Anda di halaman 1dari 7

1.

1 Margin Placement and Biologic Width Salah satu aspek yang paling penting dari memahami hubungan periodontal-restoratif adalah lokasi dari margin restoratif ke jaringan gingiva yang berdekatan. Dokter gigi harus memahami peran lebar biologik dalam melestarikan jaringan gingiva sehat dan mengendalikan bentuk gingiva disekitar restorasi. Mereka juga harus menerapkan hal ini dalam posisi margin restorasi, terutama di zona estetik, di mana tujuan treatment utama nya adalah untuk menutupi persimpangan margin dengan gigi. Dokter gigi diberi tiga pilihan dalam penempatan margin: supragingiva, equigingival (bahkan dengan jaringan), dan subgingiva. Margin supragingiva memiliki dampak paling kecil pada periodonsium. Biasanya lokasi margin ini diterapkan di area unesthetic karena kontras yang ditandai dengan warna dan sifat opacity dari bahan restoratif tradisional terhadap gigi. Dengan adanya bahan restorasi yang lebih translucen, bahan perekat dan semen resin, kemungkinan menempatkan margin surpagingiva di area estetik dapat dilakukan. Oleh karena itu, bila memungkinkan, restorasi ini harus dipilih tidak hanya untuk keuntungan estetik, tetapi juga dampak berupa keuntungan bagi periodontal. Penggunaan margin equigingival tradisional tidak diinginkan karena mereka dianggap mempertahankan lebih banyak plak daripada margin supragingival atau subgingival dan karenanya mengakibatkan inflamasi gingiva yang lebih besar. Juga dikhawatiran bahwa adanya resesi gingiva kecil akan membuat tampilan margin tidak bagus. Kekhawatiran ini tidak terbukti saat ini, tidak hanya karena margin restorasi yang bisa menyatu secara estetik dengan gigi, tapi juga karena restorasi dapat diselesaikan secara mudah dengan menghaluskan antar permukaan margin gingiva. Resiko biologik terbesar terjadi ketika penempatan margin subgingival. Margin ini tidak dapat digunakan untuk prosedur finishing sebagaimana margin supragingival atau margin equigingival. Selain itu, jika margin ditempatkan terlalu jauh dibawah puncak jaringan gingiva, hal itu tidak sesuai dengan gingiva attachment.

Seperti yang dijelaskan pada chapter 2, ruang jaringan sehat gingiva yang terletak diantara dasar sulkus dan dibawah tulang alveolar terdiri dari junctional epitheal attachment dan perlekatan jaringan ikat. Kombinasi dari lebar perlekatan inilah yang kini diidentifikasi sebagai lebar biologik. Banyak hasil studi pada tahun 1961 dari penulis seperti Gargiulo, Wentz dan Orban terhadap kadaver dengan penelitian awal yang membangun ruang yang dibutuhkan oleh jaringan gingiva. Mereka menemukan bahwa, dalam rata-rata manusia, perlekatan jaringan ikat menempati 1,07 mm ruang di atas puncak tulang alveolar dan perlekatan epitel junctional dibawah dasar sulkus gingiva menempati lain 0.97 mm ruang di atas perlekatan jaringan ikat. Kombinasi dari kedua pengukuran tersebut, rata-rata sekitar 1 mm masing-masing, merupakan lebar biologik. Klinisnya, informasi ini diaplikasikan untuk mendiagnosa pelanggaran lebar biologik ketika margin restorasi diletakkan kurang dari sama dengan 2mm dari tulang alveolar dan jaringan gingiva yang meradang dengan tanpa disertai faktor etiologi yang jelas. Pertimbangan restorasi gingiva sering menempatkan margin restorasi dibawah jaringan gingiva. Ketika restorasi ditempatkan terlalu jauh dibawah puncak jaringan gingiva, hal ini memberi pengaruh terhadap adanya pelanggaran gingival attachment dan lebar biologik. Dua respon yang berbeda dapat diamati dari jaringan gingiva yang terlibat. (Gambar 66-4) Salah satu kemungkinan nya adalah kehilangan tulang yang tidak terduga bersamaan dengan resesi jaringan gingiva yang terjadi karena tubuh berusaha menciptakan ruang antara tulang alveolar dan margin agar memungkinkan adanya tempat untuk reattachment jaringan. Hal ini lebih sering terjadi didaerah sekitar gigi yang lebar tulang alveolar nya sangat tipis. Trauma dari prosedur restorasi dapat menjadi penyebab utama rapuh nya jaringan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kemungkinan resesi gingiva termasuk apakah gingiva itu tebal dan fibrosis ataukah tipis dan rapuh dan apakah jaringan periodonsium tersebut highly scalloped atau flat pada bentuk gingiva nya. Telah ditemukan bahwa highly scalloped dan thin gingiva cenderung untuk resesi daripada periodonsium yang flat dengan jaringan fibrosis yang tebal.

Hal paling sering ditemukan pada penempatan margin adalah bahwa tulang tampak tidak berubah, tetapi ada inflamasi gingiva yang terus berkembang. Untuk memulihkan jaringan gingiva, perlu dibuatkan ruang klinis antara tulang alveolar dan margin. Hal ini dapat tercapai dengan baik melalui pembedahan untuk mengubah tulang atau dengan ekstrusi ortodontik untuk meletakkan margin restorasi.

1.2 Biologic Width Evaluation Interpretasi radiografik dapat mengidentifikasi anomali biologis lebar interproksimal. Namun, dengan lokasi lebih umum pada sudut garis mesiofacial dan distofacial gigi, radiografi tidak diagnostik karena superimposisi gigi. Jika pasien mengalami ketidaknyamanan pada jaringan saat tingkat margin restorasi

sedang diperiksa menggunakan periodontal probe, ini adalah indikasi baik bahwa margin meluas ke daerah attachment dan bahwa telah terjadi pelanggaran lebar biologik. Secara biologik, atau attachment, lebar dapat diidentifikasi untuk setiap pasien dengan probbing selama anestesi ke tingkat tulang (disebut sebagai "sounding to bone") dan mengurangi kedalaman sulkus dari pengukuran yang dihasilkan. Pengukuran ini harus dilakukan pada gigi dengan jaringan gingiva yang sehat dan harus diulang pada lebih dari satu gigi untuk memastikan penilaian yang akurat. Teknik ini memungkinkan ditemukannya variasi di kedalaman sulkus pada pasien individu yang akan dinilai dan diperhitungkan dalam evaluasi diagnostik. Informasi yang diperoleh kemudian digunakan untuk mendiagnosis secara pasti kelainan lebar biologik, tingkat koreksi yang diperlukan, dan parameter untuk penempatan restorasi masa depan. 1.3 Correction of biologic width violations Pelanggaran lebar biologik bisa diperbaiki baik dengan pengangkatan tulang jauh dari kedekatan dengan margin restorasi atau ekstruksi ortodontik gigi dan dengan demikian margin bergerak menjauh dari tulang. Pembedahan merupakan pilihan yang lebih cepat dari dua pilihan pengobatan. Hal ini juga lebih dianjurkan jika mahkota yang dihasilkan memanjang akan membuat gigi lebih panjang. Dalam situasi ini, tulang harus dipindahkan jauh dari margin dengan jarak diukur dari lebar biologik yang ideal untuk pasien tersebut, dengan tambahan 0.5mm, tulang dihapus sebagai zona keamanan. Resesi gingiva merupakan potensi risiko setelah pengangkatan tulang. Jika tulang interproksimal dihilangkan, ada kemungkinan tinggi dari resesi papiler dan penciptaan sebuah segitiga yang tidak estetis ruang bawah kontak interproksimal. Jika pelanggaran lebar biologik adalah pada interproksimal, atau jika kelainan tersebut di seluruh permukaan wajah dan tingkat jaringan gingiva benar, maka dapat diindikasikan untuk ekstrusi ortodontik. Dengan menerapkan gaya low orthodontic extrusion force, gigi erupsi perlahan, membawa tulang alveolar dan jaringan gingiva. Dengan menerapkan gaya low orthodontic extrusion force, gigi erupsi perlahan, membawa tulang alveolar dan jaringan gingiva dengan itu. Gigi

diekstrusi sampai tingkat tulang yang telah dilakukan koronal ke tingkat yang ideal dengan jumlah yang perlu diangkat melalui pembedahan untuk memperbaiki kelainan attacment. Gigi distabilkan dalam posisi baru dan kemudian diobati dengan operasi untuk memperbaiki tulang dan tingkat jaringan gingiva. Pilihan lain adalah dengan melakukan orthodontic extrusion force dimana jumlah gigi erupsi yang diinginkan selama beberapa minggu. Selama periode ini, fibrotomy supracrestal dilakukan mingguan dalam upaya untuk mencegah jaringan dan tulang dari mengikuti gigi. Gigi tersebut kemudian stabil selama minimal 12 minggu untuk memastikani posisi jaringan dan tulang, dan setiap coronal creep dapat dikoreksi melalui pembedahan.

Gambar 2. Gigi Insisif pertama mengalami fraktur karena kecelakaan dan telah pulih pada saat itu

Gambar 3. Penerapkan low orthodontic extrusion force hasilnya gigi erupsi perlahan

Gambar 4. Hasil penerapan low orthodontic extrusion force

Anda mungkin juga menyukai