Anda di halaman 1dari 18

SKIN TEST

Dosen Pembimbing
Siti Maemonah,S.Kep.Ns.M.Kes.
Tingkat 1-A
Tahun 2016-2017
Poltekkes Kemenkes Surabaya
Prodi D3 Keperawatan Sidoarjo
 Disusun Oleh Kelompok 8 :
 Fairuzia Amalia P27820416024 / 15
 Nindi Ayu Safitri P27820416038 / 23
 Rosita Ida Ningrum P27820416056 / 31
 Reva Sonia Fauzia P. P27820416064 / 34
SKIN TEST

Skin test merupakan salah satu dari dua macam pengujian


reaksi alergi yang dianggap valid dan sudah diterapkan
selama bertahun-tahun. Skin test adalah suatu pengujian
yang dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi substansi
alergi (alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi
alergi. Skin test biasanya dilakukan pada pasien yang akan
diberikan pengobatan dan dicurigai memiliki alergi terhadap
bahan dan obat tertentu, misalnya pada penderita rhinitis
alergika, asthma, alergi makanan, dan lain sebagainya.
Pengujian dimulai dengan menusuk kulit dengan jarum steril khusus, dan depositkan
sejumlah kecil ekstrak alergen ke dalam kulit. Tunggu 15-20 menit, kemudian evaluasi
reaksi kulit. Jika pada kulit muncul bentol kemerahan, seperti gigitan nyamuk, artinya
hasil pengujian positif dan pasien alergi terhadap bahan yang diujikan.

Jika kulit tidak menimbulkan reaksi, artinya rencana pengobatan aman untuk
dilanjutkan. Pengujian ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menyebabkan
perdarahan pada pasien karena jarum hanya masuk ke permukaan kulit saja.

Gambar 1. Gambaran hasil skin test positif


Macam-macam Tes Alergi

1. Puncture, prick, scratch test

a. Scracth : Epicutaneus Tes


 Ini merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun
1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2 mm pada
kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.
 Keuntungan :
 Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik
 Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat
 Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya hidup yang lama.
 Kerugian :
 Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi)
 Lebih menyakitkan
 Tidak reproducible sebagai intradermal skin test
 Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes
ini tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dari AMA
Council Of Scientific Affairs.
b. Prick : Epicutaneus
 Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis
dan Grant pada tahun 1926. Hal ini digambarkan
dimana satu tetesan konsentrat antigen ke
dalam kulit . kemudian jarum steril 26 G melalui
tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian
superficial sehingga tidak berdarah. Variasi dari
tes ini adalah dengan menggunakan applikator
sekali pakai dengan delapan mata jarum yang
bisa digunakan. Digunakan secara simultan
dengan 6 antigen dan control positif (histmin)
dan kontrol negative (glyserin).
Gambar 1. Keterangan :
 a. Lengan atas yang diteteskan zat allergen
 b. Penetesan allergen
 c. Reaksi pada pemeriksaan skin prick test(9)

 Keuntungan :
 Cepat
 Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal
 Relative lebih aman
 Kerugian :
 Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi
 Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif)
 Grade pada kulit bersifat subjektif
2. Intradermal test
 Biasanya dilakukan pada pasien dengan kecurigaan alergi
obat maupun racun serangga. Setelah membersihkan kulit
dengan kapas beralkohol, injeksikan sejumlah kecil alergen
ke bawah kulit (sama dengan yang dilakukan pada tes
tuberkulosis).
 Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa
digunakan ketika terdapat kenaikan sensitivitas merupakan
tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika skin prick
test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat
yang cocok terhadap paparan). Tes intradermal lebih
sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin
prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih baik
daripada uji kulit lainnya dalam mengakses hipersensitivitas
terhadap Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau
alergen dengan potensi yang rendah.
Keuntungan :
 Lebih sensitive (dapat mendeteksi alergi dengan kadar rendah)
 Lebih reproducible dalam satu tempat
 Mudah dilakukan
 Nyaman bagi pasien , tidak mahal, dan hasil pemeriksaan bisa di
dapat hnaya dalam waktu 15-20 menit
Kerugian :
 Tingkat dalam respon lebih bersifat subjektif
 Tidak ada standarisasi dalam banyaknya dosis atau konsentrasinya
 Mungkin dapat muncul reaksi positif palsu pada sensitivitas tinggi
3. Patch test (Epicutaneus test)
 Biasanya dilakukan untuk tes dermatitis kontak. Alergen pada patch diletakkan di
atas kulit kemudian hasilnya dilihat setelah 48 jam. Jika pada sistem tubuh
terdapat antibodi alergi, kulit akan teriritasi dan menjadi gatal (seperti tergigit
nyamuk).
 Prosedur Intracutan

1. Persiapan
 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemberian obat
 Memberikan posisi yang nyaman pada pasien, menjaga privasi pasien/
pasang sampira
2. Alat dan bahan
 Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
 Daftar obat pasien
 Spuit 1 cc dan 5 cc disposible.
 Jarum sesuai kebutuhan, gergaji ampul bila perlu.
 Perlak dan alas
 Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi NaCl 0,9% dalam
tempatnya
 Handschoen
 Nierbeken
 Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Berdiri di sebelah kanan/kiri pasien sesuai kebutuhan.
3. Cek daftar obat pasien untuk memberikan obat
4. Membawa obat dan daftar obat ke hadapan pasien sambil mencocokkan nama pada
tempa tidur dengan nama pada daftar obat.
5. Meenginjeksi pasien sesuai dengan nama pada daftar obat
6. Jaga privasi pasien
7. Injeksi intrakutan dilakukan dengan cara spuit diisi oleh obat sesuai dosisnya.
8. Menentukan lokasi injeksi yaitu 1/3 atas lengan bawah bagian dalam.
9. Membersihkan lokasi tusukan dengan kapas normal saline atau kapas alcohol bila
diperlukan, kulit diregangkan tunggu sampai kering.
10. Lubang jarum menghadap keatas dan membuat sudut antara 5-150 dari permukaan
kulit
11. Memasukan obat perlahan-lahan sampai berbentuk gelembung kecil, dosis yang
diberikan 0,1 cc atau sesuai jenis obat.
12. Setelah penyuntikan area penyuntikan tidak boleh didesinfeksi.
13. Bila injeksi intrakutan dilakukan untuk test antibiotik, lakukan penandaan pada area
penyutikan dengan melingkari area penyuntikan dengan diameter kira kira 1 inchi atau
diameter 2,5 cm. Penilaian reaksi dilakukan 15 menit setelah penyuntikan. Nilai positif
jika terdapat tanda tanda rubor, dolor, kalor melebihi daerah yang sudah ditandai,
artinya pasien alergi dengan antibiotik tersebut.
14. Bila injeksi ditujukan untuk mantoux test tuberkulin test, dapat dinilai
hasilnya dalam 2 sampai 3 kali 24 jam, positif bila terdapat rubor dolor kalor melebihi
diameter 1 cm pada area penyuntikan.15. Beri penjelasan pada pasien atau keluarga
untuk tentang penilaian pada daerah penyuntikan dan anjurkan untuk tidak menggaruk,
memasage atau memberi apapun pada daerah penyutikan. Menyimpan obat obat sisa
dan daftar obat pasien ketempatnya
15. Mengobservasi keadaan umum pasien
16. melepaskan handschoen, mencuci tangan.
17. Membuat pendokumentasian mencakup: Tindakan dan respon pasien.
Contoh Obat untuk Skin Test

 Cefotaxime 1g : larutkan 1 vial Cefotaxime dengan 5 cc


aquabidest/otsu wl, setelah itu ambil sebanyak 0,1 cc menggunakan
spuit 1 cc, tambahkan aquabidest/otsu wl sebanyak 0,9 cc. Obat siap
dilakukan skin test.

 CEFTRIAXONE 1g : larutkan 1 vial Cefotaxime dengan 10 cc


aquabidest/otsu wl (lihat di brosur setiap antibiotik beda penambahan
aquadesnya), setelah itu ambil sebanyak 0,1 cc menggunakan spuit 1
cc, tambahkan aquabidest/otsu wl sebanyak 0,9 cc. Obat siap
dilakukan skin test.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai