Anda di halaman 1dari 43

Nama : Dina Sonyah NPM : 220110100125

Kasus 2 Seorang laki-laki berusia 60 tahun, datang ke Rumah sakit dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu. Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan dan meningkat apabila akan memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu miksi berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rs karena sejak 12 jam yang lalu klien mengatakan mempunyai perasaan ingin berkemih tetapi tidak keluar urin. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD = 160/110 mmHg; HR = 98 x/menit; RR = 25 x/menit; suhu = 37,8oC. Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi, saat dipalpasi teraba tegang dan keras di area suprapubik (area vesika urinaria), uji colok dubur (+++) : hasil pemeriksaan laboratorium : hematologi darah rutin Hb: 14 g/dL, hematokrit : 42%, leukosit : 12.100/mm3, Trombosit : 224.000/ mm3 kimia klinik : ureum : 37 mg/dL, kreatinin : 0,8 mg/dL, Natrium : 125 mEq, Imunologi; PSA: 4 nanogram/ml Klien direncanakan dilakukan operasi open prostatektomi , tetapi saat akan mengisi

persetujuan operasi klien menolak. Karena dia pernah membaca bahwa operasi tersebut mempunyai risiko untuk terjadi gangguan ejakulasi dan impotensi.Lagipula setelah dipasang selang cathether, urin keluar.

Anatomi dan Fisiologi Prostat Kelenjar prostat terletak tepat di bawah leher kandung kemih. Kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong

melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kenari. Normal beratnya 20 gram, di dalamnya berjalan uretra posterior 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma

urogenital. Pada prostat bagian posterior berumuara berjalan duktus ejakulatoris berakhir dasar yang pada uretra

miring

dan pada

verumontarum

prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna. Secara embriologi, prostat

berasal dari lima evaginasi epitel urethra posterior. Suplai darah prostat

diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk pada sisi postero lateralis leher vesika.Drainase vena prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat.

Fungsi Prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina. Di bawah kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm. fungsi hampir sama dengan kelenjar prostat Kelenjar ini menghasilkan sekresi yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis sesuai kebutuhan spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat

mengeluarkan cairan encer seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma. Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina wanita, bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah. ( Suzanne C. Smeltzer, 2002 , Elizabeth J. C, 2009)

BPH

1. Definisi Pembesaran Prostat Jinak (BPH, Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pertumbuhan jinak pada kelenjar prostat, yang menyebabkan prostat membesar. Pembesaran prostat sering terjadi pada pria di atas 50 tahun. Prostat adalah kelenjar sebesar buah kenari yang letaknya tepat di bawah kandung kemih dan hanya ada pada kaum pria. Prostat adalah penghasil sebagian besar cairan di dalam air mani (semen) yang menjaga sperma agar tetap hidup. Kelenjar prostat mulai berkembang sebelum bayi lahir dan akan terus berkembang hingga mencapai usia dewasa. Perkembangan prostat dipengaruhi oleh hormon seks pria, yaitu androgen. Hormon androgen yang utama adalah testosteron. Seiring dengan meningkatnya usia, testosteron akan menyebabkan prostat secara perlahan membesar. Prostat yang membesar tersebut dapat menghambat aliran air seni melewati uretra (pembuluh yang membawa air seni dari kandung kemih), sehingga mempersulit atau memperlambat keluarnya air seni sewaktu buang air kecil. Kondisi ini disebut pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH), namun pembesaran prostat jinak bukanlah kanker. Disebut sebagai kanker prostat jika sel-sel kelenjar prostat berkembang secara abnormal tidak terkendali sehingga mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya. Menurut American Cancer Society, pada umumnya, kanker prostat berkembang dengan perlahan. Berdasarkan hasil otopsi di Amerika, pria usia lanjut yang meninggal karena suatu penyakit, ternyata juga menderita kanker prostat tetapi mereka tidak menyadarinya. Dalam studi ini juga dijelaskan sekitar 70-90% penderita kanker prostat tersebut berusia 80 tahun. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau benigna prostate hyperplasia (BPH) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan dan insidensinya sangat berhubungan dengan usia. Artinya, semakin panjang usianya semakin besar kemungkinan mendapatkan penyakit PPJ ini. PPJ simtomatik diperkirakan angkanya sebesar 42 persen pada usia 60 tahun dan menjadi 80 persen pada usia 80 tahun.

2. Etiologi BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 8085 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. BPH sangat sering terjadi. Separuh laki-laki lebih

dari 50 tahun mengalami gejala BPH, tetapi hanya 10% yang memerlukan intervensi medis atau pembedahan. Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain 1. Teori DHT (dihidrotestosteron). Reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.Testosteron dengan bantuan enzim 52. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel 3. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

4. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-. (TGF-), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat. 5. Teori Hormonal Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

3. Manifestasi Klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu : a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

4. Klasifikasi Stadium BPH Stadium I : Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. Stadium II : Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria Nokturia Stadium III : Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih Stadium IV : Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (over flow incontinentia)

5. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain

1. Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria. 2. Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik. i. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. ii. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. iii. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis iv. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : a). Derajat I = beratnya 20 gram. b). Derajat II = beratnya antara 20 40 gram. c). Derajat III = beratnya > 40 gram. 3. Pemeriksaan Laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. - Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. - PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. 4. Pemeriksaan Uroflowmetri a. Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.

Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif. 5. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik i. BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang. ii. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik. iii. IVP (Pyelografi Intravena) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. iv. Pemeriksaan Panendoskop Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli buli.

6. Penatalaksanaan Mekanisme dan efek samping terapi antiandrogenik untuk BPH Obat Ablasi androgen Agonis (nafarelin, Mekanisme Menghambat sekresi Efek samping LH Penurunan libido, impotensi.

GnRH hipofisis, menurunkan T dan leuproid, DHT. Mengurangi volume prostat sebesar 35%. Inhibisi reseptor androgen. Nyeri tekan pada payudara, insiden impotensi tidak

buserelin, goserelin) Antiandrogen sejati (flutamid, bikalutamid)

terlalu bermakna. Inhibitor reduktase (finasterid, dutasterid) 5 alfa- Menurunkan DHT, tidak Insiden impotensi dan

terjadi perubahan pada T atau penurunan libido 3-4%. LH. Mengurangi volume

prostat sebesar 20%. Mekanisme campuran Progestin kerja Menghambat sekresi LH Berkurangnya libido,

hipofisis, menurunkan T dan impotensi, intoleransi panas. (megestrol DHT dengan derajat

asenat medrogeston)

bervariasi, inhibisi reseptor androgen.

Blokade reseptor alfa untuk BPH Obat Mekanisme dan tempat kerja Efek samping

Fenoksibenzamin

Blokade

alfa1,

alfa2,

dan Hipotensi

pascasinaps Prazosin, doksazosin, alfuzosin Tamsulosin Alfa1a, pascasinaps Hipotensi terazosin, Blokade alfa1, pascasinaps Hipotensi

Penanganan pada kasus BPH biasanya dilakukan sesuai dengan derajat dari penyakitnya : Derajat 1, biasanya belum memerlukan tindakan bedah dan hanya diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan obat-obatan penghambat adrenoreseptor seperti prazosin atau fazosin Derajat 2, ini merupakan suatu indikasi untuk dilakukannya pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra, TUR (transurethral resection). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat 2 bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Derajat 3, reseksi endoskopik harus dilakukan oleh ahli bedah yang cukup berpengalaman, pada derajat ini bisa dilakukan pembedahan terbuka. Derajat 4, tindakan pertama yang harus segera dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter. Setelah itu biasanya dilakukan terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka. Prostatektomi dengan melaluiinsisi suprapubis dapat dilakukan pengangkatan adrenoma saja, baik dengan membuka kelenjar prostat secara langsung (prostatektomi millins atau retropubika) maupun lewat kandung kemih (prostatektomi transvesikal).

Pengobatan lain yang invasif minimal ialah dengan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter. Cara ini disebut denga TUMT (transurethral microwave thermotherapy), dengan cara ini hasil perbaikan sekitar 75% untuk gejala objektif. Pada penanggulangan invasif minimal lain digunakan cahaya laser yang disebut TULIP (transurethral ultrasound guided laser induced prostatectomy). Uretra di daerah prostat juga dapat di dilatasi dengan carabalon yang dikembangkan di dalamnya, TUBD (transurethral balloon dilatation).

7. Pencegahan BPH

1. Banyak mengkonsumsi vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat 2. Mengurangi makanan kaya lemak hewan 3. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) 4. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari 5. Berolahraga secara rutin 6. Pertahankan berat badan ideal 7. Jangan sering manahan air kencing

8. Prognosis Pada hiperplasia nodular yang paling penting ialah kecenderungan terjadinya obstruksi uretra karena desakan prostat yang membesar meskipun pada umumnya begitu, tidak lebih dari 10% pria dengan keluhan ini memerlukan tindakan pembedahanuntuk mengurangi obstruksi. Diperkirakan penderita dengan hiperplasia nodular memiliki kecenderungan besar untuk timbulnya kanker dikemudian hari walaupun kini tidak dapat dibenarkan bahwa hiperplasia nodular prostat sebagai suatu lesi praganas.

9. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi :

1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. 2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Post Operasi : 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. 5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

Perencanaan Sebelum Operasi

1. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. Tujuan : tidak terjadi obstruksi Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih Rencana tindakan dan rasional a. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih b. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi c. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal d. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri e. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

2. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. Tujuan : Nyeri hilang / terkontrol. Kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri hilang / ketrampilan relaksasi dan terkontrol, menunjukkan

aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi

individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. Rencana tindakan dan rasional : a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ) R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). b. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli. c. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut. d. Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. e. Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan. R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ). f. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic R / Menghilangkan spasme 3. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. Kriteria hasil : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat. Rencana tindakan dan rasional a. Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/. pengubahan posisi,

R/

Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl

cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. b. Pantau masukan dan haluaran cairan. R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. c. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan,

penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik d. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi. e. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,

contoh : Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor

pembekuan darah, 4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. Tujuan : Pasien tampak rileks. Kriteria hasil : Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. Rencana tindakan dan rasional a. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu b. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah. 5. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu,

berpartisipasi dalam program pengobatan. Rencana tindakan dan rasional a. Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.

R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b. Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

Sesudah operasi 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang, ekspresi wajah klien tenang, klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi, klien akan tidur / istirahat dengan tepat, tanda tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan : a. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. b. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan c. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. d. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. e. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi f. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. g. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. h. Observasi tanda tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.

i. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi . Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan, tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock. Rencana tindakan: a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi b. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. c. Pertahankan posisi urobag dibawah R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. d. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam R/ Mencegah sebelum terjadi shock. e. Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi. f. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan, tanda tanda vital dalam batas normal, urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: a. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan b. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter

R/

Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan

perdarahan kandung kemih c. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . d. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat . e. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan . f. Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun, klien menyatakan pemahaman situasi individual, klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah, klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual. Rencana tindakan : a. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . b. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual c. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan d. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan memudahkan

R / Untuk mengklarifikasi penjelasan yang spesifik.

kekhawatiran dan memberikan akses kepada

5. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: Klien akan melakukan perubahan perilaku, klien berpartisipasi dalam program pengobatan, klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan . Rencana tindakan: a. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . b. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB c. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . d. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . e. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh R/ Untuk membantu proses penyembuhan . 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup, klien mengungkapan sudah bisa tidur, klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur . Rencana tindakan: a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . b. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN I.PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data 1) Identitas a. Identitas Klien Nama Umur Jenis Kelamin Agama Suku Status Marital Pekerjaan Alamat Diagnosa Medis : Tn. B : 60 tahun : Laki-laki :::::: BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

b. Identitas Penanggungjawab 2) Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Setelah dilakukan anamnesa klien mengatakan nyeri pada daerah supis yang menjalar ke pinggang. Sejak 2 minggu yang lalu, klien selalu merasa kesakitan apabila akan memulai berkemih. Apabila dipaksa dengan cara mengedan, urin keluar dengan menetes dan kadang terjadi hematuria. Klien juga mengeluh pancaran urin sewaktu berkurang sejak 3 bulan yang lalu. Klien datang ke rumah sakit karena sejak 12 jam yang lalu, klien mengatakan miksi tidak keluar urin. c. Riwayat Kesehatan Dahulu : d. Riwayat Kesehatan Keluarga 3) Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Klien tampak gelisah, tampak berkeringat di daerah dahi b. TTV; TD HR : 160/110 mmHg : 98x/menit BB TB ::-

RR T

: 25x/menit : 37,8 0 C

c. Sistem Pernapasan Frekuensi napas 25x/menit. d. Sistem Kardiovaskuler Tekanan darah 160/110 mmHg, denyut nadi 98x/menit. e. Sistem Gastrointestinal f. Sistem Urinaria Hasil palpasi di area suprapubik teraba tegang dan keras. Uji colok dubur (+++) g. Sistem Reproduksi h. Sistem Muskuloskeletal I Sistem Integumen J. Sistem Endokrin k. Sistem Persyarafan 4) Istirahat dan tidur 5) Aspek Psikologis 6) Aspek Sosial 7) Aspek Spiritual 8) Data Penunjang a. Laboratorium NO PEMERIKSAAN 1. 2. Hb Hematokrit HASIL 14 g/dl 42% NILAI NORMAL 14-16 g/dl 40-54%

3. 4.

Leukosit Trombosit

12.100/mm3 224.000/mm3

5.000-10.000/mm3 150.000400.000/mm3

5. 6. 7. 8.

Ureum Kreatinin Natrium PSA

37 mg/dl 1,08 mg/dl 125 mg/dl 20 ng/ml

20-40 mg/dl 0,8-1,7 mg/dl 135-145 mg/dl 0-4,5 ng/ml (60-69 thn)

b. Terapi Pemasangan kateter/Katerisasi c. Rencana Operasi open prostatectomy (Tn. B menolak)

Analisa Data NO 1. DATA DS: Klien tidak bisa BAK sejak 12 Mendesak jaringan prostat normal ETIOLOGI Adanya adenoma progresif MASALAH

jam yang lalu Urin dengan dan keluar menetes kadang

Perluasan daerah melebar kearah lumen

Perubahan Pola Eliminasi Urin

terjadi hematuria apabila dengan mengedan Klien mengatakan ,pancaran sewaktu urin miksi dipaksa cara

Pengeluaran urin terhambat

Penumpukan urin di vesika urinaria tekanan

tidak keluar urin DO: Saat teraba dipalpasi tegang

Trabekulasi

dank eras di area suprapubik Uji colok dubur (+++) Leukosit: 12.100/mm Natrium: mg/dl Pemasangan kateter Pemasangan Kateter
3

Urin tertahan

Urin dipaksa keluar dengan mengedan

125

Diuresis

PERUBAHAN POLA

ELIMINASI

2.

DS: Klien mengatakan nyeri daerah suprapubis yang menjalar ke pinggang pada

BPH

Menekan jaringan normal

Nekrosis jaringan

Sejak 2 minggu Merangsang neurotransmitter yang lalu, klien selalu merasa (histamine, serotonin) Nyeri

kesakitan apabila memulai berkemiih DO: - TD: 160/110 Impuls disampaikan ke hipotalamus ke cortex serebri akan Ke arah medulla spinalis III dan IV

mmHg - HR: 98x/menit - RR: 25x/menit

NYERI 3. DS: Klien persetujuan menolak operasi Kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan prosedur perawatan Rencana operasi open prostatectomy

karena klien pernah membaca operasi bahwa open

prostatectomyberisiko terjadi ejakulasi impotensi gangguan dan Koping individu tidak efektif Stressor Ansietas

DO: - Klien gelisah, berkeringat area dahi di tampak ANSIETAS

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Diagnosa Medis No.Medrek NO DIAGNOSA

: Tn. B : BPH :-

Alamat Umur Ruang PERENCANAAN TUJUAN

:: 60 tahun :-

KEPERAWATAN 1. Perubahan eliminasi berhubungan obstruksi pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan

INTERVENSI 1. Lakukan perawatan kateter

RASIONAL 1. Untuk mempertahank an kateter posisi

pola TUPAN: Pola urin eliminasi urin dengan mengalami mekanik, perbaikan setelah 6x24

jam intervensi

2. Cegah obstruksi

2. Untuk menjamin kelancaran pengeluaran urin

ketidakmapuan

TUPEN: 3x24

dengan: - Hindari lipatan - Hindari lengkungan pada kateter

kandung kemih untuk Setelah berkontraksi adekuat d.d.

secara jam intervensi, Klien mengalami

tidak bisa BAK sejak perbaikan ploa 12 jam yang lalu, Urin eliminasi urin keluar dengan menetes dengan dan kadang terjadi kriteria: apabila - Klien dapat beradaptasi dengan terpasangny a kateter

3. Observasi kelancaran cairan yang urin keluar

3. Dengan mengobservasi kelancaran urin berguna untuk mengobservasi ada atau

hematuria

dipaksa dengan cara mengedan, Klien

mengatakan ,pancaran urin sewaktu miksi

dari kateter

tidak keluar urin, Saat - Warna urin dipalpasi teraba tegang dank eras di jernih

tidaknya obstruksi dapat menentukan tindakan yang tepat. dan

area - Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

suprapubik, Uji colok dubur (+++), Leukosit: 12.100/mm3, Natrium: 125 mg/dl.

4. Berikan dorongan kepada untuk mengambil posisi (duduk normal untuk klien

4. Posisi normal

yang

memberikan kondisi rileks

yang kondusif untuk berkemih

berkemih) 2. Nyeri buli kandung berhubungan TUPAN: mukosa Nyeri dapat 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Dengan mengobservasi tanda-tanda vital membantu mengetahui peningkatan 2x24 rasa nyeri akan

dengan iritasi

buli, distensi diatasi setelah kemih, kolik 6x24 jam

ginjal, infeksi urinaria d.d. intervensi Klien mengatakan nyeri pada daerah suprapubis TUPEN: yang menjalar ke Setelah

pinggang, Sejak 2 minggu jam intervensi, yang lalu, klien selalu nyeri dapat 2. Ajarkan dan 2. Teknik relaksasi dapat melemaskan otot-otot dan

merasa kesakitan apabila berkurang atau akan memulai berkemiih, hilang dengan TD: 160/110 mmHg, HR: kriteria: 98x/menit, RR: 25x/menit - Klien menyatakan rasa nyerinya

demonstrasika n relaksasi teknik

persyarafannya yang tegang

sehingga dapat menurunkan

berkurang - Ekspresi wajah klien rileks - Posisi tubuh klien nyaman - TTV normal 4. Libatkan keluarga dalam support system 3. Kompres hangatdi daerah abdomen

ambang nyeri

3. Untuk mengontrol spasme kandung kemih

4. Secara psikologis dapat memberikan ketenangan sehingga dapat mengurangi respon terhadap ambang nyeri klien

KOLABORASI:

Berikan analgesik Analgesik atau dengan opioid mengubah persepsi jadwal nyeri dan rasa

teratur sesuai yang memberikan diresepkan (Katrasic mg/PO) 3. Ansietas dengan pengetahuan diagnosis, pengobatan, berhubungan TUPAN: kurang Ansietas dapat tentang diatasi setelah rencana 4x24 dan intervensi jam 1. Lakukan pendekatan pada klien/bina trust dengan 1. Dengan 50 nyaman

pendekatan, menjadikan klien percaya mau

berbincang-

sehingga

prognosis menolak operasi

d.d.

Klien

bincang

mengungkapkn kecemasannya

persetujuan TUPEN: karena klien Setelah 2x24 2. Berikan penjelasan tentang penyakit, prosedur perawatan, dan pengobatan

pernah membaca bahwa jam intervensi, operasi open ansietas teratasi dengan

2. Klien mengerti sehingga

dapat

prostatectomyberisiko

terjadi gangguan ejakulasi kriteria: dan impotensi, Klien - Klien tidak gelisah, cemas - Klien tampak tenang - Klien mendukung setiap tindakan perawatan yang akan

kecemasannya akan berkurang dan klien

tampak

berkeringat di area dahi

mempunyai motivasi untuk melaksanakan perawatan

3. Beri

motivasi 3. Dengan dukungan maka akan sabar menghadapi penyakitnya sehingga mempercepat proses penyembuhan klien lebih

dan dukungan pada klien

dilakukan

PEMBAHASAN CA PROSTAT

Definisi Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi di dalam kelenjar prostat. Beberapa dokter mempercayai kanker prostat dimulai dengan perubahan sangat kecil dalam ukuran dan bentuk sel-sel kelenjar prostat. Perubahan ini dikenal sebagai PIN (prostatic intraepithelial neoplasia). Hampir setengah dari semua orang yang memiliki PIN setelah berusia diatas 50 tahun mengalami perubahan tampilan sel-sel kelenjar prostat pada mikroskop. Perubahan ini ada beberapa tingkat, dari tingkat rendah (hampir normal) hingga bermutu tinggi (abnormal).

Etiologi

1. Faktor genetik Diduga bila pada keluarga misalnya ayah/kakak (first degree relative) dan kakek/paman (second degree relative) didapat karsinoma prostat maka resiko keganasan prostat tiga kali (Robin).Kulit hitam di Amerika Serikat mempunyai mortality rate dua kali dari kulit putih (Douglas E Johnsons). Tetapi apakah faktor lingkungan mempengaruhi juga faktor genetik sukar untuk ditentukan. 2. Faktor hormonal Aksi androgen pada sel epithel prostat, testosteron yang bebas masuk ke dalam sel menjadi dehidrotestosteron dengan bantuan enzim 5 alpha reduktase. Steroid reseptor kompleks denganDNA akan mengakibatkan spesifik mRNA dan sintesa protein yang mempunyai efek metabolik dan proliferatif (Ronijn). 3. Faktor diet dan lingkungan Faktor diet yaitu diet yang banyak mengandung lemak binatang dan perbedaan insiden kanker prostat pada populasi dengan ras dan lingkungan yang berbeda, sebagai contohnya generasi kedua dan ketiga orang Jepang yang bertempat tinggal di Amerika memiliki insiden yang sama denganorang di Amerika Utara, sedangkan insiden kanker prostat di Jepang hanya 10% dari insiden di Amerika. 4. Faktor infeksi Diduga bakteri dan virus dapat mempengaruhi terjadinya ca prostat, tetapi faktor ini masih menjadi perdebatan.

Diantara faktor-faktor risiko tersebut, faktor risiko herediter (genetik) dan faktor diet yang telah terbukti sebagai risiko untuk karsinoma prostat. Bila ada salah satu pria

hubungan keluarga segaris yang menderita karsinoma prostat, maka kemungkinan terkena karsinoma prostat menjadi 2 kali dan bilaada 2 pria segaris menderita karsinoma prostat maka kemungkinan terkena karsinoma prostat menjadi 5-11

kali.Untuk faktor resiko diet, yaitu banyak mengandung lemak binatang. Pria Jepang jarang menderita karsinoma prostat, tetapi setelah pindah ke

daratan Amerika dan pola konsumsi dietnya berubah maka insiden karsinoma prostat pada imigran Jepang sama dengan masyarakat kulit putih Amerika.

Manifestasi Klinis Kanker prostat stadium dini tidak menimbulkan gejala. Setelah kanker berkembang, baru muncul gejala tetai tidak khas. Gejala yang muncul menyerupai gejala BPH (benign rostatic hyperplasia), yaitu penyakit pembesaran prostat jinak yang sering dijumpai pada pria usia lanjut. Akibatnya, kedua penyakit ini sulit dibedakan dan diperlukan pemeriksaan yang dapat mendeteksi dini sekaligus membedakan antara kanker prostat dan BPH. Berikut beberapa gejala yang sering ditemui pada penderita kanker prostat: Sering ingin buang air kecil, terutama pada malam hari (nokturia) Inkontinensia urine Kesulitan untuk memulai buang air kecil atau menahan air seni Aliran air seni lemah atau terganggu Perasaan nyeri atau terbakar saat buang air kecil Adanya darah pada air seni atau air mani (hematuria) Gangguan seksual lain, seperti sulit ereksi atau nyeri saat ejakulasi Sering nyeri atau kaku di punggung bawah, pinggul, atau paha atas.

Gambaran klinis sesuai dengan stadium dari Ca prostat : Ca prostat yang masih terlokalisr : 1. 2. 3. 4. asimptomatic peningkatan PSA pancaran lemah sensasi sisa urin

5. 6.

frekunsi urgensi

Ca prostat lokal lanjut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Hematuri Disuri Nyeri suprapubik dan perineal Impotence Incontinence gejala gagal ginjal haemospermia.

Ca prostat yang sudah metastasis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Nyeri tulang atau isialgia paraplegi pembesaran limfonodi anuri letargi (anemia,uremia) berat badan turun dan caceksia perdarahan pada usus dan kulit

Pemeriksaan Diagnostik

1. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong ) Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan Ballottement. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.

2 . Colok dubur.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok

dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba . Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan : Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram. Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram. Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.

Laboratorium.

Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita . Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus

yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen). Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas . Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih . Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi

dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.

Flowmetri Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi. Penilaian : Fmak <10ml/detik obstruktif Fmak 10-15 ml/detikborderline Fmak >15 ml/detik-nonobstruktif

Radiologi. Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal

atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

Pielografi intra vena

dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula. Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik. Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra. Kateterisasi Mengukur rest urine Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .

Penatalaksanaan

Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa alternatif pembedahan meliputi : 1. Transsurethral resection of prostate (TURP) Dimanan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengana sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra 2. Suprapubic /open prostatektomi Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.

3. Retropubic prostatektomi Massa jairingan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih 4. Perineal prosteatektomi Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis

Faktor Resiko

Laki-laki usia &gt;55 tahun yang mempunyai riwayat famili menderita kanker prostat 1. Makanan terbiasa mengandung asam lemak jenuh. 2. Kontak dengan logam berat seperti cadmium. 3. Ras Afrika yang tinggal di Amerika. 4. Kebiasaan hidup kurang melakukan gerakan fisik atau olah raga 5. Kebiasan merokok

Agen Karsinogen (Zat Kimia, Radiasi, Virus)

Transformasi sel maligna

Poliferasi Sel Maligna

Pertumbuhan Sel Terbentuk tonjolan lobus lateralis & medialis (papil) dalam lumen uretra

Nyeri pada panggul

panggul Hati

Bermetastas e

Kanker Prostat

Perluasan Kedaerah Uretra Kandung Kemih Penuh

Paru - paru

Perluasan ke leher kandung kemih kemih Urin tidak dapat keluar

Penyempitan uretra

aktivitas otot detrusor

Obstruksi uretra

Sulit untuk berkemih

urgency

tekanan intra uretra

Hipertrofi kandung kemih Gangguan Pola Berkemih Distensi Kandung Kemih Menstimulus Saraf nyeri

Nyeri supra Pubis

ANALISA DATA

No 1

Data DS: Klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam yang lalu Pancaran urin sedikit, dan menetes. Pancaran urin berkurang sejak

Etiologi
Kanker Prostat Perluasan ke leher kandung kemih Urin tidak dapat keluar Sulit untuk berkemih

Masalah

Kandung Kemih Penuh aktivitas otot detrusor urgency

Gangguan pola berkemih b.d. perluasan ukuran prostat ke leher kandung kemih d.d. klien mengeluh tidak bisa BAK sejak 12 jam lalu, urin

3 bulan yang lalu. DO: Daerah suprapubik (area


Gangguan Pola Berkemih

sedikit, menetes, suprapubik teraba keras, dan uji colok dubur (+++)

vesika urinaria) terasa keras dan tegang. 2 DS: Klien mengeluh nyeri ketika akan berkemih Klien merasakan nyeri di
Obstruksi uretra tekanan intra uretra Hipertrofi kandung kemih Distensi Kandung Kemih Penyempitan uretra

Uji colok dubur (+++)


Kanker Prostat Perluasan Kedaerah Uretra Terbentuk tonjolan lobus lateralis & medialis (papil) dalam lumen uretra

Nyeri

supra

pubik

b.d. kanker

parluasan/metastase

d.d klien mengeluh nyeri ketika akan berkemih, nyeri di daerah suprapubik dan menjalar ke pinggang,

daerah suprapubik menjalar ke pinggang

Menstimulus Saraf nyeri Nyeri supra Pubis

DO: Berkeringat di daerah dahi TD 160/110 mmHg T: 37,8oC RR 25x/menit, HR 98x/menit

berkeringat, meningkat.

dan

TTV

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN No 1 Diagnosa Keperawatan Perencanaan Tujuan Intervensi 1. Tetapkan urianarius lazim. pola pasien fungsi yang Rasional 1. Merupakan nilai dasar untuk perbandungan

Gangguan pola berkemih TUPAN: b.d. perluasan ukuran Setelah 7x24 jam intervensi,

prostat ke leher kandung pola berkemih klien mengalami kemih d.d. klien mengeluh perbaikan/mendekati normal. tidak bisa BAK sejak 12 TUPEN: jam lalu, urin sedikit, Setelah 3x24 jam intervensi,

dan penetapan tujuan lebih lanjut.

2. Kaji terhadap tanda dan gejala retensi urine: jumlah dan frekuensi urin, distensi

2. Berkemih dengan haluaran masukan

20-30 teratur kurang

ml dan dari yang

menetes, suprapubik teraba pola berkemih klien berangsur keras, dan uji colok dubur baik dengan criteria: (+++) Berkemih dengan

suprapubis, tentang dorongan

keluhan untuk dan

jumlah yang cukup tak teraba distensi kandung kemih Menujukkan residu

menandakan retensi.

berkemih, ketidaknyamanan.

cairan pasca berkemih kurang dengan dari tidak 50 ml

3. Lakukan kateterisasi pada pasien untuk menentukan jumlah urin residu

3. Menetapkan

jumlah

urine yang tersisa

adanya

tetesan/kelebihan cairan. Mempertahankan 4. Lakukan tindakan untuk 4. Tujuan tindakan:

masukan dan haluaran yang seimbang

mengatasi retensi: a. Berikan untuk dorongan mengambil a. Posisi yang normal memberikan kondisi rileks yang kondusif untuk berkemih. b. Mengeluarkan tekanan untuk urin cenderung mendorong keluar dari

posisi normal untuk berkemih. b. Rekomendasi penggunaan maneuver valsava

kandung kemih. c. Berikan kolinergik diresepkan d. Pantau medikasi. efek-efek preparat yang c. Menstimulasi kontraksi kemih. d. Jika tidak berhasil, tindakan mungkin diperlukan. 5. Konsultasikan dokter dengan mengenai 5. Kateterisasi akan lainnya kandung

meredakan retensi urin hingga spesifik penyebab ditemukan;

kateterisasi intermiten atau indwelling, bantu saat

prosedur dibutuhkan.

sesuai

yang

penyebab tersebut dapat saja obstruksi yang

dapat diperbaiki hanya melalui pembedahan. 6. Pantau fungsi kateter; sterilisasi irigasi 6. Fungsi kateter yang

pertahankan system

adekuat akan menjamin tercapainya tujuan dan untuk infeksi. mencegah

tertutup;

sesuai kebutuhan

7. Siapkan

pasien

untuk jika

7. Pengangkatan obstruksi melalui tindakan bedah mungkin diperlukan. 1. Menentukan penyebab, intensitas membantu memilih sifat, dan nyeri untuk modalitas

pembedahan diindikasikan 2 Nyeri supra pubik b.d. TUPAN: perluasan/metastase kanker Setelah 6x24 jam intervensi, d.d klien mengeluh nyeri nyeri klien hilang ketika akan berkemih, TUPEN:

1. Evaluasi sifat nyeri pasien dan letak serta dengan

instensitasnya

menggunakan skala nyeri.

nyeri di daerah suprapubik Setelah 3x24 jam intervensi, dan menjalar ke pinggang, nyeri klien berkurang dengan berkeringat, meningkat. dan TTV criteria: Skala nyeri berkurang (maksimal hanya berada

peredaan yang sesuai dan memberikan dasar untuk kemudian. perbandingan

pada skala 3 dari 10 skala) Tanda-tanda normal; mmHg, 24x/menit, 37,5oC TD RR HR vital 120/80 18603. Karena nyeri biasanya dengan 2. Hindari aktivitas yang atau 2. Terbentur di tempat

mencetuskan memperburuk nyeri

tidur adalah satu contoh tindakan yang dapat nyeri

memperkuat pasien.

100x/menit, Suhu 363. Hal ini akan sanggaan dan lebih berhubungan memberikan tambahan memberikan kenyamanan. Melindungi pasien dari cedera artinya

metastasis tulang, pastikan bahwa tempat tidur pasien mempunyai papan tempat tidur dan kasur yang

kencang. Juga lindungi pasien dari jatuh dan cedera. 4. Berikan sanggahan pada ekstremitas yang sakit.

melindungi pasien dari nyeri tambahan

4. Lebih banyak sanggaan dibarengi mengurangi dengan gerakan

pada bagian yang sakit 5. Siapkan pasien untuk terapi radiasi bila diresepkan akan membentu

mengontrol nyeri 5. Terapi radiasi mungkin

6. Berikan

analgesik

atau

efektif mengontrol nyeri. 6. Analgesik persepsi

dalam

opioid dengan jadwal yang teratur diresepkan. sesuai yang

mengubah nyeri dan rasa

memberikan nyaman.

DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC

Tim CancerHelps. 2010. Stop Kanker. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

http://medicastore.com/penyakit/558/Kanker_Prostat.html

Anda mungkin juga menyukai