yang digunakan untuk membedakan network ID dengan host ID, menunjukkan letak suatu host, apakah berada di jaringan lokal atau jaringan luar. RFC 950 mendefinisikan penggunaan sebuah subnet mask yang disebut juga sebagai sebuah address mask sebagai sebuah nilai 32-bit yang digunakan untuk membedakan network identifier dari host identifier di dalam sebuah alamat IP. Bit-bit subnet mask yang didefinisikan, adalah sebagai berikut: Semua bit yang ditujukan agar digunakan oleh network identifier diset ke nilai 1. Semua bit yang ditujukan agar digunakan oleh host identifier diset ke nilai 0.
Setiap host di dalam sebuah jaringan yang menggunakan TCP/IP membutuhkan sebuah subnet mask meskipun berada di dalam sebuah jaringan dengan satu segmen saja. Entah itu subnet mask default (yang digunakan ketika memakai network identifier berbasis kelas) ataupun subnet mask yang dikustomisasi (yang digunakan ketika membuat sebuah subnet atau supernet) harus dikonfigurasikan di dalam setiap node TCP/IP.
Daftar isi
[sembunyikan]
o o o
1.1 Desimal Bertitik 1.2 Representasi panjang prefiks (prefix length) dari sebuah subnet mask 1.3 Menentukan alamat Network Identifier
o o o
2.1 Subnetting Alamat IP kelas A 2.2 Subnetting Alamat IP kelas B 2.3 Subnetting Alamat IP kelas C
3 Variable-length Subnetting
Desimal Bertitik[sunting]
Sebuah subnet mask biasanya diekspresikan di dalam notasi desimal bertitik (dotted decimal notation), seperti halnya alamat IP. Setelah semua bit diset sebagai bagian network identifier dan host identifier, hasil nilai 32-bit tersebut akan dikonversikan ke notasi desimal bertitik. Perlu dicatat, bahwa meskipun direpresentasikan sebagai notasi desimal bertitik, subnet mask bukanlah sebuah alamat IP. Subnet mask default dibuat berdasarkan kelas-kelas alamat IP dan digunakan di dalam jaringan TCP/IP yang tidak dibagi ke dalam beberapa subnet. Tabel di bawah ini menyebutkan beberapa subnet mask default dengan menggunakan notasi desimal bertitik. Formatnya adalah:
Kelas alamat
Kelas A
11111111.00000000.00000000.00000000 255.0.0.0
Kelas B
11111111.11111111.00000000.00000000 255.255.0.0
Kelas C
11111111.11111111.11111111.00000000 255.255.255.0
Perlu diingat, bahwa nilai subnet mask default di atas dapat dikustomisasi oleh administrator jaringan, saat melakukan proses pembagian jaringan (subnetting atau supernetting). Sebagai contoh, alamat 138.96.58.0 merupakan sebuah network identifier dari kelas B yang telah dibagi ke beberapa subnet dengan menggunakan bilangan 8-bit. Kedelapan bit tersebut yang digunakan sebagai host identifier akan digunakan untuk menampilkan network identifier yang telah dibagi ke dalam subnet. Subnet yang digunakan adalah total 24 bit sisanya (255.255.255.0) yang dapat digunakan untuk mendefinisikan custom network identifier. Network identifier yang telah di-subnet-kan tersebut serta subnet mask yang digunakannya selanjutnya akan ditampilkan dengan menggunakan notasi sebagai berikut: 138.96.58.0, 255.255.255.0
Kelas alamat
Kelas A
11111111.00000000.00000000.00000000 255.0.0.0
/8
Kelas B
11111111.11111111.00000000.00000000 255.255.0.0
/16
Kelas C
11111111.11111111.11111111.00000000 255.255.255.0
/24
Sebagai contoh, network identifier kelas B dari 138.96.0.0 yang memiliki subnet mask 255.255.0.0 dapat direpresentasikan di dalam notasi prefix length sebagai 138.96.0.0/16. Karena semua host yang berada di dalam jaringan yang sama menggunakan network identifier yang sama, maka semua host yang berada di dalam jaringan yang sama harus menggunakan network identifier yang sama yang didefinisikan oleh subnet mask yang sama pula. Sebagai contoh, notasi 138.23.0.0/16 tidaklah sama dengan notasi 138.23.0.0/24, dan kedua jaringan tersebut tidak berada di dalam ruang alamat yang sama. Network identifier 138.23.0.0/16 memiliki range alamat IP yang valid mulai dari 138.23.0.1 hingga 138.23.255.254; sedangkan network identifier 138.23.0.0/24 hanya memiliki range alamat IP yang valid mulai dari 138.23.0.1 hingga 138.23.0.254.
------------------------------------------------------------------
Subnet mask Jumlah subnet Jumlah subnet bit (notasi desimal bertitik/ Jumlah host tiap subnet (segmen jaringan) notasi panjang prefiks)
1-2
255.128.0.0 atau /9
8388606
3-4
4194302
5-8
2097150
9-16
1048574
17-32
524286
33-64
262142
65-128
131070
129-256
65534
257-512
32766
513-1024
10
16382
1025-2048
11
8190
2049-4096
12
4094
4097-8192
13
2046
8193-16384
14
1022
16385-32768
15
510
32769-65536
16
254
65537-131072
17
131073-262144
18
262145-524288
19
524289-1048576
20
1048577-2097152 21
2097153-4194304 22
Subnet mask Jumlah subnet/ Jumlah subnet bit (notasi desimal bertitik/ Jumlah host tiap subnet segmen jaringan notasi panjang prefiks)
1-2
32766
3-4
16382
5-8
8190
9-16
4094
17-32
2046
33-64
1022
65-128
510
129-256
254
257-512
513-1024
10
1025-2048
11
2049-4096
12
4097-8192
13
8193-16384
14
0-1
254
1-2
126
3-4
62
5-8
30
9-16
14
17-32
Artikel bertopik jaringan komputer ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Variable-length Subnetting[sunting]
Bahasan di atas merupakan sebuah contoh dari subnetting yang memiliki panjang tetap ( fixed length subnetting), yang akan menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama. Meskipun demikian, dalam kenyataannya segmen jaringan tidaklah seperti itu. Beberapa segmen jaringan membutuhkan lebih banyak alamat IP dibandingkan lainnya, dan beberapa segmen jaringan membutuhkan lebih sedikit alamat IP. Jika proses subnetting yang menghasilkan beberapa subjaringan dengan jumlah host yang sama telah dilakukan, maka ada kemungkinan di dalam segmen-segmen jaringan tersebut memiliki alamatalamat yang tidak digunakan atau membutuhkan lebih banyak alamat. Karena itulah, dalam kasus ini proses subnetting harus dilakukan berdasarkan segmen jaringan yang dibutuhkan oleh jumlah host terbanyak. Untuk memaksimalkan penggunaan ruangan alamat yang tetap, subnetting pun diaplikasikan secara rekursif untuk membentuk beberapa subjaringan dengan ukuran bervariasi, yang diturunkan dari network identifier yang sama. Teknik subnetting seperti ini disebut juga variable-length subnetting. Subjaringan-subjaringan yang dibuat dengan teknik ini menggunakan subnet mask yang disebut sebagai Variable-length Subnet Mask (VLSM). Karena semua subnet diturunkan dari network identifier yang sama, jika subnet-subnet tersebut berurutan (kontigu subnet yang berada dalam network identifier yang sama yang dapat saling berhubungan satu sama lainnya), rute yang ditujukan ke subnet-subnet tersebut dapat diringkas dengan menyingkat network identifier yang asli. Teknik variable-length subnetting harus dilakukan secara hati-hati sehingga subnet yang dibentuk pun unik, dan dengan menggunakan subnet mask tersebut dapat dibedakan dengan subnet lainnya, meski berada dalam network identifer asli yang sama. Kehati-hatian tersebut melibatkan analisis yang lebih terhadap segmen-segmen jaringan yang akan menentukan berapa banyak segmen yang akan dibuat dan berapa banyak jumlah host dalam setiap segmennya. Dengan menggunakan variable-length subnetting, teknik subnetting dapat dilakukan secara rekursif: network identifier yang sebelumnya telah di-subnet-kan, di-subnet-kan kembali. Ketika melakukannya, bit-bit network identifier tersebut harus bersifat tetap dan subnetting pun dilakukan dengan mengambil sisa dari bit-bit host. Tentu saja, teknik ini pun membutuhkan protokol routing baru. Protokol-protokol routing yang mendukung variable-length subnetting adalah Routing Information Protocol (RIP) versi 2 (RIPv2),
Open Shortest Path First (OSPF), dan Border Gateway Protocol (BGP versi 4 (BGPv4). Protokol RIP versi 1 yang lama, tidak mendukungya, sehingga jika ada sebuah router yang hanya mendukung protokol tersebut, maka router tersebut tidak dapat melakukan routing terhadap subnet yang dibagi dengan menggunakan teknik variable-length subnet mask.