Anda di halaman 1dari 34

Journal Reading

Uji Klinis Imunoterapi Subllingual Acak, Double Blind, Terkontrol Plasebo Pada Pasien Dengan Alergi Latex Alami
Gabriel Gastaminza, Jaime Algorta, Olga Uriel, Maria T Audicana, Eduardo Fernandez, Maria L Sanz dan Daniel Munoz

Anugerah I.R. Paputungan 07711220/12712088


Stase Ilmu Kedokteran Jiwa RSU dr. Soehadi Prijonegoro 2013

Latar Belakang
Lateks alami (LA) adalah material yang sering ditemukan. Prevalensi sensitisasi latex pada populasi umum cukup sering ditemukan. Menghindari paparan dengan lateks merupakan anjuran utama untuk mengurangi munculnya gejala alergi, akan tetapi hal ini tidak efektif karena cukup sulit menghindari paparan lateks.

Latar Belakang
Imunoterapi mengggunakan ekstrak LA secara hipotesis dapat melindungi pasien dari serangan. Pemberian imunoterapi lateks sublingual hampir tidak pernah dilakukan pada pasien dewasa. Mengingat pemberian secara sublingual memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan subkutan, penelitian lebih lanjut tentang efek jangka panjang pada terapi ini dibutuhkan

Metode Penelitian
Desain dan etika
Penelitian ini merupakan penelitian independen yang didukung investigator yang sebagiannya didanai oleh institusi masyarakat. Penelitian ini didesain dengan dua fase: Pertama, dilakukan uji klinis acak, double blind, terkontrol plasebo. Di mana di akhir tahun pertama dilakukan follow up (T1) Blinding kemudian tidak dilanjutkan dan pasien yang mengalami perlakuan melanjutkan terapi dengan tambahan selama satu tahun. Pasien yang termasuk di dalam kelompok plasebo menerima terapi aktif selama setahun dengan perlakuan yang terbuka.

Metode Penelitian
Pasien
Seluruh pasien sebelumnya telah didiagnosis dengan alergi lateks dan telah diperintahkan untuk menghindari paparan lateks Subyek dalam penelitian ini awalnya adalah 76 orang yang termasuk alergi LA. Namun pada akhirnya, hanya 28 pasien (5 laki-laki dan 23 perempuan) dengan rata-rata umur 39 tahun yang diterima dan masuk dalam kriteria inklusi

Metode Penelitian
Kriteria Inklusi dan eksklusi
Kriteria inklusi terdiri dari riwayat alergi lateks (terdapat gejala seperti urtikaria, angioedema, rhinitis, conjunctivitis, asma atau anafilaksis) atau hasil positif terhadap glove use test, conjunctival test, dan prick test lateks (wheal 3 x 3 mm). Kriteria eksklusi adalah kontraindikasi terhadap imunoterapi (asma kronis atau tidak terkontrol, penyakit lain yang dimediasi imun, penyakit arteri koroner, atau sedang dalam penggunaan beta blocker atau ACE inhibitor) dan adanya penyakit sistemik, penyakit psikiatri, dan urtikaria kronis.

Metode Penelitian
Perlakuan penelitian
Imunoterapi sublingual menggunakan jenis komersil (SLIT-Latex) yang telah diuji. Merupakan formula yang mengandung ekstrak latex alergen (Hevea brasiliensis), human albumin (kecuali vial 4), sodium klorid, fenol, glicerine, dan air. Ekstrak telah distandarisasi. Plasebo juga disediakan pabrik yang sama, mengandung komposisi yang sama kecuali ekstrak alergen.

Metode Penelitian
Perlakuan penelitian
Kedua terapi memiliki tampilan luar yang sama, baik dari rasa maupun warna. Pasien secara hati-hati diinstruksikan untuk membiarkan tetesan berada di bawah lidah selama 3 menit sebelum kemudian menelannya. Fase induksi diberikan di rumah sakit dibawah pengawasan ahli alergi terlatih dan pasien tetap dalam observasi setidaknya selama 30 menit di setiap dosis. Sedangkan dosis rumatan dilakukan sendiri oleh pasien di rumah Pasien datang ke rumah sakit setiap 3 bulan untuk mengambil dosis baru dan mengembalikan flask yang kosong, di mana hal ini dihitung oleh investigator.

Metode Penelitian
Tes in vivo (skin prick test)
Skin prick test terhadap 4 konsentrasi latex (4,20,100 dan 500) dilakukan setiap kali kunjungan. Positif (histamine hidroklorid 10 mg/ml) dan negative (larutan salin) sebagai kontrol dimasukkan di setiap tes Area papul yang timbul diterjemahkan ke dalam kertas dan dinilai menggunakan planimetry menggunakan software khusus. Rata-rata area papula di kedua kelompok dihitung, baik kelompok aktif maupun plasebo. Untuk membandingkan hasil prick tes sebelum dan sesudah imunoterapi dilakukan penghitungan berdasarkan Indeks Toleransi Kutan (CTI).

Metode Penelitian
Tes in vivo (tes sarung tangan/glove use test)
Dilakukan dengan sarung tangan yang mengandung lateks yang cukup tinggi (Non sterile Aachen, Spain) dan dengan sarung tangan yang mengandung vinyl 100 % bebas lateks (Torval, China). Pasien dilindungi dengan kacamata dan masker bebas lateks agar kontak dengan mata dan saluran pernapasan dapat dihindari. Pasien menggunakan satu jenis sarung tangan (lateks atau vinyl) pada setiap tangan selama 5, 15, dan 30 menit dengan interval 20 menit.

Metode Penelitian
Tes in vivo (tes sarung tangan/glove use test)
Gejala (pruritus, eritem, dan bula) dihitung dengan skor (0 = tidak ada, 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat) Tes dihentikan ketika skor gejala telah menyentuh angka 5. Hasil kemudian dilihat dari berapa jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai angka 5.

Metode Penelitian
Tes in vivo (Tes Paparan Konjungtiva)
Tes ini dilakukan dengan cara pemberian 5 konsentrasi LA yang berbeda dari yang rendah higga yang tinggi (0.08 0.4 2 10 dan 50 mg/ml) dengan interval 15 menit Tes diberikan dengan cara menempatkan satu tetes dosis terendah di fornix konjungtiva mata kanan dan larutan saline sebagai kontrol di mata kiri. Tes dikatakan negative jika tidak terdapat reaksi setelah 15 menit, dan selanjutnya diberikan satu tetes konsentrasi yang lebih tinggi di mata kanan.

Metode Penelitian
Tes in vivo (Tes Paparan Konjungtiva)
Gejala berupa hiperemis, kemosis, epifora, pruritus, bersin, dan hidung tersumbat dihitung dengan skor (0 = tidak ada, 1 = ringan 2 = sedang 3 = berat). Tes dihentikan jika skor gejala 5. Hasil kemudian dilihat dari tingkat konsentrasi yang menimbukan gejala hingga angka 5.

Metode Penelitian
Tes in vitro (Tes spesifik IgE)
IgE spesifik kepada lateks alami (k82) dan alergen rekombinan (rHev b 1, rHev b 5, rHev b 6,01; r Hev b 8) dinilai dari sistem yang terstandarisasi berdasarkan fluroesensi padat enzyme immunoassay (CAP-FEIA), Phadia, Sweden)

Metode Penelitian
Tes in vitro (Tes aktifasi Basofil/BAT)
Persentase basofil yang mengekspresi CD 63 sebagai tanda aktivasi setelah stimulasi in vitro dengan ekstrak lateks dinilai berdasarkan flow citometry, yang diikuti double labeling dengan antibody monoclonal antibody anti-CD-63-PE dan anti IgE FITC. Kami juga menggunakan larutan aqua steril yang telah distandarisasi dengan ekstrak lateks dan tanpa bahan pengawet dengan konsentrasi 0.125 dan 0.03125 mg protein/ml (BIAL-Aristegui, Bilbao, Spain).

Metode Penelitian
Tes in vitro (Tes aktifasi Basofil/BAT)
Sebagai perbandingan antara hasil BAT di setiap waktu yang berbeda, kami menghitung nilai ratarata persentase basofil yang mengekspresikan CD63 setelah stimulasi in vitro dengan ekstrak alergen lateks di konsentrasi 0.125 dan 0.03125 mg protein/ml.

Metode Penelitian
Keamanan
Sejak fase induksi dimulai di rumah sakit dan pasien berada dibawah pengawasan langsung selama 30 menit setelah pemberian perlakuan, maka efek samping langsung dicatat dalam laporan Denyut jantung dan tekanan darah dinilai saat sebelum dan setelah pemberian perlakuan Selama fase pemeliharaan, pasien diinstruksikan untuk mencatat segala ketidaknyamanan dalam sebuah kartu. Keamanan dipantau oleh investigator di setiap kesempatan. Sebagai tambahan, pasien selalu memiliki keuntungan untuk menghubungi alergologist atau datang ke ruang gawat darurat ketika terjadi reaksi efek samping yang berat.

Metode Penelitian
Metode Statistik:
Perubahan pada reaksi kutan oleh skin prick test dianalisa menggunakan parallel lines assay dan ALASA CRS PLA software (Madrid, Spain). Perbedaan CTI dihitung sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas. CTI menunjukkan tingkat kepercayaan 95% dan 99%. Ketika CTI diterapkan kepada kedua kelompok diperkirakan sensitivitas kutan antara satu kelompok dengan kelompok lain bisa lebih besar atau lebih kecil. Ketika itu digunakan untuk mengevaluasi perubahan yang tampak pada kelompok, skor CTI lebih dari 1 mengindikasikan penurunan respon kutan.

Metode Penelitian
Metode Statistik:
Untuk evaluasi Glove Use Test, regresi linier dari skor gejala dihitung pada setiap individu pasien berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai skor 5 poin Dalam prosedur yang sama, untuk mengevaluasi Conjunctival Challenge Test, regresi linier skor konsentrasi/gejala dihitung pada setiap individu pasien berapa lama konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai skor 5 poin. Perbandingan antara kelompok satu dengan yang lain diperlihatkan melalui Non Parametric Mann Whitneys dan Wilcoxons test. Nilai P < 0.05.

Hasil Penelitian

Hasil Penelitian
Setelah double blind selama satu tahun, tidak terdapat sensitifitas yag bervariasi secara signifikan terhadap alergen dengan imunoterapi aktif

Hasil Penelitian
Selama follow up, tidak ada perubahan pada respon GUT dan CCT pada pasien. Begitu pula dengan jumlah pasien yang mengalami gejala yang memburuk, dimana jumlah ini sama antara kelompok aktif dengan kelompok plasebo Tidak terdapat perbedaan rata-rata konsentrasi lateks alami pada CCT untuk mendapat angka 5 pada gejala antara kelompok aktif (16.6 mg/ml; 95%CI 5.8-27.3) dengan kelompok plasebo (24.4 mg/ml; 95%CI 4.2-44.5) di T0.

Hasil Penelitian
Peningkatan yang tidak signifikan tampak ketika kami membandingkan nilai rata-rata CCT-5 pada T0 da T1 baik dalam kelompok aktif (nilai ratarata CCT-5 di T1: 27.1 mg/ml; 95% CI 5.8-48.3) dan di kelompok plasebo (nilai rata-rata CCT-5 di T1 35.2 mg/ml; 95% CI 0-71.9). Tidak terdapat perbedaan secara statistik antara kelompok aktif dengan kelompok plasebo di T1.

Hasil Penelitian
Tidak terdapat perbedaan rata-rata waktu yang dibutuhkan antara kontak dengan sarung tangan dengan munculnya gejala hingga poin 5 pada tes GUT antara kelompok aktif dengan kelompok plasebo (28.6 menit; 95% CI: 4.352.8) di T0.

Hasil Penelitian
Dari 28 subyek yang terlibat di dalam penelitian, saat didiagnosis 27 diantaranya memiliki hasil positif IgE-k82, 15 positif IgEHev b 5 dan 19 pasien positif IgE-Hev b 6. Hanya 2 pasien yang positif terhadap tes alergen rekombinan yang lain (IgE Hev b 1, IgE Hev b 3, IgE Hev b 8).

Hasil Penelitian
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara rata-rata persentase basofil aktif dengan konsentrasi lateks alami antara kelompok aktif dengan kelompok plasebo di T1

Hasil Penelitian
Tidak terdapat efek samping yang berat pada pasien yang menerima dosis maksimal. Total, 9 efek samping rendah ditemukan saat fase induksi, 5 pada empat pasien dari kelompok plasebo selama pemberian terapi plasebo (1 konjungtivitis, 1 rhinorrhea, 1 pruritus, 1 dyspnea, 1 pruritus pada lidah), semuanya terjadi pada dosis pertama imunoterapi Dan 4 reaksi pada 4 pasien dari kelompok aktif muncul saat dosis tertinggi ekstrak alergen lateks alami diberikan (1 pruritus pada lidah, 3 rhinokonjungtivitis).

Pembahasan
Penelitian klinis acak, terkontrol, dan blind merupakan standar untuk mengevaluasi jenis pengobatan baru di dunia kedokteran. Akan tetapi, sejak terapi sublingual telah tersedia secara komersil, sebuah penelitian plasebo terkontrol selama lebih dari 2 tahun menganggap hal ini tidak tepat secara etika. Sebagai konsekuensi, digunakan desain penelitian yang telah dikombinasi, yaitu terapi double blind terkontrol plasebo selama setahun yang diikuti dengan follow up terbuka selama satu tahun sebagai tambahan. Desain penelitian ini menilai keduanya, yaitu perbandingan kelompok aktif dengan kelompok kontrol selama setahun dan juga perbandingan perkembangan terapi aktif selama 2 tahun.

Pembahasan
Kesulitan yang sering timbul di dalam penelitian uji klinis adalah bagaimana memilih pasien. Walau bagaimanapun, jumlah pasien yang keluar dari penelitian saat tahap penelitian memasuki fase pengawasan lebih besar dari yang kami perkirakan. Hal ini mungkin dipengaruhi persepsi subjek bahwa terapi tidak efektif, atau gejala yang berkurang dan pasien merasa tidak perlu pengobatan

Pembahasan
Mayoritas pasien terpapar lateks saat mereka bekerja sebelum mereka terdiagnosis, dan 60% dari mereka adalah pekerja kesehatan professional. Distribusi pekerja kesehatan professional di kedua kelompok cukup seimbang. Karakteristik dasar, demografis, dan gejala klinis sesuai, kecuali jumlah pasien yang terserang asma yang mana dominan di kelompok aktif. Juga terdapat perbedaan IgE spesifik lateks alami yang mana lebih tinggi di kelompok aktif.

Pembahasan
Penelitian ini juga memiliki satu kelemahan yang biasanya ada pada penelitian uji klinis alergi dibanding dengan penyakit lain, yaitu kurangnya reliabilitas, objektifitas, dan komponen penilaian dari suatu variabel untuk menilai keampuhan dari suatu terapi Akan tetapi, di penelitian kami, kesulitan ini diatasi dengan penggunaan beberapa tes in vivo (skin prick test, CCT, GUT dan in vitro (keterlibatan IgE dan BAT) untuk menilai respon terapi terhadap imunoterapi yang diberikan

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menilai keampuhan imunoterapi lateks sublingual. Khususnya, penggunaan dosis yang lebih tinggi selama fase pemeliharaan, sejak adanya toleransi yang baik pada dosis tinggi di fase awal perlakuan. Walau bagaimanapun juga, penelitian ini meningkatkan keraguan akan penggunaan imunoterapi pada pasien yang bisa menghindari kontak dengan lateks.

Telaah Kritis
..\critical appraisal jurnal kulit.docx

Terima Kasih Assalamualaikum Wr. Wb

Anda mungkin juga menyukai