Anda di halaman 1dari 20

Referat

SKIN TEST ALLERGY

Oleh:
KELOMPOK I
Ayu Warma, S. ked
Kartini Winasari, S. ked
Nurfi Pratiwi, S. ked
Ricky Rusydi S, S. ked
Rony Wahyudi, S. ked
Sutrisno Tambunan, S. ked

Pembimbing:
Dr.dr.Endang Herliyanti Darmani, SpKK, FINSDV
KEPANITERAAN KLINIK
KJF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016

SKIN TEST ALLERGY


Ayu Warma1, Kartini Winasari1, Nurfi Pratiwi1, Ricky Rusydi1,
Rony Wahyudi1 Sutrisno Tambunan1
Endang Herliyanti Darmani2
1

Fakultas Kedokteran Universitas Riau / RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru


2
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

ABSTRACT
Skin test is a test that done on a skin to identified an allergic substance
(allergen) which is a trigger of an allergic reaction. There are some methods in
this test, such as : patch test, scratch test ,prick test, and intradermal test. Patch
test is usually done on dermatitis contact. Allergen that is suspicious will be
patched on the skin for 48-72 hours. Scratch test is based on small superficial
laseration on skin which is dropped by somekind of antigen consentrate. Prick test
is a kind of Skin test which used as a diagnostic tools to proof that there are
specific IgE antibody which related with the patient skins. Intradermal test is used
on some drug allergic case, such as penicilin, cephalosporin, insulin, opiate, and
other drugs.
Keyword : Skin test, patch test,scratch test, prick test and intradermal.

ABSTRAK
Skin test adalah suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi
substansi (alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi. Ada beberapa
cara untuk melakukan Skin test, yaitu uji tempel (patch test), uji gores (scratch
test), uji tusuk (prick test), dan pengujian intradermal,). Uji tempel pada umumnya
digunakan pada kasus dermatitis kontak. Alergen yang dicurigai diletakkan pada
kulit dalam 48-72 jam. Pemeriksaan uji gores didasari dengan membuat laserasi
superfisial kecil pada kulit yang selanjutnya diteteskan antigen konsetrat. Uji
tusuk adalah salah satu jenis tes kulit yang digunakan sebagai alat diagnosa untuk
membuktikan adanya antibodi IgE spesifik yang terikat pada kulit pasien.
Pengujian intradermal dilakukan pada kasus alergi obat seperti penisilin,
sefalosporin, insulin, opiat, beberapa obat anestesi, relaksan otot dan enzim serta
pada kasus toksin lebah ataupun serangga lainnya.
Kata kunci: Skin test, patch test, scratch test, prick test dan pengujian intraderma,

PENDAHULUAN

Skin test allergy adalah suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk
mengidentifikasi substansi (alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi.
Skin test allergy biasanya dilakukan pada pasien yang akan diberikan pengobatan
dan dicurigai memiliki alergi terhadap bahan dan obat tertentu, misalnya pada
penderita dermatitis alergi, rhinitis alergik, asma, alergi makanan dan sebagainya.
Alasan mengapa skin test allergy merupakan pengujian yang sering dan harus
dilakukan terhadap pasien di rumah sakit maupun klinik adalah setiap individu
memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap berbagai macam bahan maupun
obat.
Ada beberapa cara untuk melakukan skin test allergy, yaitu: uji tempel
(patch test), uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test), uji intradermal.1 Uji
tempel (patch test) dilakukan dengan cara menempelkan alergen terstandar pada
kulit. Uji gores (scratch test) dilakukan dengan cara membuat laserasi superfisial
kecil pada kulit yang diikuti dengan penetesan alergen. Uji tusuk (prick test)
dilakukan dengan menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum yang
sebelumnya telah diteteskan ekstrak alergen. Uji intradermal dilakukan dengan
cara menyuntikkan antigen secara intradermal.2
Penyimpulan yang benar dari hasil reaksi test mempunyai arti yang
penting dalam penilaian yang berhubungan dengan penyakitnya. Suatu reaksi test
yang positif tidak harus relevan terhadap penyakitnya demikian juga dengan suatu
reaksi negatif tidak juga pasti menyingkirkan sebagian penyakit karena adanya
reaksi false atau true positif/ negatif.3

A. Patch test (Uji tempel)


Patch test atau uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaaan kulit yang
dilakukan dengan mengoleskan sediaan atau bahan-bahan tertentu pada kulit
manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah bahan tersebut dapat
menimbulkan iritasi atau kepekaan kulit atau tidak.1

Indikasi dilakukannya patch test

Tabel 1. Indikasi klinis umum Skin test untuk diagnosa hipersensitivitas1


Uji Tempel
Keadaan akut
Pustul eksantematus
Dermatitis kontak
Eritema multiformis
Erupsi obat eksantematus
Erupsi obat
Reaksi fotoalergika
Purpura/ Leukositoklastik
Vaskulitis

Uji tusuk dan uji intradermal


Reaksi anafilaksis
Bronkospasme
Konjungtivitis
Rhinitis
Urtikaria / Angioedema

Kontra indikasi dilakukan patch test 2


-

Defisiensi imun
Pengobatan imunosupresif
Penyakit autoimun
Ibu hamil dan menyusui

Prosedur patch test 2


Dasar pelaksanaan patch test adalah bahan yang diujikan, berisi bahan
konsentrat alergen dan bahan pelarut yang sudah ditentukan, ditempelkan pada
kulit normal, kemudian ditutup dan dibiarkan selama 2 hari (minimal 24 jam).
Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca
tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit.
Pada tempat tersebut kemungkinan dapat terjadi ruam berupa: eritema,
papul, oedema atau vesikel, dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau
nekrosis.

Gambar 1. Punggung pasien yang ditempelkan dengan bahan alergen1


1. Persiapan pasien
Persiapan menjelang dilakukan patch test pada pasien adalah menghindari
pemakaian obat-obatan anti histamin dan kortikosteroid, terutama pada
penggunaan lokal.2
Pada kulit yang akan diuji dipastikan beberapa hal, yaitu: 2,3
a. Bebas dari dermatitis pada area yang akan diuji.
b. Pada bekas dermatitis sebaiknya tes dilakukan sebulan setelah sembuh.
c. Tidak terlalu dekat dengan dermatitis yang ada, sebab daerah tersebut
lebih peka hingga dapat menimbulkan reaksi positif palsu.
d. Bebas dari kelainan kulit yang lain terutama yang dapat menyulitkan
pembacaan atau akibat lain yang tidak diharapkan. Misalnya nevus atau
tumor-tumor prakanker (kalau terjadi reaksi berupa dermatitis dan gatal
maka akan digaruk. Ini merupakan rangsangan terhadap nevus atau
prakanker untuk mengalami malignansi).
e. Bebas dari rambut yang lebat.
f. Bebas dari kosmetik, salep-salep dan kortikosteroid topikal minimal 2
minggu sebelumnya.
Daerah tempat dilakukannya tes ini adalah di punggung sebagai pilihan
utama. Selain itu juga dapat dilakukan pada lengan atas bagian lateral dan lengan
bawah bagian volar.
2. Persiapan alat dan bahan

Bahan tes bahan dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut
dilakukan secara langsung akan memberikan reaksi yang tidak diharapkan,
misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan dalam
bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang
timbul benar-benar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi. Bahan pelarut yang dipilih
yaitu air, ethyl alkohol absolut, acetone, isobuthyl ketone, methyl ethyl ketone,
buthyl atau ethyl ketone, olium olivarium, parafin cair, vaselin kuning.
Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan
penelitian-penelitian. Ada beberapa zat yang sering menimbulkan dermatitis
kontak, sehingga International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG)
menetapkan standar untuk tes dengan bahan-bahan tersebut, dengan pelarut dan
konsentrasi yang ditetapkan. Setiap melakukan uji tempel, bahan bahan tersebut
hampir selalu disertakan. Berikut beberapa daftar alergen standar uji tempel yang
dianjurkan oleh ICDRG :
1.
2.
3.
4.
5.

Kalium bichromat 0,5% dalam vaselin,


Cobalt chloride 1% dalam vaselin,
Nickel sulfat 5% dalam vaselin,
Formaldehyde 2% dalam air,
Paraphenylene diamine 1% dalam vaselin.

Oleh karena daftar alergen tersebut disusun oleh anggota-anggota dari


ICDRG, maka untuk negara-negara di luar kelompok itu dapat mengadakan
variasi atau menambah jumlahnya, disesuaikan dengan keadaan setempat.

Gambar 2. Beberapa contoh bahan uji patch test1


Untuk uji tempel tertutup digunakan bahan penutup yang merupakan suatu
kesatuan, disebut Unit Uji tempel, yang terdiri atas:
a. Kertas saring berbentuk bulat atau persegi, dengan diameter kira-kira 1 cm.
b. Bahan impermeabel dengan diameter kira -kira 2,5 cm.
c. Plester dengan diameter kira-kira 4,5 cm.
Ketiga-tiganya diusahakan dibuat dari bahan yang non-alergik. Menurut
selera pabrik pembuatnya, ketiga bahan sudah dibuat dalam satu kesatuan ataupun
terpisah. Kertas saring digunakan untuk meresapkan bahan, bila bahan itu berupa
cairan, sedangkan kalau bahannya padat ini tidak begitu perlu. Bahan
impermeabel bisa kertas cellophane atau lembaran aluminium. Kegunaannya yaitu
supaya resorpsi bahan ke dalam kulit bisa lebih sempurna dan untuk menjaga agar
konsentrasi bahan tidak berubah. Plester digunakan agar bahan tersebut tetap
melekat. Beberapa pabrik membuat unit uji tempel dengan bentuk dan model yang

berbeda, tetapi tujuannya sama, antara lain: Al-test, Silver Patch, Finn chamber,
dan lain -lain.
3. Prosedur tes1
Bahan ditempelkan pada kulit dengan jarak satu sama lain cukup jauh
sehingga jika terjadi reaksi tidak saling mengganggu. Menempelnya cukup lekat,
tidak mudah lepas, sehingga penyerapan bahan lebih sempurna.
Penempelan dipertahankan selama 24 jam untuk memberi kesempatan
absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun
penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang
lebih dari 24 jam, tetapi menurut para peneliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar. Setelah 48 jam bahan dilepas.
4. Interpretasi tes1
Pembacaan dilakukan 15-25 menit kemudian, supaya kalau ada tandatanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari unit uji tempel yang
menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Terdapat bermacam macam cara
penilaian uji ini.

Yang dianjurkan oleh ICDRG sebagai berikut :


Notas

Tabel 2. Tabel Interpretasi Patch test (Uji Tempel)3


Deskripsi
Interpretasi

i
?+
+
++
+++
NT
IR

Tidak ada perubahan


Palsu, eritem tidak terpalpasi
Eritem terpalpasi, edema sedang, infiltrate
Infiltrat kuat, papul, vesikel
Vesikel, bula, ulserasi
Tidak diteskan
Peradangan tajam terbatas pada daerah

Negatif
Reaksi meragukan
Reaksi lemah
Reaksi kuat
Reaksi ekstrim
Reaksi iritasi, semacam

terbuka, infiltrate kecil petechiae kecil, dapat

menyebabkan

pustula, dan eflurosensi selain papula dan banyak

reaksi

vesikel

pada

interpretasi

Gambar 3. Penilaian atau Interpretasi1

Bila perlu, misalnya dugaan klinis kuat, tetapi hasil tes negatif, pembacaan
dilakukan 72 jam setelah penempelan, atau bahkan juga 1 minggu setelah
penempelan, tanpa menempelkan lagi bahan tadi. Ini untuk mengetahui mungkin
reaksinya lambat (delayed reaction).
Di sini yang hampir serupa yaitu bentuk reaksi alergi dengan reaksi iritasi,
maka untuk ini perlu kita bedakan:

Reaksi Positif Palsu1


Reaksinya sendiri betul-betul positif, tidak palsu. Yang dimaksud palsu
disini yaitu apabila tidak mencerminkan reaksi alergi terhadap bahan yang
diteskan itu, tetapi reaksi timbul oleh karena adanya faktor-faktor lain, misalnya:
a. Dalam bahan tes maupun unit uji tempel terdapat unsure-unsur yang
iritatif
b. Bahan tes dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau jumlahnya terlalu
banyak
c. Kulit dalam keadaan terlalu peka, misalnya bekas dermatitis, sedang
menderita dermatitis yang akut atau luas dan sebagainya.
Hal-hal yang mungkin terjadi pada pemeriksaan patch test 2,3
1. Terjadinya Reaksi Positif
Ini menunjukkan bahwa penderita bersifat alergik terhadap bahan yang
diteskan. Hasil ini akan sangat berarti bila bahan tersebut sesuai dengan dugaan

yang diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, sehingga diagnosis
bisa ditegakkan. Akan tetapi bisa jadi hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita
perkirakan. Ini bisa terjadi bila kita melakukan tes dengan bermacam-macam
bahan, terutama bahan tes standar. Kemungkinan terjadinya hal ini oleh karena:
a. Reaksi positif terhadap bahan tersebut sesuai dengan dermatitis masa lalu,
yang pada saat ini tidak tampak, tetapi kulit masih tetap peka terhadap
bahan tersebut, sedangkan penyebab dari dermatitis yang sekarang belum
dapat dibuktikan.
b. Penderita memang peka terhadap beberapa bahan yang menimbulkan reaksi
positif, yang tidak ada hubungannya dengan penyakit sekarang. Penderita
belum pernah menderita dermatitis yang disebabkan oleh bahan-bahan itu
oleh karena belum ada kesempatan atau tidak penah kontak dengan bahan
tersebut secara cukup lama.
c. Reaksi tersebut masih ada hubungannya dengan dermatitis yang sekarang,
tetapi tidak secara langsung, yaitu berupa kepekaan silang (cross
sensitisation). Bahan penyebab dermatitis yang sekarang mempunyai
struktur kimia yang serupa dengan bahan yang menimbulkan reaksi positif.
Sebagai contoh : bahan dalam cat rambut dengan bahan anestesi lokal.
Kalau penderita peka terhadap cat rambut, mungkin penderita peka pula
terhadap anestesi lokal.
2. Terjadinya Reaksi Negatif
Reaksi negatif dapat terjadi kemungkinan dikarenakan:
a. Memang penderita tidak peka terhadap bahan yang diteskan.
b. Negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena beberapa
kesalahan teknik, reaksinya negatif. Ini disebabkan antara lain oleh karena
nilai ambang konsentrasi belum tercapai, bahan tersebut bersifat photosensitiser, yang untuk terjadinya reaksi positif diperlukan sinar matahari
atau sinar ultra violet, bahan sudah rusak.
Tabel 3. Tabel perbedaan reaksi iritasi dan reaksi alergi3
Reaksi Iritasi
- Bentuk lesi monomorf

Reaksi Alergi
- Bentuk lesi polimorf
9

Luas reaksi terbatas pada daerah


penempelan
Batas reaksi dengan kulit
sekitarnya umumnya tegas
Reaksi dapat sampai positif kuat,
bahkan dapat sampai terjadinya
nekrosis
Rasa gatal sampai panas atau
sakit
Dapat terjadi pada hampir setiap
orang
Setelah tempelan dibuka reaksi
berkurang
Reaksi dapat timbul lebih cepat,
dapat hanya beberapa jam saja

Reaksi dapat meluas ke sekitarnya

Batas kabur dan dapat terjadi


satelit satelit di sekitar daerah
penempelan
Jarang terjadi sampai positif kuat

Rasa hanya gatal


Hanya terjadi pada seseorang yang
telah peka
Reaksi dapat mengurang, tetapi
dapat pula meluas
Umumnya timbul lebih lama, 1-2
hari atau lebih

Kalau riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik cukup jelas merupakan
alergi terhadap bahan tertentu, maka dugaan masih tetap ada meskipun reaksi
negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi setelah 72 jam setelah penempelan tanpa
menempelkan lagi bahan tes tersebut. Kemungkinan terjadi reaksi tertunda
(delayed reaction), hingga reaksi menjadi positif. Akan tetapi kalau dalam
penundaan pembacaan ini kulit tempat patch test tadi terbuka atau terkena sinar
matahari, masih ada kemungkinan lain yaitu bahwa bahan tersebut bersifat photosensitiser.
3. Terjadinya Reaksi Silang
Bahan dengan rumus kimia yang serupa secara imunologis tidak dapat
dibedakan satu sama lain sehingga pada tes akan terjadi reaksi silang, yang berarti
bahwa kalau seseorang peka terhadap suatu bahan, ia peka pula terhadap bahan
lain yang serupa, meskipun bentuk reaksinya lebih lemah. Salah satu contoh
reaksi silang antara: Benzocaine PPD sulfonamide.

B. Scrath test (Uji Gores)


Scrath test adalah tes kulit untuk mengidentifikasi alergen yang ditemukan
oleh Charles Blackley pada tahun 1873. Pemeriksaan ini didasari dengan
membuat laserasi superficial kecil pada kulit pasien yang diikuti dengan
meeneteskan antigen konsentrat. Uji gores kulit dilakukan dengan menggores

10

menggunakan jarum steril sepanjang 0,5 cm pada epidermis daerah punggung


atau lengan bawah bagian volar, kemudian diteteskan alergen atau sebaliknya
dengan diteteskan dulu alergen kemudian digores.4
Pembacaan hasil uji dilakukan setelah 20 menit setelah penggoresan. Hasil
uji positif apabila timbul eritema atau pembengkakan. Tes ini sering menimbulkan
positif palsu karena sulit membedakan iritasi kulit dengan reaksi alergi. Sehingga
sekarang uji gores kulit tidak dipergunakan lagi.5

Gambar 4. Uji gores pada kulit 6

C. Prick test (Uji Tusuk)


Prick test adalah salah satu jenis tes kulit yang digunakan sebagai alat
diagnosa untuk membuktikan adanya antibodi IgE spesifik yang terikat pada kulit
pasien. Terikatnya IgE pada sel mastosit yang berada pada lapisan dermis kulit ini
menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga akan timbul
kemerahan (flare) dan bentol (wheal) pada kulit tersebut. Prick test ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : area tubuh tempat dilakukannya
tes, umur, jenis kelamin, ras, irama sirkadian, penyakit yang diderita, serta obat
obatan yang dikonsumsi.7
Dibandingkan dengan jenis tes kulit lainnya, prick test memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya: Zat pembawanya adalah gliserin maka lebih stabil jika
dibandingkan dengan zat pembawa berupa air, Mudah dilaksanakan dan bisa
diulang bila perlu, Tidak terlalu sakit dibandingkan suntik intra dermal, Resiko
terjadinya alergi sistemik sangat kecil, karena volume yang masuk ke kulit sangat
11

kecil, Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu
dilaksanakan kurang dari 1 jam.8
Indikasi Tes Tusuk (Prick test)
o Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa
sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen sehingga di
kemudian hari alergen tersebut bisa dihindari.
o Asma : Asma persisten pada penderita yang terpapar alergen (perenial).
o Kecurigaan alergi terhadap makanan.
o Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga. 9
Prosedur Tes Tusuk (Prick test)
Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan
penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa
memperkirakan jenis alergen, apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa
membedakan apakah justru merupakan penyakit non alergi, misalnya infeksi atau
kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya menyerupai alergi.9
1

Persiapan bahan/material ekstrak alergen.


o gunakan material yang belum kedaluwarsa
o gunakan ekstrak alergen yang terstandarisasi
o sediakan epinefrin (1:1000) dalam spuit steril untuk persiapan
tatalaksana penanggulangan syok anafilaktik

Persiapan penderita :
o Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes.
o Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling
tidak 2-6 minggu sebelum tes.
o Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan
reaksi.
o Jangan melakukan tes tusuk pada penderita dengan penyakit kulit
misalnya urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas pada kulit.
o Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes
neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes
kulit ini.

12

Persiapan pemeriksa :
o Teknik dan ketrampilan pemeriksa perlu dipersiapan agar tidak
terjadi interpretasi yang salah akibat teknik dan pengertian yang
kurang difahami oleh pemeriksa
o Ketrampilan teknik melakukan tusuk
o Teknik menempatkan lokasi tusukan karena ada tempat - tempat
yang reaktifitasnya tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari
lokasi yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah
punggung > lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi
radial > pergelangan tangan.

Prosedur tes tusuk


Tes Tusuk (Prick test) seringkali dilakukan pada bagian volar lengan

bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan
tandai area yang akan kita tetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen
diteteskan satu tetes larutan alergen (Histamin/ Kontrol positif) dan larutan
kontrol (Buffer/ Kontrol negatif) menggunakan jarum ukuran 26 G atau 27 G
atau blood lancet.
Kemudian ditusukkan dengan sudut kemiringan 450 menembus lapisan
epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan
perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes
dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul.8,9

13

Gambar 5.

Pemeriksaan prick

test 8
Interpretasi Tes Tusuk
Dilakukan

penilaian

bentol berdasarkan

The

Committee

of

Society

Allergology

of

Northern

ukuran

Standardization
(Scandinavian)

dengan

membandingkan
akibat alergen dengan bentol

bentol yang timbul


positif

histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai


berikut:8,9
-

Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)

Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)

Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul
besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.

Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento
histamin dinilai ++++ (+4).

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet seperti dikutip


Rusmono sebagai berikut:7,8
-0

: reaksi (-)

- 1+

: diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

- 2+

: diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

- 3+

: diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

- 4+

: diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema

Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu
karena teknik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang
kurang baik. Jika histamin (kontrol positif) tidak menunjukkan gambaran wheal/
bentol atau flare/hiperemis maka hasil interpretasi tes ini harus dipertanyakan

14

apakah hasil tersebut dikarenakan pasien sedang mengkonsumsi obat-obat anti


alergi berupa anti histamin atau steroid.10
Hasil negatif palsu dapat disebabkan karena kualitas dan potensi alergen
yang buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi, penyakitpenyakit tertentu, penurunan reaktivitas kulit pada bayi dan orang tua, teknik
tusukan yang salah (tidak ada tusukan atau tusukan yang lemah ).7 Ritme harian
juga mempengaruhi reaktifitas tes kulit. Bentol terhadap histamin atau alergen
mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada pagi hari, tetapi perbedaan ini
sangat minimal.11
Hasil positif palsu disebabkan karena dermografisme, reaksi iritan, reaksi
penyangatan (enhancement) non spesifik dari reaksi kuat alergen yang berdekatan,
atau perdarahan akibat tusukan yang terlalu dalam. Dermografisme terjadi pada
seseorang yang apabila hanya dengan penekanan saja bisa menimbulkan
wheal/bentol dan flare/kemerahan. Dalam rangka mengetahui ada tidaknya
dermografisme ini maka kita menggunakan larutan garam sebagai kontrol negatif.
Jika larutan garam memberikan reaksi positif maka dermografisme positif.12
Semakin besar bentol maka semakin besar sensitifitas terhadap alergen
tersebut, namun tidak selalu menggambarkan semakin beratnya gejala klinis yang
ditimbulkan. Pada reaksi positif biasanya rasa gatal masih berlanjut 30-60 menit
setelah tes.13
Tes Tusuk untuk alergen makanan kurang dapat diandalkan kesahihannya
dibandingkan alergen inhalan seperti debu rumah dan polen. Skin test untuk
alergen makanan seringkali negatif palsu.10
Tebel 4. Daftar Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tes kulit sehingga harus
dibebaskan beberapa hari sebelumnya :8
Golongan obat
Nama Obat
Dibebaskan
Anti histamin generasi I
klorfeniramin
1-3 hari
klemastin
1-10 hari
ebastin
3-10 hari
hidroksisin
1-10 hari
ketotifen
3-10 hari
mequisatin
3-10 hari
Antihistamin generasi II
cetirizin
loratadin
feksofenadin
15

desloratadin
Astemizole
Antidepresan

Imipramin
Fenotiazine

3-10 hari
6 minggu
10 hari

Kortikosteroid jangka pendek


< 1 minggu
juga mempengaruhi tes

Cimetidin
Ranitidin

kulit
tidak mempengaruhi tes

Kromolin
B 2 adrenergik agonis
Teofilin

kulit.

Hasil yang didapat pada tes ini tidak selamanya valid. Berikut merupakan
beberapa kesalahan yang sering terjadi pada skin prick test, antara lain: tes
dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan (< 2 cm) sehingga ukuran bentol
menjadi bias, terjadi perdarahan yang memungkinkan terjadi false positive, teknik
tusukan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang sehingga
memungkinkan terjadinya

false negative, menguap dan memudarnya larutan

alergen selama tes.13

D. Tes Alergi Intradermal


Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika
terdapat kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan
(misalnya ketika skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai
riwayat yang cocok terhadap paparan). Tes intradermal lebih sensitif namun
kurang spesifik dibandingkan dengan skin prick test terhadap sebagian besar
alergen, tetapi lebih baik daripada uji kulit lainnya dalam mengakses
hipersensitivitas terhadap Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau
alergen dengan potensi yang rendah.14
Pengujian intradermal biasanya dilakukan pada kasus alergi obat seperti
penisilin, sefalosporin, insulin, opiat, beberapa obat anestesi, relaksan otot dan
enzim. Salah satu contoh cara melakukan tes intradermal dengan menggunakan
obat ampisilin (golongan penisilin), yaitu:

16

Persiapan alat dan bahan, seperti 1 gram ampisilin, spuit 1 cc dan 5 cc,

aquabidest untuk pengenceran obat.


Encerkan 1 gram ampisilin dengan 5 cc aquabidest menggunakan spuit 5

cc.
Ambil 0,1 cc ampisilin yang sudah diencerkan dengan menggunakan spuit

1 cc, tambahkan 0,9 cc aquabidest hingga tersedia 1 cc larutan ampisilin.


Suntikkan secara intradermal sebanyak 0,01 0,1 cc ke bagian volar

lengan pasien hingga terbentuk gelembung 3 mm di kulit.


Tunggu 15-20 menit, kemudian lihat jika terbentuk gelembung lebih dari 3
mm pada tempat penyuntikan maka hasil tes positif.
Uji intradermal juga biasa dilakukan pada kasus toksin lebah ataupun

serangga lainnya.11 Kontraindikasi terhadap uji intradermal ini antara lain, uji
alergi makanan, alergen inhalansia, pasien dengan eritema multiformis, sindroma
steven Johnson, toxic epidermal necrolysis ataupun vaskulitis leukositoklastik.14,15
Robert Cooke memberikan gambaran pertama kali untuk tes intradermal
pada tahun 1915. Tehnik pemeriksaannya mengalami beberapa modifikasi sejak
saat itu. Pada saat ini prosedur tes intradermal adalah sebagai berikut:14,15
-

Menggunakan jarum 26 G untuk menyuntikkan secara intradermal.


Antigen dengan konsentrasi ekstraksi, berbagai macam laporan
mengatakan batasannya 0,01 0,05 ml. Batasan dari konsentrasi ekstrak

adalah 1 : 500 sampai 1 : 1000.


Antigen disuntikkan ke intradermal hingga timbul gelembung berdiameter

3 mm.
Test di nilai setelah 15-20 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca

setelah 24 48 jam.
Reaksi dianggap positif jika ditemukan bengkak dan kemerahan yang
lebih besar dibandingkan gelembung awal, yaitu 3 mm. Namun kriteria
positif dalam tingkatan skala subjektif.

17

Gambar 6. Tes alergi intradermal16

DAFTAR PUSTAKA
1. Nowak-Wegrzyn A. Future approaches to food allergy. Pediatrics
2003;111:1672-80
2. Fanny Iskandar dkk. Hubungan antara Uji tempel dan peningkatan jumlah
limfosit pada penderita Dermatitis kontak Alergi pada pekerja semen ;
Pertemuan Ilmiah Ke-II Penyakit Kulit Akibat Kerja. 2002. Jakarta.
3. Sulaksmono. Dermatosis Akibat Kerja, Bahan Buku Ajar. FKM Unair. 2011.
Surabaya.
4. Denny, S. Hubungan Antara Jenis Aeroalergen Dengan Manifestasi Klinis
Rinitis Alergika. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. 2010
5. Macdonald D. Allergy Skin tests-Scratch testing. The Macdonald Centre for
Natural Medicine Ltd. 2010;448;1-3
6. Scratch test. (homepages on internet). Diakses pada 14 Oktober 2016. Dapat
di akses di http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/scratch+test
7. Pawarti DR. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Alergi, Media Perhati.
Volume 10 2004; Vol 10 no 3 :18-23
8. Krouse JH, Marbry RL. Skin testing for Inhalant Allergy 2003 : current
strategies. Otolaryngolo Head and Neck Surgary 2003 ; 129 No 4 : 34-9
9. Mayo Clinic staff. Allergy Skin tests: Identify the sources of your sneezing,
Mayo Foundation for medical education and research, April 2005 ; 1-5
18

10. Nelson HS, Lah J, Buchmeier A, McCormick D. Evaluation of Devices for


Skin prick testing. J Allergy and Clin Immunol 1998; 101 : 153-6
11. Rusmono N. Diagnosis Rinitis Alergi secra invivo dan invitro. Dalam :
Kursus dan Pelatihan Alergi dan Imunologi. Konas XIII Perhati KL. Bali.
2003 ; 56-60
12. Lie P. An Approach to Allergic Rhinitis, Respirology & Allergy Rounds.
April 2004; 39-45
13. Li JT. Allergy testing. Am Fam Physician. 2002; 66(4): p621-4.
14. Golden DBK, Kagey-Sobotka A, Norman PS, Hamilton RG, Lichtenstein
LM. Insect sting allergy with negative venom Skin test responses. J Allergy
Clin Immunol. 2001; 107: p897-901.
15. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guideline for performing
Skin tests with drugs in the investigation of cutaneous adverse drug
reactions. Contact Dermatitis. 2001; 45: p321-8.
16. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EM, Munasir Z, Akib AAP. Berbagai teknik
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi. Sari Pediatri.
2009; 11(3): p174-8.

19

Anda mungkin juga menyukai