Anda di halaman 1dari 4

Latent Defects dalam Indonesian Law

Rangkuman Diskusi Mailing List Migas Indonesia Maret 2003 Pertanyaan : (Triono Rahardjo - Kvaerner Indonesia) Selain klausul 'contract completion' atau 'warranty provisions' dalam suatu perjanjian kerja, secara umum di setiap legal system biasanya disebutkan jangka waktu penyelesaian masalah "latent-defect". Pertanyaan saya, apakah dalam hukum Indonesia ada disebutkan masalah penyelesaian latent-defect tersebut ? Dan bila ada, berapa lamakah period of limitation tersebut ? Mohon juga di-share referensi yang dipakai. Tanggapan 1 : (Ahmad Wirawan Adnan Law Firm Sholeh, Adnan & Associates) 1. Latent Defect: menurut Black's Law artinya one which is not appeared to buyer by reasonable observation. 2. Menurut Hukum Indonesia adalah cacat tersembunyi. Pasal 1504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (Burgerlijk Wetboek, biasa disingkat BW) menentukan bahwa penjual selalu diharuskan untuk bertanggung jawab atas adanya cacat tersembunyi. 3. Pasal 1507 BW; Dalam hal terjadi cacat tersembunyi maka pembeli diberikan pilihan; a.) Mengembalikan barang yang dibeli dengan menerima pengembalian harga (refund) b.) Tetap memiliki barang yang dibeli dengan menerima ganti rugi dari penjual. 4. Tentang pertanyaan berapa lama si pembeli berhak mengklaim adanya cacat tersembunyi, Undang-Undang tidak memberikan batasan. Hanya menurut Prof Subekti,SH (Mantan Ketua Mahkamah Agung/Guru Besar Hukum Perdata-UI) klaim tersebut harus diajukan dalam waktu singkat, jika tidak maka dianggap meskipun ada cacat tersembunyi pembeli telah menerimanya. Seberapa lamakan yang dimaksud singkat, Prof Subekti tidak menjelaskan lebih lanjut. Namun pengalaman saya berpraktek hakim banyak menolak tuntutan cacat tersembunyi bila waktunya sudah lebih dari 3 bulan.Meskipun demikian tidak ada jaminan juga apakah yang dibawah 3 bulan akan dikabulkan. Kesimpulannya , tidak peraturan secara tegas perihal ini dan bila ada masalah hukum maka putusan akan sepenuhnya bergantung pada hakim yang memeriksa.

Tanggapan 2 : (Triono Rahardjo - Kvaerner Indonesia) Pak Adnan Yth, Terimakasih atas sharing bapak, sangat membantu untuk orang dengan latar belakang teknis seperti saya. Apakah bapak bisa share mengenai sebab penolakan claim cacat tersembunyi tersebut, berdasarkan pengalaman bapak. Apakah melulu berdasarkan claim yang lebih dari 3 bulan atau, ada sebab teknis yang lain, misalnya tidak jelasnya cacat tersebut yang ternyata tidak dapat di justify berdasarkan keterangan para ahli. Mengenai 3c perihal ganti rugi, seberapa jauh ganti rugi ini harus diberikan, kerugian apa saja yang harus di ganti, apakah kerugian tersebut sampai mencakup indirect damages (yang biasanya di exclude dari liabilities si penjual). Apakah pasal 1508 berlaku dalam hal ini (walaupun ada exclusion mengenai indirect damages dalam perjanjian kerja) ? Tanggapan 3 : (Wirajaya Hatominuddin - McDermott Indonesia) Pak Triono, Mengenai latent defect ini apakah juga diatur didalam Condition of Contract ?. Oh ya Pak, kontrak-2 yang dipakai dalam Oil&Gas project selalu mengacu ke mana? apakah FIDIC or JTC (Joint Tribunal Contract) ? mohon pencerahannya.

Tanggapan 4 : (Triono Rahardjo - Kvaerner Indonesia) Pak Wirajaya, Dari pengalaman saya mereview Terms and Conditions (TCs) dari beberapa oil companies di Indonesia, ada TCs yang menyinggung Latent Defect ada juga yang tidak. Setahu saya FIDIC lebih mengarah ke buildings construction, saya sendiri tidak familiar, tetapi yang jelas mengarah ke standarisasi contract language tertentu. Biasanya oil companies punya TCs sendiri yang specific untuk lingkup kerja tertentu (EPIC atau FEED atau engineering services contract dsb).

Tanggapan 5 : (Wirajaya Hatominuddin - McDermott Indonesia) Kalo saya perhatikan (mohon dikoreksi jika saya salah), umumnya bentuk kontrak antara Pihak Pertamina dengan Pihak Service Company selalu Turnkey Project or Design & Build. Adakah salah satu dari sekian project Pertamina yang menggunakan Unit Price (provisional Quantity) atau lebih lajim disebut Remeasurement ?.

Tanggapan 6 : (Triono Rahardjo - Kvaerner Indonesia) Pak Wirajaya, Secara umum Keppres yang mengatur masalah pengadaan barang dan jasa mengijinkan kontrak jenis lump-sum maupun reimbursable (mungkin yang anda maksud adalah reimbursable, bukan remeasurement ?). Jadi, tergantung dari jenis pekerjaannya, maka pihak pemakai (dalam hal ini bisa Pertamina atau oil/gas companies yang lain) bisa mengikat perjanjian kerja baik secara lump-sum maupun reimbursable. Yang penting adalah bahwa setiap kontrak harus ada batasan nilainya, termasuk untuk reimbursable contract (ever-green contract tidak diijinkan). Tanggapan 7 : (Wirajaya Hatominuddin - McDermott Indonesia) Pal Triono, Jadi kesimpulannya bahwa aturan main dalam kontrak-pun tergantung pada hasil dari Gentleman Agreement (kesepakatan semua pihak) yang kemudian dituangkan dalam Term and Coditions contract. Terima kasih banyak Pak Triono atas pencerahannya, perkenankan saya tuk dapat bertanya banyak hal mengenai Commercial Engineer/Law kepada bapak. Tanggapan 8 : (Ahmad Wirawan Adnan Law Firm Sholeh, Adnan & Associates) Pak Triono, Karena masalah prioritas maaf jika response saya perihal diatas agak lama. Lebih lanjut tentang Latent Defect ini saya tidak akan menjawab secara langsung pertanyaann anda, saya mengharapkan anda bisa menemukan jawaban dari apa yang akan saya sampaikan dibawah ini. Karena dalam kasus- kasus hukum, more often than not, tidak hitam putih. Kalau semuanya bisa hitam putih. Dalam arti setiap kasus selalu ada peraturannya, maka saya rasa masyarakat tidak perlu lagi lawyer karena jawabannya selalu akan mudah ditemukan di buku2 peraturan/ Buku2 Hukum. Ada baiknya Mas Triono memberi tahukan kepada saya kasus kongritnya agar diskusi kita bisa lebih akurat. Baiklah sebelum itu saya akan memberikan penjelasan umum seperti dibawah; 1. Jika barang yang dibeli disertai dengan garansi maka begitu masa garansi berakhir maka berakhir pulalah klaim kita atas adanya cacat tersembunyi. Segala kerusakan atau cacat yang terjadi setelah masa garansi berakhir akan dianggap sebagai cacat karena "wear and tear" (karena lamanya pemakaian). Cacat karena "wear and tear" tidak dapat diklaim lagi kepada penjual. 2. Tentang masa 3 bulan yang dijadikan putusan hakim itu adalah tiga bulan setelah ditemukannya cacat jadi bukan 3 bulan setelah tgl pembelian. 3. Secara kongkrit kasus yang pernah kami tangani itu adalah tentang pembelian rumah baru dari salah satu pengembang ternama di Ibukota. Dimana setelah rumah diserahkan, kebetulan tidak ada masa garansi, terjadi kerusakan berupa retakretak berat pada tembok, kebocoran dan ternyata lingkungan banjir.Gugatan kami adalah bahwa kerusakan tersebut merupakan cacat tersembunyi, dan kebanjiran lingkungan merupakan cacat tersembunyi juga. Karena pada saat rumah diserah terimakan tidak mungkin hal-hal seperti kerusakan dan kebanjiran di lingukungan perumahan ini terditeksi oleh pembeli.

Cacat Tersembunyi disini kita bicara tentang asumsi bahwa Penjual juga tidak mengetahuinya adanya cacat2 tersebut.Sehingga dasar gugatannya adalah Pasal 1507 KUH-Perdata. Tuntutan kami pada waktu itu adalah pembatalan jual-beli, agar kemudian dapat refund. Penjual menawarkan perbaikan-perbaikan namun pembeli tidak lagi bersedia tinggal di lingkungan tersebut karena banjir. Pembuktian disini mudah, kita tinggal menunjukkan adanya kerusakan pada rumah kita dan kesaksian tentang adanya kebanjiran tersebut. Namun karena pengaduan dan gugatan ini terjadi setelah waktu 7 bulan setelah kejadian maka hakim menolak tuntutan ini. 4. Jika ingin mengarah pada pasal 1508 KUH Perdata maka kita perlu saksi ahli. Untuk anda-anda yang belum pernah baca pasal 1508 KUH Perdata, kurang lebih bunyinya begini; jika penjual mengetahui adanya cacat tersebut pada saat barang diserahkan kepada pembeli maka Penjual diwajibkan untuk mengembalikan lebih dari sekedar harga beli, namun juga diharuskan membayar ganti rugi (denda) dan bunga. Jika arahnya pada gugatan ini maka diperlukan pembuktian yang menegaskan bahwa pembeli mengetahui adanya cacat-cata tersebut pada saat jual beli terjadi. Dengan demikian kita harus menghadirkan Saksi ahli bangunan dan saksi tata lingkungan, yang kurang lebih kesaksiannya berbunyi jika bahan- bahan bangunan dan penataan lingkungan sesuai dengan stadar spesifikasi yang ada maka tidak mungkin terjadi kerusakan dan kebanjiran. Demikian juga arsitek maupun pemborong yang membangun rumah tersebut, ditanya apakah pembangunannya sesuai dengan spec. Jadi memang agak lebih sulit jika kita akan menggunakan pasal 1508.

Anda mungkin juga menyukai