Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEFALOSPORIN

Disusun Oleh : Dewi Sri Rahayu (A 0101 0035)

Farmakologi Kemoterapi STFI 2012

SEFALOSPORIN
Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik ini mempunyai spektrum antibakteri yang luas dan lebih resisten terhadap -laktamase daripada penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibiotik ini. Sefalosporin termasuk antibiotika beta laktam dengan struktur, khasiat, dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan sebagai berikut : spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterokoki dan kumankuman anaerob. resisten terhadap penisilinase asal stafilokoki, tetapi tetap tidak efektif terhadap stafilokoki yang resisten terhadap metisilin. Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA: 7-aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Sefalosporin C resisten terhadap penilisilinase, tetapi dirusak oleh sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin. Modifikasi R1 pada berbagai pada posisi 7 cincin betalaktam dhubungkan dengan aktivitas antimikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin hidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan farmakokinetiknya. Struktur umum sefalosporin yaitu:

Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi.

A. Aktivitas Antimikroba dan Penggolongan Sefalosporin Mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba dimana yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. Sefalosporin terhadap kuman gram-positif maupun gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi. Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya. 1. Sefalosporin generasi pertama Secara in vitro memperlihatkan spektrum antimikroba yang terutama efektif terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylacoccus aureus dan Streptococcus termasuk Str. pyrogenes, Str. viridans, dan Str. pneumonia. Bakteri gram positif yang juga sensitif ialah Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium diphteriae. Aktivitas antimikroba hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap S. aureus. Mikroba yang resisten ialah strain S. aureus resisten metisilin, S. epidermidis dan Str. Faecalis. 2. Sefalosporin generasi kedua Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif. Misalnya: H. Influenzae, Pr. mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Ps. Aeruginosa dan enterokokus. Untuk infeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi. Sefoksitin aktif terhadap kuman anaerob.

3.

Sefalosporin generasi ketiga Golongan ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap

kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif terhadap P. aeruginosa. 4. Sefalosporin generasi keempat Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, sefpirom) mempunyai spektrum aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis oleh beta laktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman yang resisten terhadap generasi ketiga. Ada juga pembagian sefalosporin menjadi 3 kelompok berdasarkan sifat

farmakokinetik dan farmakodinamik yaitu: 1. Sefalosporin untuk pemakaian parenteral yang stabilitasnya terhadap -laktamase tidak dipertinggi Senyawa dari kelompok pertama ini (identik dengan kelompok I) spektrum kerjanya hampir sama dengan ampisilin akan tetapi senyawa inijuga masih efektif terhadap stafilokokus yang membentuk penisilinase. Sebaliknya oleh mikroba gram negatif pembentuk -laktamase akan diinaktivasi. 2. Sefalosporin untuk pemakaian parenteral yang stabilitasnya terhadap -laktamase dipertinggi Termasuk obat dari kelompok III-VII. Obat kelompok III terhadap E. coli, H. Influenzae, Klebsiella, Neisseria dan Proteus mirabilis lebih berkhasiat daripada sefalosporin kelompok Iakan tetapi sama seperti kelompok I senyawa ini juga diinaktivasi oleh beberapa -laktamase. Obat kelompok IV hampir terhadap semua basil gram negatif lebih aktif daripada sefalosporin kelompok I. Yang resisten adalah Ps. Aeruginosa dan banyak galur dari Citrobacter, Enterobacter, Proteus vulgaris, dan Serratia. Obat kelompok V bila dibandingkan dengan senyawa kelompok IV mempunyai spektrum lebih luas. Obat kelompok VI mempunyai spektrum kerja yang sangat luas dan aktivitas antibakteri yang lebih kuat terhadap mikroba gram negatif dibandingkan dengan sefalosporin lain.

3.

Sefalosporin oral Spektum kerjanya sangat mirip dengan sefalosporin kelompok I selain itu juga

menghambat H. influenzae. Walaupun demikian kerja antibakterinya lebih kecil daripada kerja senyawa yang digunakan secara parenteral. Karena itu pada infeksi yang membahayakan jiwa sefalosporin oral tidak digunakan.

B. Farmakokinetik Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam dua golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan secara parenteral. Sefalotin dan sefa pirin umumnya diberikan secara i.v karena menyebabkan iritasi lokal dan nyeri pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, moksalaktam, sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal (CSS) sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain itu, sefalosporinjuga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal. Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah juga diekskresi melalui ginjal. Suatu langkah metabolisme yang penting adalah deasetilasi. Turunan deasetilnya mempunyai aktivitas setengah sampai sepersepuluh aktivitas senyawa asalnya. Sefalosporin yang tidak mempunyai gugus asetil, sebagian besar akan diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi terjadi melalui ginjal dan sebagian melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal

ekskresi sefalosporin umumnya diperlambat, karena itu pengaturan dosis harus disesuaikan dengan tingkat insufisiensi ginjalnya.

Tabel 1. Data Farmakokinetik Penisilin dan Sefalosporin

C. Indikasi Klinik Sefadezon dan sefazolin digunakan pada pneumonia (primer) dan infeksi luka yang didapat di luar rumah sakit, pada infeksi yang disbabkan oleh mikroba yang peka terhadap penisilin G tetapi pasien alergi terhadap penisilin. Sefalosporin kelompok III-V dapat digunakan pada infeksi bakteri yang parah yang disebabkan oleh stafilokokus atau basil gram negatif yang resisten (misalnya pada septikopiemia, pada pneumonia sekunder, infeksi luka dan jaringan yang parah). Sefoksitin juga digunakan untuk terapi infeksi campuran dengan kuman anaerob (misalnya pada gangren). Sefalosporin kelompok VI digunakan pada infeksi parah yang membahayakan jiwa terutama jika diduga disebabkan oleh kuman yang multiresisten dan daya tahan tubuh sudah melemah. Sefalosporin oral dipakai pada infeksi saluran nafas, saluran urine, dan infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman yang peka (misalnya stafilokokus, E. coli, Klebsiella). Sediaan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya tinggi.

Tabel 2. Contoh Obat Golongan Sefalosporin Golongan Sefalosporin Nama Antibiotika Parameter Farmakokinetik Sifat Farmakokinetik 1. Tidak diabsorbsi bila diberikan secara oral (3,4) 2. Dose dependent non linier (3) 3. Post antibiotic Effect (5) Untuk bakteri gram positif = 2 Implementasi Klinik Penggunaan secara IM lebih efektif dari IV (2)

Ceftriaxone Absorbsi

jam. Untuk bakteri gram negative dan P. aeruginosa = 0 (5) Bioavailabilitas 100% (iv) Hati-hati pada wanita menyusui (4) ASI, dengan konsentrasi rendah (3-4%) pada dosis Dapat digunakan untuk

tunggal 1g IM atau IV setelah 4- pengobatan 6 jam (3) meningitis, Distribusi CSF ( inflamasi dan tidak). Kadar lebih besar pada saat inflamasi (3) Dapat menembus plasenta melalui cairan amnion (3) Pregnancy risk factor: B (2) subdural empyema, dan intracranial epidural abscesses (4)

Metabolisme

Enterohepatik (3) Renal dan non renal (3) 33-67% berada di urin dalam Penyesuaian dosis dilakukan bila terjadi kerusakan fungsi ginjal dan hepar (4)

Ekskresi

bentuk utuh. Sisanya membentuk metabolit inaktif dan tetap utuh dalam feses.(3)

Protein Binding

Consentration dependent non linier :

Konsentrasi < 70g/ml terikat protein 93-96% (high) Konsentrasi 300g/ml terikat protein 84- 87% Konsentrasi 600g/ml terikat protein 58%(3) Tidak diabsorbsi bila diberikan melalui oral(6) Post antibiotic Effect Cefotaxime Absorbsi Untuk bakteri gram positif = 2 jam. Untuk bakteri gram negative dan P. aeruginosa = 0 (5) Bioavailabilitas 100 (IV) Pregnancy risk factor: B (7) Dapat menembus plasenta (6) Distribusi CSF ( inflamasi dan tidak). Kadar lebih besar pada saat inflamasi (6,7) ASI (6) Dapat digunakan untuk pengobatan meningitis, subdural empyema, dan intracranial epidural abscesses (7) Hati-hati pada wanita menyusui (7) Metabolisme Ekskresi Melalui liver (6) Melalui renal yaitu 40-60% dalam bentuk utuh dan 24%

dalam bentuk metabolit (6) Protein Binding 13-38% terikat protein serum (6) Tidak diabsorbsi bila diberikan secara oral (8) Dose dependent linier (8) Penggunaan secara Cefepime Absorbsi Post antibiotic Effect Untuk bakteri gram positif = 2 jam. Untuk bakteri gram negative dan P. aeruginosa = 0 (5) Bioavailabilitas 82,3% (IM) (8) ASI, yaitu pemberian dosis tunggal 1 g IV selama lebih dari 1 jam, diperoleh rata-rata konsentrasi puncak 1,2 mcg/mL. Distribusi (8) CSF ( inflamasi dan tidak). Kadar lebih besar pada saat inflamasi (8) Sebagian (in vivo) : NMetabolisme methylpyrrolidine (NMP) yang dengan cepat dirubah menjadi NMP-N-oxide (8) Melalui renal dalam bentuk utuh Ekskresi (80-82%) sisanya dalam bentuk metabolit (8) Protein Binding 20% terikat pada protein serum (8) Hati-hati pada wanita menyusui (2) Dapat digunakan untuk pengobatan meningitis (8) IM lebih efektif dari IV (8)

D. Pengaturan Dosis Pengaturan dosis disesuaikan dengan parah ringannya penyakit, pada sefalosporin oral berkisar rata-rata 1-4 g per hari, sedangkan pada sefalosporin yang digunakan secara parenteral 2-6 atau hingga 12 g per hari.

E. Efek Samping Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi sekitar 1-4% tetapi syok anafilaktik jarang terjadi. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi Coombs sering timbul pada penggunaan sefalosporin dosis tinggi. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat timbul meskipun jarang. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, meskipun jauh kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Nekrosis ginjal dapat terjadi pada pemberian sefaloridin 4 g/hari. Sefalosporin lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan dengan sefaloridin. Kerusakan ginjal yang terlihat pada pemakaian sefaloridin, tidak banyak terjadi pada preparat yang lebih baru. Walaupun pun demikian pada pasien dengan insufisiensi ginjal dan pada yang membutuhkan dosis tinggi, fungsi ginjal harus selalu dikontrol. Kombinasi dengan gentamisin atau tobramisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas. Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon, mungkin karena ekskresinya terutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora normal usus. Pemberian sefamandol, moksalaktam dan sefoperazon bersama dengan minuman beralkohol dapat menimbulkan reaksi seperti yang ditimbulkan oleh disulfiram. Selain itu dapat terjadi pendarahan hebat karena hipoprotrombinemia, dan/ atau disfungsi trombosit, khususnya pada pemberian moksalaktam.

F. Resistensi

Resistensi dapat timbul dengan cepat, maka antibiotika ini sebaiknya jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi berat. Resistensi silang dengan penisilin pun dapat terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.

Indonesian Pharmacist, 2009. Antibiotika Golongan Sefalosporin, Fluoroquinolon, dan Aminoglikosida. Available at: http://farmasiindonesia.com/antibiotika-golongan-sefalosporinfluoroquinolon-dan-aminoglikosida.html

Medicastore. 2006. Sefalosporin. Available at: http://www.medicastore.com/ apotik_ online/antibiotika/sefalosporin.html

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : penerbit ITB Tjay & Kirana. 2007. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efekefek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

www.scribd.com/doc/59931662/cefalosporin

Anda mungkin juga menyukai