oleh :
Latar Belakang
Pembangunan perdesaan didorong oleh kesenjangan kawasan perkotaan dan perdesaan dan kemiskinan di perdesaan Pendekatan yang dilaksanakan mengakibatkan urban bias Urbanisasi di Indonesia: 37,5% (1995) menjadi 40,5% (1998). Proses urbanisasi yang tidak terkendali semakin mendesak produktifitas pertanian.
Indonesia harus mengimpor produk-produk pertanian - kedelai : 1.277.685 ton/ US$ 275 juta
Pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui urban-rural linkages untuk mencegah urban bias RTRWN sebagai kesepakatan bersama pengaturan wilayah nasional merupakan acuan pengembangan kawasan agropolitan.
UU No. 24/ 1992: pentingnya penegasan terhadap kedudukan kawasan perdesaan (fungsi dan peran kawasan perdesaan) Laju pertumbuhan perekonomian tinggi memunculkan ketimpangan kesenjangan kawasan perdesaan dan perkotaan.
Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia memunculkan kerisauan terjadinya keadaan rawan pangan
Lemahnya dukungan ekonomi makro seringkali menghambat pembangunan perdesaan Rendahnya produktifitas pertanian, sistem pemasaran, dan kualitas lingkungan permukiman serta kelembagaan yang tidak kondusif.
Kawasan agropolitan: sistem fungsional desa-desa dengan hirarki keruangan desa, yakni adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya. Pusat agropolitan terkait dengan sistem pusat nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Nasional, Propinsi, Kabupaten) Ciri: berjalannya sistem & usaha agribisnis di pusat agropolitan yang melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya
DPP
DPP
Batas Kws Lindung, budidaya, dll Batas Kws Agropolitan DPP : Desa Pusat Pertumbuhan
Keterkaitan Pusat Agropolitan dengan Sistem Pusat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten
Kawasan 1
Jalan Nasional Jalan Propinsi Jalan Propinsi
Kawasan 2
Jalan Kabupaten
Jalan Kabupaten
Keterangan :
Pusat Kegiatan Nasional
Jalan Lokal
Jalan Lokal Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal Pusat Agropolitan
berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat penyediaan prasarana dan sarana pendukung pengembangan agribisnis komoditi yang akan dikembangkan bersifat export base bukan row base Consumer oriented melalui sistem keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkage).
2. Strategi Pengembangan
Penyusunan master plan pengembangan kawasan agropolitan yang menjadi acuan masing-masing wilayah/ propinsi
Penetapan Lokasi Agropolitan terkait Sistem Nasional, Propinsi/ Kabupaten
1. Bantek Penyusunan Rencana Teknis & DED 7 kawasan di 7 Propinsi. 2. Dana stimulan pengembangan prasarana dan sarana. 3. Sosialisasi program-program pengembangan kawasan agropolitan. 4. Bantek Identifikasi dan Penyusunan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di 29 Propinsi
1. Penyiapan Pedoman Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan . 2. Pengembangan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan minimal 1 kawasan di setiap Propinsi. 3. Penyiapan dukungan sarana dan prasarana wilayah untuk kawasan agropolitan
Kawasan ditetapkan berdasarkan Kriteria Lokasi Kawasan Agropolitan (Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan) dan Hasil Kaji Tindak Identifikasi Potensi dan Masalah Kendala-kendala yang dihadapi : Berkembangnya proses pencaloan/ ijon dapat menghambat proses pengembangan kawasan agropolitan Tingkat produktifitas petani yang cenderung subsisten dan sulit untuk meningkatkan produktifitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri Terdapatnya ruas-ruas jalan yang kondisinya rusak terutama pada jalan poros desa dan jalan antar desa. Fasilitas ekonomi seperti pasar belum memadai dan mencukupi untuk kebutuhan pemasaran hasil panen. Dibutuhkan penjadwalan waktu dan kelembagaan yang terintegrasi.
Penutup
Pembangunan kawasan perdesaan tidak bisa dipungkiri merupakan hal yang mutlak dibutuhkan Pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam kontek pengembangan wilayah:
1. Kawasan & sektor sesuai dengan keunikan lokal. 2. Pengembangan kawasan agropolitan meningkatkan pemerataan. 3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya. 4. Penetapan sistem pusat agropolitan terkait Sistem Nasional, Propinsi, dan Kabupaten