Anda di halaman 1dari 7

II.5.

PEMBUKTIAN KASUS ABORSI 2,3 Pemeriksaan Forensik Pemeriksaan Korban Hidup Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan usaha penghentian kehamilan, pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, terhadap jaringan dan janin yang mati serta menentukan cara pengguguran yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan test kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan, dimana serum dan urin wanita memberikan hasil positif untuk hCG samapai sekitar 7-10 hari. Tanda-tanda kehamilan pada wanita dapat dijumpai adanya colostrum pada peremasan buah dada, nyeri tekan didaerah perut, kongesti pada labia mayor, labia minor dan serviks, tandatanda ini biasanya tidak mudah dijumpai bila kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya perlu pemeriksaaan secara histopatologi ( patologi anatomi), luka, peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian hubungan ibu dan janin. Tanda-tanda adanya pengguguran harus dicari serta cara pengguguran tersebut. Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia eksternal dan vagina harus diteliti dengan baik untuk melihat adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi, memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati, dimana masih dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada ukuran fetus yang dikeluarkan. Pada ostium serviks juga bisa tampak abrasi/ laserasi/ memar kibat instrumentasi. Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun instrumen yang lainnya di sekitar genitalia harus diamati juga. Kalu perlu karakter serta jumlah sekret vagina dapat diteliti mencari tanda-tanda serta cara aborsi. Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan, misalanya yang berupa IUFD-kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan. Pemeriksaan Post Mortem Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang trampil mungkin tidak meninggalakan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.

Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam (autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada:

Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk itu diperiksa: a. Payudara, apakah tampak besar akibat proliferasi kelenjar susu. b. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan. a. Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan pada jalan lahir. b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok, emboli udara, emboli cairan atau emboli lemak.

Pada korban mati, dilakukan pemeriksaan luar, pembedahan jenazah, pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila terdapat cairan dalam rongga perut atau kecurigaan lain, dan pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya sel trofoblast, kerusakan jaringan dan sel radang. Pada autopsi dilihat adakah pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus. Periksa genitalia eksterna apakah pucat, kongesti atau memar. Lakukan pula tes emboli udara pada vena kava inferior jantung. Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris mnendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari bawah. Ambil urin untuk tes kehamilan dan toksikologik. Pemeriksaan organ lain seperti biasa. Pada pemeriksaan dalam akan dijumpai: a. Uterus Ukuran uterus harus diamati, juga dilihat apakah membesar, lembut dan kongesti. Dinding uterus dapat menunjukkan adanya penebalan pada pemotongan longitudinal. Rongga uterus dapat menunjukkan adanya sebagian produk konsepsi yang tertinggal. Uterus dari wanita tidak hamil berukuran sekitar panjang 7,0 cm, lebar 5,0 cm, tebal 2,0 cm dan berat 40 g. Kemudian panjang menjadi 10 cm pada kehamilanakhir bulan ketiga, 12,5 cm pada akhir bulan keempat, 16 cm pada akhir bulan keenam, 20 cm pada akhir bulan kedelapan dan 27 cm pada akhir bulan kesembilan. Uterus juga dapat menunjukkan adanya perforasi. Endometrium menunjukkan tanda-tanda dilakukannya kuretase (penyendokan). Plasenta dapat masih tertinggal bila evakuasi tidak bersih. Pada kasus penggunaan bahanbahan kimia, permukaan uetrus bagian dalam dapat mengalami perunahan warna akibat warna dari zat yang digunakan dan/atau terjadi kerusakan. Jika air sabun digunakan, maka busa-busanya mungkin masih dapat tersisa. Juga bisa didapatkan sisa instrument yang digunakan seperti akar tanaman. Swab uterus diambil untuk mikrobiologi, dan jaringan dimasukkan dalam formalin untuk diperiksa ke patologi anatomi. b. Ovarium Kedua ovarium harus diperiksa untuk melihat adanya korpus luteum. Ovarium dapat terlihat terkongesti. Pada beberapa kasus dapat diambil juga sampel untuk pemeriksaan laboratorium. c. Jantung

Pada pembukaan jantung dicari adanya emboli udara, serta sampel darah dikirim untuk diperiksa baik yang berasal dari vena cava inferior dan kedua ventrikel.

Pemeriksaan Pada Janin Tentukan usia bayi (janin). Usia bayi dapat ditentukan dari : a. Panjang bayi Dari rumus empiris de Haas umur bayi dapat ditaksir dari panjang badan (PB) bayi, ukuran dari puncak kepala sampai ke kaki. Untuk bayi dibawah 25 minggu : Umur (minggu) = akar kuadrat dari PB. Untuk bayi diatas 25 minggu : Umur (minggu) = PB/5. Oleh karena batas umur antara abortus dan pembunuhan anak adalah 28 minggu (7 bulan), maka perbedaan tersebut adalah pada panjang bayi 35 cm (7x5 cm). b. Lingkaran kepala Bayi 5 bulan : 38,5-41 cm Bayi 6 bulan : 39-42 cm Bayi 7 bulan : 40-42 cm Bayi 8 bulan : 40-43 cm Bayi 9 bulan : 41-44 cm c. Pusat penulangan Ada 2 tempat yang lazim diperiksa yaitu pada telapak kaki dan lutu. Pada telapak kaki pemeriksaan ditujukan kepada tulang talus, calcaneus dan cuboid. Ketiga tulang ini dapat diperiksa melalui sayatan (pemotongan) dari sela jari ke 3-4 ke arah tumit. Adanya pusat penulangan di tulang talus menunjukkan bayi telah berumur 7 bulan, tulang calcaneus 8 bulan dan tulang cuboid 9 bulan. Di lutut ditujukan untuk memeriksa pusat penulangan di proksimal tulang tibia dan distal femur. Untuk mencapai kedua tulang, tulang patella harus disingkirkan. Setelah tampak tulang femur, maka tulang dipotong melintang selapis demi selapis seperti mengiris bawang. Demikian juga pada tulang tibia. Adanya pusat penulangan pada kedua tulang menunjukkan bayi telah berumur 9 bulan dalam kandungan (cukup umur). Pada pemeriksaan akibat abortus (membedakan dengan pembunuhan anak sendiri), tidak akan didapati tanda-tanda telah bernafas. Sering didapati sudah mengalami pembusukan. Ukuran tinggi tumit-puncak kepala dicacat. Paling penting melihat adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh bayi, misalnya akibat benda yang dimasukkan pervaginam (alat kuret, batang kayu kecil, dll) atau bagian yang melekat di tubuh bayi dalam usaha pengguguran dengan penyemprotan rahim dengan bahan kimia (lisol, sabun, dll). Pemeriksaan dalam tetap dilakukan untuk melihat keadaan organ dalam. Sering ari-ari masih melekat/ berhubungan dengan bayi. Periksa panjang tali pusat, permukaan plasenta dan lain-lain.

II.6. ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS 1,4,5,6 Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut: Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan indikasiindikasi lainnya (Abortion on request atau Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, dan Singapura. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini: Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus provokatus kriminaliS. Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya Untuk memenuhi desakan masyarakat. Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum. Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.

Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP) : PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian. PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun. 2) Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun 3) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. 4) Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut. 5) Setiap janin yang dikandung samapi akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48). Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan: PASAL 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Secara rinci KUHP mengancam pelaku pelaku sebagai berikut : Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP ps 346, hukuman maksimum 4 tahun) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya (KUHP ps 347, hukuman maksimum 12 tahun; dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut (KUHP ps 348, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun) Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP ps 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya) Barang siapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan kepada anak di bawah usia 17 tahun/di bawah umur (KUHP ps 283, hukuman maksimum 9 bulan) Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP ps 299, hukuman maksimum 4 tahun) Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara menggurkan kandungan (KUHP ps 535) hukuman maksimum 3 bulan.

DAFTAR PUSTAKA 1 . KUHP & KUHAP, Surabaya: Kesindo Utama. 2009 2. Dahlan S. Pengguguran Kandungan dalam: Buku Ilmu Kedokteran Forensik Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Balai Penerbit universitas Diponegoro. 2004. Hal. 139 3. Idries AM. Abortus dan Abortus Provocatus dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed. 1. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. Hal. 243-254 4. Landiyanto EA. Abortion Policy in Indonesia: Rights, Law and religious Perspectives. Surabaya : Universitas Airlangga. 2009 5. Hukum dan Aborsi. http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.htm. Accessed 05 Juni 2013. 6. Yuwinanda D.P, Harahap F.M, Fitrina M. Temuan Otopsi pada Abortus Provokatus Kriminalis http://id.scribd.com/doc/58950690/Temuan-Otopsi-pada-Abortus-Provokatus-Kriminalis. Accessed 05 Juni 2013.

Anda mungkin juga menyukai