan berniat. Berniat untuk bertayammum merupakan rukun mengikut kesepakatan Ulama' yang empat, manakala menurut golongan Hanafiyyah

dan sebahagian Hanabilah, ianya merupakan syarat. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 582) Beza antara syarat dan rukun ialah syarat itu mendahului perbuatan dengan jarak waktu yang sedikit, sedangkan rukun tidak sah dilakukan sebelum sesuatu perbuatan tetapi ia termasuk perbuatan itu sendiri. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 134) Ini bermakna, seseorang yang hendak tayammum itu wajib berniat untuk membolehkan solat, dan tidak memadai berniat melenyapkan hadas, kerana hadas seseorang tersebut tidak terangkat kerana tayammum. Ini berdasarkan hadis Nabi S.A.W. kepada 'Amru bin al-'Ash yang sedang berjunub, kerana 'Amru bin al-'Ash bertayammum dan solat bersama-sama sahabatnya, lalu Nabi S.A.W. bertanya: (Riwayat Abu Daud, (b) 334: 238 ) Maksudnya: " Wahai 'Amru, Kenapakah engkau solat bersama-sama para sahabat engkau, padahal engkau sedang berjunub?" Dan hadis sebagaimana yang di kemukakan dari pendapat Malikiyyah dan Syafi'iyyah: (Riwayat Abu Daud, (b) 314: 206-207) Maksudnya: "Wahai Abu Zarr, sesungguhnya tanah yang baik adalah suci selama tidak ada air, sekalipun dengan sepuluh tahun. Apabila engkau mendapati air maka sentuhkanlah air itu ke kulit engkau. Sesungguhnya hal itu lebih baik bagi engkau". Kesimpulan yang dapat diambil dari hadis Nabi S.A.W tersebut memberi fahaman yang jelas bahawa tayammum itu hanya untuk membolehkan solat, bukan untuk melenyapkan hadas. Oleh itu dalam masalah ini, jika seseorang tersebut tayammum berniat untuk membolehkan solat maka termasuk di bawah niatnya itu empat ahwal (kelakuan): i. Berniat untuk membolehkan solat fardhu dan solat sunat kedua-duanya sekali. Maka boleh ke atas seseorang mengerjakan kedua-dua solat tersebut (solat fardhu dan solat sunat). Dan boleh juga bagi orang solat sunat sebelum solat fardhu dan sesudahnya di dalam waktu dan di luarnya. ii. Berniat untuk membolehkan solat fardhu, samada solat lima waktu atau solat nazar. Maka boleh mereka menunaikan solat-solat fardhu tersebut, kerana mereka berniat dengan niat fardhu. Dalam masalah ini pendapat yang kuat boleh juga mereka menunaikan solat sunat sebelum solat fardhu atau sesudahnya, kerana hal-hal yang sunat mengikut perkara yang fardhu. iii. Berniat hanya untuk membolehkan solat sunat, tidak berniat untuk membolehkan solat fardhu. Dalam masalah ini, pendapat yang kuat tidak boleh tayammum tersebut digunakan untuk solat fardhu, kerana niat sunat itu tidak termasuk di dalam niat fardhu. Contohnya, jika seseorang itu berniat untuk memegang musyhaf, atau orang junub berniat untuk i'tikaf, maka hukumnya sama dengan niat sunat dan tidak boleh mengerjakan fardhu menurut mazhab yang kuat. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 123)

iv. Berniat untuk membolehkan solat sahaja, tanpa menentukan solat sunat atau sembahyang fardhu. Mereka yang berniat seperti itu sebagai orang yang berniat untuk membolehkan solat sunat. Maka dalam masalah ini, tidak boleh digunakan tayammum itu untuk solat fardhu, tetapi hanya boleh tayammum tersebut untuk solat sunat sahaja.(Abu Muhammad. t.th: 187) 2. Menyapu ke muka dan dua tangan: Para pakar fiqh sepakat menetapkan menyapu muka dan tangan sebagai rukun tayammum, berdasarkan firman Allah: (Al-Maidah: 6) Maksudnya: " Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu". Kesimpulan yang dapat diambil dari ayat tersebut memberi fahaman yang jelas, iaitu seseorang yang bertayammum wajib meratakan muka dan kedua-dua tangan mereka dengan tanah yang berdebu hingga sampai ke siku sebagaimana orang yang berwudu' wajib meratakan muka dan tangan mereka dengan air hingga sampai ke siku. (Abu Muhammad. t.th: 188) 3. Tertib (berurutan): Menertibkan fardhu atau rukun adalah wajib menurut golongan Syafi'iyyah dan Hanabilah. Jadi wajib mendahulukan muka daripada kedua tangan. Namun, golongan Hanabilah mengkhaskan tertib pada hadas kecil. Sedangkan pada hadas besar tidak diperlukan tertib. Kewajipan tertib pada tayammum untuk hadas kecil dilakukan berdasarkan taharah dengan air (wudu'). Bilamana pada wudu' ditertibkan, maka demikian juga halnya pada tayammum. Golongan Hanafiyyah dan Malikiyyah menertibkan rukun, dalam hal ini muka dan kedua tangan, hukumnya sunat. (Dr. A. Rahman Ringota, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 87) Syarat-syarat Tayammum 1) Keuzuran menggunakan air: Di antara syarat-syarat tayammum yang pertama ialah uzur menggunakan air di sebabkan sakit atau musafir. (Abu Muhammad. t.th: 191) Allah S.W.T berfirman: (AlMaidah: 6) Maksudnya: " Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)."

Wujudnya penghalang yang membolehkannya untuk bertayammum adalah disebabkan salah satu dari hal-hal yang berikut: i. Takut kehilangan nyawa. ii. Takut cedera pada anggota yang sakit. iii. Takut terkena penyakit. iv. Takut kehilangan manfaat anggota seperti menjadi lemah, cacat atau parut yang buruk pada anggota yang biasa nampak. 2) Masuk waktu solat: Syarat sah tayammum hendaklah sesudah masuk waktu solat dengan yakinnya samada solat fardhu atau sunat. Tayammum tidak sah bagi orang yang syak masuk waktu solat. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 58) Ini berdasarkan firman Allah S.W.T: (AlMaidah: 6) Maksudnya: " Jika kamu hendak berdiri untuk solat, basuhlah mukamu" Dalam ayat ini, berdiri untuk solat itu tentunya setelah masuk waktu solat. Wudu' dikecualikan dari masalah ini kerana terdapat dalil yang lain. Sedangkan tayammum masih tetap kerana memandang zahirnya ayat. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 115) Dan Nabi telah bersabda: (Riwayat al-Bukhari (b), 335: 58) Maksudnya: " Dijadikan bumi untukku tempat solat dan suci (tanahnya untuk tayammum). Maka sesiapa daripada umatku yang mendapat solat (berada pada waktu solat) maka hendaklah ia solat." Hadis Baginda Rasul S.A.W. tersebut merupakan dalil wajib tayammum dan solat itu ialah apabila tidak ada air setelah masuk waktu solat. (Abu Muhammad. t.th: 191) Selain daripada alasan tersebut, tayammum juga merupakan bersuci yang dharurat. Sebelum masuk waktu solat tidak terdapat dharurat. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 116) Adapun menurut Ulama' mazhab Hanafi adalah terkecuali daripada hal ini yang menyatakan sah bertayammum sebelum masuk waktu solat. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 134) Ulama' Jumhur juga menyatakan tidak sah tayammum kecuali setelah masuk waktu solat fardhu mahupun solat sunat yang tertentu atau berwaktu seperti sunat-sunat rawatib. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 565) 3) Mencari air: Antara syarat diharuskan bertayammum ialah mencari air setelah masuk waktu solat. Allah S.W.T. berfirman: (An-Nisa': 43)

Maksudnya: " Maka tidak kamu mendapat air (untuk berwudu' dan mandi junub) maka hendaklah kamu bertayammum." Ayat tersebut menyuruh kita bertayammum ketika tidak ada air untuk berwudu' dan mandi junub, kerana air itu tidak akan ada kecuali dengan dicari. (Abu Muhammad. t.th: 191) Oleh itu wajib bagi orang yang hendak tayammum tersebut mencari air terlebih dahulu, samada dengan usahanya sendiri atau bantuan orang lain, atau bertanya-tanya dari teman-temannya. Mencari air ini hendaklah dengan memerhati dan mencari air dari bekal perjalanan, pergi melihat-lihat di sekelilingnya dan walaupun dengan cara membelinya apabila air itu lebih dari keperluannya dan dengan harga pasaran. Jika diyakini bahawa air tidak ada atau tempatnya jauh, maka tidak wajib mencarinya. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 59) Mengenai batas jauh yang tidak mewajibkan mencari air itu terdapat perbezaan pendapat di kalangan imam mazhab. Ukuran jauh menurut golongan Hanafiyyah adalah bila mencapai satu mil, sekitar 1848 meter atau 4000 hasta atau lebih. Menurut golongan Malikiyyah mencapai dua mil. Golongan Syafi'iyyah memperinci kebolehan tayammum yang disebabkan ketiadaan air seperti berikut: i. Jika seseorang telah yakin bahawa air tidak ada di sekitarnya dia boleh bertayammum tanpa dituntut untuk mencarinya. ii. Jika meragukan atau mempunyai persangkaan berat terhadap adanya air, maka dia mesti memeriksa rumahnya dan rumah temannya terlebih dahulu secara berulangulang yang jarak minima 400 hasta atau 184.8 meter. Sebab tayammum itu bersuci yang dharurat, sedangkan dharurat tidak mungkin terjadi bila kemungkinan untuk bersuci dengan air masih ada. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 112) Kalau memang ternyata tidak ditemukan adanya ada air barulah dia boleh bertayammum. iii. Sebaliknya jika seseorang meyakini ada air, maka dia mesti mencarinya sampai menempuh jarak 6000 langkah. Mencari air tidak dituntut jika diyakini pada jalan yang ditempuh itu tidak ada keamanan atau ada halangan. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 571-572) 4) Terhalang menggunakan air: Syarat yang keempat tayammum iaitu terhalang menggunakan air, seperti seseorang yang mendapat air, dan ia tidak boleh menggunakan air itu kerana sakit atau takut berpisah dengan rakannya yang bersama dalam perjalanan yang akan membahayakan dirinya, (Abu Muhammad. t.th: 191-192) atau ia memerlukan air itu kerana dahaganya, manusia atau haiwan yang muhtaram (yang dihormati nyawanya), samada keperluan itu pada ketika itu ataupun pada masa akan datang. Wujudnya penghalang yang membolehkannya untuk bertayammum adalah disebabkan juga khawatir akan keselamatan dirinya dari bahaya seperti gangguan binatang buas atau musuh, dan

seterusnya takutkan harta bendanya dicuri orang atau perompak. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 59). 5) Tanah yang suci: Tidak sah tayammum seseorang kecuali dengan menggunakan debu (tanah) yang suci, murni, belum pernah digunakan, (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 118-119) dan tidak terkena najis. Ini berpandukan firman Allah S.W.T: (Al-Maidah: 6) Maksudnya: " Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih)." Menurut golongan Malikiyyah adanya tanah yang suci merupakan rukun, sedangkan bagi Ulama' yang lainnya merupakan syarat. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 87) Para ahli bahasa sepakat bahawa 'sha'id' dalam ayat tersebut ialah permukaan bumi, baik yang berupa tanah berdebu atau bukan, (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 141) berdasarkan hadis Abu 'Umamah bahawasanya bersabda Rasulullah S.A.W: (Riwayat Ahmad, (b) 22133: 313) Maksudnya: "Seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan alat bersuci." Maka pengertian sha'id atau tanah di sini menurut Malikiyyah yang bersependapat juga oleh Hanafiyyah adalah bahagian bumi yang naik atau yang muncul ke permukaan yang disebut juga tanah atau debu. Termasuk ke dalamnya tanah, pasir, batu kerikil dan kapur (untuk mengapur rumah) yang belum dibakar dengan api. Semua yang termasuk pengertian ini boleh digunakan untuk bertayammum menurut Malikiyyah dan Hanafiyyah. Selain itu, boleh juga bertayammum dengan barang-barang galian, selain emas, perak dan permata atau mutiara, selama belum dipindahkan dari tempatnya. Begitu juga dengan salji yang membeku, baik yang berada di laut mahupun di bumi. Menurut golongan Syafi'iyyah dan Hanabilah, tayammum mesti di lakukan dengan tanah yang suci dan berdebu yang dapat menempel di tangan. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 87-88) Hal ini berdasarkan hadis dari Huzaifah, bahawa Nabi S.A.W bersabda: (Riwayat Muslim, (b) 121: 210-211) Maksudnya: " Seluruh bumi itu dijadikan masjid bagi kami, dan 'tanahnya' dijadikan tanah yang boleh mensucikan jika kami tidak menemukan air." Di sini Rasulullah S.A.W. mengalihkan pembicaraan dari bumi lalu menyebutkan tanah yang mengkhususkan sifat suci yang mensucikan terhadap tanah. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 120)

Kemudian, disyaratkan juga tanah yang digunakan untuk bertayammum itu hendaklah memenuhi ciri-ciri berikut: i. Harus bagi tanah itu tidak keluar dari keadaan semulajadinya kepada keadaan lain yang dapat mencegah dari dikatakannya sebagai "tanah". Seandainya tanah itu dibakar sampai menjadi abu, atau menjadi tembikar yang telah ditumbuk halus, maka tidak boleh digunakan untuk tayammum. ii. Bertayammum dengan menggunakan pasir sekiranya pasir itu kasar yang apabila dilemparkan tidak mengeluarkan debu, maka tidak boleh digunakan untuk bertayammum. Jika pasir itu halus maka boleh menggunakannya untuk bertayammum. Justeru, sekiranya tanah yang dicampur dengan pasir yang halus, tidak sah tayammumnya. Akan tetapi jika seseorang memukulkan tangannya ke kain, kantung atau permaidani, lalu melekat di tangannya debu, maka dia boleh bertayammum dengan debu tersebut. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 88) iii. Tanah yang digunakan untuk bertayammum itu harus suci berdasarkan firman Allah S.W.T dan sabda Rasulullah S.A.W mengenai tanah yang suci. Ini adalah kerana air yang bernajis tidak boleh digunakan untuk bersuci, maka demikian juga tanah yang menggantikan air wudu' atau janabah tidak boleh digunakan untuk bertayammum. iv. Disyaratkan juga tanah yang digunakan untuk tayammum harus tanah yang murni iaitu tanah yang tidak dicampur dengan tepung atau lain sebagainya walaupun sedikit tanpa ada khilaf di kalangan Fuqaha'. v. Tanah yang digunakan untuk tayammum itu tidak boleh yang musta'mal (yang telah digunakan) sebagaimana air yang musta'mal. Yang dimaksudkan dengan musta'mal pada tanah ialah yang menempel pada anggota badan atau yang sudah menyentuh badan. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 120-121) Sunat-Sunat Tayammum Para Ulama' Fiqh berbeza-beza pandangan dalam menetapkan sunat-sunat tayammum. Ada yang dipandang sunat bagi satu mazhab, tetapi dipandang wajib oleh yang lain atau sebaliknya. Tayammum mempunyai beberapa perkara sunat sebagaimana berikut: i. Membaca Basmalah. Tetapi menurut Ulama' Hanabilah, membaca Basmalah itu hukumnya wajib, jika ditinggalkan dengan sengaja batallah tayammum, dan kewajipan ini menjadi gugur jika lupa atau memang kerana tidak tahu sedangkan tayammum itu seperti wudu'. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah: (Riwayat at-Tirmizi, (b) 25: 114) Maksudnya: " Tiada wudu' bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah atasnya". ii. Bersiwak atau menggosok gigi, iaitu di antara membaca Basmalah dengan memindahkan tanah ke anggota tayammum, (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 206) berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahawa Nabi S.A.W. bersabda: (Riwayat Muslim, (b) 23: 138)

Maksudnya: " Jikalau tidak khawatir akan memberatkan umatku, nescaya kuperintahkan mereka menggosok gigi setiap kali hendak berwudu'." iii. Mendahulukan menyapu bahagian atas muka lalu meluncurkan ke bawah dagu. iv. Memukulkan bahagian dalam telapak tangan ke tanah yang akan dipakai tayammum. Hanya saja Ulama' Maliki menyatakan bahawa pukulan pertama adalah rukun manakala pukulan kedua untuk disapu ke tangan hingga siku adalah sunat (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 90). Hal itu berdasarkan hadis 'Ammar di dalamnya disebutkan: (Riwayat ad-Daruqutni, (b) 671: 416) Maksudnya: " Nabi memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah". Dan Menurut riwayat ad-Daruqutni, nabi S.A.W. bersabda: (Riwayat ad-Daruqutni, (b) 690: 191-192) Maksudnya: " Sesungguhnya cukuplah bagimu memukulkan kedua telapak tanganmu ke tanah ". v. Merenggangkan jari-jemari di saat ditepukkan ke tanah, agar debu dapat masuk ke celah-celah jari. vi. Meneguhkan tangan atau meniupnya agar tanah yang melekat di tangan menjadi tipis. Hal ini berdasarkan pada hadis 'Ammar yang lalu. Dalam hadis itu disebutkan: (Riwayat Ahmad, (b) 18294: 362) Maksudnya: " Dan Nabi meniup kedua tangannya..". vii. Menanggalkan cincin dalam pukulan pertama, sedang dalam pukulan kedua hukumnya fardhu. Tetapi menurut Ulama' Hanafiyyah, cukup menggerakkannya atau menggeser-geserkannya. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 143) Ini berbeza dengan berwudu' kerana tanah tidak boleh sampai ke bawah jari yang bercincin itu. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 127) viii. Tertib, yakni memulai dengan menyapu muka lebih dulu sebelum menyapu tangan adalah sunat menurut golongan Hanafiyyah dan Malikiyyah. Sedangkan menurut golongan Syafi'iyyah dan Hanabilah, tertib ini adalah fardhu. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah S.A.W.: (Riwayat Muslim, (b) 2950: 513-514) . Maksudnya: " Mulailah dengan apa yang dimulai Allah". ix. Tayamun, yakni mendahulukan menyapu tangan kanan sebelum tangan kiri, berdasarkan sabda Rasulullah S.A.W.: (Riwayat Muslim, (b) 2185: 378)

Maksudnya: " Mereka memulakan dengan tangan kanan". Dan demikian Sabda Baginda Rasul S.A.W. riwayat Aishah r.a: (Riwayat al-Bukhari, (b) 168: 502) Maksudnya: " Baginda Rasul S.A.W. suka pada perkara-perkara yang sebelah kanan ketika memakai kasut, bersikat, bersuci dan semua pekerjaannya." x. Mencelah-celahi anak jari sesudah menyapu dua tangan. (Abu Muhammad. t.th: 193) Demikian juga menyela-nyelai janggut menurut Ulama' Hanafiyyah. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 145) xi. Menggosokkan-gosokkan (al-dulk) tangan kepada anggota tayammum seperti dalam wudu', dan tidak mengangkat tangan dari anggota tayammum sebelum sempurna menyapu anggota tayammum tersebut. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 602) xii. Muwalat, yakni berturut-turut sehingga antara menyapu muka dengan kedua tangan tidak terpisah lama atau tidak terpisah oleh sesuatu apa pun di antara fardhu-fardhu tayammum. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 145) Malikiyyah dan Hanabilah memandang bahawa berturut-turut itu merupakan rukun atau wajib tayammum. Namun, Hanabilah lebih mengkhaskan pada hadas kecil seperti halnya dengan hukum tertib. Selain kewajipan berkesinambungan dalam menyapu anggota tayammum, Malikiyyah mewajibkan adanya kesinambungan antara tayammum dengan pelaksanaan solat dan ibadah lain dimana tayammum itu diuntukkan padanya. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 87) xiii. Membaca doa yang dianjurkan di saat membasuh muka dan tangan dalam berwudu'. Doa itu dibacanya pula ketika menyapu muka dan tangannya dalam bertayammum. Demikian pula disunatkan membaca doa sesudah selesai tayammum dengan doa sesudah berwudu', seperti membaca dua kalimah Syahadah dan sebagainya. xiv. Menghadap kiblat ketika bertayammum. xv. Disunatkan melebihi menyapu dari batas siku. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 90) xvi. Mengiringi tayammum dengan solat dua rakaat dikiaskan pada wudu'. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 602) Perkara-perkara sunat tersebut di antaranya ada yang sunnah dan ada pula yang mandub atau anjuran. Barang siapa melakukannya mendapat pahala atas perbuatannya itu tetapi yang tidak mengerjakannya pun tidaklah berdosa dan tayammumnya tetap dipandang sah. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 144-146) Perkara-perkara Yang Membatalkan Tayammum 1) Perkara yang membatalkan wudu':

Tayammum terbatal oleh segala apa yang membatalkan wudu' dan mandi kerana tayammum adalah gantian kepada keduanya. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 604) Jika bertayammum seseorang yang sudah dianggap sah kerana memenuhi syaratsyaratnya, lalu dia berhadas, maka batallah tayammumnya. Ini adalah kerana tayammum itu bersuci yang dapat menyenangkannya melakukan solat, jadi tayammum itu terbatal dengan sebab berhadas sebagaimana yang berlaku pada wudu'. Batalnya ini tidak dibezakan antara tayammum dengan sebab ketiadaan air atau tayammum ketika ada air seperti tayammum bagi orang yang sakit. (Imam Taqiyudddin Abu Bakar b. Muhammad al-Husaini.1993: 128) Sungguhpun begitu, jika seseorang itu bertayammum kerana berhadas besar kemudian terbatal tayammumnya tidak akan mengembalikannya kepada hadas besar, akan tetapi dia hanya dianggap orang yang berhadas kecil. Maka harus baginya membaca alQuran, masuk ke masjid dan diam di dalamnya. (Al-Juzairi, Abdul Rahman. 1411H/1990: 165) Akan tetapi wajib baginya mandi apabila sudah ada air atau bila telah hilang sebab uzur yang membolehkannya tayammum. Dalam pada itu, golongan Malikiyyah mengatakan, jika orang yang bertayammum dari janabah itu berhadas kecil, maka batallah tayammumnya dari hadas kecil dan hadas besar sekaligus. Disebabkan itu, haramlah bagi orang itu melakukan segala apa yang haram dilakukan oleh orang yang junub sehingga ia mengulangi tayammumnya lagi. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 148) 2) Hilangnya kesulitan yang mengharuskan tayammum: Di antara yang membatalkan tayammum ialah hilangnya kesulitan atau keuzuran yang menjadi penyebab boleh bertayammum seperti beredarnya musuh atau binatang buas, hilangnya kesakitan dan kesejukan, adanya alat yang boleh menyampaikan pada air dan terlepas dari tahanan atau penjara yang tidak terdapat air padanya. Ini kerana apa yang mengharuskan tayammum kerana uzur akan membatalkan tayammum itu kerana hilangnya keuzuran. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 604) 3) Melihat air dan sanggup memakai air: Sekiranya seseorang bertayammum kerana tidak ada air, kemudian mereka melihat air seumpama turun hujan sebelum mereka solat maka batallah tayammum tersebut. (Abu Muhammad. t.th: 196) Ini berdasarkan hadis Abu Zarr r.a: (Riwayat Abu Daud, (b) 313: 205-206) Maksudnya: " Tanah yang baik itu alat bersuci bagi orang Islam, sekalipun tidak engkau perolehi air sepuluh tahun lamanya. Maka jika engkau telah mendapat air, hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulit engkau, kerana yang demikian itu lebih baik bagi engkau. " Dalam hal ini telah berkata Nafi': (Al-Siddieqy, Prof. Dr. T.M. Hasbi. 1980: 561) " Ibnu 'Umar telah bertayammum di tempat yang jauhnya dari Madinah kira-kira satu

atau dua batu sahaja dan bersolat Asar. Kemudian tibalah beliau ke Madinah sedangkan hari masih terang, beliau tidak mengulangi lagi solat Asarnya itu." Melihat air atau sanggup memakai air yang memadai walaupun satu kali menurut golongan Hanafiyyah manakala menurut golongan Malikiyyah dan Hanabilah asal melihat atau menemukan air walaupun tidak memadai untuk wudu' atau mandi sudah membatalkan tayammum. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 91) Maka, apabila seseorang itu melihat atau mendapatkan air sesudah bertayammum tetapi masih belum solat wajiblah atasnya berwudu' untuk bersolat menurut pendapat para Fuqaha'. (Al-Siddieqy, Prof. Dr. T.M. Hasbi. 1980: 560) Jika seseorang bertayammum kerana sakit atau seumpamanya, bukan kerana ketiadaan air lalu melihat air tidaklah batal tayammumnya. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 63) 4) Habis waktu solat: Hanabilah telah memberi tambahan dalam perkara yang membatalkan tayammum iaitu habis waktu solat, kerana tayammum dilakukan untuk solat. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 91) Maka terbatal tayammum itu secara mutlak samada disebabkan hadas besar, atau terdapat najis dibadannya melainkan solat jumaat yang tidak membatalkan tayammum apabila habis waktu. (Al-Juzairi, Abdul Rahman. 1411H/1990: 165-166) 5) Murtad (riddah): Orang yang murtad atau keluar dari agama Islam membatalkan tayammumnya menurut golongan Syafi'iyyah. Ini adalah kerana tayammum itu untuk membolehkan solat, dan keharusan solat dengan tayammum itu tidak ada lagi disebabkan riddah. Masalah ini berlainan dengan masalah wudu' dan mandi junub, kerana wudu' dan mandi junub itu melenyapkan hadas, bukan untuk membolehkan solat sahaja. Perlu ditegaskan juga bahawa semua amal ibadat yang dikerjakan oleh orang yang murtad itu telah tersia-sia belaka, dan tidak diterima Allah S.W.T. demikian pula hilang pahalanya, sedangkan tayammum itu termasuk di bawah amal ibadat. (Abu Muhammad. t.th: 198) Akan tetapi bagi golongan Hanafiyyah dan yang lain tidak membatalkan tayammum disebabkan murtad seperti halnya pada persoalan wudu'. (Dr. A. Rahman Ritonga, Dr. Zainuddin Tanjung. 1999: 91) 6) Tempoh yang panjang antara tayammum dan solat: Tayammum terbatal dengan adanya tempoh yang panjang di antara tayammum dan solat menurut golongan Malikiyyah kecuali yang lainya. Ini adalah kerana menurut mereka muawalat (berturut-turut) di antara tayammum dan solat adalah rukun tayammum. (Dr. Wahbah al-Zuhaili. 1984 : 606) Kaifiat Tayammum 1. Kaifiat tayammum dalam keadaan biasa

Kaifiat tayammum haruslah dilakukan mengikut fardhu yang telah digariskan oleh para Fuqaha'. Dengan ini haruslah diketahui cara-cara dan kaedah yang betul sebelum seseorang itu melakukan amalan tayammum di samping mengenalpasti kebolehan untuknya bertayammum itu memenuhi segala syarat atau sebaliknya. Harus diketahui juga bahawa cara bertayammum untuk hadas besar adalah sama caranya dengan tayammum untuk hadas kecil manakala kadar yang dapat dikerjakan dengan sekali tayammum itu ialah satu perkara wajib (fardhu) dan beberapa perkara sunat. Berikut ini adalah kaifiat-kaifiat untuk bertayammum: i. Membaca Basmalah sambil meniatkan untuk mengharuskan solat, tawaf, menyentuh al-Quran atau sebagainya yang dimaksudnya dengan tayammum. ii. Kemudian menepuk dua tapak tangan ke debu dengan jari terbuka. Setelah ditiup atau dilaga-lagakan kedua-dua tangan untuk menipiskan debu-debu yang melekat padanya, lalu disapukan ke muka sekali saja. Niat mestilah dilakukan pada permulaan memindahkan tanah ke tapak tangan dan hendaklah berkekalan hingga menyapu sebahagian daripada muka sebagaimana pendapat Syafi'iyyah. Lafaz niat iaitu: Maksudnya: " Sahaja aku bertayammum kerana mengharuskan fardhu solat kerana Allah Taala". Cara menyapu muka adalah dengan menyapu bahagian atas muka lalu meluncurkan ke bawah manakala kawasan muka ialah dari gigi rambut ke bawah dagu dan dari telinga kanan ke telinga kiri sebagaimana dalam wudu'. Bezanya ialah, jika dalam wudu' wajib menyampaikan air ke celah-celah janggut atau misai yang tebal, maka dalam tayammum hal itu tidak diwajibkan menurut mazhab yang kuat kerana sukar. (AlHusaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 124) Kemudian tapak tangan itu ditepuk-tepukkan terlebih dahulu untuk membuang debu musta'mal (yang telah digunakan) yang masih melekat ditangan. iii. Selepas itu ditekap sekali lagi pada debu tadi untuk kali kedua lalu ditipiskan dengan meniup atau meneguh kedua-dua tangan. Kemudian tapak tangan kanan menyapu tangan kiri hingga ke siku, sementara tapak tangan kiri menyapu tangan kanan hingga ke siku. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 62) Cara menyapu tangan adalah dengan menyapu tangan kanan dengan meletakkan jari tangan kiri selain ibu jari ke bawah jari tangan kanan. Kemudian dilurutkan jari-jari tangan kiri hingga ke pergelangan tangan kanan dan digenggam sedikit dan dilurutkannya pula hingga ke siku. Seterusnya dipusingkan tapak tangan ke bahagian dalam siku dan lurutkan ke hadapan sehingga ke pergelangan tangan dan kedudukan ibujari dalam keadaan terangkat. Seterusnya melurut ibu jari kiri di belakang ibu jari kanan dan begitulah sebaliknya dengan menyapu tangan kiri. Seandainya ditengah-tengah mengusap anggota tayammum dia terangkat tangannya kemudian dikembalikan semula, hukumnya boleh menurut qaul yang rajih dan tidak perlu mengambil tanah lagi. (Al-Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar b. Muhammad. 1414H/1993: 126) iv. Tertib, iaitu mendahulukan menyapu muka, kemudian baru menyapu kedua tangan hingga dua siku. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 59-60) Manakala menurut golongan Hanafiyyah dan Malikiyyah bahawa tertib itu hukumnya sekadar sunat, bukan rukun. (Ar-Rahbawi, 'Abdul Qadir. 1994: 144)

2. Kaifiat tayammum bagi pesakit berbalut Bagi orang yang berhadas besar atau kecil yang hendak berwudu' atau mandi janabah, padahal ada anggotanya yang tidak boleh terkena air, sebagai ganti anggotanya yang demikian itu hendaklah ia menyampaikan serta meratakan air ke seluruh anggota tubuh badannya yang lain, kecuali anggota yang tidak boleh terkena air itu. Kaedahnya ialah samada bertayammum dahulu kemudian membasuh anggota-anggota yang lain atau membasuh anggota-anggota yang lain dahulu kemudian baru bertayammum. Kedua-dua cara ini boleh dilakukan kerana tiada disyaratkan tertib bagi mengangkatkan hadas besar, sebabnya hukum seluruh badan adalah seperti satu anggota sahaja. Bagi orang yang berhadas kecil yang hendak mengangkat hadasnya padahal ada anggotanya yang tidak boleh terkena air, sebagai ganti anggotanya yang demikian itu hendaklah ia bertayammum. Apabila sampai membasuh anggota yang tidak boleh terkena air itu kerana mengikut tertib. Jika sekiranya ada dua anggota wudu' yang tidak boleh terkena air, maka wajib ia bertayammum dua kali. Jika sekiranya ada tiga anggota wudu' yang tidak boleh terkena air itu, maka wajib bertayammum tiga kali. Tetapi jika keempat-empat anggota wudu' kesemuanya tidak boleh terkena air, maka hanya satu tayammum sahaja yang wajib sebagai ganti daripada wudu'nya. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 63-64) Sebagai contoh dikemukakan 2 jenis keadaan sakit yang berlainan beserta cara yang betul untuk bertayammum: Contoh pertama: Terdapat luka di tangan: i. Mula-mula hendaklah dibasuh muka, kemudian bertayammum sebagai ganti membasuh tempat luka itu. Kemudian membasuh bahagian tangan yang tidak luka, lalu menyapu sebahagian kepala. ii. Atau mula-mula hendaklah dibasuh muka, kemudian ia membasuh bahagian tangan yang tidak luka kemudian ia bertayammum sebagai ganti membasuh tempat luka. Kemudian menyapu kepala, tidak sah jika ia mendahulukan tayammum sebagai ganti membasuh anggota tangan yang luka itu dengan mengkemudiankan tayammum sebagai ganti membasuh anggota tangan yang luka dengan mendahulukan pula menyapu sebahagian daripada kepala, kerana tidak ada tertib dalam pekerjaan yang demikian itu. Contoh kedua: Luka di tangan dan kaki. i. Mula-mula hendaklah dibasuh muka dengan air, kemudian bertayammum dan membasuh anggota tangan yang baik; ataupun membasuh anggota tangan yang baik dan bertayammum kemudiannya. Kemudian menyapu sebahagian daripada kepala dengan air dan selepas itu bertayammum lagi dan membasuh anggota kaki yang baik; ataupun membasuh anggota kaki yang baik dan bertayammum kemudiannya. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 64)

Hikmat Bertayammum 1. Tayammum suatu rahmat Allah kepada hambaNya Di antara kelebihan Allah S.W.T ke atas umat Islam ialah mengangkatnya daripada kesempitan dan kesusahan dalam segenap aspek, dan meringankan daripadanya pula. Keringanan dan mengangkat kesempitan di dalam tanggungjawab Syari'e amat jelas bagi setiap muslim. Maka tidaklah suatu tanggungjawab itu merupakan bebanan, atau suatu perintah daripada urusan syariat pula menyusahkan manusia untuk melaksanakannya, melainkan terdapatnya rahmat dan keringanan daripada Allah S.W.T yang mengangkat bebanan itu seluruhnya. Hal ini dapat dilihat sebagaimana solat adalah dikecualikan kepada perempuan yang didatangi haid dan nifas, puasa dikecualikan kepada orang sakit yang berpanjangan, ibadat haji tidak diwajibkan kepada yang tidak berkemampuan, peperangan dikecualikan kepada orang sakit, lemah, buta dan sebagainya. Perkara ini dapat juga didapati dengan keringanan suatu tanggungjawab mengikut kadar kemampuan dan kudrat seseorang tanpa adanya masyaqqah (kesusahan) seperti orang yang lemah untuk bersolat sambil berdiri dibenarkan solat dalam keadaan duduk, harus mengqasar dan menjamakkan solat bagi musafir dan diharuskan juga berbuka puasa di bulan ramadhan dan diqadha' puasa itu selepasnya. Sebagaimana firman Allah S.W.T: (Al-Baqarah: 185) Maksudnya: " Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tiada menghendaki kesukaran". Firman Allah S.W.T: (An-Nisa': 28) Maksudnya: " Allah menghendaki supaya meringankan bagimu (peraturan agama), kerana manusia itu dijadikan dalam keadaan lemah". Dengan demikian, ibadat tayammum yang sampai perintahnya untuk memukul ke atas tanah untuk disapu ke muka dan dua tangan adalah sebagai ganti wudu' dan mandi janabah apabila didapati bersih. (Al-Syeikh Hassan Ayub. 1422H/2002 : 61) Ia merupakan suatu rukhsah (kemudahan yang diberi oleh Syara') bagi orang yang tidak boleh menggunakan air kerana sakit atau dalam musafir, atau kerana tidak ada air, atau sukar untuk mendapat air. Hadis Baginda Rasulullah S.A.W yang diriwayatkan daripada Jabir r.a: (Riwayat Abu Daud, (b) 336: 239) Maksudnya: " Kami telah keluar mengembara maka salah seorang daripada kami terkena batu, lalu luka kepalanya, kemudian ia bermimpi jimak maka ia bertanya kepada para sahabatnya: Adakah kamu dapati jalan yang memberi kemudahan kepadaku untuk

bertayammum? Mereka menjawab: Kami tidak dapati jalan untuk memberi kemudahan kepada engkau, sedang engkau masih boleh menggunakan air. Kemudian dia mandi yang menyebabkan dia mati. Kemudian ketika kami sampai kepada Nabi S.A.W. diceritakan peristiwa itu kepada Baginda, lalu Nabi S.A.W. bersabda: Mereka bunuh dia, Allah akan membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya ketika mereka tidak tahu. Sesungguhnya ubat keraguan (kebodohan) itu ialah bertanya. Sebenarnya sudah memadai (sudah cukup) ia bertayammum sahaja dan membalut lukanya. Kemudian disapunya dengan air di atas pembalut lukanya tadi dan membasuh semua badannya yang lain." Nas-nas tersebut merupakan dalil bahawa tayammum itu suatu rukhsah (kemudahan) yang dikurniakan Allah bagi orang yang mengalami kesukaran untuk melaksanakan urusan agama. Kemudahan ini ialah kerana Allah S.W.T tidak memberatkan dan membebankan hamba-Nya dalam melaksanakan urusan tersebut di luar kemampuan mereka.(Abu Muhammad. t.th: 182-185) Firman Allah S.W.T lagi: (Al-Hajj: 78) Maksudnya: " Dan Dia (Allah) menjadikan kamu menanggung sesuatu keberatan dan susah payah dalam perkara agama." Hikmat bertayammum ini termasuk dalam bahagian hikmat ta'abbudi, iaitu perbuatan yang tidak diterangkan tuhan hikmatnya, hanya yang dapat diketahui orang sematamata syaratnya sahaja, iaitu agar solat jangan sampai ditinggalkan dengan sebab ketiadaan air, padahal ketiadaan air itu hanya buat sementara waktu sahaja. Maka dengan mudah sekali orang mencari alasan untuk meninggalkan solat. Padahal menurut hukumnya, solat tidak boleh samasekali ditinggalkan dalam keadaan macam mana sekalipun. Di sini juga, terdapat dua hikmat yang terbesar amalan bertayammum: i. Menghinakan diri yang condong kepada kejahatan dengan meletakkan tanah ke muka anggota yang paling mulia. ii. Menyatakan kemuliaan, syariat Nabi Muhammad S.A.W. yang mana tayammum itu tidak dilakukan di masa umat-umat yang terdahulu. (Hj. Osman b. Jantan. 1983: 65) Kesimpulan Melalui penjelasan yang telah dinyatakan di dalam bab ini, dapatlah kita fahami bahawa amalan tayammum merupakan antara ibadat yang penting sepertimana juga ibadatibadat lain yang menjadi kefardhuan kepada umat Islam. Ini adalah kerana Allah S.W.T telah menggariskan mengenai syariat bertayammum di dalam al-Quran dan Hadis dengan sejelas-jelasnya yang mana ia sebagai suatu kemudahan bagi umatNya dalam melaksanakan perintahNya. Ini seterusnya membuktikan kasih sayang yang ditunjukkan oleh Allah S.W.T kepada hambaNya yang beriman dan beramal soleh.

5. http://paksuhashim.com/sifat-sifat-mahmudah/ Asalamualaikum.sahabat sekelian.kali ini kita berkongsi satu lagi ilmu.Mungkin sahabat semua dah tahu.Oleh itu.mari sama sama kita ingatkan kembali. Iaitu sifat Mahmudah atau sifat terpuji yang sepatutnya kita sebagai orang beriman memilikinya. 1) Taubatiaitu keazaman untuk meninggalkan segala kesalahan dan dosa dosa yang telah dilakukan. Allah s.w.t. berfirman yang bermaksud, Sesungguhnya Allah amat menyukai orang-orang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Surah Al-Baqarah ayat 222) 2) Khauf Khauf bererti takut akan Allah s.w.t., iaitu merasa gementar dan gerun akan kekuatan dan kebesaran Allah s.w.t. serta takutkan kemurkaanNya dengan mengerjakan segala perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya.Firman Allah maksudnya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan kamu menyerah diri ( kepada Allah s.w.t ).( Surah Ali Imran ayat 102 ) 3) Zuhudmerupakan sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang mengaku mukmin. Zuhud juga hendaknya menjadi gaya hidup umat Islam walau di manapun ia berada. Zuhud bukanlah meninggalkan kenikmatan dunia, bukan bererti mengenakan pakaian yang lusuh,dan bukan bererti miskin.Zuhud juga bukan bererti hanya duduk di masjid, beribadah dan beribadah saja tanpa melakukan kegiatan-kegaiatan lainnya. Zuhud adalah kemampuan kita dalam menjaga hati dari godaan serta tipu daya kemewahan dunia tanpa meninggalkannya. Dengan pengertian yang lebih luas, zuhud merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi.Mereka tetap bekerja dan berusaha, namun kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hatinya dan tidak membuatnya meninggalkan mengingati Allah walau sesaatpun. Kita beramal shaleh, memakmurkan bumi dan bermuamalah, namun di saat yang sama hati kita tidak tertipu. Kita meyakini sepenuhnya bahwa kehidupan akhiratlah yang menjadi tujuan utama. 4) Sabariaitu menahan diri dari keluh kesah pada sesuatu yang tidak kita sukai.Juga tidaklah kita terlampau mengadu ngadu pada selain Allah serta hendaklah sabar kita dalam menahan diri pada meninggalkan setiap tegahanNya. 5) Syukuriaitu rasa berterima kasih,mengaku dan memuji setiap nikmat yang telah diberikan Allah dan kita gunakanlah pada jalan Allah. 6) Ikhlashendaklah menumpukan sepenuhnya niat pada ibadah semata kerana Allah. 7) Tawakkalialah meletakkan pergantungan hanya pada Allah setelah berazam dan diikuti dengan usaha..sebagai umat Islam yang taat kepada Allah, maka berusahalah dengan kekuatan, tenaga dan ilmu yang dikurniakan oleh Allah, selarikan berusaha, berdoa dan bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal,supaya Allah memudahkan dan memberikan kejayaan atau hasil segala usaha kita.Allah s.w.t berfirman yang bermaksud: Dan (ingatlah),sesiapa yang berserah diri bulat -bulat

kepada Allah, maka Allah cukupkan baginya (untuk menolong dan menyelamatkannya).(Surah al-Thalaq ayat 3). B) Redhaiaitu menerima dengan rasa senang dengan apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) mahupun qada atau sesuatu ketentuan daripada Allah s.w.t. 9) MahabbahIaitu kasihkan Allah subhanahu wataala dengan mengingatiNya dan dengan segera melakukan segala perintahNya dan berusaha mendampingkan diri kepada Allah dengan ibadah ibadah sunat dan bersungguh-sungguh menghindari maksiat serta perkara-perkara yang membawa kemarahanNya. 10)Mengingati Matiiaitu merasai hidup di dunia ini adalah sementara dan di hari akhiratlah kehidupan yang kekal abadi.

6 http://halaqah.net/v10/index.php?topic=4050.0 QUDWATUN HASANAH MUQADDIMAH Akhlak merupakan suatuelemen penting dalam kehidupan muslim yang mu'min.Nabi pernah bersabda yang maksudnya, "Hanya sanya aku dibangkitkan untuk melengkapkan akhlak yang mulia". Dalam ilmu pengajian Islam, ada tigaelemen atau disiplin ilmuyang menjadi pelengkap agama iaitu Aqidah,Syariat dan Akhlak. Aqidah itu diwakili oleh ilmu usuluddin,syariat pula diwakili oleh ilmu fiqh , manakala akhlak pula diwakili oleh ilmu tasawwuf. Ketiga-tiga elemen ini tidak boleh dipisahkan bagi membentuk peribadi mu'min sejati sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim daripada Ibnu Umar yang bermaksud: Sedang kami duduk di dalam majlis bersama Rasulullah SAW pada suatu hari, tiba-tiba mucul di dalam majlis itu seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, berrambut terlalu hitam, tiada kesan bahawa ia seorang musafir, dan tiada antara kami yang mengenalinya, lalu duduk ia bersama Rasulullah SAW, dan ditemukan kedua lututnya dengan kedua lutut Rasulullah SAW serta diletakkan kedua tapak tangannya ke atas kedua paha Rasulullah SAW, lalu berkata : Sipemuda : Khabarkan aku tentang Islam ? Rasulullah : Islam, iaitu hendaklah mengucap syahadat - bahawa tiada Tuhan melainkan Allah Ta'ala dan bahawasanya Muhammad itu Rasulullah, dan hendaklah bersembahyang, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah apabila berdaya ke sana.

Sipemuda : Benar katamu. ( Berkata Umar r.a : Kami merasa hairan kepada tingkah laku sipemuda itu, dia yang bertanya dan dia pula yang mengiyakannya ) Sipemuda : Khabarkanlah kepada ke tentang Iman ? Rasulullah : Hendaklah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-MalaikatNya, KitabKitabNya, Rasul-RasulNya, Hari Akhirat dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir Allah yang baikNya atau yang burukNya. Sipemuda : Benar katamu ! Khabarkanlah kepadaku tentang Ihsan ? Rasulullah : Hendaklah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya. Sekiranya engkau tidak dapat melihatNya sesungguhnya Allah sentiasa dapat melihat engkau. Sipemuda : Khabarkan padaku tentang hari kiamat ?. Rasulullah : Tiadalah orang yang ditanya itu lebih mengetahui dari orang yang bertanya. Sipemuda : Khabarkan padaku tentang tanda-tandanya ? Rasulullah : Apabila hamba perempuan melahirkan tuannya sendiri ; Apabila engkau melihat orang yang berkaki ayam, tidak berpakaian, pengembala kambing ( berbangga ) membina bangunan yang tinggi-tinggi. ( Kemudian beredar keluar sipemuda itu dari majlis tersebut ) : Rasulullah : Tahukan anda wahai Umar siapakah pemuda yang menyoal kau tadi ? Umar Al-Khattab : Allah dan RasulNya jua yang mengetahui. Rasulullah : Itulah Jibril a.s yang telah mendatangi aku untuk mengajarkan kamu pelajaran agama kamu. Hadis di atas membicarakan tentang Rukun Islam, Iman, pengertian Ihsan dan tandatanda kiamat. Imam Nawawi berpendapat hadis ini menjadi dalil yang mutawatir tentang keseluruhan agama Islam itu sendiri. Apa yang ingin dikaitkan ialah Islam itu merupakan Syariat, Iman itu adalah aqidah manakala Ihsan itu merupakan Akhlak. Maka kesempurnaan Islam itu wajib mengandungi ketiga-tiga elemen tersebut. ASAS-ASAS KELAKUAN DAN ADAB MU'MIN Setiap sesuatu yang hendak dibina mestilah ada asasnya.Maka asas kepada pembentukan adab dan kelakuan seorang muslimialahempat buah hadis nabisebagaimana yang disebutkan oleh Imam Qairawani, seorang Ulama' besar dalam mazhab Maliki. 1.Dari Abu Hurairah r.a katanya: " Telah bersabda Rasulullah SAW : " Sebaik-baik Islam seseorang itu adalah peninggalannya tentang apa yang tiada kena mengena dengannya.

Asas pertama ialah kita hendaklah meninggalkan perkara-perkara yang tiada kena mengena dengan kita sebagai muslim. perkara yang tiada kena mengena dengan kita ialah segala perkara yang haram dan makruh di sisi agama.Manakalasegala perkara yangberkaitan dengan kita ialah perkara yang menjadisuruhan Allah baik berupa perkara wajib mahupun sunat. Adapun perkara harus itu hendaklah kita berhati-hati dengannya kerana boleh jadi ia berkaitan dengan kita dan boleh jadi ia tidak berkaitan dengan kita. Umpamanya, hiburan nyanyian ituharus hukumnya di sisi Islam tetapi ia boleh membawa makruh dan haram sekiranya tidak penuhi syarat-syaratnya.Malah, ulama' berpendapat bahawa orang yang sudah terbiasa dengannyanyian itu tidaklah bolehditerima penyaksiannyadi mahkamah syari'ah. Maka kesimpulannya, Al Qur'an dan As Sunnah lah yang menjadi kayu ukur sama ada sesuatu itu ada kena mengena dengan kita atau tidak. 2.Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik r.a, khadam kepada Rasulullah SAW, bersabda Nabi SAW : Tiada beriman sesaorang kamu, sehinggalah ia mencintai bagi saudaranya sama seperti ia menyintai bagi dirinya sendiri. Asas kedua yang hendak dibincangkan ialah berkenaan cara berkasih sayang dan bercinta sesama manusia dalam Islam. Hadis di atas menekankan bahawa tanda kesempurnaan iman seseorang Muslim itu ialah dia menyayangi sesuatu yang ada pada saudaranya sebagaimana ia menyayangi sesuatu yang ada pada dirinya sendiri. Sebagai contohnya, sekiranya kita sayangkan kesihatan diri kita, jaga diri kita supaya sentiasa sihat, maka begitu juga kita hendaklah merasakan bahawa saudara seislam dengan kita pun patut menjaga kesihatan. begitu juga kalau kita sayang anak kita dan mahu mereka berjaya di dunia dan akhirat, samalah dengan saudara seIslam dengan kita. Dalam hadis yang lain ada menyebutkan yang maksudnya,"seorang muslim itu kepada seorang muslim yang lain, bagaikan binaan bangunan, saling memerlukan antara satu sama lain." Begitu juga dengan hadis yang membuat perumpamaan orang muslim itu seumpama satu badan, sekiranya satu anggota sakit, maka anggota lain turut merasakan kesakitan itu. Namun begitu, cinta dan sayang kita kepada apa yang ada pada diri kita ataupun yang ada pada saudara kita haruslah tidak melebihi cinta kita kepada Allah dan Rasulnya kerana ia boleh membawa murtad sekiranya kita ucap atau iktiqad begitu.

3.Dari Abu Hurairah r.a, bahawasanya Rasulullah SAW bersabda : " Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah berkata yang baik atau berdiam diri... ." Asas yang ketigaialah bercakapdengan perkataan yang baik ataupun diam sahaja. Seorang muslim sejatihendaklah sentiasa menjaga kata-katanya agar tidak terkeluar daripada batas-batas syari'at. Ini kerana kata-kata yang terkeluar daripada batas syara' boleh menyebabkan seseorang itu mendapat kemurkaan Allah dan lebih teruk lagi, boleh menyebabkan aqidah tergadai!!! Itu yang melibatkan dosa besar, sedangkan dosa kecil yang melibatkan perkataan pun Nabi larang. 4.Dari Abu Hurairah r.a, bahawasanya ada seorang telah berkata kepada Nabi SAW : " Nasihatilah kepadaku ! " Dijawab oleh Nabi SAW : " Jangan marah! " Orang itu berulangkali meminta supaya dirinya dinasihati, maka tetap Rasulullah SAW mengatakan : " Jangan marah ! " Asas yang keempat ialah menahan diri daripada perasaan marah. Suka marah adalah salah satu sifat mazmumah(terkeji). Ia merupakan ajaran syaitan kerana marah itu sifatnya panas dan panas itu sifat api. Maka cara untuk memadamkan api ialah dengan air. Apabila seseorang itu terasa ingin marah, maka nabi mengajar kita agar berwudhu' supaya hati yang ingin atau sedang marah disejukkan oleh air wudhu'. Marah tidak mendatangkan manfaat kepada kita bahkan ia membawa kepada permusuhan dan dendam kesumat. Jadi, seorang muslim sejati hendaklah mengawal emosinya agar tidak mudah marah dan menggantikannya dengan sifat sabar, salah satu sifat mahmudah(terpuji). Adapun marah kerana agama, maka ia adalah dituntut. Contohnya, kita marahkan anak kita kerana tidak menunaikan solat.Maka perbuatan itu adalah bertujuan untuk mendidik. Hendaklah kita membezakan antara marah kerana emosi dengan marah kerana mendidik. http://fadzilahharon.blogspot.com/2010/02/r-asul-adalah-manusia-dan-lelaki-yang.html SIFAT WAJIB BAGI RASUL Rasul adalah manusia dan lelaki yang diwahyukan oleh Allah kepadanya dengan syarak dan disuruh menyampaikan kepada umatnya. Rasul mempunyai sifat yang paling sempurna di kalangan manusia. Mereka juga adalah lelaki yang merdeka, sempurna akal, ilmu, kejadian dan perangainya. Ini kerana mereka bukan sekadar menyampaikan wahyu sahaja tetapi juga menjadi contoh kepada manusia.

Para rasul adalah manusia istimewa pilihan Allah yang membawa ajarannya. Mereka dididik dan dipelihara oleh Allah daripada melakukan kejahatan dan kakejian, supaya mereka benar-benar layak memimpin manusia dengan ajaran-ajaran Allah S.W.T. Allah menyebut dalam surah Ali Imran ayat 33 yang bermaksud:"Sesungguhnya Allah Telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),"

Allah berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w. dalam surah al-Qalam ayat 4, maksudnya: "Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung."

Beriman kepada Rasul adalah salah satu daripada Rukun Iman, dan ia merupakan Rukun Iman yang keempat. Allah S.W.T. mengutuskan rasul kepada manusia adalah untuk memenuhi keperluan penting bagi manusia dalam kehidupan mereka menurut fitrah yang sebenar. Setiap jalan yang sebenar pada setiap zaman mesti mengikut apa yang diwahyukan oleh Allah kepada rasul-Nya. Ibnu Qayyim berkata, Sesungguhnya tidak ada jalan kebahagiaan dan kemenangan di dunia dan di akhirat melainkan apa yang ada pada rasul-rasulnya. Tidak ada jalan bagi mengetahui perbezaan antara baik dan jahat secara terperinci melainkan daripada mereka. Kita tidak akan mencapai keredhaan Allah melainkan melalui ajaran mereka. Mereka adalah neraca penentu yang sebenarnya bagi menimbang ucapan kata-kata, amalandan akhlak. Allah memilih di kalangan hambanya segolongan manusia yang dijadikan contoh kemuliaan dan kesempurnaan sifat manusia.Mereka yang layak membawa petunjuk daripada Allah serta memimpin manusia kea rah kebahagiaan. Allah memilih para nabi dan rasul dengan ilmunya yang tidak terhingga dan di bawah hidayahnya. Allah memuliakan mereka dengan sifat kenabian yang melayakkan mereka menjadi pemimpin dalam urusan agama dan dunia. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam surah al-Anbiyaa ayat 73, maksudnya: "Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah,"

7. http://www.rakanmasjid.com/artikel/25-lain-lain/519-kelebihan-solat-berjemaah.html Pengertian solat jemaah Solat jemaah ialah solat beramai-ramai yang sekurang-kurang bilangannya selain daripada solat fardhu Jumaat ialah 2 orang. Seorang menjadi imam dan seorang menjadi makmum. Semakin ramai bilangan jemaah maka semakin besar pula fadhilat pahalanya.

Solat jemaah adalah berlainan hukumnya menurut jenis solat yang dikerjakan, iaitu: 1. Fardhu ain pada solat Jumaat; 2. Fardhu kirayah pada solat fardhu lima waktu; dan 3. Sunat pada solat jenazah dan solat-solat sunat yang disunatkan berjemaah padanya, seperti solat dua hari raya, solat gerhana bulan dan matahari, solat minta hujan, solat terawih dan solat witir pada bulan Ramadhan. Tuntutan berjemaah pada solat fardhu Tuntutan berjemaah pada solat 5 waktu yang selain daripada solat fardhu Jumaat, pada pendapat yang masyhur dan paling sohih menurut Imam an-Nawawi adalah tuntutan fardhu kifayah yang diwajibkan bagi orang-orang lelaki yang berakal, baligh, bermukim, mempunyai pakaian menutup aurat dan tidak mempunyai apa-apa keuzuran syarie. Jadi bererti apabila sesebuah kampung atau mukim mendirikan solat jemaah di tempat yang dikira menzahirkan syiar Islam seperti di masdjid atau surau, maka gugurlah dosa atas orang-orang kampung atau mukim yang tidak hadir bersolat jemaah. Tetapi sekiranya tidak didirikan solat jemaah maka semua penduduk kampung atau mukim itu berdosa. Dalil tentang amat kuatnya tuntutan berjemaah itu ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, bahawa, Rasulullah s.a.w pernah mengancam untuk membakar rumah orang yang meninggalkan solat berjemaah. Imam Muslim pula meriwayatkan hadith daripada Abu Hurairah r.a: Ada seorang lelaki buta telah datang mengadu kepada Nabi s.a.w bahawa dia tidak mempunyai orang yang boleh memimpinnya pergi ke masjid. Oleh itu dia mengharapkan Baginda memberi kelonggaran kepadanya untuk bersolat di rumahnya. Pada mulanya Baginda telah membenarkannya, tetapi kemudiannya Baginda menarik balik kebenaran tadi setelah Baginda mengetahui bahawa si buta tadi dapat mendengar seruan azan solat yang dikumandangkan di masjid. Fadhilat (kelebihan) solat berjemaah Fadhilat solat berjemaah amat besar sekali berbanding dengan solat bersendirian. Sabda Nabi s.a.w yang bermaksud: Solat berjemaah melebihi solat bersendirian dengan 27 darjat (atau 27 kali ganda). (Hadith riwayat al-Bukhari dan Muslim) Sebenarnya fadhilat solat berjemaah adalah bertali arus, sambung menyambung, mengembang dan membesar. Orang yang bersolat jemaah bukan sahaja mendapat setakat 27 darjat, malah dia akan mendapat banyak fadhilat dan keuntungan

sampingan lain lagi semasa dia berulang alik ke masjid dan semasa dia berada dalam masjid. Selepas ini insya-Allah akan diterangkan fadhilat-fadhilat tersebut untuk menjadi dorongan kepada kita semua agar cintakan solat berjemaah. http://www.sabah.edu.my/skpgsh/ksj.html KELEBIHAN SOLAT JEMAAH Kelebihan Solat Berjamaah Dari Pandangan Seorang Bukan Islam Diceritakan bahawa seorang profesor dalam bidang fizik di sebuah universiti di Amerika Syarikat, telah membuat satu kajian tentang mengapa disyariatkan solat berjamaah di dalam Islam dan kelebihan solat berjamaah tersebut dalam kehidupan umat Islam. Menurut profesor itu, tubuh badan kita (manusia) terdiri daripada dua cas elektrik iaitu cas positif dan cas negatif. Dalam perjalanan hidup manusia setiap hari, semasa kita bekerja, beriadah atau berehat, kita banyak menggunakan tenaga dan dalam proses ini banyak berlaku pertukaran cas-cas positif dan negatif yang menyebabkan ketidahseimbangan cas-cas tersebut di dalam tubuh badan kita. Ini menyebabkan kita merasa letih dan lesu apabila kita selesai menjalankan aktiviti-aktiviti harian kita. Cas-cas ini perlu diseimbangkan semula untuk memulihkan tubuh badan kita ke keadaan normal supaya kita kembali segar dan dapat menjalankan aktiviti-aktiviti lain tanpa gangguan. Berbalik kepada kaitan solat berjamaah, timbul satu persoalan di minda profesor ini mengapa dalam Islam, disyariatkan, malah sehingga ke peringkat diwajibkan bersolat secara berjemaah, dan mengapa solat lima waktu yang didirikan oleh orang Islam mempunyai bilangan rakaat yang tidak sama ( Zohor - 4 rakaat, Asar 4 rakaat, Maghrib - 3 rakaat, Isya - 4 rakaat, Subuh - 2 rakaat). Dari kacamata beliau, sebagai seorang bukan Islam yang mempunyai ilmu yang tinggi dalambidang berkaitan, beliau lalu menjalankan kajian tentang perkara ini dan mengaitkannya dengan aktivit-aktiviti harian kita yang memerlukan pemulihan cas-cas positif/negatif tadi. Pertama sekali beliau mengkaji kaitan jumlah rakaat dengan solat berjamaah dan fungsinya dalam pemyeimbangan cas-cas di dalam badan kita. Semasa kita melakukan solat berjamaah, kita disyariatkan supaya meluruskan dan merapatkan barisan (saf), bahu bertemu bahu dan tumit bertemu tumit. Dalam bergeseran tubuh kita dengan tubuh jamaah lain yang berada di kira dan kanan kita, tubuh kita mengeluarkan cas-cas yang berlebihan dan cas-cas ini akan ditarik oleh cas yang berlawanan dalam tubuh badan rakan kita. Jamaah lain juga akan mengeluarkan cas-cas dari tubuh badan mereka dan cas-cas ini akan ditarik oleh cas-cas yang berlawanan dari tubuh badan kita. Dengan ini berlakulah

keseimbangan cas-cas positif/negatif. Semakin lama pergeseran ini berlaku, semakin seimbang dan semakin segar tubuh badan kita. Menurut beliau, dalam kehidupan seharian kita, apabila kita bangun dari tidur, badan kita merasa segar dan sihat setelah berihat selama beberapa jam (tidur). Dalam keadaan ini, tubuh badan kita mengandungi cas-cas positif/negatif yang hampir seimbang. Jadi, apabila kita mendirikan solat Subuh berjamaah, kita hanya memerlukan sedikit pertukaran cas-cas dari dan ke dalam tubuh badan kita. Sebab itu mengapa solat subuh itu hanya dua rakaat. Seterusnya, setelah seharian kita bekerja bertungkus lumus, membanting tulang atau memerah otak, cas-cas ini tidak lagi seimbang dengan kehilangan banyak tenaga dari badan kita. Oleh itu kita memerlukan pertukaran cas-cas yang banyak dan solat berjamaah memainkan peranan untuk memulihkan keseimbangan cascas ini. Oleh sebab itu solat Zohor (berjamaah) didirikan empat rakaat untuk memberi lebih masa kepada pemulihan cas-cas tadi.Proses yang sama berlaku pada sebelah petang, apabila kita juga mengeluarkan banyak tenaga menyambung tugas-tugas kita dan kita kehilangan banyak cas-cas ini. Sekali lagi proses penyeimbangan ini berlaku apabila kita mengerjakan solat Asar (berjamaah) sebanyak empat rakaat. Selepas waktu Asar, setelah pulang dari kerja atau pada kebiasaannya, kita hanya melakukan aktiviti-aktiviti yang tidak terlalu banyak menggunakan tenaga dan masa yang diperuntukan pula tidak terlalu lama. Oleh itu tidak terlalu banyak tenaga yang kita keluarkan. Seterusnya kita akan pergi ke masjid untuk menunaikan solat Maghrib (berjamaah), banyak tiga rakaat. Pengurangan dalam rakaat ini berlaku kerana kita tidak kehilangan terlalu banyak tenaga dan penyeimbangan cas-cas ini berlaku dalam jangka masa yang agak kurang dari sebelumnya (Zohor dan Asar). Seterusnya timbul persoalan di fikiran beliau tentang mengapa solat Isya mengandungi empat rakaat. Secara logiknya, kita tidak melakukan banyak aktiviti pada waktu malam dan tidak memerlukan pengumpulan cas-cas yang banyak untuk tidur. Setelah kajian beliau lakukan, terdapat hikmah di sebalik jumlah rakaat ini. Seperti yang sedia kita maklum, kita umat Islam sangat-sangat digalakkan supaya tidur pada awal waktu malam dan bangun semula di sepertiga malam untukmenunaikan solat-solat sunat, terutamanya solat sunat Tahajjud. Amalan solat malam ini menjadi kewajiban bagi Nabi s.a.w. dan para sahabat baginda serta para alim ulama. Terlalu besar ganjaran dan kelebihan solat Tahajjud ini (tidak perlu diterangakn di sini). Jadi, dari fakta ini, dapat beliau simpulkan bahawa, solat Isya (berjamaah) sebanyak empat rakaat dapat menyediakan penyeimbangan cas-cas dan pengumpulan tenaga yang secukupnya untuk kita bangun pada waktu sepertiga malam untuk menunaikan

solat Tahajjud dan berqiam menghambakan diri kepada kepada Allah di waktu yang serba dingin dan sunyi. Dalam proses membuat kajian ini, beliau mendapati bahawa Islam adalah satu agama yang lengkap dan segala amalan dan suruhan Allah Taala mempunyai hikmah yang tersirat dan tersurat untuk kebaikan umat Islam itu sendiri. Beliau merasakan betapa besarnya pencipta segala yang ada di muka bumi ini dan betapa kerdilnya beliau. Pada waktu inilah, beliau telah diberi hidayah oleh Allah Taala untuk memeluk agama Islam. Subahanallah. "Maha suci Engkau ya Allah, sesungguhnya tidak Engkau jadikan sesuatu itu sia-sia, maka peliharalah aku dari azab neraka", maksud firman Allah dalam surah Ali Imran. Kesimpulan, hayati dan renungkan untuk kebaikan kita bersama. 8. http://ensiklopediamuslim.blogspot.com/2010/09/imam-dan-makmum.html IMAM DAN MAKMUM IMAM: Dari Ibnu Umar r.a. bahawa Rasulullah SAW bersabda: Solat berjamaah itu lebih baik daripada solat sendiri dengan 27 (dua puluh tujuh) derajad. (HR. Bukhari dan Muslim). Baiklah, Sekarang kita mulai dengan pembahasan kita. Siapa yang disebut Imam? Imam adalah orang yang memimpin solat, baik solat wajib (fardhu) maupun solat sunat (mafilah). Imam akan selalu diikuti gerak-geriknya dalam solat oleh Jamaah yang lain. Syarat-Syarat Seorang Imam Solat Untuk menjadi seorang Imam harus mempunyai syarat-syarat diantaranya seperti berikut ini : 1. Sihat akal fikirannya, tidak gila atau tidak dalam keadaan mabuk. 2. Lebih fasih bacaannya. Sesuai sabda Rasulullah SAW : Jika bertiga maka hendaklah mereka dijadikan Imam salah seorang dari mereka, dan yang lebih berhak diantara mereka untuk menjadi Imam adalah orang yang lebih fasih bacaannya. (HR. Muslim) 3. Harus laki-laki jika salah satu makmumnya terdapat laki-laki (tidak boleh perempuan menjadi Imam laki-laki) 4. Yang lebih tua umurnya dan atau lebih tampan wajahnya. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : Jika mereka sama bacaannya maka pilihlah yang lebih tua dan jika umurnya sama mereka pilihlah diantara mereka yang lebih tampan (ganteng) wajahnya. (HR. Baihaqi)

Orang Yang Tidak Harus Menjadi Imam 1. Perempuan bagi makmum laki-laki 2. Khunsa bagi makmum laki-laki 3. Khunsa bagi makmum Khunsa 4. Perempuan bagi makmum Khunsa 5. Orang yang pandai membaca Al-Quran menjadi makmum kepada orang yang tidak dapat membaca Al-Quran. Cara Menegur Imam Dalam Solat Sebagai manusia, Imam dalam solat dapat saja berlaku khilaf dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu didalam syariat Islam sudah diatur tata cara bagaimana menegur Imam dan tata cara menegurnya adalah sebagai berikut: 1. Apabila Imam dalam melakukan gerakan solat salah maka makmum berkewajiban memperbaiki kesalahannya. 2. Cara memperbaiki kesalahan, untuk laki-laki dengan mengucapkan Subhanallah, sedangkan makmum perempuan dengan cara : bertepuk tangan (yakni memukulkan tangan kanannya ketangan kiri bagian atas) Bagaimana Jika Imam Terbatal Solatnya Kemudian bagiamana kalau sekiranya didalam solat berjamaah, Imam secara tidak sengaja mengalami hal yang membatalkan solat, maka makmum yang dibelakangnya (berdiri dibelakang Imam) maju kedepan sebagai pengganti Imam dalam memimpin solat sampai solat selesai. Perhatikan riwayat yang diceritakan Said bin Mansyur dari Abu Razin yang ertinya: Pada suatu hari Ali bin Abu Thalib sedang solat, tiba-tiba keluar darah dari hidungnya. Kemudian ia (Sayyidina Ali bin Abi Thalib) segera menarik tangan seorang makmum dibelakangnya maju kedepan untuk menggantikannya. (Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam Oleh: Drs. Ahmad Syafii Mufid, M.A.) Pengertian MAKMUM Makmum adalah orang yang mengikuti Imam dalam solat. Makmum dalam solat berjamaah hendaknya memiliki perasaan senang dan ikhlas kepada Imam. Untuk menjadi seorang makmum maka diperlakukan syarat-syarat tertentu diantaranya seperti berikut : 1. Makmum wajib niat mengikuti Imam dan Iman disunnahkan berniat menjadi Imam. Perhatikan Hadist Nabi SAW : Sesungguhnya syahnya sesuatu perbuatan tergantung pada niatnya.

(HR. Bukhari) 2. Makmum harus mengikuti segala gerak solat yang dikerjakan oleh Imam, seperti rukuk dan kembali dari rukuk, dengan cara melihat Imam langsung atau melihat makmum yang ada didepannya. Perhatikan pula Hadist Muttafaqun Alaih ini : Rasulullah SAW bersabda : Bahawasanya dijadikannya seorang Imam adalah untu k diikuti maka apabila dia bertakbir, bertakbirlah dan jika rukuk, rukuklah. (HR. Muttafaqun Alaih.) 3. Tidak boleh mendahului Imam atau melambatkan diri lebih dari dua rukun Fili (perbuatan). 4. Laki-laki tidak sah mengikuti Imam perempuan 5. Berada disuatu lingkungan tempat yang sama dan tidak ada batas yang menghalangi antara Imam dan Makmum. 6. Makmum dan Imam hendaklah dalam satu tempat, misalnya dalam satu Masjid atau Mushola, meskipun ini bukan termasuk syarat Jamaah, tetapi hukumnya sunat ka rena makmum perlu mengetahui gerakan Imam di depan. 7. Makmum jangan mendahului Imam atau memperlambat diri dengan gerakan solat Imam, seperti Imam belum takbir makmum sudah takbir atau Imam sudah sujud makmum baru rukuk. 8. Makmum dengan Imam hendaklah sama-sama solatnya, apabila solat Ashar dengan solat Ashar. Namun, hal itu untuk mencari keutamaan jamaah. Tetapi jika tidak bersamaan dengan orang yang solat maktubah (solat fardhu), maka tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) dengan orang yang sedang shlat mafilah (sunat). Seperti orang yang sedang solat Badiyah Isya tidak boleh diikuti oleh orang yang akan solat fardhu. Cara memberitahukan bahawa kita sedang solat sunat agar tidak diikuti oleh orang yang akan solat fardhu adalah dengan menghentakkan tangan kanan kita dan kalau melihat kode (hentakan tangan) tersebut hendaknya orang yang berniat menjadi makmum itu mengurungkan niatnya mengikuti untuk (bermakmum) kepadanya. Begitu juga orang yang solat fardhu tidak boleh mengikuti (menjadi makmum) kepada orang yang sedang solat gerhana atau solat jenazah kerana aturannya tidak sama. Tetapi sebagian Ulama berpendapat orang yang sedang solat sunat (misalnya solat Badiyah Isya, dll) boleh diikuti oleh orang yang berniat akan solat fardhu karena aturannya sama. Misalnya kita sedang solat sunat (Badiyah Maghrib) tiba -tiba pundak (bahu) kita dicolek (sebagai tanda) seseorang akan mengikuti solat (menjadi makmum) dengan solat kita, boleh saja dan kita tidak usah (tidak perlu) memberi isyarat dengan cara menghentakkan tangan kanan kita. Wallahu alam bishawaab!.

9. Makmum tidak boleh mengikuti Imam jika Wudhu Imam tersebut sudah batal atau berhadas, seperti Imam yang buang angin (kentut) atau Imamnya bukan orang Islam. 10. Makmum yang datang terlambat atau masbuk sementara Imam sudah rukuk atau sujud, maka makmum masbuk membaca takbiratul ihram dengan niat mengikuti Imam. Selanjutnya makmum masbuk mengikuti apa yang sedang dikerjakan oleh Imam. Jika Imam sudah duduk tawaruk (bersimpuh) waktu bertasyahud atau duduk Iftirasy makmum mengikutinya tanpa membaca Al-Fatihah sebab bacaan Al-Fatihah bagi makmum masbuk sudah ditanggung oleh Imam. Sabda Rasulullah SAW : Jikalau kamu datang untuk solat dan kami sedang sujud maka sujudlah, tetapi jangan dimasukkan hitungan. Barangsiapa yang mendapat rukuk bererti ia mendapatkan solat. (HR. Abu Daud) Dengan perkataan lain bahawa kalau makmum masbuk dapat mengikuti rukuk bersama-sama Imam walaupun makmum belum sempat membaca Al-Fatihah, makmum masbuk itu mendapat satu rakaat. Sebaliknya makmum masbuk kalau tertinggal rukuk bersama Imam maka apabila Imam salam, ia berdiri lagi untuk menyelesaikan rakaatnya yang tertinggal.

Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat. Sahabat yang dirahmati Allah, Nabi SAW memberi wasiat kepada umatnya supaya tidak meninggalkan solat berjemaah di masjid. Sabda Rasulullah SAW. maksudnya, "Sesiapa yang berjalan untuk pergi mendirikan solat fardu berjemaah, maka ianya seperti pahala haji, dan sesiapa yang berjalan untuk pergi mendirikan solat sunat (iaitu duha) , maka ianya seperti pahala umrah sunat". (Hadis Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Daud,Tabrani , Baihaqi ) Sabda Nabi SAW yang bermaksud : "Solat berjemaah melebihi solat bersendirian dengan 27 darjat (atau 27 kali ganda). " (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Sebelum melaksanakan solat fardu berjemaah kita perlulah mengetahu syarat-syarat sah menjadi imam dan makmum dalam solat berjemaah. Sebelum memulai solat dengan makmumnya, seorang imam setelah muazin selesai mengumandangkan azan dan qamat (iqamah), maka imam berdiri paling depan dan menghadap makmum untuk mengatur barisan terlebih dahulu. Jika sudah lurus, rapat dan rapi imam menghadap kiblat untuk mulai ibadah solat berjemaah dengan khusyuk. Dalam kita mengerjakan solat berjemaah untuk lelaki saf yang paling baik adalah saf yang paling hadapan sekali dan untuk wanita adalah saf yang di barisan paling belakang sekali. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda, Seandainya orang-orang tahu (pahala) yang terdapat di dalam seruan (azan) dan barisan (saf) pertama kemudian mereka tidak mendapatkan cara untuk mencapainya kecuali dengan cara melakukan undian, pasti mereka akan mengadakannya. (Hadis Riwayat Bukhari, no. 615. Muslim, no. 137) Nabi SAW bersabda maksudnya : Sesungguhnya Allah azza wa jalla dan para malaikat-Nya berselawat ke atas barisan (saf) yang pertama atau saf yang awal. (Dinilai hasan oleh al-Albani di dalam Sahih at-Targhib wa at-Tarhib, 1/197) A. Syarat Untuk Menjadi Imam Solat Berjamaah : 1. Lebih banyak mengerti dan paham masalah ibadah solat. 2. Lebih banyak hafal surah-surah al-Quran. 3. Lebih fasih dan baik dalam membaca bacaan-bacaan solat. 4. Lebih tua daripada ahli jemaah lainnya. 5. Tidak mengikuti gerakan solat orang lain. 6. Lelaki. Tetapi jika semua makmum adalah wanita, maka imam boleh wanita. Bacaan dua rekaat awal untuk solat Zuhur dan Asar pada surah al-Fatihah dan bacaan surah pengiringnya dibaca secara perlahan (sirran yang hanya boleh didengar sendiri, orang lain tidak jelas mendengarnya). Sedangkan pada solat Maghrib, Isyak dan Subuh dibaca secara nyaring yang dapat didengar makmum. Untuk solat Jumaat, Aidulfitri, Aiduladha, Gerhana, Istiqo, Tarawih dan Witir dibaca nyaring, sedangkan untuk solat malam dibaca sedang, tidak nyaring dan tidak perlahan.

B. Syarat sah menjadi makmum dalam solat berjemaah 1. Niat untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam. 2. Berada satu tempat dengan imam. 3. Lelaki dewasa tidak sah jika menjadi makmum imam wanita. 4. Jika imam batal, maka seorang makmum maju ke depan menggantikan imam. 5. Jika imam lupa jumlah rekaat atau salah gerakan solat, makmum mengingatkan dengan membaca subhanallah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum wanita dengan cara bertepuk tangan. 6. Makmum dapat melihat atau mendengar imam. 7. Makmum berada di belakang imam. 8. Mengerjakan ibadah solat yang sama dengan imam. 9. Jika datang terlambat, maka makmum akan menjadi masbuk yang boleh mengikuti imam sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuk menambah jumlah rakaat yang tertinggal. Jika berhasil mulai dengan mendapatkan rukuk bersama imam walaupun sebentar maka masbuk mendapatkan satu rakaat. Jika masbuk adalah makmum pertama, maka masbuk menepuk pundak imam untuk mengajak solat berjemaah. C. Kedudukan Imam Dan Makmum Dalam Solat Jemaah. 1. Jika terdiri dari dua lelaki atau dua wanita saja, maka yang satu menjadi imam dan yang satu menjadi makmum berada di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit. 2. Jika makmum terdiri dari dua orang atau lebih maka kedudukan makmum adalah membuat barisan sendiri di belakang imam. Jika makmum yang kedua adalah masbuk, maka masbuh menepuk bahu makmum pertama untuk melangkah kebelakang membuat barisan tanpa membatalkan solat. 3. Jika terdiri dari makmum lelaki dan makmum wanita, maka makmum lelaki berada dibelakang imam, dan wanita dibelakang makmum lelaki. 4. Jika ada anak-anak maka anak lelaki berada di belakang makmum lelaki dewasa dan disusul dengan makmum anak-anak perempuan dan kemudian yang terakhir adalah makmum perempuan dewasa.

http://www.masjidtmnperling.org/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=6 1:syarat-syarat-menjadi-imam-dan-makmum-solatberjemaah&catid=4:kewangan&Itemid=6 D. Syarat-syarat sah untuk seseorang itu menjadi Imam : 1) Islam, tidak sah solat yang diimamkan oleh seseorang yang kafir. 2) Berakal, tidak sah solat yang diimamkan oleh seseorang yang gila. Ini kerana, solat yang dilakukan oleh orang yang disahkan gila tersebut tidak sah. Tetapi jika gila itu bermusim maka solat ketika dia sihat sah tetapi adalah dibenci. Ini kerana dikhuatiri penyakit gilanya itu berulang ketika dia menunaikan solat. 3) Baligh, tidak sah solat yang diimamkan seseorang mumaiyiz kepada seorang yang baligh di dalam solat wajib dan sunat. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas dan Ibn Masud maksudnya : "Janganlah diimamkan solat itu oleh seorang budak sehingga dia baligh. Ini kerana solat itu adalah dalam keadaan sempurna sedangkan budak atau kanak-kanak itu bukan daripada ahli yang sempurna". Imam Syafie berpendapat, harus orang yang baligh menjadi makmum kepada imam yang belum Mumaiyiz. Ini berdasarkan apa yang diriwayatkan daripada Amr bin Salamah:" Aku telah mengimamkan solat di zaman Rasulullah SAW sedang aku adalah anak yang baru berumur tujuh tahun". (Hadis Riwayat Bukhari) 4) Lelaki yang sejati sekiranya yang menjadi makmum itu adalah lelaki.Tidak sah solat yang diimamkan oleh seorang perempuan atau khunsa bagi makmum lelaki sama ada solat fardu atau sunat. Sekiranya yang menjadi makmum itu perempuan semata-mata maka tidak disyaratkan lelaki menjadi imam bagi jemaah tersebut. 5) Bersih daripada hadas dan kekotoran. Tidak sah menjadi imam yang berhadas atau orang yang terdapat najis pada badannya, pakaiannya sama ada dia mengetahui hal tersebut atau lupa.

6) Baik bacaannya dan mengetahui rukun-rukunnya. Seseorang imam hendaklah baik bacaannya kerana solat tidak sah melainkan dengan bacaan dan mengetahui rukunrukun solat. Tidak sah seseorang qari menjadi makmum kepada seseorang yang buta huruf (jumhur) dan wajib bagi qari mengulangi solatnya. Seperti mana keadaannya tidak menjadi makmum kepada seseorang yang tidak mampu rukuk, sujud atau tidak boleh duduk ataupun tidak mampu mengadap kiblat. 7) Keadaan yang bukan makmum.Tidak sah solat makmum mengikut makmum lain sebagai imam. Mengikut seseorang yang sudah terputus dengan imamnya disebabkan masbuk 8) Imam mesti seorang yang fasih al-lisan.Mampu menyebut huruf-huruf di dalam alQuran dari makhrajnya. Tugas Imam Solat : Tidak boleh menjadi imam jika sekalian makmumnya membencinya atau tiada bersetuju dengannya. Jangan ke depan juga kalau di belakang ada orang yang lebih faqih daripadanya, kecuali jika orang itu enggan ke depan, ketika itu bolehlah dia menjadi imam. Dalam hal ini, makruh masing-masing tolak menolak untuk menjadi imam. Sahabat yang dimuliakan, Marilah sama-sama kita berlumba-lumba melakukan solat fardu berjemaah di masjid atau di surau untuk mencari kelebihan dan ganjaran pahala yang lebih besar dan mencari rahmat dan keberkat di sisi Allah SWT kerana solat yang utama adalah dilakukan secara berjemaah. Sebagai imam atau makmum dalam solat berjemaah kita juga perlulah memahami syarat-syarat menjadi imam atau makmum supaya solat kita benar-benar menepati kehendak sunah Rasulullah SAW dan dilaksanakan dengan cara terbaik kerana pentingnya solat yang betul adalah kerana amalan manusia yang mula-mula di soal di hari akhirat adalah solatnya, jika betul dan sempurna maka barulah amalan-amalan lain akan dihisab oleh Allah SWT. Daripada Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :

Sesungguhnya yang paling mula-mula dihisab pada seorang hamba di hari kiamat daripada amalannya ialah solat . Sekiranya solatnya baik, maka dia akan berjaya dan selamat. Sekiranya solatnya rosak, maka dia akan kecewa dan rugi .(Hadis Riwayat Tirmizi, Nasaei dan Ibnu Majah ) 9 http://whizteenz.tripod.com/perjuangan.html Perjuangan menuntut pengorbanan yang tidak terhingga banyaknya, baik dari aspek fizikal, mental, dan spiritual. Namun semua itu dapat dihadapi dan dilaksanakan oleh pejuang yang hebat ini dengan pertolongan dan pimpinan dari Allah SWT. Natijah daripada itu, akhirnya membuahkan kejayaan kepada baginda dengan terbentuknya sebuah negara Islam yang pertama iaitu Madinnah Munawwarah. Bermulanya perjuangan Rasulullah SAW Perjuangan baginda bermula setelah baginda diangkat menjadi rasul. Kerasulan baginda berlaku selang 40 hari baginda mendapat wahyu yang pertama sekalgus menandakan baginda telah menjadi nabi. Peristiwa menerima wahyu yang pertama ini adalah melalui peranataraan malaikat Jibril AS. Yang berlaku pada malam 17 Ramadhan tahun 41 dari umur Nabi SAW ketika baginda mengasingkan dirinya di Gua Hira,terletak di Jabal an-Nur iaitu kira-kira 6 batu jauhnya dari kota Makkah. Pemilihan Gua Hiraini amat bertepatan dengan usaha pemantapan jiwa baginda agar tidak gentar dan dapat melenyapkan rasa takut serta melatih diri hidup dalam kesusahan. Melalui jiwa seperti ini, baginda mampu untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diperintahkan Allah sebagai penolong dan pemimpin bagi seluruh alam. Kesimpulannnya keperitan untuk sampai di Gua Hira itu boleh dianggap sebagai perjuangan batin dan menjadi titik tolak bagi perjuangan batin dan perjuangan yang akan datang yang mana lebih besar dan mencabar.

Setelah sekian lama Rasulullah menunggu penurunan wahyu, maka malalaikat Jibril AS, datang buat kali keduanya menemui Rasulullah S.A.W dalam bentuk rupanya memenuhi ruangan di antara langit dan bumi serta melaungkan dengan kuatnya dengan kata-kata yang bermaksud : Wahai Muhammad! Sekarang ini engkau Rasulullah dan aku malaikat Jibril! (Khalid, 1994 : hal,39) Nabi Muhammad SAW segera pulang dan meminta Khadijah untuk menyelimutinya. Lalu Jibril AS datang membacakan wahyu yang bermaksud : Wahai orang yang berselimut! Bangunlah lalu peringatkanlah (manusia). Dan tuhan engkau, hendaklah engkau besarkan. Dan pakaian engkau, hendaklah engkau bersihkan. Dan perbuatan dosa, hendaklah engkau tinggalkan. Dan janganlah engkau memberi (kerana hendak) mendapatkan balasan yang lebih banyak. Dan kerana

(memenuhi perintah) Tuhan engkau, hendaklah engkau bersabar. (Al Mudathir : 1-7)

Turunnya ayat ini menandakan secara rasminya Nabi Muhammad diangkat menajdi Rasululullah SAW bagi melaksanakan perintah Allah untuk menyebarkan ajaran Islam. Selain itu juga untuk membawa rahmat ke selauruh alam. Seperti firman Allah yang bermaksud: Dan tidak aku utuskan engkau (Muhammad) melainkan untuk membawa rahmat ke seluruh alam. (Al-Anbiya:107)

Ini telah menjadi satu tanggungjawab yang amat berat dalam perjalanan hidup Rasulullah untuk menyebarkan risalah yang besar untuk seluruh umat manusia di muka bumi ini, agar mereka tunduk untuk menyembah Allah yang Maha Esa. Risalah tauhid inilah yang diperjuangkan hingga ke akhir hayat baginda.

Pendekatan perjuangan Rasulullah SAW Perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan kalimah tauhid La Ilaha illaLlah bolehlah dikaitkan dengan kegiatan dakwah dan jihad baginda. Hal ini boleh diperhatikan melalui firman Allah SWT yang bermaksud : Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu) kamu tidak menyampaikan risalahNya, padahal Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Maidah)

Islam adalah agama wahyu, agama risalah yang merupakan pesan keTuhanan yang mesti disampaikan kepada segenap lapisan umat manusia. Islam adalah agama dakwah di mana semua umat Islam wajib untuk mengajak manusia lain untuk samasama beriman kepada Allah dalam pelbagai cara, samada media dan sebagainya. Agar kebenaran agama Allah ini dapat diamalkan dalam segenap lapaisan kehidupan masyarakat. Peringkat dakwah Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Peringakat pertama : Seruan secara sulit memakan masa selama 3 tahun. Peringkat kedua : Seruan secara terang tanpa kekerasan berjalan sehingga berlaku hijrah.

Peringkat ketiga :

Dakwah secara terang-terangan menggunakan senjata untuk mempertahankan diri berjalan hingga pembukaan Makkah.

Peringkat keempat :

Dakwah secara terang-terangan dan mengangkat senjata terhadap mereka yang cuba menghalang perjalanan dakwah. Dalam peringkat inilah dipraktikkan syariat-syariat Islan dan perintah jihad pun diturunkan. Faktor-faktor kejayaan Perjuangan Rasulullah SAW DIANTARA FAKTOR KEJAYAAN DAKWAH : Istiqamah dalam memikul tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya oleh Allah SWT menyampaikan risalah tauhid kepada sekuruh umat manusia. Aqidah yang mantap menjadikan Rasulullah SAW dan pengikut-pengikutnya sentiasa bersemangat wira dan tidak takut untuk menghadapi segala tekanan, penindasan dan serangan dari tentera musuh Islam. Akhlak Rasulullah SAW itu sendiri yang tidak menyukai kekerasan. Baginda tidak pernah untuk menekan orang lain dengan keistimewaan yang baginda ada. Tidak pernah berlebihan dalam percakapannya. Baginda selalu menahan sabar walaupun sering dicaci dan dihina oleh musuh-musuhnya. Sikap inilah yang membuatkan pengikutnya setia kepada ajaran baginda. Sentiasa mendapat petunjuk, bimbingan dan pertolongan daripada Allah SWT. Malahan sebagai kekasih Allah SWT, doa baginda senantiasa dimakbulkan. Peperangan dalam Islam Dalam menyebarkan agama Allah ini, pelbagai cabaran yang terpaksa ditempuhi. Termasuklah terpaksa berperang untuk menegakkan kebenaran. Al-Quran telah menegaskan dalam surah Al-Nahl ayat 125 supaya Islam itu diseru secara kekerasan seperti yang didakwa oleh golongan orientalis yang mengatakan Islam telah disebarkan melalui mata pedang. Allah SWT telah berfirman : Tidak ada paksaan untuk memasuki Islam. Sesungguhnya telah dijelaskan jalan yang benar daripada jalan yang salah, (Al-Baqarah : 256)

Perang Badar Berlaku pada tahun ke 2 hijrah dan merupakan perang yang pertama disertai oleh

Nabi Muhammad SAW. Peperangan ini dinamakan Badar kerana peperangan meletus di pinggir sebuah perigi di antara Makkah dan Madinah oleh seorang yang bernama Badr. -

Antara faktor tercetusnya peperangan ini disebabkan orang Musyrikin Makkah telah menghalau orang Islam dari Makka dan harta benda mereka terpaksa ditinggalkan di Makkah. Tambahan pula orang Musyrikin cuba menghapusakan umat Islam di Madinah kerana mereka bimbangi orang Islam akan menguasai perdagangan kerana Madinah terletak antara Makkah dan Syam. Jadi perpindahan Nabi Muhammad SAW ke Madinah tidak menyenagkan hati orang Quraisy kerana perpindahan itu menguatkan lagi kedudukan orang Islam dan memudahkan Rasulullah menyebarkan agama Islam. Orang Quraisy juga telah membuat satu paksaan sulit dengan orang Yahudi di Madinah kerana mereka mahu menghancurkan perkembangan agama Islam. Nabi Muhammad SAW pernah : Ya Tuhanku! Andai kata kelompok ini hancur, siapakah lagi yang akan menyembah-Mu di permukaan bumi ini. Setelah itulah kaum muslimin menganggap peperangan ini sebagai Al-Ghazawatul Furqan yang bermaksud peperangan yang menentukan pihak yang benar dan paihak yang bersalah. -

Pada suatu masa, orang Musyrikin Makkah telah membawa suatu kafilah perdangangan di bawah pimpinan Abu Sufian bin Harb. Setelah mengetahui gerakan itu,Nabi Muhammad SAW bersama 324 tentera cuba mengesan kafilah tersebut. Abu Sufian terus maminta bantuan dari Makkah setelah mngetahui tentera Islam sedang menghampiri mereka. Bantuan berjumlah 1000 orang telah dihantar dengan diketuai oleh Abu Jahal. Kedatangan kaum Musyrikin bukan untuk menyelamkan barang dagangan mereka tetapi untuk menewaskan umat Islam, maka peperangan tidak dapat lagi dielakkan. Sebelum peperangan ini terjadi secara besar-besaran, tiga perlawanan antara satu sama satu telah diadakan. Tentera Islam Tentera Musyrikin Keputusan Ali bin Abi Talib Syaybah ar-Rubiah Syaybah terbunuh Hamzah bin Abd Mutalib Al -Walid bin Uthbah Al- Walid terbunuh Ubaydah al- Haris Uthbah bin Rabiah Uthbah terbunuh, Ubaydah terceder. Selain itu, seramai 67 orang lagi daripada pihak Musyrikin terbunuh termasuk Abu Jahl, manakala 14 orang tentera Islam mati syahid. Ramai juga tentera kaum Musyrikin yang ditawan. Mereka telah dikenakan wang tebusan mengikut kemampuan masing-masing, iaitu diantara 1000 dirham hingga 4000 dirham. Tebusan yang tidak berkemampuan tetapi pandai membaca dan menulis akan dikehendaki mengajar 10 kanak Islam sebelum dia dibebaskan.

Hukuman ke atas tentera Musyrikin ini dicadang oleh Saiyidina Abu Bakar AsSiddiq. Kerana menurutnya dengan cara ini nescaya Allah akan memberikan hidayah kepada mereka dan keluarga untuk menganut agama Islam.

Kemenangan tentera Islam ini tidak disenangi oleh pihak musuh termasuklah orang Yahudi di Madinah, lalu kaum Yahudi telah memperkecilkan kejayaan ini sehingga menyebabkan mereka disingkir dari Madinah. Pihak Musyrikin Makkah pula menaruh dendam ke atas orang Islam.

Perang Uhud

Perang ini tercetus pada tahun 3 Hijrah (625 M). Punca utama tercetusnya perang ini ialah perasaan marah dan dendam di kalangan kaum Musyrikin Quraisy setelah diabaikan oleh kemanagan yang diperolehi oleh tentera Islam. Kaum Musyrikin di bawah pimpinan Abu Sufian dengan kekuatan sebanyak 3000 orang tentera telah menuju ke utara untuk memulakan misi mereka menentang Islam. Nabi Muhammad SAW telah mengadakan mesyuarat tergempar untuk mencari jalan penyelesaian terbaik bagi menyelamatkan Madinah. Rasulullah bercadang untuk bertahan sahaja di Kota Madinah dan baginda mendapat sokongan daripada Abdullah bin Ubay. Walau bagaimanapun, golongan muda hendak keluar dari Kota Madinah untuk menentang kaum Musyrikin. Memandangkan ramai yang bersetuju, maka baginda Rasulullah bersetuju untuk menentang kaum Musyrikin di luar Kota Madinah.

Angkatan tentera Islam berjumlah seramai 1000 orang dan dibahagikan kepada tiga batalion. Dalam perjalanan, Abdullah Ubay bersama 300 orang tentera telah keluar daripada barisan peperangan dan kembali ke Madinah. Tindakan itu dilakukan kerana Nabi Muhammad dikatakan tidak menghiraukan pendapatnya untuk membiarkan tentera Islam bertahan di Madinah. Tentera Islam dan kaum Musyrikin telah bertemu di Bukit Uhud dan peperangan telah meletus di situ. Pada peringkat awal, kemenangan telah berpihak kepada tentera Islam tetapi akhirnya tewas.

Punca kekalahan tentera Islam ini disebabkan sikap mereka sendiri yang mengingkari arahan. Terutama sekali pasukan pemanah yang telah meninggalkan kubu masing-masing untuk mengejar harta rampasan perang. Pengaruh harta telah melemahkan kekuatan iman tentera Islam. Khalid Al-Walid telah mengambil kesempatan ini untuk mengucar-kacirkan benteng pertahanan tentera Islam. Ramai para sahabat yang mati syahid termasuklah bapa saudara baginda, iaitu Hamzah r.a. Perang Uhud telah memberi pengajaran kepada tentera Islam dari segi mental dan fizikal. Moral yang dapat kita perolehi dari peperangan ini ialah Allah SWT tidak akan melindungi umatNya yang menyeleweng dari dasar yang perjuangan. Sebaliknya pihak musuh berhak mendapat kemenangan di atas kelalaian umat Islam.

Perang Khandak

Berlaku dalam bulan Syawal tahun ke-5 Hijrah. Perang Khandak bermaksud 'parit' atau kubu kerana tentera Islam menggali parit di sebelah utara Madinah. Peperangan ini juga dinamakan Perang Ahzab kerana tentera musuh terdiri daripada gabungan tentera Quraisy, kabilah-kabilah Arab, dan kaum Yahudi Madinah.

Sebab berlakunya peperangan ini kerana wujudnya perasaan sombong di kalangan orang Quraisy yang ingin melanjutkan peperangan ke atas tentera musuh yang tewas dalam perang Uhud yang lepas. Mereka melihat peperangan kali ini peluang yang terbaik untuk menghapuskan umat Islam yang tidak mampu untuk melawan balik. Selain itu mereka juga ingin menjaga dan membela kesucian agama mereka.

Bilangan tentera Musyrikin berjumlah 10000 orang. Abu Sufian dilantik untuk menjadi panglima agung yang akan menjdi pemimpin pasukan Quraisy, iaitu 4000 tentera berjalan kaki, 300 tentera berkuda, dan 1500 penunggang kuda. Umaiyah bin Hisu mengetuai Bani Ghaftan dengan 1000 tentera pemanah berkuda. Manakala Yahudi Bani Quraizah bertahan di belakang Kota Madinah.

Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad SAW, memerintahkan kepada Maslamah bin Aslam dan Zaid bin Harithah dengan tentera Islam berjumlah 500 orang menjaga Madinah daripada serangan dalaman oleh tentera Yahudi Bani Quraizah. Zubair alAwwam dikehendaki untuk mendapatkan maklumat rahsia daripada Bani Quraizah. Nu'aim bin Ma'sud, pemimpin Bani Ghaftan yang baru memeluk agama Islam telah menawarkan diri untuk melaga-lagakan pihak musuh. Beliau telah pergi menemui pemimpin Yahudi Bani Quraizah dan mengatakan bahawa tentera Quraisy akan mengkhianati mereka. Selepas itu beliau berjumpa dengan Abu Sufian, pemimpin Bani Quraisy mengatakan bahawa tentera Yahudi telah mengkhianati perjanjian keamanan dengan Nabi Muhammad SAW. Tindakan Nu'aim berjaya menimbulkan syak wasangka dikalangan tentera musuh sehinggakan rancangan untuk menyerbu masuk Kota Madinah terpaksa dibatalkan. Nu'aim berjaya memainkan peranan kerana beliau baru sahaja memeluk Islam dan pihak musuh tidak mengetahuinya.

Rasulullah kemudiannya menyusun strategi peperangan dengan menerima cadangan Salman al-Farisi untuk menggali parit sepanjang 12000 hasta di utara Kota Madinah. Halangan parit besar ini menyebabkan tentera Ahzab berkhemah di kawasan luar parit dan mengepung selama 2 minggu. Kepungan mereka tidak mendatangkan

hasil.

Peperangan hanyalah berlaku dalam bentuk lontaran batu dan lembing serta berpanah-panahan. Beberapa orang tentera Quraisy cuba menyerang parit tetapi berjaya dibunuh oleh tentera Islam. Akhirnya, tentera musuh yang mengepung di luar parit telah kehabisan makanan. Peristiwa ini telah disusuli dengan ribut pasir yang berlaku selama 3 hari berturut-turut. Kejadian ini menyebabkan khemah tentera Ahzab telah terbongkar dan debu berterbangan menyebabkan mata mereka pedih. Akhirnya mereka tewas dan meninggalkan medan perang dengan kekecewaan. Peristiwa ini telah dicatatkan dalam Al-Quran Surah Al-Ahzab ayat 9.

Selepas peperangan ini, tentera Islam telah mengubah strategi peperangan, iaitu tidak menunggu dan bertahan tetapi mereka mula menyerang tempat-tempat yang dijadikan markas untuk menentang tentera Islam. Perang Ahzab telah membuktikan bahawa kekuatan fizikal semata-mata tidak mencukupi untuk menentang kekuatan iman umat Islam. Selagi mereka di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW, mereka akan berjaya untuk mengatasi pelbagai rintangan.

10. http://toechien-toechien.blogspot.com/p/konsep-alamsemesta.html?zx=3211613d5d7a6b67

KONSEP ALAM SEMESTA

BAB I I. PENDAHULUAN

Alam semesta merupakan karya sang creator yang maha agung lagimaha kuasa dalam segala hal. Tiada kekurangan yang tertinggal dari oenciptaanya itu. Maha suciatas segalanya. Allah SWT telah berfirman tentang alam semesta dalam kitab nya yakni al qur'an yang berbunyi: )091 : ( Artinya: Sesungguhnya dalam prenciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-oranga yanga berpikir. (QS. Ali Imron:190). Alam semesta merupakan segala yang ada di langit dan bumi, atau keseluruhan alam baik itu alam fisik maupun non fisik, al-samawat wal ardh wa ma bainahuma

(sesuatu yang ada di langit dan di bumi serta segala yang ada di antara keduanya). Di dalamnya terdapat fenomena-fenomena alam yang sangat menarik apabila dibahas, mulai dari bagaimana alam ini bisa muncul, kejadian-kejadian yang ada, sampai rahasia apa di balik semuanya itu. Tentu dalam memahami alam tidak terlepas dari ayat-ayat al-Quran yang kemudian ditafsirkan berdasarkan keimanan mengenai ayat itu dan pembuktian real melalui akal pikiran manusia.

II.

RUMUSAN MASALAH Dalam makalah ini akan dibahas mengenai alam dengan sistematika sebagai

berikut 1. 2. 3. 4. 5. Pengertian alam semesta, Proses terbentuknya alam semesta, Ayat-ayat tentang penciptaan alam, Orbit dan Alam Semesta yang Berotasi, Manfaat alam bagi kehidupan manusia.

BAB II I. A. Pembahasan Pengertian Alam Semesta Pengertian alam semesta adalah semua benda yang berada di ruang angkasa yang mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos merupkan benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba dan sebagainya. Sedangkan makrokosmos merupakan benda-benda yang mempunyai peran yang sangat besar misalnya bintang, planet dan galaksi. Namun para ahli astromomi mendefinisikan alam semesta dalam pengertian yang lebih spesifik yaitu tentang ruang angkasa dan benda-benda langit yg ada di dalamnya.

B.

Proses Terbentuknya Alam Semesta

Menurut ahli astronomi, alam semesta bermula dari kumpulan-kumpulan nebula raksasa (kabut gas). Adanya nebula ini bukan hanya mungkin, tetapi itu sangat mungkin ada. Bintang-bintang terdiri dari berbagai usia, beberapa di antaranya masih dalam bentuk dasar nebula. Sementara usia bintang lain yang telah demikian tua, umumnya bintang itu gelap yang biasa disebut bintang mati guna membedakan dengan bintang yang lain yang masih mengeluarkan cahaya. Matahari sendiri pertama kalinya berupa nebula yang sekarang telah mendekatkan usia pertengahan. Dalam penelitian menyebutkan bahwa titik-titik hitam pada matahari yang biasa disebut bagian matahari yang sudah tidak lagi mengeluarkan pancaran panas (mati) semakin lama semakin bertambah. Jika ini terus berlangsung, tentu tidak menutup kemungkinan suatu saat matahari juga tidak akan berfungsi alias menjadi bintang mati. Sedangkan bulan dianggap mati dalam ukuran yang sangat kecil. Karena cahaya yang dipancarkan merupakan hasil pemantulan dari cahaya matahari. Yang terpenting, dan tidak diragukan lagi bahwa sistem tata surya ini dahulunya adalah merupakan massa gas. Di dalam al-Quran juga menyebutkan tentang hal ini, yang artinya berbunyi : lalu Dia memfokuskan kehendak-Nya ke arah ini (langit) sedangkan langit itu berupa gas. Kemudian berfirman kepada langit dan bumi :datanglah kamu bedua baik secara sukarela maupun dengan terpaksa. Mereka menjawab : Kami berdua datang dengan sukarela. Kemudian Dia mengatur (menetapkan) langit ke dalam tujuh bagian langit yang masing-masing memiliki dua periode (siang dan malam) dan pada setiap bagian ini Dia bebankan tugas khusus dan Kami hiasi ruang angkasa dari bumi ini dengan lampu-lampu serta sebuah perlindungan (pemeliharaan). Demikian ini merupakan ketentuan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Proses selanjutnya adalah adanya keterkaitan antara planet-planet dan bumi yang pada saat itu merupakan suatu benda dan kemudian mereka dipisah, lalu dengan air awal munculnya kehidupan. Hal ini telah disebutkan tadi dalam surat al-Anbiya ayat 30. Dalam memahami ayat ini tentu diperlukan konsep sains, setelah adanya pemisahan alam semesta dijelaskan bahwa mulanya terjadi pendinginan bumi dan benda langit yang lain secara

bertahap serta terjadinya kehidupan hanya ketika gerak telah mencapai suhu-suhu air. Sehingga kehidupan mulanya berasal dari air. Dalam versi lain menyebutkan bahwa alam semesta tercipta dalam kurun waktu enam masa, ini mengambil rujukan dari surat Yunus ayat 3 dengan menggabungkan antara teori sekuler dan teori agama: Pertama, masa ledakan besar (bigbang) yang pada mulanya langit dan bumi serta benda-benda langit lainnya menyatu kemudian terpisah. Ledakan hakikatnya adalah pengembangan ruang yang dalam al-Quran disebutkan bahwa Allah kuasa meluaskan langit )74 : Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar -benar meluaskannya. (S. adz-Dzariyat : 47). Kedua, masa pembentukan bintang-bintang yang terus berlangsung, yang dalam al-Quran disebut penyempurnaan langit. Termaktub dalam surat an-Naziat ayat 28 : )82 : ( Dia telah meninggikan bangunan-Nya (langit) lalu menyempurnakannya. Masa ketiga dan keempat, matahari mulai dipancarkan cahayanya. Dan kemudian diteruskan dengan pemadatan bumi Dan Dia menjadikan malamnya (gelap gulita) dan menjadikan siangnya (terang benderang). Dan setelah itu bumi Dia hamparkan. (S. an-Naziat : 29-30). )01-89 : (. Proses geologis yang menyebabkan lahirnya rantai pegunungan, adanya tumbuh-tumbuhan, hewan merupakan masa kelima dan keenam dalam penciptaan alam. )00-00 : (. . Dan Dia pancarkan mata air dan (ditumbuhkan) tumbuh -tumbuhannya. Dan gunung-gunung Dia pancangkan dengan teguh. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu. (S. An-Naziat : 31-33).

C.

Ayat-ayat tentang Penciptaan Alam Pembicaraan al-Quran tentang alam semesta ditemukan dalam ayat -ayat-Nya yang tergelar dalam beberapa surat. Namun, ayat-ayat yang menjelaskan tentang alam

ini masih bersifat garis besar atau prinsip-prinsip dasarnya saja, karena al-Quran bukan buku-buku ilmu pengetahuan umumnya yang menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Atau mungkin kitalah yang kurang bisa menemukan makna al Qur'an yang sesungguhnya sehingga kita belum mampu menemkan makna al Qur'an yang menunjukkan secara spesifik tentang penciptaan alam semesta. Walaupun demikian, ayat yang secara jelas mengenai penciptaan alam dapat dilihat dalam surat al-Baqarah ayat 117, yang berbunyi: )004 : ( Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya jadilah lalu jadilah ia. Dari ayat di atas dapatllah kita ketahui bahwa Allah SWT-lah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat disangkal di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaanya bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan jadilah. Dan ayat -ayat lain tentang kejadian alam telah ditafsirkan melalui filsafat sains dan agama. Selain ayat di atas yang telah dipaparkan, masiha ada banyak lagi ayat-ayat alQuran yang menerangkan penciptaan alam di antaranya adalah dalam surat Hud ayat : 7. Yang berbunyi: )4 : ( Dan Dia-lah yang menciptakan ruang alam (al-sama) dan materi (al-ardh) dalam enam tahapan atau periode, dan singgasana-Nya (sebelum itu) di atas zat air (alma), agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekkah) : sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata : ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata. Ayat di atas mengungkapkan bahwa penciptaan alam semesta selama enam masa tahapan atau periode dan Arsy Allah ketika berlangsungnya proses penciptaannya di atas air atau sop kosmon (al-ma). Singgasanya merupakan kinayah atau kiasan, karena untuk melukiskan Allah seperti halnya raja-raja atau penguasa di dunia yang mempunyai singgasana merupakan sikap yang tidak dapat ditoliler Islam.

Namun bila dilihat dalam literatur lain, mengenai apa itu arsy tentu muncul berbagai perdebatan yang sangat signifikan. Pertama, menurut Rasyid Ridho dalam tafsir al-Manar menjelaskan bahwa arsy merupakan pusat pengendalian segala persoalan mahluk -Nya di alam semesta. Penjelasan ini berdasarkan pada Surat Yunus ayat 3, )0: ( Kemudian Dia bersemayam di atas arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan(QS. Yunus:3) Kedua, Jalaluddin as-Suyuti (pengarang tafsir ad-Durr al-Mantsur fi tafsir bi alMatsur) menjelasakan, arsy itu melekat pada kursi yang mana para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut dan dikelilingi oleh empat buah sungai. Sungai pertama berisi cahaya yang berkilauan, sungai yang kedua bermuatan salju putih, ketiga sungai yang penuh berisi air, dan keempat berisi api yang menyala kemerahan. Sedangkan menurut Abu asy-Syaih mengatakan arsy diciptakan dari permata zamrud hijau, sedangkan tiang-tiang penopangnya dari permata yakut merah. Kata al-sama yang lazim diartikan dengan langit, harus dipahami sebagai ruang alam yang di dalamnya terdapat galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan lainnya, berputar mengelilingi sumbunya dan pada dinding-dindingnya menempel bintang-bintang. Sedangkan kata al-ardh yang biasa diartikan bumi harus dipahami dengan materi, yakni bakal bumi yang sudah ada sesaat setelah Allah menciptakan jagad raya. Karena menurut penelitian ilmuwan, bumi baru terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu di sekitar matahari, dan tanah bumi baru terjadi sekitar 3 milyar tahun yang lalu sebagai kerak di atas magma. Ayat yang kedua mengenai alam juga tercatat dalam surat al-Anbiya ayat 30, yang berbunyi: )01 : ( Dan apakah orang-orang kafir tidak menetahui bahwasannya ruang alam dan materi (al-ardh) itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air (al-ma) Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada beriman juga. (QS, al-Anbiya:30).

Dalam surat ini disebutkan informasi bahwa dahulu ruang alam (al-sama) dan materi (al-ardh) adalah menyatu sebelum dipisahkan, dan kemudian dijelaskan pula tentang air yang daripadanya dijadikan segala sesuatu yang hidup.

D.

Orbit dan Alam Semesta yang Berotasi Salah satu sebab utama yang menghasilkan keseimbangan di alam semesta, tidak diragukan lagi, adalah beredarnya benda-benda angkasa sesuai dengan orbit atau intasantertentu. Walaupun baru diketahui akhir-akhir ini, orbit ini telah ada di dalam Al Quran, yang berbunyi: )00 : ( Artinya: Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (QS. Al Anbiyaa: 33) ! Bintang, planet, dan bulan berputar pada sumbunya dan dalam sistemnya, dan alam semesta yang lebih besar bekerja secara teratur seperti pada roda gigi suatu mesin. Tatasurya dan galaksi kita juga bergerak mengitari pusatnya masing-masing. Setiap tahun bumi dan tata surya bergerak 500 juta kilometer menjauhi posisi sebelumnya. Setelah dihitung, diketahui bahwa bila suatu benda langit menyimpang sedikit saja dari orbitnya, hal ini akan menyebabkan hancurnya sistem tersebut. Misalnya, marilah kita lihat apa yang akan terjadi bila orbit bumi menyimpang 3 mm lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya. Selagi berotasi mengitari matahari, bumi mengikuti orbit yang berdeviasi sebesar ,8 mm dari lintasannya yang benar setiap 29 km. Orbit yang diikuti bumi tidak pernah berubah karena penyimpangan sebesar 3 mm akan menyebabkan kehancuran yang hebat. Andaikan penyimpangan orbit adalah 2,5 mm, dan bukan 2,8 mm, orbit bumi akan menjadi sangat luas dan kita semua akan membeku. Andaikan penyimpangan orbit adalah 3,1 mm, kita akan hangus dan mati. (Bilim ve Teknik, Juli 1983)

E.

Manfaat Alam bagi Kehidupan Manusia

Alam pada dasarnya adalah untuk kepentingan manusia. Dengan alam, manusia bisa bertempat tinggal, mencari makan, dan lain sebagainya, yang akhirnya dengan semua itu agar manusia dapat beribadah / menyembah kepada Allah ( li yabudun). 1. Tempat Mencari Makan Alam semesta merupakan tempat bagi semua makhluk yang ada di alam semesta ini. Salah satu dari manfaat dari alam semesrta adalah sebagai tempat untuk mencari makan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi: )01 : ( Dan Kami ciptakan padanya gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi dan Dia tentukan makanan bagi (penghuni) nya dalam empat masa, memadahi untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukan. (S. Fushilat : 10). Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa bumi ini merupakan tempat makhluk untuk mencari makan. Yang sebenarnya adalah bahwa menurut kami bukan hanya bumi saja yang merupakan sarana untuk mencari makan untuk manusia, akan tetapi benda-benda langit lainnya pun merupakam darana untuk mencari makan. Seperti astronot atau ahli falak yang menggunakan pengetahuan benda langitnya sehingga mereka bisa mendapatkan rizki dari ilmu yang mereka ketahui yang kemudian mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan makannya. 2. Sumber Perhiasan Selain sebagai sarana untuk mencari makan, alam semesta yang kami khususkan pada bumi ini juga mempunyai manfaat bagi kita sebagai sumber dari perhiasan. hal ini dapat kita fahami dari ayat Allah SWT yang berbunyi: )07 : ( Dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai. (S. AnNahl : 14). Selain kedua manfaat itu masih banyak sekali manfaat-manfaat lain yang dapat kita temukan di sekitar kita, dan tidak mungkin sekali bisa disebutkan semuanya. Intinya, alam ini diciptakan oleh Allah guna memenuhi kebutuhan manusia.

II.

Kesimpulan

Dari pemaparan makalah tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa alam semesta diciptakan melalui beberapa proses yang dalam al-Quran menyebutkan bahwasannya bumi, langit, dan seisinya terbentuk dalam enam masa. Di dalamnya terdapat fenomena atau gejala-gejala yang sangat luar biasa yang dapat kita saksikan. Dan ini semua diperuntukkan kepada menusia agar mereka mengetahui keagungankeagungan-Nya dan supaya mereka menyembah kepada-Nya.

PENUTUP Demikian makalah yang dapat kami sampaikan semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kami yakin bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan pengetahuan kami.

http://shehdikimia.blogspot.com/2012/02/kematian.html

kematian Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad SAW keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat. Sahabat yang dirahmati Allah Setiap manusia akan mati sama ada orang tua, dewasa, orang muda, atau kanakkanak. Kematian seorang manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT dan telah tertulis di Loh Mahfuz dan semasa dalam kandungan seorang ibu ajal maut seseorang telah pun ditetapkan. Inilah saat dinanti-nantikan setiap manusia, tidak kira agama apa yang dianuti, pastinya mati akan datang menjemput kita. Sebagai seorang Islam yang berpegang kepada alQuran dan hadis, kita mempercayai kehidupan, kematian, dan kehidupan selepas mati wajib dilalui semua manusia. Bagaimana sihat seseorang, berkuasa dan dilimpahi dengan kekayaan, manusia pasti mati dan meninggalkan dunia fana ini. Malah, Nabi dan Rasul iaitu manusia yang paling dekat dengan Tuhan, bahkan yang menjadi kekasih Allah pun tidak dapat lari daripada kematian, menghadapi alam barzakh dan hari penghakiman di Padang Mahsyar.

Firman Allah SWT yang bermaksud: Di mana saja kamu berada, pasti mati mendatangi kamu, sekalipun kamu bersembunyi di atas mahligai atau benteng yang paling kuat . (Surah an-Nisaa, ayat 78) Persoalan mati adalah suatu kejadian yang paling hebat, suatu kejadian yang tidak dapat dielakkan. Bila seseorang manusia itu mati, ia dikatakan kiamat kecil berlaku pada diri kerana jasadnya menjadi busuk, dimakan cacing, tulang belulang menjadi hancur lebur dan roh keluar dari badan manusia. Kubur atau alam barzakh adalah tempat permulaan alam akhirat. Sebagaimana kesukaran manusia menghadapi keperitan saat nazak kematian, maka jenazah juga sekali lagi menghadapi kesukaran seksaan kubur di alam barzakh. Sebaik saja ahli keluarga dan sahabat handai selesai mengebumikan dan berjalan pulang, maka suasana gelap, dua malaikat Munkar dan Nakir datang menghampiri serta mendudukkan jenazah. Bagi jenazah yang beriman dan berbekalkan amal soleh serta ketakwaan unggul maka alam barzakh adalah suatu kerehatan yang damai. Tetapi bagi jenazah yang ingkar, sarat dengan beban dosa kerana melanggar perintah Allah, alam barzakh adalah episod ngeri hingga datangnya hari kiamat. Mereka berkeadaan seperti orang lemas dalam air yang meraung meminta pertolongan. Ingatlah wahai sekalian umat Islam bahawa pada akhir zaman ini, semakin kurang yang bercakap mengenai kematian, alam barzakh dan Mahsyar kerana sibuk dengan kelazatan kehidupan dunia. Akhirnya mereka terkejut besar apabila Malaikat Izrail datang mencabut nyawa. Saidina Ali pernah berkata: Manusia tidur lena, apabila kematian tiba baru dia terjaga daripada tidurnya. Demikianlah orang yang tidak mengingati mati itu sentiasa dalam keadaan lalai atau bagaikan orang yang tertidur dia akan terkejut bila kematian datang secara mendadak. Kesibukan mencari keseronokan dunia adalah penyumbang terbesar kelalaian manusia mengingati mati dan membuat persediaan menghadapi kematian. Contohnya, penagih dadah sanggup melakukan apa saja termasuk mengambil ubat jalanan yang mengandungi dadah dan bahan terlarang bagi menambah lagi nikmat keseronokan. Perbuatan ini seolah-olah menggali lubang kubur sendiri. Mereka ini akan menanggung seksaan hidup dengan penyakit kronik yang akhirnya membawa kepada kehancuran dan kematian. Berdasarkan kajian Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), ada ajaran sesat tidak menerima hakikat kematian pemimpinnya. Mereka sering mendakwa keajaiban pemimpin yang kadang kala lebih hebat daripada Rasulullah SAW dan Khulafa alRasyidin.

Firman Allah SWT bermaksud: Tiap yang bernyawa akan merasai mati, dan bahawasanya pada hari kiamat sahajalah akan disempurnakan balasan kamu. Maka sesiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke syurga maka sesungguhnya ia telah berjaya. Dan tiadalah kehidupan di dunia ini melainkan kesenangan yang memperdayakan. (Surah Ali-Imran, ayat 185) Menghadapi kematian pemimpin yang disayangi sememangnya perit dan sukar diterima. Kita perlu mencontohi sikap waras Abu Bakar ketika berdepan kewafatan Nabi SAW. Beliau memujuk Umar al-Khattab yang masih terkejut seraya berkata: Ketahuilah, sesiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Sesiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah sentiasa hidup tidak akan mati. Sahabat yang dimuliakan, Marilah sama-sama kita membuat persiapan sebelum saat kematian datang menjemput kita. Ketika saat itu datang sedangkan kita masih terleka dengan keseronokan dunia dan masih tidak menyediakan bekalan yang cukup untuk satu perjalanan yang jauh maka kitalah yang akan rugi dan menyesal. Ketika berada di alam barzakh ketika itu tidak berguna lagi peneyesalan dan tidak ada taubat lagi ketika itu, apa yang berguna adalah amal soleh yang kita kerjakan semasa di dunia. Oleh itu perbanyakkanlah amal ibadah, amal soleh, amal kebajikan dan sedekahlah sebanyak yang mampu kerena sedekah yang ikhlas akan meringankan azab di alam barzakh dan hari akhirat. Sedekah jariah yang berterusan akan mendapat perlindungan Arasy di Padang Mahsyar dan membatu ketika timbangan amal (Mizan), terdapat pintu khusus di syurga untuk mereka yang banyak bersedekah ketika di dunia. Mereka yang banyak bersedekah dengan rahmat Allah SWT akan diizinkan masuk kepintu tersebut dengan hati yang tenang dan gembira.

http://www.sugengdirect.com/index.php?option=com_content&task=view&id=499&Itemi d=272

Konsep Hidup Muslim

http://www.hmetro.com.my/Current_News/myMetro/Friday/FikrahDrSalam/2009050108 5035/Article/indexp_html

SOALAN SAYA belajar di kalangan komuniti berbilang kaum, dengan majoritinya adalah bukan Islam. Kadang-kadang kawan bukan Islam ini sering bertanya pendapat saya mengenai Islam.

Antaranya mereka bertanya adakah orang bukan Islam di akhirat nanti akan berada di neraka, sedangkan mereka yang betul-betul beragama Islam akan ditempatkan di syurga? Orang bukan Islam sesetengahnya tidak pernah melakukan sesuatu kejahatan pun, tidak pernah menganiayai orang malah tutur kata dan sifat peribadinya amat baik jika dibandingkan sesetengah orang Islam yang beriman hanya pada nama. Adakah Allah akan menjalankan hisab juga ke atas orang bukan Islam? Jika ya, bagaimanakah Allah menilai kebaikan mereka? Adakah segala kebaikan yang mereka lakukan itu tidak akan dinilai dan diambil kira? Bagaimana dengan Orang Asli yang tinggal di hutan, langsung tidak ada pembangunan dan hubungan dengan dunia luar, sebagai contoh, mereka tidak mendapat khabar mengenai Islam. Adakah mereka juga termasuk golongan yang masuk neraka? Kedua, mereka mempersoalkan sifat Allah. Seperti yang kita tahu Allah bersifat pemurah dan penyayang. Tetapi mereka mempersoalkan sifat itu dengan mengatakan jika benar Allah menjadikan setiap manusia itu, kenapa tidak dijadikan semua orang di dunia ini memeluk Islam dan diberikan hidayah? Ini kerana di akhirat nanti tidak perlu Allah menyeksa mereka yang tidak memeluk Islam dengan mencampakkan mereka ke dalam api neraka. Mereka juga mempersoalkan keadilan Allah, kenapa hanya mengurniakan rahmat kepada orang Islam saja? Tidakkah Allah itu berlaku tidak adil kerana hanya memberi rahmat kepada segelintir orang sedangkan semua orang itu adalah ciptaan Allah? Kemudian, apakah hikmahnya Allah menjadikan manusia itu pelbagai bangsa, agama dan bahasa? Maafkan saya sekiranya persoalan saya ini agak keterlaluan, tetapi saya memerlukan satu jawapan kukuh untuk menegakkan Islam sebagai agama syumul supaya orang bukan Islam tidak memperlekehkan agama ini.

JAWAPAN PERSOALAN yang dikemukakan di atas membabitkan kefahaman mengenai konsep ketuhanan, alam, manusia dan kehidupan menurut pandangan Islam. Ia kadangkadang dipanggil 'tasawwur Islam' atau 'Islamic worldview.' Apabila kita benar-benar memahami dan menghayatinya kita dapat menjawabnya dengan penuh yakin. Ini kerana apa yang dibawa Islam adalah kebenaran sematamata. Dengan kata lain, kita sewajarnya menerangkan kefahaman yang benar mengenai konsep itu kepada golongan bukan Islam. Dalam Islam, Allah adalah Tuhan kepada segala makhluk termasuk orang Islam dan bukan Islam. Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan Allah dengan sebaik-baik kejadian. Secara umum, terdapat tiga unsur yang ada pada diri manusia, iaitu fizikal, akal dan roh. Tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk mengenal dan seterusnya menyembah Tuhan yang menciptanya. Alam termasuk dunia adalah ciptaan Allah. Antara tujuan diciptakan alam adalah untuk memperlihatkan tanda kebesaran Allah. Kehidupan pula dilihat sebagai anugerah Allah kepada makhluknya. Islam melihat kehidupan bukan sahaja di dunia malah di akhirat. Dunia dilihat sebagai medan dalam menentukan sama ada manusia berjaya dalam ujian yang ditetapkan Allah. Kejayaan mereka dilihat apabila berjaya mengenal dan menyembah Tuhan pencipta alam. Mengenai balasan baik untuk orang Islam ia adalah benar. Ini kerana Islam itu sendiri bermaksud penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Dengan kata lain, orang Islam benar-benar mematuhi segala perintah Allah yang disampaikan para nabi terutama Nabi Muhammad s.a.w. Setiap orang menyakini adanya Tuhan yang satu, kenabian Nabi Muhammad s.a.w dan hari akhirat. Balasan neraka diterima orang bukan Islam adalah benar. Begitu juga kepada orang Islam yang derhaka. Balasan sedemikian setimpal dengan segala kepercayaan dan perbuatan mereka.

Seperti yang diterangkan di atas, semua manusia diberi Allah akal dalam mencari dan mengenal kebenaran. Mereka diberi kebebasan sepenuhnya berbanding dengan makhluk lain. Manusia itu disebut sebagai 'rational being' (makhluk yang berakal). Sekiranya orang bukan Islam melakukan kebaikan di dunia seperti tidak pernah menganiayai orang, malah tutur kata dan sifat peribadinya baik, jika dibandingkan sesetengah orang Islam yang hanya pada nama, itulah dianjurkan Islam dan agama lain. Manusia pada asalnya adalah manusia moral (moral being). Bagaimanapun, Islam melihat ada dua perhubungan utama, iaitu hubungan sesama manusia dan dengan Allah Tuhan Pencipta alam dan manusia. Manusia akan dinilai berdasarkan kedua-dua hubungan itu. Manusia yang jahil dan sombong sehingga menafikan Tuhan pencipta alam dimurkai Pencipta-Nya. Berkenaan adanya manusia yang hidup terasing seperti Orang Asli, adalah menjadi kewajipan bagi masyarakat Islam untuk menyampaikan dakwah Islam kepada mereka. Mereka juga seperti manusia lain dicipta Allah secara sempurna. Dengan usaha yang gigih, mereka akan dapat memahami cara hidup beragama yang sebenar. Agama Islam sesuai dengan fitrah semula jadi manusia. Dalam dunia global sekarang, Islam tidaklah asing kepada semua masyarakat manusia. Seterusnya mengenai pembahagian manusia kepada orang Islam dan bukan Islam atau lebih tepat lagi orang beriman dan tidak beriman, semuanya diasaskan kepada kebebasan manusia memilih cara hidup. Islam tidak memaksa manusia menganut ajaran Islam. Ajaran Islam diasaskan atas dasar penyerahan diri secara sukarela kepada Allah Tuhan Pencipta segala makhluk. Perkara ini jelas apabila al-Quran menegaskan, maksudnya: "Dan katakanlah (wahai Muhammad): "Kebenaran itu telah datang dari Tuhan kamu, maka sesiapa yang mahu beriman, hendaklah dia beriman; dan sesiapa yang mahu kufur ingkar, biarlah dia mengingkarinya. Kerana kami telah menyediakan bagi orang-orang yang berlaku zalim itu api neraka, yang meliputi mereka laksana khemah." (al-Quran, al-Kahfi (18): 28) Mengenai rahmat Allah hanya kepada orang Islam, itu tidak sepenuhnya benar. Terdapat dua kategori rahmat, iaitu rahmat umum dan rahmat khusus. Rahmat umum dirasakan kepada seluruh alam dan makhluk kerana semuanya dijadikan Allah itu Tuhan sekalian alam dan segala makhluk. Cuba perhatikan keadaan sekeliling, diri sendiri, betapa nikmat dan rahmat yang manusia dapat. Udara, alam sekeliling, anggota tubuh dan sebagainya semua adalah rahmat dan

rahmat Allah. Bagaimanapun, rahmat khusus hanya dapat kepada orang yang beriman terutama di akhirat nanti. Ini kerana mereka benar-benar beriman dan melaksanakan segala perintah Allah secara sukarela dan penuh ketaatan. Adalah adil sekiranya Allah memberi, mengekalkan dan menambah lagi rahmat dan nikmat di akhirat nanti. Antaranya nikmat syurga dan melihat Allah. Ini sesuai dengan nama dan sifat Allah, ar-Rahman dan ar-Rahim sebagaimana dalam basmalah, iaitu "Dengan nama Allah yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihi." Islam datang membawa rahmat kepada seluruh alam. Risalah Nabi Muhammad s.a.w kepada penduduk dunia seluruhnya sebagai rahmat dan nikmat yang besar. Ini jelas apabila Allah berfirman, maksudnya: "Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadikan rahmat bagi sekalian alam." (al-Quran, al-Anbiya'(21): 107) Dengan menerima ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad, manusia akan selamat di dunia dan akhirat. Sesiapa yang kufur dan ingkar mendapat 'kecelakaan' di dunia dan akhirat. Pembahagian manusia berdasarkan jantina lelaki dan perempuan, malah lahir pelbagai bangsa dan suku puak, semuanya ada hikmah tertentu. Ia terutama bagi umat manusia menjalin hubungan yang sihat antara satu sama lain, seperti kenal mengenali dan bantu membantu. Allah berfirman, maksudnya: "Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah mencipta kamu daripada lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai-bagai bangsa dan bersuku puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu dengan yang lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih takwanya di antara kamu, (bukan yang lebih keturunan atau bangsanya." (al-Quran, al-Hujurat (49): 11) Sememangnya Allah berkuasa menjadikan mereka umat yang satu. Allah berfirman, maksudnya: "...Dan kalau Allah menghendaki nescaya Ia menjadikan kamu satu umat (yang bersatu dalam agama yang satu), tetapi Ia hendak menguji kamu (dalam menjalankan) apa yang telah disampaikan kepada kamu..." (al-Quran, al-Maidah (5): 48) Malah Islam melihat semua manusia berasal daripada keturunan yang satu iaitu Adam dan Hawa. Allah berfirman, maksudnya: "Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhan kamu yang menjadikan kamu (bermula) daripada diri yang satu (Adam), dan yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya (isterinya Hawa), dan membiakkan

daripada keduanya - zuriat keturunan - lelaki dan perempuan yang ramai." (al-Quran, al-Nisa'(4): 1) Sebelum lahir ke dunia, manusia mengakui Tuhan yang Esa seperti firman Allah, maksudnya: "Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun temurun) dari (tulang) belakang mereka, dan Dia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri, (sambil Dia bertanya dengan firman-Nya): "Bukankah Aku Tuhan kamu?" Mereka semua menjawab: "Benar (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi..." (al-Quran, al-A'raf (7):172)

Anda mungkin juga menyukai