Oleh:
KELOMPOK I
Ayu Warma, S. ked
Kartini Winasari, S. ked
Nurfi Pratiwi, S. ked
Ricky Rusydi S, S. ked
Rony Wahyudi, S. ked
Sutrisno Tambunan, S. ked
Pembimbing:
Dr.dr.Endang Herliyanti Darmani, SpKK, FINSDV
KEPANITERAAN KLINIK
KJF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016
ABSTRACT
Skin test is a test that done on a skin to identified an allergic substance
(allergen) which is a trigger of an allergic reaction. There are some methods in
this test, such as : patch test, scratch test ,prick test, and intradermal test. Patch
test is usually done on dermatitis contact. Allergen that is suspicious will be
patched on the skin for 48-72 hours. Scratch test is based on small superficial
laseration on skin which is dropped by somekind of antigen consentrate. Prick test
is a kind of Skin test which used as a diagnostic tools to proof that there are
specific IgE antibody which related with the patient skins. Intradermal test is used
on some drug allergic case, such as penicilin, cephalosporin, insulin, opiate, and
other drugs.
Keyword : Skin test, patch test,scratch test, prick test and intradermal.
ABSTRAK
Skin test adalah suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk mengidentifikasi
substansi (alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi. Ada beberapa
cara untuk melakukan Skin test, yaitu uji tempel (patch test), uji gores (scratch
test), uji tusuk (prick test), dan pengujian intradermal,). Uji tempel pada umumnya
digunakan pada kasus dermatitis kontak. Alergen yang dicurigai diletakkan pada
kulit dalam 48-72 jam. Pemeriksaan uji gores didasari dengan membuat laserasi
superfisial kecil pada kulit yang selanjutnya diteteskan antigen konsetrat. Uji
tusuk adalah salah satu jenis tes kulit yang digunakan sebagai alat diagnosa untuk
membuktikan adanya antibodi IgE spesifik yang terikat pada kulit pasien.
Pengujian intradermal dilakukan pada kasus alergi obat seperti penisilin,
sefalosporin, insulin, opiat, beberapa obat anestesi, relaksan otot dan enzim serta
pada kasus toksin lebah ataupun serangga lainnya.
Kata kunci: Skin test, patch test, scratch test, prick test dan pengujian intraderma,
PENDAHULUAN
Skin test allergy adalah suatu pengujian yang dilakukan pada kulit untuk
mengidentifikasi substansi (alergen) yang menjadi pemicu timbulnya reaksi alergi.
Skin test allergy biasanya dilakukan pada pasien yang akan diberikan pengobatan
dan dicurigai memiliki alergi terhadap bahan dan obat tertentu, misalnya pada
penderita dermatitis alergi, rhinitis alergik, asma, alergi makanan dan sebagainya.
Alasan mengapa skin test allergy merupakan pengujian yang sering dan harus
dilakukan terhadap pasien di rumah sakit maupun klinik adalah setiap individu
memiliki sensitivitas yang berbeda-beda terhadap berbagai macam bahan maupun
obat.
Ada beberapa cara untuk melakukan skin test allergy, yaitu: uji tempel
(patch test), uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test), uji intradermal.1 Uji
tempel (patch test) dilakukan dengan cara menempelkan alergen terstandar pada
kulit. Uji gores (scratch test) dilakukan dengan cara membuat laserasi superfisial
kecil pada kulit yang diikuti dengan penetesan alergen. Uji tusuk (prick test)
dilakukan dengan menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum yang
sebelumnya telah diteteskan ekstrak alergen. Uji intradermal dilakukan dengan
cara menyuntikkan antigen secara intradermal.2
Penyimpulan yang benar dari hasil reaksi test mempunyai arti yang
penting dalam penilaian yang berhubungan dengan penyakitnya. Suatu reaksi test
yang positif tidak harus relevan terhadap penyakitnya demikian juga dengan suatu
reaksi negatif tidak juga pasti menyingkirkan sebagian penyakit karena adanya
reaksi false atau true positif/ negatif.3
Defisiensi imun
Pengobatan imunosupresif
Penyakit autoimun
Ibu hamil dan menyusui
Bahan tes bahan dapat berupa benda padat atau cair. Jika bahan tersebut
dilakukan secara langsung akan memberikan reaksi yang tidak diharapkan,
misalnya reaksi iritasi. Bahan padat atau cair dilarutkan atau dicampurkan dalam
bahan tertentu dan dalam konsentrasi tertentu pula, sehingga kemungkinan yang
timbul benar-benar reaksi alergi, bukan reaksi iritasi. Bahan pelarut yang dipilih
yaitu air, ethyl alkohol absolut, acetone, isobuthyl ketone, methyl ethyl ketone,
buthyl atau ethyl ketone, olium olivarium, parafin cair, vaselin kuning.
Konsentrasi yang digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan
penelitian-penelitian. Ada beberapa zat yang sering menimbulkan dermatitis
kontak, sehingga International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG)
menetapkan standar untuk tes dengan bahan-bahan tersebut, dengan pelarut dan
konsentrasi yang ditetapkan. Setiap melakukan uji tempel, bahan bahan tersebut
hampir selalu disertakan. Berikut beberapa daftar alergen standar uji tempel yang
dianjurkan oleh ICDRG :
1.
2.
3.
4.
5.
berbeda, tetapi tujuannya sama, antara lain: Al-test, Silver Patch, Finn chamber,
dan lain -lain.
3. Prosedur tes1
Bahan ditempelkan pada kulit dengan jarak satu sama lain cukup jauh
sehingga jika terjadi reaksi tidak saling mengganggu. Menempelnya cukup lekat,
tidak mudah lepas, sehingga penyerapan bahan lebih sempurna.
Penempelan dipertahankan selama 24 jam untuk memberi kesempatan
absorbsi dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun
penyerapan untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang
lebih dari 24 jam, tetapi menurut para peneliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar. Setelah 48 jam bahan dilepas.
4. Interpretasi tes1
Pembacaan dilakukan 15-25 menit kemudian, supaya kalau ada tandatanda akibat tekanan, penutupan dan pelepasan dari unit uji tempel yang
menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Terdapat bermacam macam cara
penilaian uji ini.
i
?+
+
++
+++
NT
IR
Negatif
Reaksi meragukan
Reaksi lemah
Reaksi kuat
Reaksi ekstrim
Reaksi iritasi, semacam
menyebabkan
reaksi
vesikel
pada
interpretasi
Bila perlu, misalnya dugaan klinis kuat, tetapi hasil tes negatif, pembacaan
dilakukan 72 jam setelah penempelan, atau bahkan juga 1 minggu setelah
penempelan, tanpa menempelkan lagi bahan tadi. Ini untuk mengetahui mungkin
reaksinya lambat (delayed reaction).
Di sini yang hampir serupa yaitu bentuk reaksi alergi dengan reaksi iritasi,
maka untuk ini perlu kita bedakan:
yang diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik, sehingga diagnosis
bisa ditegakkan. Akan tetapi bisa jadi hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita
perkirakan. Ini bisa terjadi bila kita melakukan tes dengan bermacam-macam
bahan, terutama bahan tes standar. Kemungkinan terjadinya hal ini oleh karena:
a. Reaksi positif terhadap bahan tersebut sesuai dengan dermatitis masa lalu,
yang pada saat ini tidak tampak, tetapi kulit masih tetap peka terhadap
bahan tersebut, sedangkan penyebab dari dermatitis yang sekarang belum
dapat dibuktikan.
b. Penderita memang peka terhadap beberapa bahan yang menimbulkan reaksi
positif, yang tidak ada hubungannya dengan penyakit sekarang. Penderita
belum pernah menderita dermatitis yang disebabkan oleh bahan-bahan itu
oleh karena belum ada kesempatan atau tidak penah kontak dengan bahan
tersebut secara cukup lama.
c. Reaksi tersebut masih ada hubungannya dengan dermatitis yang sekarang,
tetapi tidak secara langsung, yaitu berupa kepekaan silang (cross
sensitisation). Bahan penyebab dermatitis yang sekarang mempunyai
struktur kimia yang serupa dengan bahan yang menimbulkan reaksi positif.
Sebagai contoh : bahan dalam cat rambut dengan bahan anestesi lokal.
Kalau penderita peka terhadap cat rambut, mungkin penderita peka pula
terhadap anestesi lokal.
2. Terjadinya Reaksi Negatif
Reaksi negatif dapat terjadi kemungkinan dikarenakan:
a. Memang penderita tidak peka terhadap bahan yang diteskan.
b. Negatif palsu, yaitu yang semestinya positif, tetapi oleh karena beberapa
kesalahan teknik, reaksinya negatif. Ini disebabkan antara lain oleh karena
nilai ambang konsentrasi belum tercapai, bahan tersebut bersifat photosensitiser, yang untuk terjadinya reaksi positif diperlukan sinar matahari
atau sinar ultra violet, bahan sudah rusak.
Tabel 3. Tabel perbedaan reaksi iritasi dan reaksi alergi3
Reaksi Iritasi
- Bentuk lesi monomorf
Reaksi Alergi
- Bentuk lesi polimorf
9
Kalau riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan fisik cukup jelas merupakan
alergi terhadap bahan tertentu, maka dugaan masih tetap ada meskipun reaksi
negatif. Pembacaan bisa dilakukan lagi setelah 72 jam setelah penempelan tanpa
menempelkan lagi bahan tes tersebut. Kemungkinan terjadi reaksi tertunda
(delayed reaction), hingga reaksi menjadi positif. Akan tetapi kalau dalam
penundaan pembacaan ini kulit tempat patch test tadi terbuka atau terkena sinar
matahari, masih ada kemungkinan lain yaitu bahwa bahan tersebut bersifat photosensitiser.
3. Terjadinya Reaksi Silang
Bahan dengan rumus kimia yang serupa secara imunologis tidak dapat
dibedakan satu sama lain sehingga pada tes akan terjadi reaksi silang, yang berarti
bahwa kalau seseorang peka terhadap suatu bahan, ia peka pula terhadap bahan
lain yang serupa, meskipun bentuk reaksinya lebih lemah. Salah satu contoh
reaksi silang antara: Benzocaine PPD sulfonamide.
10
kecil, Pada pasien yang memiliki alergi terhadap banyak alergen, tes ini mampu
dilaksanakan kurang dari 1 jam.8
Indikasi Tes Tusuk (Prick test)
o Rinitis alergi : Apabila gejala tidak dapat dikontrol dengan medikamentosa
sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis alergen sehingga di
kemudian hari alergen tersebut bisa dihindari.
o Asma : Asma persisten pada penderita yang terpapar alergen (perenial).
o Kecurigaan alergi terhadap makanan.
o Kecurigaan reaksi alergi terhadap sengatan serangga. 9
Prosedur Tes Tusuk (Prick test)
Sebagai dokter pemeriksa kita perlu menanyakan riwayat perjalanan
penyakit pasien, gejala dan tanda yang ada yang membuat pemeriksa bisa
memperkirakan jenis alergen, apakah alergi ini terkait secara genetik dan bisa
membedakan apakah justru merupakan penyakit non alergi, misalnya infeksi atau
kelainan anatomis atau penyakit lain yang gambarannya menyerupai alergi.9
1
Persiapan penderita :
o Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes.
o Menghentikan pengobatan jenis antihistamin generasi baru paling
tidak 2-6 minggu sebelum tes.
o Usia : pada bayi dan usia lanjut tes kulit kurang memberikan
reaksi.
o Jangan melakukan tes tusuk pada penderita dengan penyakit kulit
misalnya urtikaria, SLE dan adanya lesi yang luas pada kulit.
o Pada penderita dengan keganasan,limfoma, sarkoidosis, diabetes
neuropati juga terjadi penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes
kulit ini.
12
Persiapan pemeriksa :
o Teknik dan ketrampilan pemeriksa perlu dipersiapan agar tidak
terjadi interpretasi yang salah akibat teknik dan pengertian yang
kurang difahami oleh pemeriksa
o Ketrampilan teknik melakukan tusuk
o Teknik menempatkan lokasi tusukan karena ada tempat - tempat
yang reaktifitasnya tinggi dan ada yang rendah. Berurutan dari
lokasi yang reaktifitasnya tinggi sampai rendah : bagian bawah
punggung > lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi
radial > pergelangan tangan.
bawah. Pertama-tama dilakuakn desinfeksi dengan alkohol pada area volar, dan
tandai area yang akan kita tetesi dengan ekstrak alergen. Ekstrak alergen
diteteskan satu tetes larutan alergen (Histamin/ Kontrol positif) dan larutan
kontrol (Buffer/ Kontrol negatif) menggunakan jarum ukuran 26 G atau 27 G
atau blood lancet.
Kemudian ditusukkan dengan sudut kemiringan 450 menembus lapisan
epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan
perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes
dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul.8,9
13
Gambar 5.
Pemeriksaan prick
test 8
Interpretasi Tes Tusuk
Dilakukan
penilaian
bentol berdasarkan
The
Committee
of
Society
Allergology
of
Northern
ukuran
Standardization
(Scandinavian)
dengan
membandingkan
akibat alergen dengan bentol
Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul
besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.
Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento
histamin dinilai ++++ (+4).
: reaksi (-)
- 1+
- 2+
- 3+
- 4+
Tes kulit dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu
karena teknik yang salah atau faktor material/bahan ekstrak alergennya yang
kurang baik. Jika histamin (kontrol positif) tidak menunjukkan gambaran wheal/
bentol atau flare/hiperemis maka hasil interpretasi tes ini harus dipertanyakan
14
desloratadin
Astemizole
Antidepresan
Imipramin
Fenotiazine
3-10 hari
6 minggu
10 hari
Cimetidin
Ranitidin
kulit
tidak mempengaruhi tes
Kromolin
B 2 adrenergik agonis
Teofilin
kulit.
Hasil yang didapat pada tes ini tidak selamanya valid. Berikut merupakan
beberapa kesalahan yang sering terjadi pada skin prick test, antara lain: tes
dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan (< 2 cm) sehingga ukuran bentol
menjadi bias, terjadi perdarahan yang memungkinkan terjadi false positive, teknik
tusukan yang kurang benar sehingga penetrasi eksrak ke kulit kurang sehingga
memungkinkan terjadinya
16
Persiapan alat dan bahan, seperti 1 gram ampisilin, spuit 1 cc dan 5 cc,
cc.
Ambil 0,1 cc ampisilin yang sudah diencerkan dengan menggunakan spuit
serangga lainnya.11 Kontraindikasi terhadap uji intradermal ini antara lain, uji
alergi makanan, alergen inhalansia, pasien dengan eritema multiformis, sindroma
steven Johnson, toxic epidermal necrolysis ataupun vaskulitis leukositoklastik.14,15
Robert Cooke memberikan gambaran pertama kali untuk tes intradermal
pada tahun 1915. Tehnik pemeriksaannya mengalami beberapa modifikasi sejak
saat itu. Pada saat ini prosedur tes intradermal adalah sebagai berikut:14,15
-
3 mm.
Test di nilai setelah 15-20 menit. Pada kasus tertentu baru dapat dibaca
setelah 24 48 jam.
Reaksi dianggap positif jika ditemukan bengkak dan kemerahan yang
lebih besar dibandingkan gelembung awal, yaitu 3 mm. Namun kriteria
positif dalam tingkatan skala subjektif.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Nowak-Wegrzyn A. Future approaches to food allergy. Pediatrics
2003;111:1672-80
2. Fanny Iskandar dkk. Hubungan antara Uji tempel dan peningkatan jumlah
limfosit pada penderita Dermatitis kontak Alergi pada pekerja semen ;
Pertemuan Ilmiah Ke-II Penyakit Kulit Akibat Kerja. 2002. Jakarta.
3. Sulaksmono. Dermatosis Akibat Kerja, Bahan Buku Ajar. FKM Unair. 2011.
Surabaya.
4. Denny, S. Hubungan Antara Jenis Aeroalergen Dengan Manifestasi Klinis
Rinitis Alergika. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. 2010
5. Macdonald D. Allergy Skin tests-Scratch testing. The Macdonald Centre for
Natural Medicine Ltd. 2010;448;1-3
6. Scratch test. (homepages on internet). Diakses pada 14 Oktober 2016. Dapat
di akses di http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/scratch+test
7. Pawarti DR. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Alergi, Media Perhati.
Volume 10 2004; Vol 10 no 3 :18-23
8. Krouse JH, Marbry RL. Skin testing for Inhalant Allergy 2003 : current
strategies. Otolaryngolo Head and Neck Surgary 2003 ; 129 No 4 : 34-9
9. Mayo Clinic staff. Allergy Skin tests: Identify the sources of your sneezing,
Mayo Foundation for medical education and research, April 2005 ; 1-5
18
19