Anda di halaman 1dari 35

BAB I Landasan Teori

1.1 Definisi Standar

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI). SPAP menurut IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) Standar yang merupakan pedoman perilaku dan ukuran kinerja minimal yang harus dipatuhi/dicapai oleh akuntan publik dalam memberikan jasa profesinya Standar Auditing Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Standar Pekerjaan Lapangan Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

1.2 Auditor Independen

Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Carey dalam Mautz mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.Independensi meliputi: 1. Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional. 2. Merupakan istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu : 1. Independensi sikap mental Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya. 2. Independensi penampilan. Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik. 3. Independensi praktisi (practitioner independence) Selain independensi sikap mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi (profession independence). Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk

mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.

Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi pelaporan. 4. Independensi profesi (profession independence) Independensi profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.

1.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi independensi auditor Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa klien berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor. Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dalam Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. 2. 3. Ikatan keuangan dan usaha dengan klien Jasa-jasa lain selain jasa audit yang diberikan klien Lamanya hubungan kantor akuntan publik dengan klien

Sedangkan menurut Shockley (1981) dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor : 1. 2. 3. 4. Persaingan antar akuntan publik Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien Ukuran KAP Lamanya hubungan antara KAP dengan klien

Dari faktorfaktor yang mempengaruhi independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan.

1.3.

Perencanaan dan Suvervisi 1.3.1 Perencanaan

Abdulrachman (1973), Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian. Siagian (1994), Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penetuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian yang telah ditentukan. Terry (1975), Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Kusmiadi (1995), Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapainnya. Soekartawi (2000), Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.

1.3.2 Supervisi Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996). Muninjaya (1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugassehari-hari (Arwani, 2006).

1.4

Resiko dan materealistis Resiko Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut beberapa ahli artii dari resiko adalah sebagai berikut :

1.4.1

Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H) Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim) Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto) Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi) Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah aktifitas yang dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan atau penurunan kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan. Pendapat lainnya, penilaian risiko adalah mengkuantitatifkan atau menggolongkan tingkatan risiko agar mudah dikelola dan dilakukan penanganan yang tepat sesuai prinsip Cost and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment) merupakan hal penting bagi manajemen dan auditor.Bagi manajemen penentuan resiko merupakan tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus menerus.Karena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa tujuan tersebut telah tercapai.Banyak hambatan yang timbul dalam pencapaian tujuan tersebut dan hambatan tersebut bisa berasal dari luar entitas maupun dari dalam entitas.Sejumlah resiko tidaklah dalam bentuk yang statis tetapi juga dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi sehingga selalu ada resiko-resiko baru yang muncul setiap waktu. Oleh karena itu penentuan resiko harus berjalan berkelanjutan dalam proses manajemen yang dilakukan secara terorganisir dan berurutan.

1.4.2 Materialitas Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan
5

entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

1.5 Pengujian Substantif Pengujian substansif adalah mereka kegiatan yang dilakukan oleh auditor selama substantif tahap pengujian audit yang mengumpulkan bukti-bukti menangani validitas, kelepangan dan akurasi saldo akun dan golongan transaksi yang mendasari .

BAB II Standar Pekerjaan Lapangan


2.1 SA Seksi 300

2.1.1 SA Seksi 310 PENUNJUKAN AUDITOR INDEPENDEN Sumber: PSA No. 05 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan pertama berbunyi sebagai berikut: Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 02 Aspek supervisi asisten dijelaskan dalam SA Seksi 210 [PSA No. 04] Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen dan SA Seksi 311 [PSA No. 05] Perencanaan dan Supervisi. Aspek perencanaan pekerjaan lapangan dan saat pelaksanaan prosedur audit dijelaskan dalam SA Seksi 313 [PSA No. 02] Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca.

PENUNJUKAN AUDITOR INDEPENDEN 03 Pertimbangan atas standar pekerjaan lapangan pertama memicu kesadaran bahwa penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien. Penunjukan secara dini memungkinkan auditor merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca.

PENUNJUKAN AUDITOR INDEPENDEN MENDEKATI ATAU SETELAH TANGGAL AKHIR PERIODE 04 Walaupun penunjukan dini lebih baik, auditor independen dapat menerima perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca. Dalam hal ini, sebelum menerima perikatan, auditor harus yakin apakah kondisi seperti itu memungkinkan ia melaksanakan audit secara memadai dan memberi pendapat wajar tanpa pengecualian. Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara memadai dan untuk memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, ia harus membahas dengan klien tentang kemungkinan ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau tidak memberikan pendapat. Kadang-kadang keterbatasan audit yang timbul sebagai akibat kondisi di atas
7

dapat diatasi. Sebagai contoh, penghitungan fisik sediaan dapat ditunda atau dilakukan kembali di bawah pengamatan auditor independen.

MEMBANGUN PEMAHAMAN DENGAN KLIEN 05 Auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan.1 Pemahaman tersebut mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien. Sebagai contoh, pemahaman tersebut akan mengurangi risiko bahwa klien dapat secara tidak semestinya mempercayai auditor untuk melindungi entitas dari risiko tertentu atau untuk melaksanakan fungsi tertentu yang merupakan tanggung jawab klien. Pemahaman tersebut harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor, dan batasan perikatan. 2 Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien. Jika auditor yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk melaksanakan perikatan. 06 Pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan umumnya mencakup hal-hal berikut ini: a. Tujuan audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan. b. Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan. c. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya. d. Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor. e. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat selama audit berlangsung. f. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mensyaratkan bahwa auditor memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena itu, salah saji material mungkin akan tetap tidak terdeteksi. Begitu pula, suatu audit tidak didesain untuk mendeteksi kekeliruan atau kecurangan yang tidak material terhadap laporan
8

keuangan. Jika, oleh karena sebab apa pun, auditor tidak dapat menyelesaikan auditnya atau tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat, ia dapat menolak menyatakan suatu pendapat atau menolak untuk menerbitkan suatu laporan sebagai hasil perikatan tersebut. g. Suatu audit mencakup pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan. Suatu audit tidak didesain untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern atau untuk mengindentifikasi semua kondisi yang dapat dilaporkan. Namun, auditor bertanggung jawab untuk menjamin bahwa komite audit atau pihak lain yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab setara akan menyadari adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang diketahui oleh auditor.3 Hal-hal tersebut di atas dapat dikomunikasikan dalam bentuk surat perikatan (engagement letter). 07 Pemahaman dengan klien juga mencakup hal-hal lain seperti berikut ini: a. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (sebagai contoh, waktu, bantuan klien berkaitan dengan pembuatan skedul, dan penyediaan dokumen). b. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan. c. Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu. d. Pengaturan tentang fee dan penagihan. e. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor. f. Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke kertas kerja auditor. g. Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan persyaratan badan pengatur. h. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam hubungannya dengan perikatan.
______________________ 1 Lihat Pernyataan Standar Pengendalian Mutu No. 02 [SPM Seksi 20] Sistem Pengendalian Mutu untuk Praktik Akuntansi dan Auditing Kantor Akuntan Publik paragraf 16. 2 Tujuan perikatan tertentu mungkin berbeda. Pemahaman harus mencerminkan dampak tujuan tersebut terhadap tanggung jawab manajemen dan auditor, dan terhadap batasan perikatan. Berikut ini disajikan contoh: a. Review atas informasi keuangan interim (lihat SAT Seksi 400 [PSAT No. 01] Informasi Keuangan Interim, paragraf 09).

TANGGAL BERLAKU EFEKTIF 08 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publiik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku. ______________________
b. Audit atas penerima bantuan keuangan pemerintah (lihat SA Seksi 801 [PSA No. 62] Pertimbangan Audit Kepatuhan dalam Audit atas Entitas Pemerintah dan Penerima Bantuan Keuangan Pemerintah, paragraf 10). c. Penerapan prosedur yang disepakati bersama terhadap unsur, akun, atau pos tertentu suatu laporan keuangan (lihat SA Seksi 622 [PSA No. 51] Perikatan untuk Menerapkan Prosedur yang Disepakati Bersama terhadap Unsur, Akun, atau Pos tertentu Suatu Laporan Keuangan, paragraf 03).
3

Untuk perusahaan yang efeknya terdaftar di pasar modal, kondisi yang perlu dilaporkan, yang diketahui

oleh auditor, mencakup informasi yang disyaratkan dalam peraturan perundangan pasar modal yang berlaku.

2.1.2 SA Seksi 311 PERENCANAAN DAN SUPERVISI Sumber: PSA No. 05 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan pertama mengharuskan bahwa Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Seksi ini berisi panduan bagi auditor yang melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia di dalam mempertimbangkan dan menerapkan prosedur perencanaan dan supervisi, termasuk penyiapan program audit, pengumpulan informasi tentang bisnis entitas, penyelesaian perbedaan pendapat di antara personel kantor akuntan. Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan prosedur yang berkaitan seringkali tumpang-tindih (overlap). 02 Auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian fungsi perencanaan dan supervisi auditnya kepada personel lain dalam kantor akuntannya. Untuk keperluan uraian dalam seksi ini, (a) personel lain dalam kantor akuntan selain auditor sebagai penanggung jawab akhir audit disebut dengan asisten dan (b) istilah auditor digunakan untuk menyebut baik auditor itu sendiri maupun asistennya.
10

PERENCANAAN 03 Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. Sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain: a. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut (lihat paragraf 07) b. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut. c. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan (lihat paragraf 09), termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan. d. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan. e. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. f. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment). g. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. h. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasian, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian). 04 Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervisi biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan entitas dan pembahasan dengan personel lain dalam kantor akuntan dan personel entitas tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi: a. Me-review arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, laporan keuangan, dan laporan auditor tahun lalu. b. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit dengan personel kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa nonaudit bagi entitas. c. Meminta keterangan tentang perkembangan bisnis saat ini yang berdampak terhadap entitas.
11

d. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan. e. Membahas tipe, lingkup, dan waktu audit dengan manajemen, dewan komisaris, atau komite audit. f. Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, terutama yang baru. g. Mengkoordinasi bantuan dari personel entitas dalam penyiapan data. h. Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan auditor intern. i. Membuat jadwal pekerjaan audit. j. Menentukan dan mengkoordinasi kebutuhan staff audit. k. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan informasi tentang tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga auditor dapat mengantisipasi dan memberikan perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang dipandang perlu. Auditor dapat membuat memorandum yang menetapkan rencana audit awal, terutama untuk entitas yang besar dan kompleks. 05 Dalam perencanaan auditnya, auditor harus mempertimbangkan sifat, lingkup, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program audit secara tertulis (atau satu set program audit tertulis) untuk setiap audit. Program audit harus menggariskan dengan rinci prosedur audit yang menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit dan tingkat kerinciannya sangat bervariasi sesuai dengan keadaan. Dalam mengembangkan program audit, auditor harus diarahkan oleh hasil pertimbangan dan prosedur perencanaan auditnya. Selama berlangsungnya audit, perubahan kondisi dapat menyebabkan diperlukannya perubahan prosedur audit yang telah direncanakan tersebut. 06 Auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis entitas yang

memungkinkannya untuk merencanakan dan melaksanakan auditnya berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Tingkat pengetahuannya harus memungkinkan auditor untuk memahami peristiwa, transaksi, dan praktik yang, menurut pertimbangannya, kemungkinan mempunyai dampak terhadap laporan keuangan. Tingkat pengetahuan yang umumnya dimiliki oleh manajemen tentang pengelolaan bisnis entitas jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengetahuan mengenai hal yang sama yang diperoleh auditor dari pelaksanaan auditnya. Pengetahuan tentang bisnis entitas membantu auditor dalam: a. Mengidentifikasi bidang yang memerlukan pertimbangan khusus.
12

b. Menilai kondisi yang di dalamnya data akuntansi dihasilkan, diolah, di-review, dan dikumpulkan dalam organisasi. c. Menilai kewajaran estimasi, seperti penilaian atas sediaan, depresiasi, penyisihan kerugian piutang, persentase penyelesaian kontrak jangka panjang. d. Menilai kewajaran representasimanajemen e. Mempertimbangkan kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan dan kecukupan pengungkapannya. 07 Auditor harus memperoleh pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat bisnis entitas, organisasinya, dan karakteristik operasinya. Hal tersebut mencakup, sebagai contoh, tipe bisnis, tipe produk dan jasa, struktur modal, pihak yang mempunyai hubungan istimewa, lokasi, dan metode produksi, distribusi, serta kompensasi. Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri tempat operasi entitas, seperti kondisi terhadap ekonomi, peraturan pemerintah, serta perubahan teknologi, yang berpengaruh auditnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan oleh auditor adalah praktik

akuntansi yang umum berlaku dalam industri, kondisi persaingan, dan, jika tersedia, trend keuangan dan ratio keuangan. 08 Pengetahuan mengenai bisnis entitas biasanya diperoleh auditor melalui pengalamannya dengan entitas atau industrinya serta dati permntaan keterangan kepada personel perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi informasi yang bermanfaat mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karakteristik operasi, serta transaksi yang memerlukan pertimbangan khusus. Sumber lain yang dapat digunakan oleh auditor adalah publikasi yang dikeluarkan oleh industri, laporan keuangan entitas lain dalam industri, buku teks, majalah, dan perorangan yang memiliki pengetahuan mengenai industri. 09 Auditor harus mempertimbangkan metode yang digunakan oleh entitas untuk mengolah informasi dalam perencanaan audit karena metode tersebut mempunyai pengaruh terhadap desain pengendalian intern. Luasnya penggunaan komputer dalam pengolahan sebagian besar data akuntansi dan kompleksnya pengolahannya mempengaruhi pula sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang digunakan oleh auditor. Oleh karena itu, dalam menilai dampak luasnya penggunaan komputer terhadap audit laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini: a. Luasnya penggunaan komputer dalam setiap aplikasi akuntansi. b. Kompleksitas operasi komputer entitas, termasuk penggunaan jasa perusahaan pengolahan data dengan komputer dari luar.
13

c. Struktur organisasi kegiatan pengolahan data dengan komputer. d. Tersedianya data. Dokumen yang digunakan untuk memasukkan informasi ke dalam komputer untuk diolah, arsip komputer tertentu, dan bukti audit lain yang diperlukan oleh auditor kemungkinan hanya ada dalam periode yang pendek atau hanya dalam bentuk yang dapat dibaca dengan komputer. Dalam beberapa sistem komputer, dokumen masukan seringkali tidak ada sama sekali karena informasi secara langsung dimasukkan ke dalam sistem. Kebijakan penyimpanan data yang dibuat oleh entitas mungkin mengharuskan auditor untuk meminta dilakukannya penyimpanan informasi untuk keperluan review atau untuk melaksanakan prosedur audit pada saat informasi tersebut tersedia. Sebagai tambahan, informasi tertentu yang dihasilkan oleh komputer untuk keperluan intern manajemen kemungkinan bermanfaat dalam pelaksanaan pengujian substantif (terutama untuk prosedur analitik). e. Penggunaan teknik audit berbantuan komputer (TABK) dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan prosedur audit. Penggunaan teknik ini juga menyediakan kesempatan bagi auditor untuk menerapkan prosedur audit tertentu terhadap keseluruhan populasi akun atau transaksi. Sebagai tambahan, dalam beberapa sistem akuntansi, sulit bahkan tidak mungkin bagi auditor, untuk menganalisis data tertentu atau menguji prosedur pengendalian khusus tanpa bantuan komputer. Lihat panduan mengenai TABK ini dalam SA Seksi 327 [PSA No. 59] Teknik Audit Berbantuan Komputer. 10 Auditor harus mempertimbangkan apakah keahlian khusus diperlukan untuk mempertimbangkan dampak pengolahan komputer terhadap auditnya, untuk memahami pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, atau untuk merancang dan melaksanakan prosedur audit. Jika keahlian khusus diperlukan, auditor harus mencari asisten atau tenaga ahli yang memiliki keahlian tersebut, yang mungkin berasal dari staf kantor akuntannya atau dari ahli luar. Jika penggunaan jasa tenaga ahli tersebut direncanakan, auditor harus memiliki pengetahuan memadai yang bersangkutan dengan komputer untuk

mengkomunikasikan tujuan pekerjaan ahli lain tersebut; untuk mengevaluasi apakah hasil prosedur yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tujuan auditor; dan untuk mengevaluasi hasil prosedur Perencanaan dan Supervisi Standar Profesiona audit yang diterapkan yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lain yang direncanakan. Tanggung jawab auditor atas penggunaan ahli komputer tersebut sama dengan tanggung jawabnya atas penggunaan asisten. Lihat SA Seksi 335 [PSA No. 57] Auditingdalam Lingkungan Sistem Informasi Komputer dan SA Seksi 314 [PSA No. 60].
14

Penentuan Risiko dan Pengendalian Intern-Pertimbangan dan Karakteristik Sistem Informasi Komputer.

SUPERVISI 11 Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasi masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan yang dilaksanakan, dan menyelesaikan perbedaan pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas banyak faktor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit. 12 Para asisten harus diberitahu tanggung jawab mereka dan tujuan prosedur yang mereka laksanakan. Mereka harus diberitahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, lingkup, dan saat prosedur yang harus dilaksanakan, seperti sifat bisnis entitas yang bersangkutan dengan penugasan dan masalah-masalah akuntansi dan audit. Auditor yang bertanggung jawab akhir untuk setiap audit harus mengarahkan asisten untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit, sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan masalah tersebut. 13 Pekerjaan yang dilaksanakan oleh asisten harus di-review untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan auditor harus menilainya apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan auditor. 14 Auditor yang bertanggung jawab akhir mengenai auditnya dan asistennya harus menyadari prosedur yang harus diikuti jika terdapat perbedaan pendapat mengenai masalah akuntansi dan auditing di antara personel kantor akuntan publik yang terlibat dalam audit. Prosedur tersebut harus memungkinkan asisten mendokumentasikan ketidaksetujuan di antara mereka dan kesimpulan yang diambil jika, setelah konsultasi memadai, is berkeyakinan bahwa perlu baginya untuk tidak sependapat dengan penyelesaian masalah tersebut. Dalam hal ini, dasar penyelesaian akhir masalah harus juga didokumentasikan.

TANGGAL BERLAKU EFEKTIF 15 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan
15

Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.

2.1.3 SA Seksi 312 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut. 02 Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut: Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi.1 Risiko audit
2

adalah risiko yang timbul

karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. 3 03 Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Frasa menyajikan secara wajar, dalam semua hal
1

Lihat SA Seksi 110 [PSA No. 02] Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen dan SA Seksi 230

[PSA No. 04] Penggunaan Kemahiran Profesional dengan Cermat dan Seksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor untuk pembahasan lebih lanjut tentang keyakinan memadai.
2

Di samping risiko audit, auditor juga menghadapi risiko kerugian praktik profesionalnya akibat dari

tuntutan pengadilan, publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan keuangan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor meskipun ia telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko semacam ini pada

16

04 Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan. 05 Dalam perencanaan audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yang mungkin material terhadap laporan keuangan. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa salah saji, yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidak material terhadap laporan keuangan. 06 Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup: a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta. c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. 5 07 Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum kepentingan auditor secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan - salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva. Dua tipe salah saji ini dijelaskan lebih lanjut dalam SA Seksi 316 [PSA No. 32 dan PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Faktor utama yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya yang berakibat pada salah saji dalam laporan keuangan merupakan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. 08 Pada waktu mempertimbangkan tanggung jawab auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas salah saji material, tidak ada perbedaan penting antara kekeliruan dengan kecurangan. Namun, terdapat perbedaan, dalam hal tanggapan auditor terhadap salah saji yang terdeteksi. Umumnya kekeliruan yang terisolasi, tidak material dalam pengolahan data akuntansi atau penerapan prinsip akuntansi tidak
17

signifikan terhadap audit. Sebaliknya, bila kecurangan dideteksi, auditor harus mempertimbangkan implikasi integritas manajemen atau karyawan dan kemungkinan dampaknya terhadap aspek audit. 09 Pada waktu menyimpulkan apakah dampak salah saji, secara individual atau secara gabungan, material, auditor biasanya harus mempertimbangkan sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan sifat dan jumlah pos dalam laporan keuangan yang diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan di suatu entitas mungkin tidak material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran atau sifat yang berbeda. Begitu juga, apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu kemungkinan berubah dari satu periode ke periode yang lain. 10 Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.

tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang kurang luas sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
3

Definisi risiko audit ini tidak mencakup risiko yang dihadapi oleh auditor karena ia secara salah

menyimpulkan bahwa laporan keuangan berisi salah saji material. Dalam situasi ini, biasanya ia mempertimbangkan kembali atau memperluas prosedur auditnya dan meminta klien untuk melakukan tugas tertentu untuk mengevaluasi kembali kewajaran laporan keuangannya. Langkah-langkah ini biasanya akan mengarahkan auditor ke kesimpulan yang benar. Definisi risiko audit ini juga tidak mencakup risiko yang timbul sebagai akibat pengambilan keputusan pelaporan yang tidak semestinya, yang tidak berkaitan dengan deteksi dan evaluasi salah saji dalam laporan keuangan, seperti pengambilan keputusan yang tidak semestinya mengenai bentuk laporan auditor karena adanya ketidakpastian atau batasan atas lingkup audit.
4

Konsep risiko audit dan materialitas juga berlaku terhadap laporan keuangan yang disajikan sesuai

dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; pengacuan dalam Seksi ini ke laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia juga mencakup penyajian sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia tersebut.

18

11 Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif dalam mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil yang ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan keuangan. Sebagai contoh, suatu pembayaran yang melanggar hukum yang jumlahnya tidak material dapat menjadi material, jika kemungkinan besar hal tersebut dapat menimbulkan bersyarat yang material atau hilangnya pendapatan yang material. 6

PERENCANAAN AUDIT 12 Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas baik dalam: (a) Merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan (b) Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas untuk hal yang disebutkan pada butir (a) untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan sebagai dasar memadai untuk mengevaluasi laporan keuangan untuk butir (b). Pertimbangan pada Tingkat Laporan Keuangan 13 Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Risiko audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif. 14 SA Seksi 311 [PSA No. 05] Perencanaan dan Supervisi mengharuskan auditor dalam perencanaan auditnya untuk memperhitungkan antara lain, pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. Pertimbangan tersebut mungkin dikuantitatifkan atau mungkin tidak. 15 Menurut SA Seksi 311 [PSA No. 05] tersebut, sifat, saat, dan lingkup perencanaan bervariasi sesuai dengan faktor-faktor: ukuran dan kerumitan entitas, pengalaman auditor mengenai entitas, dan pengetahuannya tentang bisnis entitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, pertimbangan risiko audit dan materialitas juga bervariasi dengan faktor-faktor
5

Kekeliruan tidak mencakup dampak proses akuntansi yang dipakai untuk kenyamanan, seperti

penyelenggaraan catatan akuntansi dengan basis kas atau basis pajak dan secara periodik dilakukan penyesuaian terhadap catatan tersebut untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
6

Lihat SA Seksi 317 [PSA No. 31] Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum oleh Klien.

19

tersebut. Faktor tertentu yang berkaitan dengan entitas juga mempengaruhi sifat, saat dan lingkup prosedur audit untuk saldo akun tertentu atau golongan transaksi serta asersi yang bersangkutan (lihat paragraf 24 sampai dengan paragraf 33). 16 Penaksiran risiko salah saji material (yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) harus dilakukan dalam perencanaan. Pemahaman auditor tentang pengendalian intern mungkin meningkatkan atau menurunkan kepedulian auditor tentang risiko salah saji material.7 Dalam mempertimbangkan risiko audit, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan. 8 Auditor harus mempertimbangkan dampak penaksiran tersebut atas strategi audit menyeluruh dan pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. 17 Bilamana auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko signifikan salah saji material dalam laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan kesimpulannya ini dalam menentukan sifat, saat, atau luasnya prosedur; penugasan staf; atau perlunya tingkat supervisi yang semestinya. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan personel yang dibebani tanggung jawab perikatan signifikan harus sesuai dengan penaksiran auditor terhadap tingkat risiko untuk perikatan tersebut. Biasanya, risiko yang tinggi memerlukan personel yang lebih berpengalaman atau supervisi yang lebih luas dari auditor yang bertanggungjawab akhir atas perikatan yang bersangkutan. Risiko tinggi dapat menyebabkan auditor memperluas prosedur yang diterapkan, atau memodifikasi sifat prosedur untuk memperoleh bukti yang lebih bersifat persuasif. 18 Dalam audit suatu entitas dengan operasi di berbagai lokasi atau dengan berbagai komponen, auditor harus mempertimbangkan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan di lokasi atau komponen pilihan. Faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor berkaitan dengan pemilihan lokasi atau komponen tertentu mencakup (a) sifat dan jumlah aktiva dan transaksi yang dilaksanakan di lokasi atau komponen tersebut, (b) tingkat sentralisasi catatan atau pengolahan informasi, (c) efektivitas lingkungan pengendalian, terutama yang berkaitan dengan pengendalian langsung manajemen atas penggunaan wewenang yang didelegasikan kepada orang lain dan kemampuan manajemen untuk secara efektif melakukan supervisi aktivitas di lokasi atau komponen, (d) frekuensi, saat, dan lingkup pemantauan aktivitas oleh entitas atau orang lain di lokasi atau komponen, dan (e) pertimbangan tentang materialitas lokasi atau komponen tersebut. 19 Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam
20

proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Tingkat materialitas mencakup tingkat yang menyeluruh untuk masing-masing laporan keuangan pokok, namun, karena laporan keuangan saling berhubungan, dan sebagian besar prosedur audit berhubungan dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan, agar efisien, untuk tujuan perencanaan, auditor biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat kumpulan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu laporan keuangan pokok. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberi pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan mempengaruhi neraca secara material apabila mencapai angka Rp 200.000.000, adalah tidak memadai baginya untuk merancang suatu prosedur audit yang diharapkan dapat untuk mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp 200.000.000 saja. 20 Auditor merencanakan audit untuk mencapai keyakinan memadai guna mendeteksi salah saji yang diyakini jumlahnya cukup besar, secara individual atau keseluruhan, yang secara kualitatif berdampak material terhadap laporan keuangan. Walaupun auditor harus waspada terhadap salah saji yang mungkin material secara kuantitatif, pada umumnya adalah tidak praktis untuk merancang prosedur pendeteksiannya. SA Seksi 326 [PSA No. 07] Bukti Audit paragraf 20 menyatakan bahwa auditor pada hakikatnya bekerja dalam batas-batas ekonomis, agar mempunyai manfaat ekonomis, pendapat auditor harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang wajar. 21 Dalam situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor mempertimbangkan materialitas sebelum laporan keuangan yang akan diauditnya selesai disusun, namun ia mungkin menyadari bahwa laporan tersebut masih memerlukan modifikasi signifikan. Dalam kedua keadaan tersebut, pertimbangan awal auditor tentang materialitas mungkin didasarkan atas laporan keuangan interim entitas tersebut yang disetahunkan atau laporan keuangan tahunan satu periode atau lebih sebelumnya, asalkan ia memperhatikan pengaruh perubahan besar dalam entitas tersebut (contoh: merger), dan perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan atau industri yang merupakan tempat entitas tersebut berusaha.
7 8

Lihat SA Seksi 319 [PSA No. 69] Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan. Lihat SA Seksi 316 [PSA No. 70] Pertimbangan Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan

21

22 Jika secara teoritis diasumsikan bahwa pertimbangan auditor tentang materialitas pada tahap perencanaan didasarkan atas informasi yang sama dengan informasi yang tersedia pada tahap evaluasi, maka materialitas untuk tujuan perencanaan dan evaluasi akan sama. Namun, pada saat merencanakan audit, biasanya tidak mungkin bagi auditor untuk mengantisipasi semua keadaan yang mungkin, yang akhirnya akan mempengaruhi pertimbangannya tentang materialitas dalam mengevaluasi temuan audit pada tahap penyelesaian audit, karena (1) keadaan-keadaan yang melingkupi mungkin berubah dan (2) tambahan informasi mengenai masalah akan selalu ada selama periode audit. Dengan demikian, pertimbangan awal tentang materialitas akan berbeda dengan pertimbangan yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit. Jika tingkat materialitas diturunkan ke tingkat semestinya yang lebih rendah dalam mengevaluasi temuan audit (dengan demikian risiko audit yang dihadapi oleh auditor meningkat), auditor harus mengevaluasi kembali kecukupan prosedur audit yang telah dilaksanakan. 23 Dalam merencanakan prosedur audit, auditor harus juga mempertimbangkan sifat, sebab (jika diketahui), dan jumlah salah saji yang diketahui dari audit atas laporan keuangan periode sebelumnya.

Pertimbangan pada Tingkat Saldo Akun Individual atau Golongan Transaksi


24 Auditor menyadari bahwa risiko audit dan pertimbangan materialitas audit mempunyai hubungan terbalik. Sebagai contoh, risiko suatu saldo akun atau golongan transaksi serta asersi yang bersangkutan disajikan salah dalam jumlah yang sangat besar mungkin sangat rendah, namun risiko bahwa saldo akun atau golongan transaksi disajikan salah dalam jumlah yang sangat kecil mungkin sangat tinggi. Dengan menganggap pertimbangan perencanaan lain tetap sama, jika auditor ingin menurunkan tingkat risiko audit yang menurut pertimbangannya telah memadai untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi atau jika ia menginginkan penurunan jumlah salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan transaksi yang dianggap material, maka auditor harus melaksanakan salah satu lebih langkah berikut: (a) Memilih prosedur audit yang lebih efektif. (b) Melaksanakan prosedur audit lebih dekat ke tanggal neraca, atau (c) Memperluas prosedur audit tertentu.

22

25 Dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan diterapkan terhadap saldo akun atau golongan transaksi tertentu, auditor harus merancang suatu prosedur yang dapat memberinya keyakinan memadai untuk dapat mendeteksi salah saji yang menurut keyakinannya, berdasarkan pertimbangan awal tentang materialitas, mungkin material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan, jika digabungkan dengan salah saji yang terdapat dalam saldo akun atau golongan transaksi yang lain. Auditor menggunakan berbagai metode untuk merancang prosedur guna menemukan salah saji yang demikian. Dalam hal tertentu, auditor secara tegas memperkirakan, untuk tujuan perencanaan, jumlah maksimum salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan transaksi yang apabila digabungkan dengan salah saji yang terdapat dalam saldo atau golongan yang lain, tidak menyebabkan laporan keuangan auditan mengandung salah saji material. Dalam hal lain, auditor menghubungkan pertimbangan awalnya tentang materialitas dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu, tanpa memperkirakan salah saji secara tegas. 26 Auditor perlu mempertimbangkan risiko audit pada tingkat akun atau golongan transaksi secara individual, karena pertimbangan yang demikian secara langsung membantunya dalam menentukan lingkup prosedur audit untuk saldo akun atau golongan transaksi tersebut. Auditor harus berusaha membatasi risiko audit pada tingkat saldo atau golongan transaksi individual sedemikian rupa, sehingga memungkinkannya, pada saat penyelesaian audit, untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan dengan tingkat risiko audit yang cukup rendah. Auditor menggunakan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut. 27 Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari (a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)] bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas. Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya.

a. Risiko Bawaan
23

Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dari jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh, perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu, terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha. Lihat SA Seksi 316 [PSA No. 32 dan PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan, paragraf 10.

b. Risiko Pengendalian Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.

c. Risiko Deteksi Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih
24

suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu. 28 Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya adit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum. 29 Pada saat auditor menetapkan risiko bawaan untuk suatu asersi yang berkaitan dengan saldo akun atau golongan transaksi, ia mengevaluasi berbagai faktor yang memerlukan pertimbangan profesional. Dalam melakukan hal tersebut, auditor tidak hanya

mempertimbangkan faktor yang secara khusus berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tersebut, tetapi juga faktor-faktor lain yang terdapat dalam laporan keuangan secara keseluruhan, yang dapat mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi itu. Apabila auditor berkesimpulan bahwa usaha yang dibutuhkan untuk mengevaluasi risiko bawaan suatu asersi akan melebihi pengurangan potensial dalam luasnya prosedur audit sebagai akibat pengandalan terhadap hasil penetapan tersebut, auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat yang maksimum pada saat merancang prosedur audit. 30 Auditor juga menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan risiko pengendalian untuk suatu asersi yang berhubungan dengan suatu saldo akun atau golongan transaksi. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas cukup atau tidaknya bukti audit yang mendukung efektivitas pengendalian dalam mencegah dan mendeteksi salah saji asersi dalam laporan keuangan. Apabila auditor yakin bahwa pengendalian intern tidak ada kaitannya dengan asersi tersebut atau tidak efektif, atau jika ia yakin bahwa evaluasi terhadap efektivitas pengendalian intern tidak efisien, ia akan menentukan risiko pengendalian untuk asersi tersebut pada tingkat yang maksimum.

25

31 Auditor dapat melakukan penetapan risiko bawaan dan risiko pengendalian secara terpisah atau secara gabungan. Apabila auditor menganggap risiko bawaan dan risiko pengendalian, baik secara terpisah maupun secara gabungan, adalah kurang dari maksimum, ia harus mempunyai dasar yang cukup. Dasar ini dapat diperoleh, misalnya melalui kuesioner, checklist, instruksi, atau alat serupa yang berlaku umum lainnya. Khusus mengenai risiko pengendalian, auditor harus memahami pengendalian intern dan melaksanakan pengujian pengendalian yang sesuai. Namun, diperlukan pertimbangan profesional untuk menafsirkan, menerapkan, atau memperluas alat serupa yang berlaku umum tersebut agar sesuai dengan keadaan. 32 Risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merancang prosedur audit tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit suatu saldo akun atau golongan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian. Apabila penetapan auditor terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang dapat diterimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya mengandalkan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dengan tidak melakukan pengujian substantif terhadap saldo akun atau golongan transaksi, yang didalamnya mungkin terkandung salah saji yang mungkin material jika digabungkan dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi yang lain. 33 Audit terhadap laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif; sewaktu auditor melaksanakan prosedur audit yang direncanakan, bukti yang diperoleh auditor mungkin menyebabkan ia memodifikasikan sifat, saat, dan lingkup prosedur lain yang telah direncanakan tersebut. Dari pelaksanaan prosedur audit atau dari sumber lain selama audit berlangsung, auditor mungkin memperoleh informasi yang jauh berbeda dengan informasi yang semula digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana audit. Sebagai contoh, besarnya salah saji yang ditemukan mungkin mengubah pertimbangan auditor tentang tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian. Di samping itu, informasi lain yang diperoleh yang berkaitan dengan laporan keuangan mungkin mengubah pertimbangan awal auditor mengenai materialitas. Dalam hal demikian, auditor mungkin perlu mengevaluasi kembali prosedur audit yang direncanakan, berdasarkan atas pertimbangan yang telah diperbaiki tentang risiko audit dan materialitas untuk seluruh atau sebagaian saldo akun atau golongan transaksi dan asersi yang terkait.

EVALUASI TEMUAN AUDIT

26

34 Dalam mengevaluasi apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus menggabungkan semua salah saji yang tidak dikoreksi oleh entitas tersebut sedemikian rupa, sehingga memungkinkannya untuk mempertimbangkan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan salah secara material dalam hubungannya dengan jumlah individual, subtotal, atau jumlah keseluruhan dalam laporan keuangan. Pertimbangan yang bersifat kualitatif juga mempengaruhi kesimpulan yang diambil oleh auditor dalam menentukan materialitas salah saji. 35 Penggabungan salah saji yang diuraikan di atas harus mencakup estimasi terbaik auditor mengenai jumlah seluruh salah saji dalam saldo akun atau golongan transaksi yang telah diperiksa, dan tidak terbatas hanya pada jumlah salah saji yang telah diidentifikasi secara khusus. Pada saat auditor menguji saldo akun atau golongan transaksi dan asersi yang terkait dengan menggunakan prosedur analitik, auditor biasanya tidak akan dapat secara khusus mengidentifikasi adanya salah saji, namun ia hanya akan memperoleh suatu petunjuk tentang adanya kemungkinan salah saji dalam taksiran besarnya. Jika prosedur analitik memberikan petunjuk bahwa mungkin terdapat salah saji, namun jumlahnya tidak dapat diperkirakan, auditor umumnya harus menerapkan prosedur lain yang

memungkinkannya memproyeksikan salah saji dalam saldo akun atau golongan transaksi tersebut. Apabila auditor menggunakan sampling audit untuk menguji asersi suatu saldo akun atau golongan transaksi, ia memproyeksikan jumlah salah saji yang diketahuinya berdasarkan sampel tersebut ke asersi yang diperiksa dalam saldo akun atau golongan transaksi yang bersangkutan. Proyeksi salah saji tersebut, bersama dengan hasil pengujian substantif lainnya, mendukung penentuan auditor mengenai kemungkinan salah saji dalam saldo akun dan golongan transaksi tersebut. 36 Risiko terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan umumnya lebih besar jika saldo akun dan golongan transaksi berisi estimasi akuntansi, dibandingkan dengan jika saldo akun dan golongan transaksi berisi data yang bersifat faktual. Hal ini karena adanya subjektivitas bawaan yang terkandung dalam estimasi peristiwa yang akan datang yang terdapat dalam setiap estimasi akuntansi. Misalnya estimasi mengenai: keusangan sediaan, tidak tertagihnya piutang, dan kewajiban garansi, adalah tergantung tidak hanya pada peristiwa yang terjadi di masa depan yang tidak dapat diperkirakan, namun juga tergantung pada salah saji yang mungkin timbul karena penggunaan data yang tidak cukup atau tidak semestinya, atau karena salah penggunaan data yang semestinya. Berhubung tidak ada satu pun estimasi akuntansi yang dapat djamin ketepatannya, auditor harus menyadari bahwa
27

adanya perbedaan antara estimasi yang didukung penuh oleh bukti audit dengan estimasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan merupakan suatu hal yang wajar, oleh karena itu perbedaan tersebut tidak dapat dianggap sebagai kemungkinan salah saji. Namun, apabila auditor berkesimpulan bahwa jumlah yang diestimasi dalam laporan keuangan tersebut tidak masuk akal, ia harus memperlakukan perbedaan antara estimasi tersebut dengan estimasi yang pantas sebagai kemungkinan adanya salah saji dan menggabungkannya dengan kemungkinan salah saji lainnya. Auditor juga harus mempertimbangkan apakah perbedaan antara estimasi yang didukung bukti audit dan estimasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan memberikan petunjuk adanya kecenderungan manajemen entitas untuk menyajikan laporan keuangan menurut keinginannya, meskipun kedua estimasi tersebut secara individual dianggap wajar. Sebagai contoh, jika setiap estimasi akuntansi yang dicant umkan dalam laporan keuangan merupakan estimasi yang dianggap wajar secara individual, tetapi jika perbedaan antara masing-masing estimasi tersebut dengan estimasi yang didukung oleh bukti audit cenderung untuk meningkatkan laba, auditor harus mempertimbangkan kembali estimasi tersebut secara keseluruhan. 37 Kemungkinan salah saji dalam periode sebelumnya belum dikoreksi oleh entitas, karena hal tersebut tidak menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan periode yang bersangkutan. Salah saji tersebut mungkin juga mempengaruhi laporan keuangan periode sekarang. Jika auditor yakin bahwa terdapat risiko yang sangat tinggi bahwa laporan keuangan periode sekarang kemungkinan berisi salah saji material, dan jika salah saji periode sebelumnya yang berdampak terhadap laporan keuangan periode sekarang dipertimbangkan bersama-sama dengan kemungkinan salah saji periode sekarang, ia harus memasukkan dampak kemungkinan salah saji secara gabungan tersebut terhadap laporan keuangan periode sekarang. 38 Jika auditor berkesimpulan, berdasarkan bukti audit memadai yang dikumpulkannya, bahwa penggabungan kemungkinan salah saji akan menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan, ia harus meminta kepada manajemen untuk menghilangkan salah saji material tersebut. Jika salah saji material tersebut tidak dihilangkan, auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan. Salah saji material dapat dihilangkan dengan cara, misalnya, penerapan prinsip akuntansi yang sesuai, penyesuaian lain yang bersifat kuantitatif, atau penambahan pengungkapan yang semestinya. Walaupun pengaruh keseluruhan kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan tidak material, auditor harus menyadari bahwa gabungan salah saji

28

tidak material dalam neraca dapat mengakibatkan salah saji material pada laporan keuangan masa yang akan datang. 39 Jika auditor berkesimpulan bahwa penggabungan salah saji tidak akan mengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangan, ia harus menyadari bahwa laporan keuangan masih dapat mengandung salah saji material karena adanya salah saji lainnya yang tidak dapat ditemukan. Apabila gabungan salah saji meningkat, risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji material juga meningkat. Auditor pada umumnya mengurangi risiko salah saji material dalam perencanaan audit dengan membatasi risiko deteksi ke tingkat yang dapat diterima untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi secara individual. Auditor dapat juga mengurangi risiko salah saji material dengan mengadakan modifikasi secara berkelanjutan terhadap sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang direncanakan selama pelaksanaan audit berlangsung (lihat paragraf 33). Jika auditor berpendapat bahwa risiko tersebut sedemikian tinggi, ia harus melaksanakan prosedur audit tambahan atau meyakinkan dirinya bahwa entitas yang bersangkutan telah menyesuaikan laporan keuangannya untuk mengurangi risiko salah saji ke tingkat yang dapat diterima. 40 Dalam menggabungkan salah saji yang di ketahui dan yang mungkin terjadi yang tidak dikoreksi oleh entitas, sesuai dengan paragraf 34 dan 35, auditor dapat menentukan suatu jumlah, yang jika salah saji di bawah jumlah tersebut tidak perlu diakumulasikan. Jumlah ini harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga salah saji apa pun, secara individual atau gabungan dengan salah saji lain, tidak akan material terhadap laporan keuangan, setelah kemungkinan salah saji yang tidak terdeteksi lebih lanjut dipertimbangkan.

TANGGAL BERLAKU EFEKTIF 41 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 JanuarI 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.

2.1.4 SA Seksi 313 PENGUJIAN SUBSTANTIF SEBELUM TANGGAL NERACA Sumber: PSA No. 05
29

PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan audit atas laporan keuangan mengenai: a. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum auditor menerapkan pengujian substantif utama terhadap rincian akun aktiva atau kewajiban tertentu mulai tanggal sebelum tanggal neraca. b. Prosedur-prosedur audit yang dapat memberikan dasar memadai bagi kesimpulan audit dari pengujian substantif utama untuk perluasan dari tanggal audit interim ke tanggal neraca (sisa periode). c. Pengkoordinasian waktu (timing) pelaksanaan prosedur-prosedur audit. Panduan mengenai waktu pelaksanaan pengujian atas pengendalian terdapat dalam SA Seksi 322 [PSA No. 33] Pertimbangan Auditor atas Fungsi Auditor Intern dalam Audit atas Laporan Keuangan, paragraf 55. 02 Pengujian audit pada tanggal interim memungkinkan pertimbangan dini atas hal-hal signifikan yang mempengaruhi laporan keuangan akhir tahun (sebagai contoh, transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa, kondisi yang berubah, pernyataan standar akuntansi yang baru, dan pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian). Di samping itu, banyak bagian perencanaan audit, termasuk upaya memperoleh pemahaman atas pengendalian intern, penentuan tingkat risiko pengendalian, dan penerapan pengujian substantif atas transaksi, dapat dilakukan sebelim tanggal laporan posisi keuangan (neraca).1 03 Penerapan pengujian substantif utama atas rincian aktiva atau kewajiban pada tanggal interim, dan bukan pada tanggal neraca, akan secara potensial meningkatkan risiko tidak terdeteksinya salah-saji yang ada pada tanggal neraca oleh auditor. Potensi adanya kenaikan risiko audit cenderung meningkat sejalan dengan semakin panjangnya sisa periode. Namun, tambahan potensial risiko audit dapat dikendalikan, jika pengujian substantif yang digunakan untuk mengungkapkan sisa periode dapat dirancang sedemikian rupa sehingga
______________________ 1 Pengujian substantif berikut ini dapat diterapkan terhadap transaksi pada tanggal-tanggal pilihan sebelum tanggal neraca dan diselesaikan sebagai bagian dari prosedur akhir tahun: (1) pengujian rinci atas tambahan atau pengurangan akun properti, investasi, dan utang serta modal ekuitas; (2) pengujian rinci atas transaksi yang mempengaruhi akun penghasilan dan biaya; (3) pengujian atas akun yang di audit dengan pengujian rinci pos yang terdiri dari saldo (sebagai contoh warranty reserve, clearing account, deferred charges tertentu); dan (4) prosedur analitik yang diterapkan terhadap akun penghasilan dan biaya.

30

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERTIMBANGKAN SEBELUM PENERAPAN PENGUJIAN SUBSTANTIF UTAMA ATAS RINCIAN AKUN NERACA PADA TANGGAL INTERIM 04 Sebelum menerapkan pengujian substantif utama atas rincian akun aktiva atau kewajiban pada tanggal interim, auditor harus menentukan kesulitan dalam pengendalian atas kenaikan risiko audit. Paragraf 05 sampai dengan 07 membahas pertimbangan yang mempengaruhi pengukuran tersebut. Di samping itu, auditor harus mempertimbangkan biaya pengujian substantif yang diperlukan untuk sisa periode sedemikian rupa sehingga memberikan tingkat keyakinan memadai atas audit pada tanggal neraca. Penerapan pengujian substantif utama atas rincian akun aktiva atau kewajiban pada tanggal interim mungkin tidak cost-effective jika pengujian substantif untuk mengungkapkan sisa periode tidak dapat dibatasi karena tingkat risiko pengendalian yang ditentukan. 05 Penentuan risiko pengendalian pada tingkat di bawah maksimum tidak disyaratkan dalam upaya memperoleh dasar untuk perluasan kesimpulan audit dari tanggal interim ke tanggal neraca; namun, jika auditor menentukan risiko pengendalian pada tingkat maksimum selama sisa periode, ia wajib mempertimbangkan apakah efektivitas pengujian substantif tertentu dalam mengungkapkan periode tersebut akan menurun. Sebagai contoh, pengendalian intern mungkin kurang efektif pada dokumen intern memberikan indikasi tentang bagaimana penanganan transaksi selama ini. Pengujian substantif yang didasarkan pada dokumen semacam itu dan menghubungkannya dengan kelengkapan pernyataan untuk sisa periode mungkin tidak efektif karena dokumen tersebut tidak lengkap. Demikian juga, pengujian substantif atas sisa periode yang berhubungan dengan asersi keberadaan pada neraca mungkin tidak efektif jika pengendalian terhadap pengamanan dan pemindahan fisik aktiva tidak efektif. Dalam kedua contoh di atas, jika auditor menyimpulkan bahwa efektivitas pengujian substantif telah menurun, maka tambahan keyakinan harus diperoleh atau akun harus diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca. 06 Auditor harus mempertimbangkan apakah terdapat perubahan pesat dalam kondisi bisnis atau lingkungan yang mungkin berpengaruh terhadap manajemen dalam melakukan salah saji atas laporan keuangan untuk tiap periode.2 Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca ini muncul, auditor mungkin akan menyimpulkan bahwa pengujian substantif untuk mengungkapkan sisa periode tidak akan efektif dalam mengendalikan tambahan risiko yang ____________________________
2

Lihat SA Seksi 316 [PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan,

paragraf 16 s.d. 19.

31

berkaitan dengannya. Dalam situasi demikian, akun aktiva dan kewajiban yang terpengaruh biasanya akan diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca. 07 Auditor harus mempertimbangkan apakah saldo akhir tahun akun aktiva atau kewajiban tertentu yang terpilih untuk diperiksa dalam audit interim dapat diprediksi jumlahnya, materialitas relatif, dan komposisinya secara memadai. la harus juga mempertimbangkan apakah prosedur yang diusulkan oleh entitas untuk analisis dan penyesuaian akun tersebut pada tanggal interim dan penetapan pisah batas akuntansi semestinya telah memadai. Di samping itu, auditor harus mempertimbangkan apakah sistem akuntansi akan memberikan informasi mengenai saldo pada tanggal neraca dan transaksi dalam sisa periode yang cukup untuk melakukan penyelidikan atas (a) transaksi luar biasa yang signifikan (termasuk transaksi pada atau mendekati tanggal neraca); (b) penyebab fluktuasi signifikan yang lain, atau fluktuasi yang diharapkan tetapi tidak terjadi; dan (c) perubahan dalam komposisi akun neraca. Jika auditor menyimpulkan bahwa bukti audit yang berhubungan dengan halhal tersebut di atas tidak memadai untuk tujuan pengendalian risiko audit, maka akun tersebut harus diperiksa oleh auditor pada tanggal neraca.

PERLUASAN KESIMPULAN AUDIT KE TANGGAL NERACA 08 Pengujian substantif harus dirancang untuk mencakup sisa periode sedemikian rupa sehingga tingkat keyakinan pengujian substantif dan pengujian substantif yang diterapkan pada rincian saldo pada tanggal interim, dan tingkat keyakinan audit yang diberikan oleh tingkat risiko pengendalian yang ditentukan, akan mencapai tujuan audit pada tanggal neraca. Pengujian demikian biasanya harus mencakup: (a) perbandingan informasi yang berkaitan dengan saldo pada tanggal neraca dengan informasi yang sebanding pada tanggal interim untuk mengidentifikasi jumlah yang tidak wajar dan penyelidikan atas jumlah tersebut dan (b) prosedur analitik atau pengujian substantif atas rincian yang lain, atau kombinasi dari keduanya, untuk memberikan dasar memadai untuk perluasan kesimpulan audit pada tanggal neraca secara relatif atas asersi yang diuji secara langsung atau tidak langsung pada tanggal interim.3 09 Jika salah-saji dideteksi dalam saldo-saldo akun pada tanggal interim, auditor perlu memodifikasi sifat, waktu, atau lingkup pengujian substantif yang direncanakan untuk mengungkapkan sisa periode yang berhubungan dengan akun tersebut atau melakukan kembal prosedur audit tertentu pada dan prosedur analitik mencakup (1) sifat transaksi dan
3

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan bauran relatif pengujian rinci prosedur analitik,

dan (3) tersedianya catatan yang diperlukan untuk pengujian rinci yang efektif dan sifat pengujian tersebut.

32

saldo dalam hubungannya dengan asersi yang terkait, (2) tersedianya data historis atau kriteria lain untuk digunakan dalam neraca harus didasarkan atas pertimbangan auditor terhadap keadaan akun pada tanggal neraca, setelah mempertimbangkan (a) kemungkinan implikasi sifat dan penyebab salah-saji yang terdeteksi pada tanggal interim, (b) kemungkinan hubungan dengan tahap-tahap audit yang lain, (c) koreksi kemudian yang dilakukan oleh entitas, dan (d) hasil prosedur audit yang mencakup sisa periode (termasuk prosedur audit dalam rangka menanggapi kemungkinan salah-saji tertentu). Sebagai contoh, auditor mungkin menyimpulkan bahwa estimasi memo kredit yang tidak dicatat pada tanggal interim mewakili salah-saji serupa pada tanggal neraca, berdasarkan pengujian substantif untuk sisa periode. Sebaliknya, penentuan dampak potensial pada tanggal neraca dari salah saji karena jenis pisah batas yang lain pada tanggal interim mungkin didasarkan pada basil pelaksanaan kembali pengujian substantif pada pisah batas.

PENGKOORDINASIAN WAKTU PELAKSANAAN PROSEDUR AUDIT 10 Waktu pelaksanaan (timing) prosedur audit juga melibatkan pertimbangan apakah prosedur-prosedur audit yang berkaitan telah dikoordinasi dengan seksama. Hal ini meliputi, misalnya: a. Pengkoordinasian prosedur audit yang diterapkan pada saldo dan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.4 b. Pengkoordinasian pengujian atas akun yang saling berkaitan dan pisah batas akuntansi. c. Menyelenggarakan pengendalian audit sementara atas aktiva yang telah slap untuk negosiasi (misalnya surat berharga) dan secara serentak melakukan pengujian atas aktiva tersebut dan kas dan kas di bank, pinjaman bank, dan unsur-unsur lain yang berkaitan. Keputusan mengenai pengkoordinasian prosedur audit yang saling berkaitan harus dibuat dengan mempertimbangkan tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan dan prosedur audit tertentu yang diterapkan, balk untuk sisa periode atau pada akhir tahun, atau keduanya.

TANGGAL BERLAKU EFEKTIF 11 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001. Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini diizinkan. Masa transisi diterapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember 2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 .
4

Lihat SA Seksi 334 [PSA No. 341 Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimew

33

BAB III
Ulasan

Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. Materialitas dan Risiko Audit melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Paragraf 4 SPAP SA Seksi 150 menjelaskan bahwa konsep Materialitas bersifat bawaaan dalam pekerjaan auditor independen. Dasar yang lebih kuat harus dicari sebagai landasan pendapat auditor independen atas unsur-unsur yang secara relatif lebih penting dan unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar salah saji material. Misalnya, dalam perusahaan dengan jumlah debitur yang sedikit, dengan nilai piutang yang besar, secara individual piutang itu adalah lebih penting dan kemungkinan terjadinya salah saji material juga lebih besar dibandingkan dengan perusahaan lain yang mempunyai jumlah nilai piutang yang sama tetapi terdiri dari debitur yang banyak dengan nilai piutang yang relatif kecil. Dalam perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang, persediaan umumnya mempunyai arti penting, baik bagi posisi keuangan maupun hasil usaha perusahaan, sehingga secara relatif persediaan memerlukan perhatian auditor yang lebih besar dibandingkan dengan persediaan dalam perusahaan jasa. Begitu pula, piutang umumnya memerlukan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan premi asuransi dibayar di muka. Sedangkan paragraf 5 menjelaskan mengenai risiko audit. Pertimbangan atas risiko audit berkaitan erat dengan sifat audit. Transaksi kas umumnya lebih rentan terhadap kecurangan jika dibandingkan dengan transaksi persediaan, sehingga audit atas kas harus dilaksanakan secara lebih konklusif, tanpa harus menyebabkan penggunaan waktu yang lebih lama. Transaksi dengan pihak tidak terkait biasanya tidak diperiksa serinci pemeriksaan terhadap transaksi antarbagian dalam perusahaan atau transaksi dengan pimpinan perusahaan dan karyawan, yang tingkat kepentingan pribadi dalam transaksi yang disebut terakhir ini sulit ditentukan.

34

Pengendalian intern terhadap lingkup audit mempengaruhi besar atau kecilnya risiko salah saji terhadap prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor. Semakin efektif pengendalian intern, semakin rendah tingkat risiko pengendalian.

35

Anda mungkin juga menyukai