Anda di halaman 1dari 32

1 PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA

MR. C.W. STAR BUSMANN Kata hukum acara perdata dipakai sebagai terjemahan dari istilah Belanda Bugerlijk procesrecht jadi HAPER dirumuskan sebagai voorschriften, waardoor het burgerlijk recht tot gelding te brengen, te verwezenlijken (peraturan-peraturan untuk mewujudkan hukum perdata)

MR. H.L WICHERS Sebagai hukum formal, yang merupakan alat untuk menyelenggarakan hukum material, sehingga hukum acara itu harus digunakan sesuai dengan keperluan hukum material

PROF. R. SUPOMO, SH Dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum (burgerlijke rechtsorde) menetapkan apa yang telah ditentukan oleh hakim dalam suatu perkara HUKUM ACARA PERDATA Kaidah atau Aturan hukum Mengatur bagaimana menyelesaikan Perkara perdata Di Pengadilan

PROF.DR.R. WIRJONO PRODJODIKORO, SH Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya hukum-hukum perdata.

PROF. R. SUBEKTI, SH Hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, maka dengan sendirinya setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya.

PROF. DR. SUDIKNO MERTOKUSUMO, SH Diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.dengan kata lain mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan melaksanakan dari putusannya.

DR. HC. RETNOWULAN SUTANTIO, SH Hukum Perdata Formil yaitu semua kaidah hukum yang menetukan dan mengatur cara bagaimana cara melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil

Materi Mata Kuliah Hukum Acara Perdata di Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Padjadjaran, Universitas Trisakti, Universitas Al Azhar dan PKPA.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

2
SUMBER HUKUM HIR/Rbg/Rv BW/KUHPerdata WvK/KUHDagang Yurisprudensi SEMA/PERMA Doktrin Perjanjian Internasional Undang-undang ASAS-ASAS HAPER Hakim bersifat menunggu (Iudex no procedat ex officio) Hakim pasif (lijdelijkeheid van rechter-secundum allegata iudicarel) Terbuka untuk umum (openbaarheid van rechtspraak) Mendengar kedua belah pihak (Horen van beide parttijen/audi et alteram partem) Putusan disertai alasan (motivering plicht-voldoende gemotiveerd) Beracara dikenakan biaya (niet kosteloze rechtspraak) Tidak ada keharusan mewakilkan (verplichte procureurstelling) Hakim aktif pimpin sidang Sederhana, cepat, biaya ringan Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Pemeriksaan dalam dua tingkat (onderzoek in twee in tanties) SIFAT-SIFAT HAPER Mengatur Memaksa

KAIDAH ATURAN NORMA HUKUM

H A P E R

MENGATUR BAGAIMANA SELESAIKAN PERKARA PERDATA

Beracara di pengadilan mulai dari pengajuan permohonan, gugatan, (class action, legal standing, citizen law suit), pemeriksaan dalam persidangan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, putusan, upaya hukum, sita jaminan, eksekusi, dan dapat membedakan proses beracara perdata di pengadilan agama, pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan terhadap putusan KPPU dan BPSK, eksekusi putusan arbitrase. Gugatan penyelesaian partai politik (Pasal 32-33 UU No. 2/2008) gugatan, sengketa informasi publik (Pasal 4750 UU 14/2008) Pasal 24 (2) UUD 1945 Pasal 18 UU No. 48/2009 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah MAHKAMAH AGUNG dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan sebuah MAHKAMAH KONSTITUSI. Pasal 27 UU No. 48/2009 Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung sebagimana dimaksud dalam Pasal 25. Penjelasan Pasal 27 (1) Yang dimaksud dengan PENGADILAN KHUSUS antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada dilingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada dilingkungan peradilan tata usaha negara. Pasal 2 UU No. 8/2004 PERADILAN UMUM adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Penjelasan Pasal 2 UU No. 8/2004 Disamping peradilan umum yang berlaku bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, pelaku kekuasaan kehakiman lain yang merupakan PERADILAN KHUSUS BAGI GOLONGAN RAKYAT TERTENTU, yaitu peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

PENGADILAN

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

3 KEKUASAAN KEHAKIMAN
Kekuasaan Kehakiman UUD 45 (24 (2)) UU 48/2009 (Ps 18)

Mahkamah Agung 14/1985, 5/2004, 3/09

Mahkamah Konstitusi UU 24/2003

Peradilan Militer UU 31/1997

Peradilan TUN UU 5/86,9/04,51/09

Peradilan Agama UU 7/89,3/06,50/09

Peradilan Umum UU 2/86,8/04,49/09

Mahmilgung

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Pengadilan Tinggi Agama

Pengadilan Tinggi

Mahmilti

Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Agama

Pengadilan Negeri

Mahmil

Pengadilan Khusus UU 51/2009 Ps 9A

Pengadilan Khusus UU 50/2009 Ps 3A

Pengadilan Anak UU 3/1997

Peng.Pajak UU 14/2002

Mahkamah Syariah UU 50/2009 Ps 3A(2)

Pengadilan HAM UU 26/2000

Pengadilan Arbitrase Syariah (Pasal 3A (1))

Pengadilan Tipikor UU 46/2009

Peng Hub Industrial UU 2/2004

Peng. Niaga UU 37/2004

Cat : Pengadilan Adat di Papua Pasal 50-51 UU 21/2001 Mahkamah Syariah di NAD Pasal 128 SD 137 UU 11/2006 (dahulu UU No 18/2001)

Peng. Perikanan UU 31/2004

Peradilan Syariah Aceh UU 50/2009 Ps 3A(2)

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

4

HUKUM WARISAN BELANDA

HIR (Het Herziene Indonesche Reglement) atau RID (Reglement Indonesia yang Diperbaharui), S. 1848 nomor 16 jo S. 1941 nomor 44 yang berlaku untuk daerah Jawa dan Madura. RBg (Het Rechtsreglement Buitengewesten, S. 1927 nomor 227) ditetapkan berdasarkan Ordonansi 11 Mei 1927 dan berlaku sejak tanggal 1 Juli 1927, berlaku di luar Jawa-Madura. Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang lazim disebut dengan Reglemen Hukum Acara Perdata untuk Golongan Eropa (S. 1847 Nomor 52 dan S. 1849 Nomor 63). BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) WvK (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Yurisprudensi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Perjanjian Internasional Doktrin

PRAKTEK PERADILAN

S U M B E R H A P E R

UNDANGUNDANG YANG BERKAITAN

UU No. 20/1947 tentang Peradilan Ulangan / Acara Banding UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman UU No. 14/1985 jo No. 5/2004 jis No.3/2009 tentang MA UU No. 2/1986 jo 8/2004, 49/2009 ttg Peradilan Umum UU No. 5/1986 jo 9/2004, 51/2009 tentang PTUN UU No. 7/1989 jo 3/2006, 50/2009 ttg Peradilan Agama UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli PUTS UU No. 2 Tahun 2004 tentang Hubungan Industrial UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merk UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain dan Tata Letak Sirkuit UU No. 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman Baru UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang UU No. 23 Tahun 2009 Perlindungan & Pengelolaan Lingk Hidup UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan UU No. 4 Tahun 2009 ttg Pertambangan Mineral&Batu Bara UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi UU No. 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis UU No. 27/2007 ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir & Pulau Kecil

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

5 Persidangan terbuka untuk umum (Openbaarheid van rechtspraak) Pasal 13 UU 48/2009 Tidak ada keharusan mewakilkan Pasal 123 HIR/147 Rbg Pengadilan bebas dan tidak memihak (netral dan imparsial) Pasal 4 (1) UU No. 48/2009 Mendengar kedua belah pihak (Hoven van beide partijen-audi et alteram partem) Pasal 4 UU 48/2009 dan Pasal 121 (2), 132a HIR/145 (2), 157 Rbg, 47 Rv

Sederhana, cepat dan biaya ringan Pasal 2 (4) UU 48/2009 Putusan harus disertai alasan (motivering plicht-voeldoende gemotiveerd) Pasal 50 dan 53 UU 48/2009 Pasal 68A (1) UU 49/2009 dan Pasal 391, 184 ayat (1) HIR/618, 195 Rbg
A S A S H A P E R

Berpekara dikenakan biaya (niet kosteloze rechtspraak) Pasal 2 (4) UU 48/2009 dan Pasal 121 (4), 145 (4), 183, 183 HIR/192, 194 Rbg Hakim bersifat menunggu (iudex no procedat ex officio) Pasal 10 ayat 1 UU 48/2009 dan Pasal 118 HIR/142 Rbg Hakim bersifat pasif (lijdelijkeheid van rechter) Pasal 132 HIR/156 Rbg dan Pasal 178 HIR/189 Rbg Hakim aktif memimpin persidangan Pasal 119 dan 132 HIR Pemeriksaan dalam dua tingkat (onderzoek in twee instanties) Pasal 2 dan 3 UU 2/1986 (Original jurisdiction and appellate jurisdiction) Pengawasan putusan melalui kasasi (toezicht op de rechtspraak door van cassatie) Pasal 20 ayat 3, 28, 30 UU 14/1985 dan Pasal 32 UU 2/1986

Putusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Pasal 2 (1) UU 48/2009

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

6 TUNTUTAN HAK
Tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenrichting. Tuntutan hak harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, merupakan syarat utama untuk dapat diterimanya hak oleh pengadilan (point dinteret, point daction). Tuntutan hak di dalam Pasal 118 ayat 1 HIR/142 ayat I Rbg disebut sebagai tuntutan perdata (burgerlijke vordering).

Pengertian

T U N T U T A N H A K

PERMOHONAN (Jurisdictio Voluntaria) Tuntutan Hak yang tidak mengandung sengketa diajukan kepengadilan untuk mendapatkan PENETAPAN

Penjelasan Pasal 2 (1) UU No. 14/1970 Tertulis/lisan Upaya hukum kasasi Ditentukan Undang-Undang misalnya: Pengangkatan Anak (Adopsi) Pasal 47-51 UU 23/2006, Pasal 12 UU 4/1979, Pasal 39,40,41, UU No. 23/2002, PP No. 54/2007, Sema 6/1983, dan Sema 4/1989 Perwalian, Pasal 47 UU No. 1/1974, Ps. 1 UU 3/1997, Ps 1 UU 23/2002 Pengampuan, izin jual, perbaikan akta catatan sipil, Dispensasi nikah Pasal 7 UU 1/1974 Izin nikah Pasal 6 ayat (5) UU 1/1974 Perwasitan Pasal 13, 14 UU 30/1999 Ganti nama Pasal 52 ayat (1) UU 23/2006 Keadaan tidak hadir (463 BW dan dinyatakan meninggal dunia (457 BW) Permohonan dilarang untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, status keahliwarisan, keabsahan dokumen atau akta HARUS DENGAN GUGATAN Permohonan dalam Pasal 70 UU 30/1999 dan Pasal 138-146 Undangundang PT No. 40/2007 harus diperiksa EX PARTE DENGAN GUGATAN dan harus ditarik termohon/pihak-pihak yang berkepentingan.

GUGATAN (Jurisdictio Contentiosa) Tuntutan hak yang mengandung sengketa diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan PUTUSAN

Tertulis/lisan GUGATAN BIASA ex: perceraian, warisan, wanprestasi, perbuatan melawan hukum.. GUGATAN CLASS ACTION/GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK Suatu tata cara pengajuan gugatan dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta, kesamaan dasar hukum dan kesamaan jenis tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompok. (Pasal 91 UU 32/2009, Pasal 46 (1b) UU No. 8/1999, Pasal 37 (1) UU No. 18/1999, Pasal 71 (1) UU No. 41/1999, Perma 1/2002, Pasal 38 (2) UU 11/2008, Pasal 274 (2e) UU 17/2008, Pasal 90 UU No.7/2004, Pasal 145 (1ab) UU 4/2009, Pasal 396 (1), 2h, 397 UU No. 1/2009, Pasal 21 UU 44/2008 GUGATAN ORGANISASI/LEGAL STANDING (STANDING NGOS) Yaitu kelompok organisasi tertentu/LSM dapat mengajukan gugatan untuk kepentingan masyarakat (umum) ex: lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perlindungan kehutanan (Pasal 92 UU No. 32/2009, Pasal 46 (1c) UU No. 8/1999, Pasal 73 (1) UU 41/1999, Pasal 1 (3) PP 59/2001 dan Pasal 7-LPKSM). GUGATAN WARGA NEGARA (CITIZEN LAW SUIT/ACTIO POPULIS) Yaitu gugatan dari anggota masyarakat untuk kepentingan umum tanpa ada keharusan bahwa orang tersebut merupakan pihak yang mengalami kerugian langsung. Cat: Ps 60 jo 66 UU 27/2007 Ttg Tata Ruang? Gugatan partai politik (Pasal 32-33 UU 2/2008) Gugatan Sengketa Informasi Publik (Pasal 47-50 UU 14/2008)

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

7
UU No. 32/2009 Tentang PERLINDUNGAN & PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 91 : (1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan diri sendiri dan/atau untuk kepetingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (2) gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan diantara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

UU No. 8/1999 Tentang PERLINDUNGAN KONSUMEN Pasal 46 (1) Huruf (b) : Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama Penjelasannya : Undang-Undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu di antaranya adalah adanya bukti transaksi. UU No. 18/1999 Tentang JASA KONSTRUKSI Pasal 38 (1) : Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara : a) Orang perseorangan b) Kelompok orang dengan pemberian kuasa c) Kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. Penjelasannya : Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. UU No. 41/1999 Tentang KEHUTANAN Pasal 71 (1) : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. UU No. 11/2008 Tentang INFORMASI TRANSAKSI ELEKTRONIK Pasal 38 (2) : Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. UU No. 7/2004 Tentang SUMBER DAYA AIR Pasal 90: Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan sumber daya air berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan. UU No. 17/2008 Tentang PELAYARAN Pasal 274 (2e) : (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: e. Melaksanakan gugatan perwakilan terhadap kegiatan pelayaran yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum

C L A S S A C T I O N

UU No. 4/2009 Tentang PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA Pasal 145 (1ab) : 1. Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan berhak: a. Memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan b. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

8
UU No. 1/2009 Tentang PENERBANGAN Pasal 396 (2h) : 2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa: h. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap kegiatan penerbangan yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum: Pasal 397: Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 396 (1) dapat dilakukabn secara perseorangan kelompok, organisasi profesi, badan usaha atau organisasi kemasyarakatan lain sesuai dengan prinsip keterbukaan dan kemitraan. UU No. 44/2008 Tentang PORNOGRAFI Pasal 21 (1b) : 1. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 dapat dilakukan dengan cara: b. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan 2.ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan UU No. 40/2008 Tentang PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS Pasal 14: Setiap orang secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama berhak mengajukan gugatan ganti kerugian melalui pengadilan negeri atas tindakan diskriminasi ras dan etnis yang merugikan dirinya. Penjelasan pasal 14: Yang dimaksud dengan mengajukan gugatan secara bersama-sama adalah gugatan perwakilan (class action) dalam pasal ini adalah hak sekelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar persamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena kegiatan diskriminasi berdasarkan ras dan etnis. UU No. 27/2007 Tentang PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU TERPENCIL Pasal 68 : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kepengadilan sesuai dengan peraturan perundang undangan RUU HUKUM ACARA PERDATA (TAHUN 2008) Pasal 5 (1) Dalam hal orang yang berpendapat haknya telah dilanggar berjumlah sangat banyak gugatan dapat diajukan secara perwakilan (2) Gugatan secara perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh wakil kelompok atau advokat selaku kuasanya (3) Gugatan perwakilan dapat diajukan apabila : a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien jika gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau bersama sebagai penggugat dalam satu gugatan b. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya; dan c. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. (4) Wakil kelompok berhak untuk melakukan penggantian advokat, jika advokat melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.

C L A S S A C T I O N

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

9
UU No. 32/2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 92 : Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil; organisai tersebut harus memenuhi syarat berbentuk badan hukum, ditegaskan dalam anggaran dasarnya, telah melaksanakan kegiatan nyata paling singkat 2 tahun

UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46 (1) Huruf (c) : Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan usaha hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen, dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

L E G A L S T A N D I N G
N

Peraturan Pemerintah No. 59/2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 1 angka (3) : Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, yang selanjutnya disebut LPKSM, adalah lembaga non-departemen yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Pasal 2 ayat (1) : Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut : a. Terdaftar pada pemerintah kabupaten/kota; dan b. Bergerak dibidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Pasal 7 : Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat melakukan advokasi atau perberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan hak secara mandiri, baik secara perseorangan maupun kelompok. UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan Pasal 73 (1) : Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan hutan, organisasi bidang kehutanan berhak mengajukan gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi hutan.

RUU Hukum Acara Perdata (Tahun 2008) Pasal 6 : (1) Dalam hal organisasi kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat berpendapat telah terjadi pelanggaran terhadap hak masyarakat, organisasi kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat tersebut dapat mengajukan gugatan oleh Legal Standing (2) Tuntutan oleh Legal Standing terbatas pada tuntutan hak untuk melakukan tindakan hukum tertentu, pembayaran uang paksa, dan/atau tuntutan biaya perkara. (3) Gugatan oleh Legal Standing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh orang yang berhak mewakili organisasi kemasyarakatan atau orang yang berhak mewakili lembaga swadaya masyarakat. (4) Gugatan oleh Legal Standing dapat diajukan apabila organisasi kemasyarakatan atau lembaga swadaya masyarakat memenuhi persyaratan : a. Berbentuk badan hukum atau yayasan; b. Terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan tertentu; dan d. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

10

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK*)

Ketidak NGO sebagai wali Individu mampu percayaan pada (guardian) mewakili individualistik kepentingan publik Istilah Gugatan perdata Gugatan Gugatan BGO / Gugatan warga Perwakilan NGO Standing negara Kelompok Hubungan Kepentingan langsung Kepentingan Tidak memiliki Tidak memiliki kepentingan (riil & tangible) langsung (riil & kepentingan riil & kepentingan riil & tangible) tangible tangible Tuntutan Ganti rugi materiil & Ganti rugi Tindakan tertentu Tindakan tertentu, tindakan tertentu materiil & dan out of pocket pelaksanaan tindakan tertentu expenses kewajiban hukum Subjek Orang yang dirugikan Class Organisasi yang Orang perorangan secara langsung Representative, memenuhi syarat warga negara Class Members Notifikasi Tidak diperlukan Notifikasi dari Tidak diperlukan Notifikasi dari Class penggugat ke Representative ke tergugat Class Members *) Panduan bantuan hukum di Indonesia, YLBHI, edisi 2006, cetakan kedua, september 2007, hal 385. Gugatan Biasa (Cerai, Waris, Wanprestasi, PMH) Class Actions Legal Standing G U G A T A N Citizen Law Suit

Filosofi

Gugatan Perdata Biasa Individualistik

Class Actions

Legal Standing

Citizen Law Suit

Gugatan Partai Politik Gugatan Informasi Publik Keberatan Terhadap Putusan KPPU Keberatan Terhadap Putusan BPSK

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

11
(Legitima Persona Standi In Judicio) - (Personae Miserabiles) Penggugat/Eiser/Plaintiff : orang yang merasa haknya dilanggar/yang mengajukan tuntutan hak yang mengandung sengketa Tergugat/Gedaage/Defendat: orang yang dirasa melanggar hak orang lain/orang yang terhadapnya diajukan tuntutan hak yang mengandung sengketa Turut tergugat : orang yang tidak menguasai barang/sengketa/tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu namun demi lengkap gugatan harus diikutsertakan untuk tunduk patuh, dan taat terhadap putusan 118 dan 120 HIR dapat diajukan tertulis/lisan sedangkan bagi yang tidak dapat baca tulis dengan cara ybs menghadap ketua pengadilan dengan menceritakan maksud mengajukan gugatan. Kemudian KPN mencatatkan maksud tersebut dan dibubuhi cap jempol oleh ybs. 237 HIR bagi yg tidak mampu dapat mengajukan perkara PRODEO.

PIHAK-PIHAK

BENTUK

SYARAT G U G A T A N

Pasal 8 ayat (3) Rv: Identitas Para Pihak (Nama, Alamat, Pekerjaan, Kewarganegaraan) POSITA/Fundamentum Petendi: dasar gugatan yang memuat uraian peristiwa/kejadian (feitelijke gronden) memuat alasan berdasarkan keadaan dan uraian tentang alasan hukum (rechts gronden) PETITUM : hal-hal yang diminta penggugat agar diputuskan, ditetapkan atau diperintahkan hakim. Petitum harus jelas dan lengkap hakim wajib mengadili semua dan dilarang memutuskan lebih dari yang diminta dalam petitum (178 HIR) Gugatan dapat dicabut sebelum tergugat menjawab tetapi jika sudah menjawab harus mendapat persetujuan tergugat hal ini, tidak diatur dalam HIR/Rbg tetapi ada dalam praktek dan pasal 271, 272 Rv

PENCABUTAN

PERUBAHAN

Dapat diajukan sebelum tergugat memberikan jawaban dan dapat dilakukan apabila tidak mengubah dasar gugatan, tidak mengubah petitum, pokok perkara yang menjadi dasar dari gugatan. Perubahan setelah jawaban dapat dikabulkan apabila tergugat menyetujui. Perubahan gugatan dilarang apabila berdasarkan atas keadaan/peristiwa hukum yang sama dituntut hal yang lain atau penggugat mendalilkan keadaan fakta hukum yang baru dalam gugatan yang dirubah Diperkenankan apabila menguntungkan proses, ada hubungan tuntutan, memudahkan pemeriksaan dan dapat mencegah putusan saling bertentangan KUMULASI SUBYEKTIF : Penggabungan beberapa penggugat atau tergugat dalam satu gugatan. KUMULASI OBYEKTIF : Penggabungan beberapa tuntutan terhadap beberapa peristiwa hukum dalam satu gugatan. KUMULASI OBYEKTIF tidak diperkenankan dalam hal : Penggabungan antar tuntutan yang diperiksa dengan acara khusus dan dengan yang diperiksa acara biasa Penggabungan antar tuntutan yang menyangkut dalam kewenangan yang berbeda satu dengan yang lain Penggabungan tentang bezit dan eigendom bersama-sama dalam satu gugatan (103 Rv). Dalam kumulasi obyektif tidak disyaratkan bahwa tuntutan-tuntutan harus ada hubungan yang erat satu dengan yang lain sedangkan kumulasi subyektif disyaratkan adanya koneksitas atau hubungan. Dalam hal terdapat beberapa perkara yang mempunyai hubungan erat satu dengan yang lain ketua pengadilan atas permohonan pihak berperkara berwenang menggabungkan beberapa perkara untuk disidangkan oleh hakim yang sama apabila menguntungkan proses, memudahkan pemeriksaan dan mencegah putusan saling bertentangan

KUMULASI

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

12

TEMPAT PENGAJUAN GUGATAN

G U G A T A N

118 HIR gugatan harus diajukan di pengadilan dimana tergugat bertempat tinggal (ACTOR SEQUITUR FORUM REI) dengan kekecualian : 1. Diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman tergugat jika tempat tinggalnya tidak diketahui. 2. Apabila tergugat lebih dari satu gugatan dapat diajukan di Pengadilan Negeri salah satu dari para tergugat. 3. Apabila tergugat berhutang memiliki penjamin gugatan diajukan di Pengadilan Negeri tempat tinggal yang berhutang. 4. Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak diketahui maka gugatan diajukan di Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat. 5. Dalam hal point 4 diatas mengenai barang tetap maka gugatan DAPAT diajukan di Pengadilan Negeri dimana barang itu terletak. 6. Apabila tempat tinggal yang dipilih dengan akta maka gugatan dapat diajukan di Pengadilan Negeri dimana tempat tinggal yang dipilih tersebut. Cat : beberapa peraturan perundang-undangan mengatur kekecualian ini seperti dalam undang-undang perkawinan

GUGATAN DLM REKONPENSI

Disebut juga gugat balik, gugat balasan, atau gugat ginugat. Pasal 132a HIR gugatan dalam rekonpensi dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali : 1. Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat sedangkan gugatan rekonpensi mengenai dirinya sendiri atau sebaliknya. 2. Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa tuntutan balik itu berhubung dengan pokok perselisihan (kompetensi absolut). 3. Dalam perkara tentang menjalankan putusan hakim. 4. Jika dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi maka dalam pemeriksaan banding tidak dapat diajukan gugatan rekonpensi. Pasal 132b gugatan rekonpensi harus diajukan bersamasama dengan jawaban pertama. Gugatan dalam konpensi dan rekonpensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan kecuali apabila ada alasan hukum dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu. Gugatan rekonpensi diajukan karena : Menghemat ongkos perkara Mempermudah pemeriksaan

Mempercepat penyelesaian Menghindarkan putusan saling bertentangan satu sama lain.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

13 SURAT KUASA
Suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (1792 BW). Surat Kuasa Umum : Surat kuasa yang dipakai untuk segala macam jenis perbuatan tanpa menyebutkan secara terperinci objek dari perbuatan itu Surat Kuasa Khusus: Surat kuasa yang dirumuskan secara khusus untuk melakukan satu atau beberapa perbuatan tertentu di pengadilan. (1795 BW) Dalam berperkara di pengadilan yang dipakai surat kuasa khusus (123 ayat (1) HIR) jaksa sebagai kuasa atau wakil pemerintah (Pasal 30 (2) UU No. 16/2004) Dalam SEMA No. 6/1994 surat kuasa khusus harus menyebut dengan JELAS, KHUSUS, surat kuasa di pengadilan, kompetensi pengadilan, identitas kedudukan para pihak dan secara ringkas, konkrit dari objek sengketa. Surat kuasa khusus yang dibuat diluar negeri untuk sengketa di Indonesia harus dilegalisasi oleh KBRI/konsulat. Pasal 1793 BW menentukan bahwa suatu surat kuasa dapat dibuat dengan akta otentik, akta dibawah tangan, surat biasa, secara lisan dan secara diam-diam Diatur dalam pasal 1803 BW surat kuasa ini diberi hak substitusi (limpahan) Surat kuasa limpahan sebagian : surat kuasa yang diberikan advokat untuk memberikan sebagian wewenang kepada advokat penggantinya untuk melakukan acara tertentu. Surat kuasa limpahan seluruhnya : surat kuasa yang menyatakan pengalihan seluruh kekuasaannya ke advokat lain Hak-hak pemberi kuasa diatur dalam pasal 1799, 1800, 1801, 1802, 1803, dan pasal 1805 BW. Kewajiban pemberi kuasa diatur dalam 1807, 1808, 1809, 1810, 1811 dan 1812 BW. Hak-hak penerima kuasa diatur dalam pasal 1807, 1808, 1810, 1811, 1812 BW. Kewajiban penerima kuasa diatur dalam 1800, 1801, 1802, 1803, 1804, dan 1806 BW. Diatur dalam Pasal 1813, 1815, dan 1819 BW. Pemberi kuasa dapat menarik kuasanya bila hal itu dikehendakinya dan dapat memaksa pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu. Bila penerima kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara suakarela ia dapat dipaksa berbuat demikian melalui pengadilan (Subekti, hal 151).

PENGERTIAN

JENIS

S U R A T K U A S A

BENTUK

SUBSTITUSI

HAK KEWAJIBAN PEMBERI KUASA

HAK KEWAJIBAN PENERIMA KUASA

BERAKHIRNYA

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

14 KOMPETENSI/ KEWENANGAN PENGADILAN

KOMPETENSI ABSOLUT

K O M P E T E N S I

Kewenangan absolut (atributie van rechtspraak) yaitu menyangkut kewenangan antar badan-badan peradilan untuk memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain baik dalam lingkungan peradilan yang sama maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda. Dengan kata lain peradilan macam mana yang berwenang mengadili sengketa perkara (134 HIR). Misalnya apakah perceraian termasuk kewenangan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama atau utang piutang kewenangan pengadilan niaga atau pengadilan negeri. Dalam kewenangan absolut hakim karena jabatannya harus menyatakan tidak berwenang mengadili perkara baik ada eksepsi (tangkisan) maupun tidak ada eksepsi (136 HIR) Eksepsi absolut dapat diajukan setiap waktu selama proses pemeriksaan perkara. Apabila eksepsi ditolak maka hakim memberikan putusan sela yang amarnya menolak eksepsi dan memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksanaan perkara. Putusan sela tidak dituangkan dalam suatu putusan tersendiri tapi termuat dalam berita acara persidangan (Pasal 185 (1) HIR/196 (1) Rbg). Putusan sela yang tidak diterima para pihak hanya dapat diajukan banding bersama-sama dengan putusan akhir Pasal 9 (1) UU No. 20 1947

KOMPETENSI RELATIF

Kompetensi relative (distributie van rechtspraak) (125 (2) dan 133 HIR) yaitu yang menyangkut pembagian kewenangan mengadili antar pengadilan sejenis yang tergantung dari tempat tinggal tergugat atau dengan kata lain wewenang badan peradilan sejenis dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara yang didasarkan atas letak atau lokasi wilayah hukumnya masing-masing. Kompetensi relatif menjawab pertanyaan pengadilan dimana yang berwenang mengadili. Misalnya : Apakah gugatan terhadap tergugat Mr. X harus diajukan di Pengadilan Negeri Bandung atau Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam kewenangan relatif kalau tergugat tidak mengajukan eksepsi hakim tetap memeriksa perkara tersebut dimana tergugat dianggap melepaskan haknya (Pasal 133 HIR). Eksepsi relatif hrs diajukan dlm jawaban pertama.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

15 PEMERIKSAAN SIDANG DI PENGADILAN


GUGUR Telah dipanggil dengan sah pada hari persidangan pertama penggugat (semuanya) tidak hadir sedangkan tergugat hadir Terhadap putusan gugur tidak ada upaya hukum kecuali ajukan kembali gugatan baru VERSTEK Telah dipanggil dengan sah pada hari persidangan pertama tergugat (semuanya) tidak hadir sedangkan penggugat hadir Gugatan dinyatakan verstek dengan gugatan dikabulkan (125 (1) HIR): 1. Tergugat/para tergugat tidak hadir 2. Ia/mereka tidak mengirimkan wakilnya yang sah 3. Telah dipanggil dengan sah 4. Petitum tidak melawan hak 5. Petitum beralasan Bila 123 telah dipenuhi tapi petitum melawan hak dan tidak beralasan maka verstek dengan gugatan ditolak. Bila 123 telah dipenuhi tetapi ada kesalahan formil maka verstek dengan gugatan NO. Terhadap putusan verstek upaya hukumnya VERZET, diajukan dalam tenggang waktu: Dalam 14 hari setelah putusan verstek diberitahukan kpd pihak yang tidak hadir. Sampai hari ke-8 setelah teguran apabila yang ditegur (tergugat) hadir/datang. Jika tergugat tidak datang sampai hari ke8 setelah sita eksekutorial. Jika penggugat banding sebelum tergugat verzet maka tergugat harus ikut banding. PERDAMAIAN (130 HIR) Hakim wajib mendamaikan pihak Perdamaian dalam persidangan Para pihak sepakat selesaikan perkara dengan membuat akta perdamaian kemudian minta putusan perdamaian dimana para pihak dituntut untuk menaati akta perdamaian (BHT) Perdamaian diluar persidangan Para pihak sepakat menyelesaikan perkara diluar pengadilan dengan terlebih dahulu penggugat mencabut gugatan. Hanya berlaku sebagai persetujuan bila tidak menaati masih bisa diajukan, gugatan lagi ke pengadilan.. MEDIASI (Perma No. 1/2008) JAWABAN REPLIK (Kembali Menjawab) DUPLIK (jawaban kedua) PEMBUKTIAN KESIMPULAN PUTUSAN

PIHAK TAK HADIR

PANGGILAN SAH Dilakukan juru sita PN kepada para pihak dengan berita acara panggilan dalam tenggang waktu 3 hari kerja sebelum hari sidang bila tidak ketemu para pihak, maka surat panggilan disampaikan melalui kelurahan/desa

PIHAK HADIR

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

16
Eksepsi yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara atau ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan. Eksepsi diajukan supaya pengadilan mengakhiri pemeriksaan sebelum memutus materi pokok perkara dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) Eksepsi yang dikenal dalam HIR yaitu perihal tidak berwenangnya hakim (kompetensi) 136 HIR.

EKSEPSI 136 HIR/114 Rv

J A W A B A N

Eksepsi prosesuiil : - Eksepsi obscuur libel : dasar hukum gugatan, objek sengketa dan petitum tidak jelas. Eksepsi deklinator : eksepsi yang menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang absolut maupun relative Eksepsi error in persona : eksepsi yang menyatakan pihak tidak punya kualitas sebagai pihak (diskualifikasi) karena kekurangan pihak (plurium litis concortium) atau karena pihak tidak lengkap Eksepsi res judicata (nebis in idem) : bahwa perkara yang diajukan pernah diperiksa dan diputus serta telah berkekuatan hukum tetap. Eksepsi litispendentie : perkara yang diajukan oleh penggugat telah pernah diperkarakan dan saat ini masih proses dan belum berkekuatan hukum tetap. Eksepsi koneksitas : bahwa perkara yang diajukan ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani oleh pengadilan/instansi lain dan belum ada putusan Eksepsi van beraad : bahwa perkara yang diajukan belum waktunya karena tergugat mempunyai hak untuk berpikir. Eksepsi materiil: eksepsi yang didasarkan pada hukum materiil, terdiri dari : Eksepsi dilatoir : bahwa gugatan belum waktunya diajukan atau belum jatuh tempo. Eksepsi peremtoir : bahwa perkara yang diajukan sudah lampau waktu atau kadaluwarsa. Diatur dalam pasal 1946, 1951, 1967, 1969, 1970 BW Dalam jawaban pokok perkara ada 3 kemungkinan : Pengakuan (murni, klausula, kualifikasi) Penyangkalan seluruhnya atau penyangkalan sebagian Reperte : menyerahkan putusan kepada hakim biasanya menyangkut pihak ketiga yang tidak langsung terlibat dalam persoalan hukum Pasal 132a HIR gugatan dalam rekonpensi dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali : Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat sedangkan gugatan rekonpensi mengenai dirinya sendiri atau sebaliknya. Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa tuntutan balik itu berhubung dengan pokok perselisihan (kompetensi absolut). Dalam perkara tentang menjalankan putusan hakim. Jika dalam pemeriksaan Pengadilan Negeri tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi maka pemeriksaan banding tidak dapat diajukan gugatan rekonpensi.

POKOK PERKARA verweer ten principale

GUGATAN DALAM REKONPENSI

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

17
Dalam sita harus ada sangka yang beralasan bahwa tergugat akan mengalihkan barang-barangnya. Sita jaminan sebagai tindakan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim. Dalam gugatan, Penggugat dapat mengajukan permohonan sita jaminan atas : Tanah, benda tetap lain, dan benda bergerak milik tergugat. Tanah, benda tetap lain, dan benda bergerak milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat. Tanah, benda tetap lain, dan benda bergerak milik tergugat yang dikuasai oleh pihak ketiga. Dalam melakukan sita eksekusi dilarang terhadap hewan atau perkakas yang digunakan untuk mencari nafkah (197 ayat 8 HIR/211 Rbg) CONSERVATOIR BESLAG : sita jaminan terhadap barang milik tergugat (227 HIR/261 Rbg). REVINDICATOIR BESLAG : sita jaminan terhadap barang milik penggugat yang ada pada tergugat (226 HIR/260 Rbg). SITA MARITAL : sita yang dimohonkan istri terhadap barang-barang harta perkawinan sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar selama proses barang-barang tersebut tidak dialihkan suami (823a Rv) sita ini berlaku bagi mereka yang berlaku BW. PP 9/1975 Pasal 24c dikenal istilah sita jaminan. PANDBESLAG : sita jaminan yang dimohonkan yang menyewakan rumah atau tanah terhadap perabot rumah tangga pihak penyewa untuk menjamin pembayaran uang sewa (715 Rv) SITA PERSAMAAN/VERGELIJKEND BESLAG (463 Rv) : sita yang dilakukan terhadap barang-barang yang bergerak, yang sebelumnya telah ada penyitaan. SITA EKSEKUSI : sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap maka sita tersebut menjadi sita eksekutorial. Pihak manapun dilarang melakukan penyitaan terhadap : Uang atau surat berharga milik negara/daerah, baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah. Barang yang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pihak ketiga. Barang bergerak dan hal kebendaan lainnya milik negara/daerah. Barang milik pihak ketiga yang dilunasi negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan. (Pasal 50) Dilakukan oleh juru sita dengan dua orang saksi dalam berita acara penyitaan serta didaftarkan pada pejabat yang berwenang (BPN, Samsat, Lurah/Kecamatan, Pengadilan) yang dicatatkan dalam buku untuk itu. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, disewakan atau digunakan sebagai tanggungan utang (231 KUHP).

PENGERTIAN

S I T A J A M I N A N

JENIS

UNDANGUNDANG NO.1/2004

PROSEDUR

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

18
Penarikan pihak ketiga untuk bertanggungjawab (untuk membebaskan tergugat dari tanggung jawab kepada penggugat). Penjaminan terjadi apabila didalam satu perkara yang sedang diperiksa diluar kedua belah pihak yang berperkara ada pihak ketiga yang ditarik masuk kedalam perkara tersebut. (tidak diatur dalam HIR tetapi ada dalam Pasal 70-76 Rv) Permohonan vrijwaring dikabulkan tidaknya dengan putusan sela. Ex : P T = Penggugat dlm vrijwaring

VRIJWARING

Tergugat dlm vrijwaring

Misalnya : tergugat digugat penggugat karena barang yang dibeli penggugat cacat tersembunyi, padahal tergugat membeli barang tersebut dari pihak ketiga, maka tergugat menarik pihak ketiga ini agar bertanggung jawab atas cacat tersembunyi tersebut.

MASUKNYA PIHAK KETIGA DALAM PROSES PERKARA

INTERVENSI ATAU TUSSENKOMST

Ikut sertanya pihak ketiga dalam proses perkara atas alasan ada kepentingan untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri (279-282 Rv) Percampuran pihak ketiga ini atas kemauan sendiri yang ikut dalam proses perkara dan ia tidak memihak kepada para pihak. Intervensi diajukan oleh karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan oleh penggugat dan tergugat. Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan putusan sela, apabila dikabulkan maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi. Ex : P T

Z = penggugat dalam intervensi/intervenient

Ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau tergugat. Penggabungan pihak ketiga yang merasa berkepentingan kemudian mengajukan permohonan untuk mencampuri proses perkara tersebut dan menyatakan ingin menggabungkan diri kepada salah satu pihak baik tergugat atau penggugat. (279 Rv) VOEGING Ex : P T

Y Permohonan voeging dikabulkan atau tidaknya dengan putusan sela.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

19 PENGERTIAN PEMBUKTIAN
Pembuktian adalah perbuatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam suatu proses perkara jika ada sengketa (Jurisdictio Contentiosa) di pengadilan. Di kaji dari makna leksikon, pembuktian adalah suatu proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, edisi ke-3, cetakan ke-IV, Jakarta, 2005, hal. 172). Dalam Kamus Hukum Prof. R. Subekti, SH (1986 : 17) dan Hukum Pembuktian (2005: 1-5) disebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan pembuktian adalah suatu perbuatan untuk meyakinkan akan kebenaran suatu dalil atau pendirian dengan lain perkataan. Membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam persengketaan. Prof. DR. Supomo, SH memberikan pengertian dalam bukunya Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (2005: 62-63) Pembuktian yaitu dalam arti luas, memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah sedangkan dalam arti terbatas, membuktikan hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. DR. Retnowulan Sutantio, SH dalam bukunya Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek (2005:58) menyebutkan bahwa : Soal membuktikan suatu peristiwa mengenai suatu hubungan hukum, adalah suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran dalildalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan. Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SH dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia (2006: 131-135), membagi pengertian pembuktian dalam 3 (tiga) arti : a. Dalam Arti Luas Yaitu memberikan kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan, misalnya : ada dua garis sejajar tidak mungkin bertemu. b. Dalam Arti Konvensional Yaitu memberikan kepastian yang bersifat nisbi atau relative. Yang terdiri dari: 1) Conviction Intime Yaitu kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka (bersifat intuisif) 2) Conviction Raisonnee Yaitu kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal. c. Dalam Arti Yuridis Yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan, guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.

PEMBUKTIAN: PROSES MEYAKINKAN HAKIM ATAS DALILDALIL. DENGAN ALATALAT BUKTI YANG SAH SECARA YURIDIS DI PENGADILAN

Prof. Dr. Syahran Basyah, SH dalam bukunya Hukum Acara Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Administrasi (1989: 51-52) menyatakan bahwa : Membuktikan adalah suatu upaya untuk dapat meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil (dalil-dalil) atau posita yang dikemukakan dalam suatu perkara, yang pada hakikatnya mempertimbangkan secara logis mengapa dalil (dalil-dalil) tertentu dianggap benar. Dalam Blacks Law Dictionary (1991:385) diuraikan tentang pengertian pembuktian (evidence) sebagai berikut : Any species of proof, or probative matter, legally presented at the trial of an issue, by the act of the parties and through the medium of witnesses, records, documents, exhibits, concrete objects, etc, for the purpose of inducing belief in the minds of the court or jury as to their contention. Testimony, writings, or material object offered in proof of an alleged fact or proposition. That probative material, legally receive, by which the tribunal may be lawfully persuaded of the truth or falsity of a in issue.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

20
TEORI PEMBUKTIAN BEBAS Teori ini tidak menghendaki adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim sehingga penilaian pembuktian diserahkan kepada keyakinan hakim. Dalam perkembanganya sistem ini mempunyai 2 (dua) bentuk polarisasi yaitu Conviction Intime dan Conviction Raisonnee. Sistem ini dapat dilihat dalam Pasal 107 UU Nomor 5/1986 jo. 9/2004 PTUN : Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 69 ayat (1) UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak : Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas, majelis atau hakim tunggal sedapat mungkin mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.

TEORI TENTANG SISTIM PEMBUKTIAN

TEORI PEMBUKTIAN NEGATIF Menurut teori ini, hakim terikat akan ketentuan dalam menjatuhkan putusan yaitu harus mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah. Teori ini dianut dalam Pasal 183 KUHAP : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 45 (1) Undang-undang No. 24 Tahun 2003 : Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim.

P E M B U K T I A N

TEORI PEMBUKTIAN POSITIF Teori ini mendalilkan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan bila ada bukti minimum yang ditentukan oleh perundang-undangan. Teori ini dianut dalam Pasal 165 HIR/285 Rbg/1870 BW : Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Pasal 76 Undang-undang Nomor 14/2002 Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).

HARUS DI BUKTIKAN

Dihadapan hakim para pihak harus membuktikan FAKTA-FAKTA atau PERISTIWA atau hubungan hukum juga tentang adanya suatu HAK tertentu bukan hukumnya, sebab kedudukan hukum tidak harus diajukan atau dibuktikan oleh para pihak dihadapan hakim karena secara ex officio hakim dianggap tahu hukum Ius Curia Novit. a. Segala sesuatu yang dilihat sendiri oleh hakim dipersidangan. b. Segala sesuatu yang diketahui oleh umum. c. Segala sesuatu yang diketahui oleh hakim karena pengetahuannya. d. Segala sesuatu yang diajukan salah satu pihak dan diakui oleh pihak lawan

TIDAK HARUS DI BUKTIKAN

ALAT UKUR PEMBUKTIAN

Pembuktian dapat menyangkut berbagai hal yang menjadi alat ukur dalam menyelenggarakan pekerjaan. Alat-alat ukur tersebut adalah : 1. Bewijsgronden Yaitu dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembuktian yang tersimpul dalam pertimbangan putusan pengadilan. 2.Bewijsmiddelen Yaitu alat-alat pembuktian yang dapat dipergunakan hakim untuk memperoleh gambaran tentang terjadinya perbuatan/peristiwa yang sudah terjadi 3.Bewijsvoering Yaitu penguraian cara bagaimana menyampaikan alat-alat bukti kepada hakim di sidang pengadilan 4. Bewijskracht Yaitu kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti dalam rangkaian penilaian terbuktinya suatu peristiwa, kejadian atau hak 5.Bewijslast Yaitu beban pembuktian yang diwajibkan oleh undang-undang untuk membuktikan tentang peristiwa hukum di muka sidang pengadilan.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

21

BEBAN PEMBUKTIAN

P E M B U K T I A N

Menurut Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SH (143-146) sebagaimana dikutip oleh Sri Wardah, SH, SU dan Bambang Sutiyoso, SH. M.Hum dalam bukunya Hukum Acara Perdata dan perkembangannya di Indonesia (2007: 134-135) adanya 5 teori beban pembuktian yang dikenal dalam doktrin yakni: i. Teori bloot affirmative merupakan teori yang bersifat mengukuhkan belaka. Teori ini menentukan bahwa siapa yang mengemukakan sesuatu harus membuktikannya, bukannya pihak yang mengingkarinya (didasarkan atas negativa non sunt probanda) ii. Teori hak atau hukum subyektif (subjectie frechtelijke theorie) teori ini menganggap bahwa setiap perkara perdata selalu mengandung tuntutan mengenai perihal mempertahankan hak (hukum subjektif), siapa yang harus membuktikannya. Teori ini tidak dapat menjawab apabila yang dikemukakan bukan hak, misalnya dalam hal tuntutan cerai. iii. Teori hukum obyektif (objectie frechtelijke theorie) siapa yang mendalilkan sesuatu harus membuktikan adanya kaidah hukum objektif yang menjadi dasarnya. Teori ini terlalu formalistis, tidak dapat menjawab persoalan-persoalan yang tidak atau belum ada aturan hukumnya (UU). iv. Teori hukum publik berpandangan bahwa mencari kebenaran suatu peristiwa di peradilan merupakan kepentingan publik, oleh karena itu hakim diberi wewenang yang lebih besar. Kewajiban pembuktian para pihak bersifat hukum publik. Teori ini tidak sesuai dengan asas hukum acara perdata Indonesia, misalnya asas hakim pasif dan bahwa hukum acara perdata lebih merupakan perlindungan kepentingan perorangan, juga bertujuan mencari kebenaran formal. v. Teori hukum acara didasarkan atas asas audi et alteram partem dalam membagi beban pembuktian kepada para pihak yang bersengketa. Hakim dalam memilih pihak mana yang akan dibebani pembuktian, maka ia mendasarkan pilihannya pada kepatutan. Oleh karena itu teori ini juga disebut teori kepatutan (billijkheids theorie) yang pada hakikatnya membebankan pembuktian pada pihak yang lebih ringan untuk membuktikan dibanding pihak lawannya. Namun teori ini pun ada kelemahannya dan dalam praktik juga tidak selalu dapat dipakai, karena dengan teori ini kurang mempunyai kepastian hukum, siapa yang harus dianggap pihak yang lebih meringankan tidak ada pedomannya yang tegas. Pendapat hakim yang satu mungkin tidak sama dengan yang lain, di satu pihak mungkin menurut segi kepatutan dianggap pihak yang lebih diringankan, tapi dari segi lain mungkin kepadanyalah harus diperlihatkan bukti-bukti.

PENYIMPANGN DALAM BEBAN PEMBUKTIAN

Pelaksanaan pembagian beban pembuktian dapat menyimpang dari asas umum beban pembuktian (ACTORI INCUMBIT PROBATIO). Asas umum tersebut dalam keadaan tertentu dapat disimpangi dalam beberapa hal yaitu 1. Onsplitsbare aveu Asas pengakuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan Pengakuan dibagi 3 : - aveu pur et simple (pengakuan murni) - gequalificeer de bekentenis (pengakuan dengan kualifikasi) - geclausulleerde bekentenis, aveu complexe (pengakuan dengan klausula) 2. Omkering bewijslast Asas pembalikan beban pembuktian 3. Bewijs overeenkomst Adanya perjanjian pembuktian

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

PENGADILAN NEGERI (PERDATA) Pasal 164 HIR Surat Saksi Persangkaan Pengakuan Sumpah PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Pasal 100 UU 5/1986 Surat KETERANGAN AHLI Keterangan saksi Pengakuan para pihak Pengetahuan hakim PENGADILAN MILITER (PIDANA) Pasal 172 UU 31/1997 Keterangan saksi KETERANGAN AHLI Keterangan terdakwa Surat Petunjuk MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 36 (1) UU 24/2003 Surat/tulisan Keterangan Saksi KETERANGAN AHLI Keterangan para pihak Petunjuk. Alat bukti lain

PENGADILAN NEGERI (PIDANA) Pasal 184 KUHAP Keterangan saksi KETERANGAN AHLI Surat petunjuk Keterangan terdakwa PENGADILAN PAJAK Pasal 69 UU 14/2002 Surat KETERANGAN AHLI Keterangan saksi Pengakuan para pihak Pengetahuan hakim

22

LIMITATIF

PENGADILAN MILITER (TUN) Pasal 311 UU 31/1997 Surat KETERANGAN AHLI Keterangan saksi Pengakuan para pihak Pengetahuan hakim

PENGADILAN TIPIKOR UU 31/1999 Pasal 26a KUHAP Petunjuk

A L A T B U K T I

PENGADILAN ANAK Pasal 40 UU 3/1997 MENUNJUK KE PENGADILAN NEGERI

PENGADILAN NIAGA Pasal 299 UU 37/2004

PENGADILAN AGAMA Pasal 54 UU 7/1989 jo 3/2006 PENGADILAN HAM Pasal 10 UU 26/2004

PENGADILAN HUB INDUSTRIAL Pasal 57 UU 2/2004 PENGADILAN PERIKANAN Pasal 77 UU 31/2004

LARANGAN MONOPOLI Pasal 42 UU/1999 HUKUM MATERIL

ARBITRASE Pasal 49, 50 UU 30/1999 saksi ahli

ANTI TERORIS Pasal 27 UU 15/2003

PENCUCIAN UANG Pasal 38 UU 15/2002 jo 25/2003

TRANSAKSI ELEKTORNIK Pasal 5 UU 11/2008

UU No. 30/1999 Pasal 41 (2) e (2) saksi ahli

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

23
SURAT/TULISAN - Pasal 138, 165, 167 HIR/164, 285, 305, Rbg juga dalam 1867-1894 BW. - Alat bukti tulisan/surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan atau huruf yang bisa dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu. - Alat bukti surat/tulisan ada yang membagi ke dalam akta dan bukan akta tetapi pada umumnya dibagi kedalam 3 bentuk : 1. Surat biasa : surat cinta 2. Akta otentik (165 HIR) : surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. 3. Akta dibawah tangan diatur dalam Pasal 286 Rbg dan Stb. 1867 No. 29 : surat yang dibuat oleh para pihak - Akta dibawah tangan mempunyai kekuatan bukti bebas dan akan menjadi kekuatan bukti sempurna apabila tandatangannya diakui. - Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian 1. Kekuatan pembuktian formil : membuktikan antara para pihak bahwa mereka menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. 2. Kekuatan pembuktian materiil : membuktikan antara para pihak bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi. 3. Kekuatan pembuktian mengikat : membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga bahwa pada tanggal dan isi akta tersebut benar telah terjadi.

SAKSI - Pasal 139-152, 168-172 HIR/165-179, 309 Rbg dan 1895-1912 Bw - Saksi : yang ia lihat, ia dengar, dan mengalami/dia alami - Menjadi saksi adalah wajib, kalau tidak memenuhi penggilan sebagai saksi, bisa diancam dengan 224 KUHP - Kesaksian dalam HAPER diatur : 1. Saksi yang tidak dapat didengar (145 HIR) : a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak. b. Suami/istri, meskipun telah bercerai c. Anak-anak dibawah umur 15 tahun d. Orang gila, meskipun kadang-kadang waras 2. Saksi yang boleh mengundurkan diri (Pasal 146 (1) HIR) a. Saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki dan ipar perempuan dari salah satu pihak b. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami/istri salah satu pihak c. Orang yang karena martabat, pekerjaan dan jabatannya wajib menyimpan rahasia

A L A T B U K T I

PERSANGKAAN - Pasal 164 HIR/284 Rbg, 173 HIR/310 Rbg, 1866 BW, 1915-1922 BW. - Persangkaan : kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal kearah suatu peristiwa yang belum terbukti - Yang menarik kesimpulan yaitu hakim atau undang-undang - Persangkaan dikenal 2 macam : 1. Persangkaan hakim 2 orang berlainan jenis dalam 1 kamar, hakim menarik kesimpulan zinah Seorang anak dipelihara, disunat, serta dikawinkan oleh keluarga A, meskipun ia orang lain tapi ia memanggil mami dan papi, hal itu memberikan persangkaan hakim dia adalah anak angkatnya. 2. Persangkaan Undang-undang (1916 BW) : persangkaan yang berdasarkan ketentuan khusus undang-undang dihubungkan dengan perbuatanperbuatan tertentu/peristiwa-peristiwa tertentu. Contoh : 3 kwitansi terakhir dianggap telah bayar lunas (1397 BW) Anak yang dilahirkan dalam perkawinan dianggap anak sah (250 BW) Tembok pembatas yang membatasi 2 rumah, pemiliknya kedua rumah tersebut (633 BW)

PENGAKUAN - Pasal 174-176 HIR/311-313 Rbg - Pengakuan mempunyai kekuatan bukti sempurna apabila pihak lawan sudah mengakui - Pengakuan dibedakan menjadi 2 macam : 1. Pengakuan didalam persidangan : merupakan bukti sempurna dan tidak dapat ditarik kembali 2. Pengakuan diluar persidangan : merupakan bukti bebas, hakim tidak terikat - Jenis pengakuan : 1. Murni, yaitu semua dalil diakui pihak lawannya 2. Klausul yaitu mengakui namun telah dilunasi 3. Kualifikasi yaitu mengakui dengan syarat tertentu SUMPAH - Pasal 155-158 HIR/182-185 Rbg, 177 HIR/134 Rbg, 1929-1945 BW - Sumpah ada yang dibebankan oleh hakim yaitu sumpah penambah dan yang dimohonkan oleh pihak yaitu sumpah pemutus - Dalam praktek dikenal 3 macam sumpah : 1. Sumpah pemutus (decisoir) Sumpah yang dimintakan oleh satu pihak ke pihak lawannya Apabila pihak lawan bersedia disumpah, maka lawan menang. Tapi sebaliknya apabila lawan tidak mau, yang megajukan sumpahyang menang. Prinsipnya tergugat tidak boleh mengajukan diri untuk bersumpah 2. Sumpah penambah (suplitoir) Sumpah yang dibebankan hukum untuk menambah bukti-bukti yang kurang 3. Sumpah penaksir (aestimatoir) Dilakukan untuk menentukan jumlah uang yang akan diperkenankan atau dikabulkan untuk menghitung ganti rugi yang tidak bisa dihitung secara nyata. Contoh : ganti rugi kebakaran kebakaran

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

24

PENGERTIAN PUTUSAN

PROF. H. HILMAN HADIKUSUMA, SH. Istilah putusan berasal dari kata dasar putus yang artinya terpisah atau tidak berhubungan lagi karena terpotong. Juga berarti habis, selesai, berakhir atau juga sudah pasti, sudah tetap, sudah selesai perkaranya, sudah sepakat, dsb. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. (Bahasa Hukum Indonesia, Bandung, Alumni, 2005 hal. 175).

RUBINI, SH DAN CHAIDIR, SH Putusan dirumuskan sebagai keputusan hukum merupakan suatu akta penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut vonis yang memuat kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat pula akibatakibatnya. (Pengantar Hukum Acara Perdata, Bandung, Alumni, 197, hal. 105

RIDUAN SYAHRANI, SH Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara. (Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung, Citra Aditya, 2000, hal. 117)

PUTUSAN pengadilan adalah putusan hakim dalam bentuk tertulis yang diucapkan disidang pengadilan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan dan/atau mengakhiri gugatan PENETAPAN pengadilan adalah penetapan hakim dalam bentuk tertulis yang diucapkan disidang pengadilan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan permohonan. (RUU Hukum Acara Perdata, 2008BAB I Pasal 1 angka 1 & 10

DR, HUHAMMAD NASIR, SH. MS Putusan hakim ialah suatu pernyataan (Statement) yang dibuat oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan dimuka sidang dengan tujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara antara para pihak yang bersengketa, (Hukum Acara Perdata, Jakarta, Djambatan, 2005, hal. 187

DR. LILIK MULYADI, SH. MH Putusan hakim adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara. (Hukum Acara Perdata, Jakarta, Djambatan, 1999 hal. 205)

PROF. DR. SUDIKNO MERTOKUSUMO, SH. Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. (Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2006 VII, hal 210

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

25
Ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBg, apabila pemeriksaan perkara selesai Majelis Hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. Pasal 185 HIR, Pasal 196 (1) RBg dikenal 2 jenis putusan yaitu Putusan Sela Yaitu putusan yang dijatuhkan sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir yang diadakan dengan tujuan mempermudah pemeriksaan perkara. Macam-macamnya antara lain: a. Putusan preparator (Preparatoir vonnis): putusan yang dijatuhkan untuk mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara. Contoh: Putusan untuk menolak pengunduran pemeriksaan saksi b. Putusan interlocutor (inter locutoir vonnis), yaitu putusan yang sela yang dapat mempengaruhi akan bunyi putusan akhir. Contoh: putusan untuk mendengar keterangan ahli c. Putusan provisi (provisioneel vonnis) yaitu putusan yang bertujuan untuk menetapkan agar diadakan tindakan pendahuluan/sementara guna kepentingan salah satu pihak yang bersengketa Contoh: sita jaminan d. Putusan insidentil (insidentiele vonnis) yaitu putusan mengenai suatu hak yang pada hakekatnya tidak mempunyai hubungan erat dengan pokok perkara. Putusan Akhir Yaitu putusan yang dijatuhkan berkaitan dengan pokok perkara dengan tujuan untuk mengakhiri sengketa antara para pihak Menurut sifatnya, dikenal 3 macam putusan, yaitu: a.. putusan deklarator (Declaratoir vonnis) yaitu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan suatu keadaan hukum semata. Contoh: putusan yang menetapkan seorang anak tertentu adalah anak sah b. putusan konstitutif (constitutief vonnis) yaitu putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum contoh: putusan perceraian, putusan pernyataan pailit c. putusan kondemnator (condemnatoir vonnis), yaitu putusan bersifat penghukuman contoh: tergugat diputuskan untuk membayar utang. Pada umumnya suatu putusan hakim memuat beberapa macam sifat putusan atau merupakan penggabungan dari declaratoir, constitutief, atau penggabungan antara putusan declaratoir dan condemnatoir. HIR tidak mengatur tentang bagaimana putusan dibuat. Hanyalah tentang apa harus dimuat diatur dalam pasal 183, 184, 187 HIR/194/195/198 RBg, pasal 27 RO, 61 Rv, 25 UU Nio. 4/2004 yaitu 1. Kepala putusan 2. Identitas para pihak, 3. Pertimbangan hukum, 4. Amar putusan. Dalam praktek sistematika dan isi putusan memuat: Kepala putusan, nomor perkara, pengadilan yang memutus, identitas para pihak, duduknya perkara, pertimbangan hukum, amar, tanggal musyawarah, hari putusan diucapkan dan kehadiran tidaknya para pihak. Amar (dictum) dibagi menjadi declarative dan apa yang disebut dictum atau dispositive. Bagian yang disebut declarative merupakan penetapan dari pada hubungan hukum yamg menjadi sengketa. Sedangkan bagian yang disebut dispositive ialah yang memberi hukum atau hukumnya yang mengabulkan atau menolak gugatan (Sudikno, 225) HIR tidak mengatur tentang kekuatan putusan hakim. Putusan mempunyai 3 macam kekuatan: kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan (sudikno, hal 213) Pasal 180 (1) HIR PN dapat menjatuhkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi dengan syarat-syarat: a. Ada surat yang sah (akta otentik) atau surat dibawah tangan yang diakui isi dan tanda tangannya oleh tergugat b. Putusan didasarkan atas putusan yang sudah berkekuatan hukum tetapi c. Apabila dikabulkan suatu gugatan provisional d. Dalam hal sengketa besit bukan sengketa hak milik Dalam pelaksanaan eksekusinya harus memperhatikan surat edaran Mahkamah Agung No. 3/2000 dan No. 4/2001 (izin ketua pengadilan tinggi).

DASAR HUKUM

JENIS

P U T U S A N

SIFAT

SISTEMATIKA

AMAR

KEKUATAN

SERTA MERTA

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

26
VERZET (PERLAWANAN) Perlawanan (verzet) adalah upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat (pasal 125 (3) dan pasal 129 HIR, pasal 149 (3) dan pasal 153 RBg). Pada dasarnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang biasanya selalu dikalahkan. Sedangkan bagi penggugat yang dengan putusan verstek dikalahkan, dapat menempuh upaya hukum banding (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 dan pasal 200 RBg. BANDING Banding adalah salah satu bentuk upaya hukum untuk mendapatkan perbaikan (revisi) terhadap putusan hakim di pengadilan tingkat pertama yang disediakan bagi pihak yang dikalahkan. (UU No. 20 Tahun 1947 dan Pasal 199-205 RBg). Yang dapat mengajukan permohonan banding ialah yang bersangkutan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 1947, 199 RBg, Pasal 21 UU No. 4 Tahun 2004). Permohonan banding harus diajukan kepada panitera pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan pada yang berkepentingan (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947 dan pasal 199 RBg), atau dibneritahukannya putusan kepada pihak yang bersangkutan. Setelah salah satu pihak menyatakan naik banding dan dicatat oleh panitera, maka pihak diberitahu panitera tentang permintaan banding itu selambat-lambatnya 14 hari setelah permintaan banding diterima. KASASI Hukum acara kasasi diatur secara lengkap dalam pasal 40 sampai dengan 53 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004. Menurut pasal 30 UUMA No. 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan atas dasar: - Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang - Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku - Lalai memenuhi syarat-syarat yag diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan Kasasi dapat diajukan oleh para pihak yang berkepentingan (Pasal 44 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985). Permohonan kasasi dapat diajukan tertulis maupun lisan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang bersangkutan diberitahukan kepada pemohon kasasi (Pasal 46 UU No. 14 Tahun 1985). Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan tersebut didaftar dalam buku Register pemohon kasasi yang disertai dengan alasan-alasan yang relevan merupakan syarat mutlak. Memori kasasi harus dimasukkan selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan kasasi diajukan. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal salinan memori kasasi diterima (Pasal 14 ayat 3 UU No. 14 Tahun 1985). Permohonan kasasi yang melampaui tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal 46 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1985 harus dinyatakan tidak dapat diterima,demikian juga jika tidak mengajukan risalah (memori kasasi).
PENINJAUAN KEMBALI Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan (Pasal 67) berikut: 1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu. 2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditentukan 3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut. 4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. 5. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain 6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Tenggang waktu pengajuan permohonan PK, 180 hari yang didasarkan atas alasan-alasan: a. Yang disebut pada angka 1 yang diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berpekara. b. Yang disebut angka 2 sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang c. Yang disebut angka 3,4 dan 6 sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berpekara d. Yang disebut angka 5 sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap Peninjauan kembali hanya dapat dilakukan satu kali saja (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14/1985)

B I A S A

U P A Y A H U K U M

L U A R B I A S A

DERDENVERZET Derdenverzet adalah perlawanan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan, oleh karena itu merasa dirugikan oleh suatu putusan pengadilan. Misalnya barang yang disita dalam suatu perkara bukanlah milik tergugat tetapi milik pihak ketiga. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekoturial (executoir beslag) diatur dalam pasal 208 jo 227 HIR/228 jo 227 Rbg. Sedangkan perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan (concervatoir beslag) tidak diatur dalam HIR maupun RBg. Tetapi dalam praktek peradilan sering terjadi (195 (6) HIR).

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

27 DASAR HUKUM JENIS


Ketentuan Pasal 195-224 HIR/ Pasal 206-258 RBg, 1. Eksekusi putusan untuk membayar sejumlah uang (196 sampai 208 HIR) 2. Eksekusi putusan untuk melakukan suatu perbuatan (225 sampai 259 HIR) 3. Eksekusi riil (1033 Rv) Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang dapat di eksekusi kecuali putusan serta merta. Putusan BHT yaitu: 1. Putusan perstek yang tidak diajukan verzet 2. Putusan PN yang tidak diajukan banding 3. Putusan PT yang tidak diajukan kasasi 4. Putusan kasasi 5. Putusan perdamaian Grosse Akta pengakuan utang dan grosse akta hipotik Grosse adalah salinan pertama dari akta otentik, salinan pertama ini diberikan kepada debitur. (asinya ada pada kreditur). Grosse akta pengakuan utang harus fixed loan yang dapat dieksekusi. 1. Eksekusi Hipotik (224 HIR/258 RBg) 2. Eksekusi Hak Tanggungan (UU No.4/1996-Pasal 1, Pasal 10 (1), Pasal 13 (1) dan Pasal 14 (1 dan 2) 3. Eksekusi fiducia (UU N0. 42/1999)

PUTUSAN BHT

GROSSE AKTA

JAMINAN E K S E K U S I

SANDERA/ GIJZELING

Diatur dalam pasal 209 s/d pasal 223 HIR/242 s/d 257 RBg. Sandera diperbolehkan dalam hal tidak ada lagi atau tidak terdapat cukup barang-barang debitur untuk disita guna menjamin pelaksanaan putusan (Pasal 209). Orang dapat disandera selama 3 tahun lamanya apabila orang dihukum untuk membayar lebih dari Rp. 500 (210 HIR/243 RBg) terhadap penyanderaan ini dimungkinkan mengajukan perlawanan kepada pengadilan apabila penyanderaan tidak sah (213 HIR/247 RBg). Jika permohonan penyanderaan dikabulkan biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh pemohon (216 (1) HIR/250 (1) RBg) terhadap putusan hakim tentang penyanderaan dapat dimintakan banding (218 HIR/252 RBg)

PAKSA BADAN/ LIIFSDWANG

Diatur dalam pasal 580 s/d 606 untuk landrad dan pasal 585 s/d 611 Rv Belanda. Debitur yang mampu tetapi tidak punya itikad baik atau membangkang untuk melaksanakan kewajiban yang termuat dalam putusan pengadilan maka dapat dimasukkan dalam lembaga pemasyarakatan atas permintaan dan biaya pihak yang berkepentingan yang ditetapkan oleh pengadilan untuk memaksa ybs memenuhi kewajibannya. Paksa badan hanya dapat dikenakan pada debitur yang beritikad tidak baik yang mempunyai utang sekurang-kurangnya Rp. 1 Miliyar. Dengan perma No. 1 /2000 surat edaran Mahkamah Agung No. 2/1964 dan No. 4/1975 dinyatakan tidak berlaku dengan alasan tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kebutuhan hukum sehingga perlu mencabut dan mengatur kembali. Dalam PERMA tersebut istilah gijzeling diatas diterjemahkan menjadi paksa badan sebagaimana dalam pengertian improsinment for civil debts Putusan arbitrase yang dapat dijalankan adalah putusan arbitrase yang lembar asli atau salinan otentik telah di daftarkan pada kantor pengadilan negeri oleh arbiter atau kuasanya (Pasal 59 UU No. 30/1999) Putusan arbitrase yang tidak dijalankan secara sukarela oleh para pihak yang bersangkutan dapat dimintakan eksekusinya kepada ketua pengadilan negeri. Putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat pasal 66 UU No. 30/1999. Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan setelah didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya di kepaniteraan pengadilan negeri Jakarta Pusat. pasal 67 UU No. 30/1999 jo {Pasal 377 HIR/705 RBg) Jika putusan arbitrase internasional bertentangan dengan sendi-sendi asasi seluruh system hukum dan masyarakat Indonesia atau ketertiban umum maka eksekuatur tidak akan diberikan.

ARBITRASE

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

28
PENGADILAN AGAMA
Pasal 54 UU No. 7/1989 Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Pasal 299 UU No. 37/2004 Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini maka hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata Pasal 57 UU No. 2/2004 Hukum acara yang berlaku pada pengadilan hubungan industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini. Pasal 44 (2) UU No. 5/1999 Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri selambatlambatnya 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Pasal 45 UU No. 5/1999 (1) Pengadilan negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut. (2) Pengadilan negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut. (3) pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republic Indonesia (4) mahkamah agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima Peraturan Mahkamah Agung No. 3/2005 Pasal 5 (4) Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 Pasal 6 (1) Dalam hal majelis hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan Pasal 56 (2) UU No. 8/1999 Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut Pasal 58 1. Pengadilan negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat 2 dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan 2. Terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia 3. Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.

PENGADILAN NIAGA

PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

KPPU H A P E R

BPSK

PARTAI POLITIK

Pasal 33 UU No. 2/2008 1.Perkara partai politik berkenaan dengan ketentuan undang-undang ini diajukan melalui pengadilan negeri 2.Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada mahkamah agung 3.Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung Pasal 47 s/d 50 UU No. 14/2008 Gugatan diajukan ke pengadilan negeri hanya apabila secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari komisi informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut dan yang tidak menerima putusan pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi ke MA paling lambat dalam waktu 14 hari.

INFORMASI PUBLIK

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

29

DAFTAR PUSTAKA:

1. Dr. Retnowulan Sutantio, S. H.- Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, CV Mandar Maju, Cet X, 2005 2. Prof. Dr. R. Soepomo, S.H.- Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, PT. Pradnya Paramita, Cet 17, 2005 3. Prof. R. Subekti, S.H.- Hukum Acara Perdata, Binacipta, Cet. 2, 1982 4. Prof. Dr. R. Wirjono Projodikoro,S.H.- Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung, 1992 5. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.- Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Edisi ketujuh cet 1, 2006 6. Setiawan, S.H.- Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Cet 1, 1992 7. M Yahya Harahap, S.H.- Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Cet.2, 2005 8. M Yahya Harahap, S.H.- Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata, Sinar Grafika, cet. 1, 2006 9. M Yahya Harahap, S.H.- Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, edisi 2, 2005 10. H.M Abdurahman, S.H.- Hukum Acara Perdata, Trisakti, cet.5, 2005 11. Susanti Adi Nugroho, S.H. M.H.- Praktek Gugatan Perwakilan (class action) di Indonesia, Mahkamah Agung, 2002 12. E. Sundari S.H, M.Hum Pengajuan Gugatan Secara Class Action, Atma jaya, Yogyakarta, cet. 1, 2002 13. Djazuli Bachar, S.H.- Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Akademika Pressindo, cet 1, 2002 14. Parwoto Wignyosumarto, S.H.- Hukum Kepailitan Selayang Pandang, PT. Tata Nusa, Jakarta 2003 15. Sri Wardah, S.H. dan Bambang Sutiyoso, S.H, M.H.- Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya, Yogyakarta, cet. 1, 2007 16. Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, 2007

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

30

MATERI 2 0 1 0

ASEP IWAN IRIAWAN

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

31

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS Nama

Asep Iwan Iriawan

B. PENDIDIKAN S1 : Universitas Katolik Parahyangan / UNPAR S2 : Universitas Gajah Mada / UGM S3 : Universitas Padjadjaran / UNPAD (Sejak Tahun 2005 tercatat sebagai Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum)

C. PENGALAMAN KERJA 1985 1986 : Pengacara / Konsultan Hukum 1986 1990 : Cakim Pengadilan Negeri Bandung 1990 1993 : Hakim Pengadilan Negeri Muara Enim 1993 1995 : Hakim Yustisial Mahkamah Agung / Asisten Hakim Agung 1995 1999 : Hakim Yustisial Mahkamah Agung / Asisten Ketua Mahkamah Agung 1999 2000 : Hakim Pengadilan Negeri Tangerang 2000 2003 : Hakim Pengadilan Negeri / Niaga Jakarta Pusat 2003 2005 : Hakim Yustisial Mahkamah Agung / Asisten Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung 2005 2006 : Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pemalang 8 Agustus 2006 : Menyatakan Berhenti / Mengundurkan Diri dengan Hormat atas permintaan sendiri sebagai Hakim. 2006 2008 : Dosen Tetap TRISAKTI dan Dosen Luar Biasa Pada Fakultas Hukum UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN (UNPAR), UNIVERSITAS PADJADJARAN (UNPAD), UNIVERSITAS ALAZHAR INDONESIA dan UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

D. TANDA PENGHARGAAN 1998 : Piagam SATYA KARYA dari Mahkamah Agung 1999 : Piagam SATYA LENCANA KARYA SATYA 10 Tahun dari Presiden Republik Indonesia 2002 : Piagam PENGHARGAAN MADYA dari Badan Narkotika Nasional (BNN) E. KARYA TULIS 1. Editor buku dari Ny. DR. Retnowulan Sutantio, SH. - Kapita Selekta Hukum Acara Perdata - Kapita Selekta Hukum Ekonomi - Kapita Selekta Hukum Perbankan 2. Editor Buku HR Purwoto Gandasubrata SH, tentang Renungan Hukum. 3. Kapita Selekta Hukum Acara Perdata (Kumpulan Tulisan) Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

32

F. KEGIATAN LAINNYA : 1. Mengajar di pendidikan dan latihan advokat - UNPAD dan PERADI - TRISAKTI dan PERADI - PUSDIKLAT DEPARTEMEN KEUANGAN DAN PERADI - PBHI DAN PERADI 2. Anggota TIM RUU Hukum Perdata Departemen Hukum dan HAM. 3. Anggota TIM RUU Hukum Acara Perdata Departemen Hukum dan HAM. 4. Anggota TIM RUU Hak Tanggungan Hipotik Kapal Departemen Hukum dan HAM. 5. Anggota TIM RUU Bantuan Hukum Departemen Hukum dan HAM. 6. Anggota TIM NASKAH AKADEMIS Hukum Acara Perdata Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM. 7. TIM EKSAMINASI, NARASUMBER, MODERATOR dalam kegiatan ilmiah pada Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat seperti ICW, PBHI, LeIP, KONTRAS, KHRN, BUMN, BANK INDONESIA, PERHIMPUNAN MASYARAKAT HAKI dan lain-lain.

Property Right of Asep Iwan Iriawan 2010

Anda mungkin juga menyukai