Anda di halaman 1dari 14

PERCOBAAN IV ANALISIS VITAMIN C DENGAN METODE TITRASI REDOKS

A. Tujuan 1. Untuk dapat menganalisis sediaan obat dengan metode titrasi redoks. 2. Untuk dapat memahami proses analisis dalam metode iodometri dan iodimetri.

B. Dasar Teori Reduksi dan oksidasi, semua reaksi yang disebut dalam seksi-seksi di depan adalah reaksi penggabungan ion, dimana bilangan oksidasi (valensi) spesi-spesi yang bereaksi tidaklah berubah. Namun terdapat sejumlah reaksi dalam mana keadaan oksidasi berubah, yang disertai pertukaran elektron antara pereaksi ini disebut reaksi oksidasi dan reduksi, atau dengan pendek reaksi redoks (Svehla, G., 1985). Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat-zat yang memperoleh elektron dan dalam proses tersebut zat direduksi. Definisi ini sangat umum karena berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas (Svehla, G., 1990). Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan

diperolehnya satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion, atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dalam proses tersebut zat dioksidasi. Definisi reduksi ini juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas (Svehla, G., 1985) 1. Titrasi Redoks Titrasititrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri 47

untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan ( Rohman, 2007 ). Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik equivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah equivalen dari oksidator telah setara jumlah equivalen dari reduktor (Habibi, 2011). 2. Macam-macam Titrasi Redoks a. Titrasi yang melibatkan iodium 1) Iodometri Iodometri adalah titrasi tidak langsung dengan menggunakan larutan I2, dimana I2 yang terbentuk dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat (Harmita, 2006). Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat dengan potensial yang jauh lebih rendah) seperti timah (III) klorida, asam sulfat, hidrogen disulfida dan natrium tiosulfat bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam dengan zat pereduksi yang agak lemah. Reaksi lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral dan sangat sedikit suasana asam (Habibi, 2011). Jika suatu pengoksidasi kuat diolah dalam larutan yang netral atau larutan yang asam dengan ion iodin yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi dan pengoksidasi akan direduksi secara kuantitatif dalam hal-hal demikian. Sejumlah iod yang equivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium tiosulfat (Habibi, 2011). 2) Iodimetri Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai peniter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodin dimana sebagian

48

indikator adalah larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8) (Lubis, 2011). Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Iodin merupakan oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor lemah. Iodin hanya sedikit larut dalam air, namun larut

dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat. Karena iodin lebih mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan dengan larutan natrium tiosulfat segera sebelum digunakan. (Lubis, 2011) Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Sensitivitasnya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodin-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air hingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Lubis, 2011). Reaksi yang mungkin terjadi pada metode di atas adalah : a) Reaksi substitusi : molekul brom atau iodida akan tersubstitusi pada suatu zat, menggantikan atom H. b) Reaksi adisi : ikatan rangkap pada suatu zat akan hilang/ putus, karena oleh brom atau iod. c) Reaksi oksidasi : reaksi ini terjadi karena brom atau iod bersifat oksidator. (Harmita, 2006) b. Permanganometri Selama lebih dari satu abad, kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksidasi yang penting bagi reaksi redoks (Rohman, 2007). Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya karena jika digunakan asam klorida maka kemungkinan akan terjadi reaksi pembentukan klorida. Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkali kuat, maka ada kemungkinan bagian reaksi, yaitu pertama : reaksi yang berjalan relatif cepat dan reaksi yang berlangsung relatif lambat (Rohman, 2007).

49

c. Serimetri Larutan serium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat. Dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Jika larutan kalium permanganat dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium (IV) sulfat selalu menghasilkan ion serium (III) (Rohman, 2007). d. Titrasi yang melibatkan Brom (Br2) Brom dapat digunakan sebagai indikator seperti iodium. Brom akan direduksi dengan zat-zat organik dengan terbentuknya senyawa hasil substitusi yang tidak larut dalam air misalnya tribromofenol,

tribromoanilin, dan sebagainya yang reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi secara adisi atau substitusi dengan brom (Rohman, 2007). e. Titrasi yang melibatkan kalium iodat Larutan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu kalium iodat dalam air secukupnya. Kalium iodat dapat diperoleh dalam keadaan murni dan bersifat stabil seningga larutan itu tidak perlu dibakukan kembali. Larutan baku kalium iodat tidak menggunakan normalitas akan tetapi menggunakan molaritas karena normalitas dapat bermacam-macam tergantung reaksinya (Rohman, 2007). Pada penetapan kadar dengan kalium iodat digunakan kloroform atau karbon tetrakinida untuk menetapkan titik akhirnya. Pada permulaan titrasi ketika terbentuk iodium maka permukaan kloroform menjadi berwarna. Setelah semua zat pereduksi sudah dioksidasi maka iodat dan iodidanya bereaksi dengan I- sehingga warna dari lapisan kloroform akan hilang. Disini tidak digunakan kanji karena pada keasaman yang tinggi terbentuk warna biru dari kompleks kanji iodium (Rohman, 2007).

50

f. Titrasi dengan kalium bromat Kalium bromat merupakan oksidator kuat dalam lingkungan asam dan reaksinya dengan zat-zat pereduksi akan diubah menjadi bromida, yang selanjutnya pada titik akhir titrasi akan terbentuk brom. Dengan terbentuknya brom, titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan terbentuknya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya warna ini menjadi jelas maka perlu ditambah indikator seperti jingga merah, merah fuchsia, dan lain-lain (Rohman, 2007). 3. Vitamin C Vitamin C dalam tubuh berguna dalam pembentukan dan

pemeliharaan zat perekat yang menghubungkan sel-sel dengan sel dari berbagai jaringan. Sifat-sifat vitamin C adalah sebagai berikut : a. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. b. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. (Habibi, 2011) Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau pada suhu rendah. Vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat penamaan kita masuk ke dalam saluran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Kelenjar adrenalin mengandung vitamin C yang sangat tinggi (Habibi, 2011). Memiliki rumus empiris C6H8O6 dan BM 176,13. Asam askorbat (Vitamin C) mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian serbuk hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering mantap di udara. Dalam larutan mudah teroksidasi. Kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzen (Depkes RI, 1979).

51

C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Buret 50 mL b. Erlenmeyer 250 mL c. Gelas kimia 100 mL d. Statif dan klem e. Pipet volume 2. Bahan a. Amilum 1% b. Larutan HCl 0,01 N dan H2SO4 4 N c. Larutan Iodium 0,01 N d. Larutan KBr 0,01 N e. Larutan K2Cr2O7 0,01 N f. Larutan Na2S2O3 0,01 N g. Padatan KI h. Sediaan Vitamin C

D. Prosedur Kerja 1. Strandarisasi Na2S2O3 dengan menggunakan larutan baku K2Cr2O7 a. Dipipet 10 mL larutan baku K2Cr2O7 0,01 N, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, ditambah 2 mL larutan H2SO4 4 N. Kemudian ditambahkan dengan 0,5 gram padatan KI lalu dikocok. b. Dititrasi larutan ini dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning mulai ditambah 3 tetes indikator amilum 1 %. Dilanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. c. Dicatat volume, diulang sebanyak 3 kali dan dihitung konsentrasi Na2S2O3. 2. Strandarisasi I2 dengan menggunakan larutan baku Na2S2O3 a. Dipipet 10 mL larutan baku I2 0,01 N, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.

52

b. Dititrasi larutan ini dengan Na2S2O3 hasil standarisasi hingga larutan berwarna kuning muda, ditambah 3 tetes indikator amilum 1 %. Dilanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. c. Dicatat volume, diulangi sebanyak 3 kali, dan dihitung konsentrasi I2. 3. Analisis Vitamin C a. Diambil sediaan vitamin C 10 mL, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. b. Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1 %, kemudian dititrasi dengan I2 0,01 N hingga warna larutan berubah menjadi biru kehitaman. c. Dicatat volume, diulangi sebanyak 3 kali, dan dihitung kadar vitamin C.

53

E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Pengamatan Titrasi Na2S2O3 Na2S2O3 I2 2. Perhitungan a. Standarisasi Na2S2O3 N1 K2Cr2O7 = 0,01 N V1 K2Cr2O7 = 10 ml V2 Na2S2O3 = 33,6 ml V1. N1 = V2. N2 10 ml. 0,01 N = 33,6 ml. N2 N2 b. Standarisasi I2 N1 Na2S2O3 = 2,29 x 10-3 N V1 Na2S2O3 = 6,5 ml V2 I2 = 10 ml V1. N1 = V2. N2 0,5 ml. 2,9 x 10-3 N = 10 ml. N2 N2 c. Analisis Vitamin C N1 = I2 V1 I2 = 0,0018 = 4,6 ml = 1,8 x 10-3 N (Konsentrasi I2) = 2,9 x 10-3 N (Konsentrasi Na2S2O3) Titrat K2Cr2O7 I2 Vitamin C V Titran 33,6 ml 6,3 ml 4,6 ml V Titrat 10 ml 10 ml 10 ml

V2 Vitamin C= 10 ml V1. N1 = x val x vol x x

4,6 x 0,0018 = mg = =

x 2 x 10 x 100

54

= 7,29 x 10-4 mg Kadar =

= 7,29 x 10-2 ppm

3. Reaksi a. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 1). K2Cr2O7 dengan KI dalam suasana asam Cr2O72- + 2IReduksi Oksidasi : 2Cr3- + I2 2Cr3- + 7H2O x1 I2 + 2ex3 2Cr3- + H2O + 3I2 2I14H+ + Cr2O72- + 6I2). Na2S2O3 dengan I2 2S2O32- + I2 2S2O3-2 + I2 c. Analisis Vitamin C 1). Vitamin C dengan I2
HO O HO HO O HO O I I HO O O

: Cr2O72- + 14H+ + 6e-

2I- + S4O62S4O62- + 2I-

b. Standarisasi I2 dengan Na2S2O3

2HI

OH

2). I2 dengan Amilum

+ I I

55

F. Pembahasan Titrasi redoks atau titrasi reduksi oksidasi adalah salah satu metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk menetapkan kadar suatu zat berdasarkan pada perpindahan elektron titran dan analit. Jenis titrasi ini biasanya diikuti dengan potensiometri, meskipun indikator yang mengubah warna jika teroksidasi dengan kelebihan titran dapat digunakan. Vitamin C atau yang biasa disebut L-asam askorbat merupakan senyawa yang bersifat asam. Memiliki rumus empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan yang sangat melindungi molekul yang sangat diperlukan oleh tubuh, seperti protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat dari kerusakan oleh radikal bebas dan reaktif oksigen spesies. Vitamin C juga dibutuhkan untuk memelihara kehamilan, mengatur kontrol kapiler darah secara memadai, mencegah hemoroid, mengurangi resiko diabetes dan lain-lain. Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis vitamin C dalam sediaan obat dengan metode titrasi redoks dan memahami proses analisis dalam metode iodometri dan iodimetri. Adapun yang dimaksud dengan iodometri adalah titrasi tidak langsung dengan menggunakan larutan I2, dimana iodin yang terbentuk akan dititrasi kembali dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat. Sedangkan iodimetri adalah titrasi yang dilakukan untuk menentukan bilangan iodin secara langsung dengan menggunakan amilum sebagai indikator. Sebelum menganalisis kadar vitamin C, terlebih dahulu harus dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dan larutan I2. Standarisasi adalah membakukan atau menstandarisasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan cara menitrasi dengan yang telah diketahui konsentrasinya dengan pasti. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan larutan baku primer sedangkan larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan pasti disebut dengan larutan baku sekunder. Suatu larutan dapat dikatakan sebagai larutan baku primer jika memenuhi persyaratan antara lain mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-1200C) dan disimpan dalam keadaan murni. Selain itu juga tidak bersifat higroskopis dan tidak

56

berubah berat dalam penimbangan di udara, zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu, serta sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan. Percobaan pertama adalah standarisasi larutan Na2S2O3 dengan menggunakan larutan baku K2Cr2O7. Na2S2O3 adalah larutan yang sangat mudah teroksidasi sehingga harus dibakukan terlebih dahulu. Sebelum dititrasi, terlebih dahulu larutan K2Cr2O7 ditambahkan dengan larutan H2SO4 4 N dan padatan KI. Penambahan H2SO4 4 N dilakukan untuk mempertahankan keadaan asam dalam larutan karena padatan KI yang ditambahkan dalam larutan dapat bertindak sebagai pereduksi yang baik. Padatan KI akan mereduksi Cr2O72- menjadi Cr3+ dan I- akan dioksidasi menjadi I2. Larutan K2Cr2O7, KI dan H2SO4 4 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dikocok. Setelah pengocokan ternyata warna larutan berubah menjadi merah kecoklatan. Warna tersebut adalah warna dari KCr[SO4]2 dengan I2. KCr[SO4]2 adalah larutan berwarna merah keunguan dan I2 adalah larutan berwarna kuning kecoklatan. Cr2O72- akan menjadi Cr3+ dan berikatan dengan K+ dan SO42- menjadi KCr[SO4]2. Selanjutnya larutan akan dititrasi dengan Na2S2O3. Saat dititrasi, warna larutan akan berkurang dan berubah menjadi warna merah keunguan. Terbentuknya warna tersebut menandakan bahwa I2 telah direduksi menjadi Idan Na2S2O3 teroksidasi menjadi Na2S2O6 yang tidak berwarna. Sehingga dapat diketahui bahwa larutan Na2S2O3 adalah zat pereduksi. Setelah itu larutan ditambahkan dengan indikator amilum yang kemudian akan terbentuk kompleks iod-amilum yang ditandai dengan warna merah coklat keunguan yang merupakan campuran dari warna merah keunguan dan warna biru dari komplek iod-amilum. Larutan dititrasi kembali dengan Na2S2O3, Na2S2O3 mereduksi kompleks iod-amilum menjadi I- dan Na2S2O3 kembali mengalami oksidasi menjadi Na2S2O6 sehingga warna biru hilang dan warna berubah kembali menjadi merah keunguan. Warna ini menandakan bahwa titik equivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah keadaan dimana konsentrasi

57

titran dan titrat seimbang. Sulit untuk memastikan secara tepat titik ekuivalen ini. Jelasnya titik akhir titrasi yang ditandai oleh perubahan warna mampu mengindikasikan terjadi kelebihan sedikit titran pada titrasi sehingga dapat diketahui bahwa titik ekuivalen hanya berbeda selang beberapa tetes dari titran pada titik akhir titrasi. Tercapainya titik akhir titrasi menandakan bahwa titrasi dapat dihentikan. Setelah dicatat volume dan dilakukan perhitungan dapat diketahui bahwa konsentrasi dari Na2S2O3 adalah 2,9 x 10 -3 N. Percobaan kedua adalah standarisasi I2 dengan larutan baku Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 sebagai larutan baku primer, sedangkan larutan I2 sebagai larutan baku sekunder. Setelah I2 dimasukkan ke dalam erlenmeyer, dititrasi dengan Na2S2O3. Larutan I2 adalah larutan yang berwarna coklat kekuningan, dititrasi hingga berwarna coklat muda. Warna tersebut menandakan bahwa I2 telah tereduksi menjadi I- dan Na2S2O3 telah teroksidasi menjadi Na2S2O6. Kemudian larutan ditambahkan dengan indikator amilum dan warna berubah menjadi biru kecoklatan. Warna biru adalah warna yang terbentuk dari kompleks iod-amilum. Kemudian dilanjutkan titrasi hingga warna berubah kembali menjadi coklat muda atau warna biru hilang. Dari percobaan ini dapat diketahui bahwa Na2S2O3 dapat memutuskan ikatan komplek iod-amilum. Amilum ditambahkan terakhir dikarenakan pada saat titrasi, I2 akan berubah menjadi I- yang akan membentuk komplek dengan amilum. Jika amilum ditambahkan di awal, kemungkinan amilum akan rusak dan mengendap sehingga tidak akan memberikan warna biru. Setelah dicatat volume dan dilakukan perhitungan dapat diketahui bahwa konsentrasi dari I2 adalah 1,8 x 10-3 N. Percobaan terakhir adalah analisis kadar vitamin C dalam sediaan dengan menggunakan metode titrasi redoks. Sampel yang digunakan adalah You C 1000 mg. Dalam percobaan kali ini, metode yang digunakan adalah metode titrasi iodimetri atau titrasi langsung. Prinsip titrasi ini adalah analit dioksidasi oleh I2 sehingga I2 terduksi menjadi I-. Vitamin C dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator amilum dan dititrasi dengan I2. Penambahan amilum di awal bertujuan untuk mengetahui apakah titik

58

equivalen telah tercapai dalam suatu titrasi berbeda dengan penambahan indikator amilum pada saat standarisasi. Pada saat standarisasi, penambahan indikator amilum di akhir bertujuan agar amilum tidak membentuk ikatan dengan iodin yang sukar dilepaskan. Pada saat vitamin C dititrasi dengan I2, vitamin C akan teroksidasi menjadi asam dehidroasam askorbat dan I2 akan tereduksi menjadi I-. Vitamin C dan I2 bereaksi 1:1, sehingga ketika vitamin C teroksidasi di saat itu pula I2 tereduksi. I- akan membentuk komplek iodamilum dengan indikator dan langsung membentuk warna biru. Setelah dicatat volume dan dilakukan perhitungan dapat diketahui bahwa kadar dari vitamin C adalah 7,29 x 10-2 ppm.

59

G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar vitamin C yang diperoleh sebesar 7,29 x 10-2 ppm.

60

Anda mungkin juga menyukai