Anda di halaman 1dari 46

Liska Ramdanawati, M.Si.

Pemeriksaan Kemurnian dan


Uji Batas

Liska R., M.Si.


Outline

1. Uji Kemurnian
– Penetapan Titik Lebur
– Penetapan Bobot Jenis
– Penetapan Indeks Bias
– Penetapan Rotasi Optik
2. Uji Batas

Liska R., M.Si.


Pendahuluan
• Derajat kemurnian senyawa: tingkat dimana senyawa itu
bebas dari senyawa asing, atau senyawa itu masih
mengandung senyawa asing pada batas toleransi yang
diperkenankan.
• Senyawa asing = cemaran / kontaminan
• Cemaran: senyawa organik/anorganik, dalam bentuk
hasil urai, senyawa antara, senyawa hasil samping reaksi,
pereaksi, katalis dan pelarut yang digunakan dalam
proses pembuatan.
• Sumber cemaran: bahan baku, proses dan teknik
pembuatan, stabilitas senyawa, pencemaran lingkungan

Liska R., M.Si.


Penetapan Titik Lebur (1)
1. Pendahuluan
• Titik lebur  menyatakan kemurnian senyawa.
Senyawa dikatakan murni jika jarak leburnya ±1°C.
• Jika 2 sampel memiliki perbedaan titik lebur, maka
kedua molekul tersebut memiliki perbedaan struktur
atau konfigurasi. Sampel tersebut bisa berupa isomer
struktur atau diastereomer.

2. Prinsip
Jarak lebur atau suhu lebur zat padat adalah rentang
suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan
melebur sempurna.
Liska R., M.Si.
Penetapan Titik Lebur (2)
2. Prosedur:
a. Siapkan dan masukkan zat uji ke kapiler.
b. Panaskan tangas hingga suhu ± 100C dibawah
suhu lebur yang diperkirakan
c. Naikkan suhu dengan kecepatan 10C ± 0,50C per
menit
d. Masukkan kapiler bila suhu mencapai 50C
dibawah suhu terendah yang diperkirakan,
lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna.
e. Catat jarak lebur

Liska R., M.Si.


Penetapan Titik Lebur (3)
3. Cara Penentuan:
a. Melting Point Apparatus

Liska R., M.Si.


Penetapan Titik Lebur (4)
b. Metode Thiele
• Tabung Thiele: dipanaskan
menggunakan api kecil (lampu
spirtus)
• Ketika memanaskan, laju kenaikan
suhu dikontrol.
• Laju pemanasan sebaiknya lambat
ketika mendekati titik lebur (1-2°C)
untuk memastikan laju kenaikan
suhu tidak lebih cepat
dibandingkan dengan kemampuan
panas yang dipindahkan ke dalam
sampel yang diamati.

Liska R., M.Si.


Penetapan Bobot Jenis (1)

1. Tujuan
• Menjamin sediaan memiliki bobot jenis
yang sesuai untuk spesifikasi produk yang
akan dibuat.
2. Metode
a. Piknometer
b. Osilasi

Liska R., M.Si.


Penetapan Bobot Jenis (2)
3. Metode Piknometer
• Prinsip:
Membandingkan bobot zat uji
di udara terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang
sama.

Liska R., M.Si.


Penetapan Bobot Jenis (3)
3. Metode Piknometer
• Prosedur:
– Piknometer bersih dan kering yg telah dikalibrasi ditimbang bobotnya
sebagai W0
– Piknometer yg telah diisi air pd suhu 25 oC (sebelumnya dididihkan dulu
airnya) ditimbang bobotnya sebagai W1
– Suhu zat uji diatur hingga 25oC, lalu dimasukkan ke pikno hingga penuh.
– Suhu pikno berisi zat uji diatur hingga 25oC , kelebihan zat uji dibuang,
lalu ditimbang sebagai W2
– Bobot jenis larutan uji/sediaan dapat dihitung dg rumus :

• Keterangan :
dt = bobot jenis pada suhu t
w1 = bobot piknometer kosong
w2 = bobot piknometer + air suling
w3 = bobot piknometer + cairan
Liska R., M.Si.
Penetapan Bobot Jenis (4)
4. Metode Osilasi
• Menggunakan alat oscillating transducer density meter yang
terdiri dari tabung U, sistem eksitasi elektro magneto dan alat
ukur serta pengontrol suhu alat yang berisi zat uji.
• Periode osilasi merupakan fungsi dari konstanta (c) dan sistem
masa; ρ adalah densitas zat uji; M adalah massa tabung dan V
volume tabung yang terisi.

Liska R., M.Si.


Penetapan Indeks Bias (1)
1. Pendahuluan
• Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan
kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan
cahaya dalam zat tersebut.
• Suhu pengukuran perlu diatur dan dipertahankan
karena sangat mempengaruhi indeks bias
(Berdasarkan farmakope suhu pengukuran adalah
25°C, tetapi pada banyak monografi indeks bias
ditetapkan pada suhu 20°C)
2. Prinsip
Membandingkan kecepatan cahaya dalam udara dengan
kecepatan udara dalam zat uji menggunakan cahaya
natrium pada panjang gelombang dublet 589,0 nm dan
589,6 nm.
Liska R., M.Si.
Penetapan Indeks Bias (2)
•Indeks
  bias dinyatakan dengan hukum Snellius:

n = indeks bias pada suatu medium


c = kecepatan cahaya dalam hampa udara
v = kecepatan cahaya dalam medium
i = sudut datang
r = sudut bias

Liska R., M.Si.


Penetapan Indeks Bias (3)
3. Alat
• Alat yang digunakan adalah Refraktometer
• Refraktometer: mengukur kadar bahan
terlarut berdasarkan indeks biasnya.
Misalnya gula, garam, protein
• Jenis refraktometer:
– Refraktometer Abbe
– Refraktometer Tangan (Hand held)
– Refraktometer Brix

Liska R., M.Si.


Penetapan Indeks Bias (4)
4. Jenis Refraktometer

Refraktometer
Brix
Refraktometer
Abbe
Refraktometer
Tangan
Liska R., M.Si.
Penetapan Rotasi Optik (1)
1. Pendahuluan
• Beberapa senyawa mempunyai kemampuan untuk
memutar bidang polarisasi melalui sinar terpolarisasi yang
melewatinya. Sifat/kemampuan tersebut disebabkan oleh
susunan ruang molekul yang memiliki pusat tidak simetris
(asimetris), tidak mempunyai bidang simetris atau titik
simetris. Senyawa ini dikenal sebagai senyawa optik aktif.
• Contoh: D-glukosa dan L-glukosa

Liska R., M.Si.


Penetapan Rotasi Optik (2)
2. Prinsip
• Jika cairan optik aktif atau larutan suatu senyawa
optik aktif disinari langsung dengan cahaya linier
terpolarisasi, maka arah getaran cahaya akan
diputar sebesar sudut α. Rotasi optik ini tergantung
pada panjang gelombang cahaya yang digunakan.
• Senyawa yang dapat memutar arah getaran cahaya
ke arah kanan (searah dengan jarum jam) disebut
senyawa dekstrorotatory (+), sedangkan yang
memutar ke kiri disebut levorotatory (-)

Liska R., M.Si.


Penetapan Rotasi Optik (3)
3. Alat
– Alat yang digunakan: polarimeter
– Yang diukur:
• Rotasi optik: besar sudut pemutaran bidang
polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi
dilewatkan melalui cairan.
• Rotasi jenis: besar sudut pemutaran bidang polarisasi
yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui
cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml
• Sudut rotasi: rotasi optik dari cairan yang ditetapkan
Polarimeter menggunakan tabung 1,0 dm pada 589 nm dan suhu
25oC dan pembacaan dikoreksi dengan menggunakan
tabung kosong yang kering

Liska R., M.Si.


Penetapan Rotasi Optik (4)
•  Prosedur
3.
a. Sampel Berupa Cairan
• Atur suhu hingga 25°, pindahkan larutan ke tabung
polarimeter.
• Polarimeter visual : lakukan paling sedikit 5x pembacaan
dan lakukan penetapan blangko dengan tabung yang sama
• Polarimeter elektrik : pengukuran tunggal, koreksi dengan
blangko
• Perhitungan:

d = bobot jenis cairan pada suhu pengamatan.


a = pengamatan rotasi yang terkoreksi dalam derajat pada suhu t dan
panjang gelombang x
l = panjang tabung polarimeter dalam dm
Liska R., M.Si.
Penetapan Rotasi Optik (5)
•3.  Prosedur
b. Sampel Berupa Padatan
• Timbang seksama sejumlah tertentu, masukkan ke dalam labu
tentukur dengan menggunakan air atau pelarut lain yang ditentukan,
atur suhu labu hingga 25oC
• Pindahkan larutan kedalam tabung polarimeter (tidak lebih dari 30
menit sejak zat dilarutkan
• Lakukan paling sedikit 5 kali pembacaan rotasi pada 25oC
• Sebagai koreksi terhadap titik nol diambil harga rata-rata pembacaan
blangko.
• Perhitungan:

[α] = rotasi jenis pada panjang gelombang


t = suhu (25°C )
a = rotasi yang diamati (°)
l = panjang tabung polarimeter (dm)
c = kadar analit (gram per 100 mL)
Liska R., M.Si.
UJI BATAS

Liska R., M.Si.


Uji Batas (1)
Pendahuluan
• Untuk mengidentifikasi dan memeriksa cemaran
yang masih terdapat dalam senyawa.
• Farmakope telah menentukan suatu harga batas,
yang penentuannya dilakukan dengan larutan
pembanding yang kadarnya diketahui.
• Parameter uji batas:
– Kation: logam berat, timbal, arsen, besi, raksa,
dan selenium
– Anion: sulfat dan klorida

Liska R., M.Si.


1. Uji Batas Aluminium
Pendahuluan
• Menyebabkan penyakit Alzheimer Parkinson
• Kandungan aluminium (Al) tidak boleh
melebihi batas yang tertera pada monografi.
• Contoh: senyawa yang digunakan untuk
hemodialisis.

Liska R., M.Si.


1. Uji Batas Aluminium
Metode
• Spektrofotometri Serapan Atom (SSA):
dengan lampu katoda Al pada garis emisi Al
309,3 nm.
• Spektrofluorometri: dengan pereaksi 8-
hidroksikuinolin.

Liska R., M.Si.


1. Uji Batas Aluminium
Cara penentuan:
• Dibuat larutan baku (pada kadar tertentu)
• Dibuat larutan uji

Maka seharusnya:
Kadar Al pada larutan uji ≤ larutan baku

Liska R., M.Si.


2. Uji Batas Arsen
Pendahuluan:
• Kandungan Arsen (As) tidak melewati
batas yang tertera pada monografi.

Metode:
• Kolorimetri
• Modifikasi Gutzeit

Liska R., M.Si.


2. Uji Batas Arsen
Metode Kolorimetri:
Arsen

+ SnCl2
+ Zn + HCl

Arsin (AsH3)

+ perak ditiokarbamat

Kompleks warna merah (λ 535 – 540nm)


Liska R., M.Si.
2. Uji Batas Arsen
Reaksi:

• 2 As3+ + 3 Sn2+  2 As + 3 Sn4+

• 2 As5+ + 5 Sn2+  2 As + 5 Sn4+

• Zn + 2HCl  H2 + ZnCl2
• 2 As + 3 H2  2AsH3 ↑
• As2O3 + 6H2  2AsH3 ↑ + 3H2O
• AsH3 + Ag DEDT  merah
Liska R., M.Si.
2. Uji Batas Arsen
Metode Modifikasi Gutzeit:
Arsen

+ SnCl2
+ Zn + HCl

Arsin (AsH3)

Kertas HgBr2 atau HgCl2

Warna kuning coklat pada kertas HgBr2 atau


HgCl2
Liska R., M.Si.
2. Uji Batas Arsen
Reaksi:

• AsH3 + HgBr2  HBr + AsH2 (HgBr)

• AsH2 (HgBr) + HgBr2  HBr + AsH (HgBr)2

• AsH (HgBr)2 + HgBr2  HBr + As (HgBr)3

• As (HgBr)3 + AsH3  3HBr + As3Hg3


(kuning coklat)

Liska R., M.Si.


2. Uji Batas Arsen
•Contoh:
 
• Syarat pada monografi: mengandung As ≤ 2 bpj.
• Larutan baku: 1 ml larutan mengandung 8µg As.
• Larutan uji (dari 5 g sampel): mempunyai warna
yang sama dengan larutan baku.
• Kadar As = = 1,6 x 10-6 g/g = 1,6 bpj
• Kesimpulan: sampel memenuhi syarat

Liska R., M.Si.


3. Uji Batas Besi
• Kandungan Besi Fe (II) atau Fe (III) tidak
melewati batas yang tertera pada monografi.
• Metode (kolorimetri):
– Pereaksi amonium tiosianat: untuk Fe (III)
– Pereaksi asam tioglikolat: untuk Fe (II)

Liska R., M.Si.


3. Uji Batas Besi
Reaksi dengan Amonium tiosianat:

• Fe2+ + NH4 peroksodisulfat  Fe3+


3 H2O
• Fe3+ + 3NH4CNS ------> Fe(CNS)3(H2O)3) + NH4+
merah darah

Liska R., M.Si.


3. Uji Batas Besi
Reaksi dengan asam tioglikolat:
2Fe3+ + 2CH2SHCOOH  2Fe2+ + CH2SSCH2(COOH)2 + 2H+

Fe2+ + 2CH2SHCOOH  ungu

Dilakukan dalam tabung Nessler

• Pereaksi asam tioglikolat:


– Bau dan toksik
– Penggunaan dikurangi

Liska R., M.Si.


4. Uji Batas Logam Berat
Cemaran logam Logam yang memberikan
berat reaksi pada uji ini:
– Pb
– Hg
– Bi
+ H2S – As
– Cd
– Sb
PbS – Ag
(dinyatakan – Cu
dalam timbal) – Mo

Liska R., M.Si.


4. Uji Batas Logam Berat
• Warna hitam larutan uji  tidak lebih kuat
daripada warna hitam larutan pembanding
timbal.
• H2S diperoleh dari:
1. Tioasetamida
H+
CH3CSNH2 + H2O ----> H2S + CH3CONH2

2. Pirit
FeS + 2HCl  H2S + FeCl2

Liska R., M.Si.


5. Uji Batas Timbal
• Prosedur:

Sampel (Pb)

• Ditizon dalam CHCl3: hijau


+ pereaksi
difeniltiokarbazon (ditizon) • Kompleks logam – ditizon:
dalam CHCl3 warna tergantung jenis logam

Kompleks Pb-ditizonat
berwarna lembayung yang
larut dalam CHCl3 atau
Liska R.,CCl
M.Si.
4
6. Uji Batas Raksa
• Kandungan raksa: tidak melewati batas yang
tertera pada monografi.
• Metode:
– Titrasi kolorimetri
– Spektroskopi serapan atom

Liska R., M.Si.


6. Uji Batas Raksa
• Titrasi kolorimetri:

Sampel (Hg)

Titrasi dengan ditizon

Sampai tidak terbentuk


warna merah pada lapisan
CHCl3
Liska R., M.Si.
7. Uji Batas Selenium
• Selenium digunakan sebagai: pereaksi pada
sintesis beberapa steroid.
• Contoh:
– Deksametason
– Prednisolon
– Prednison

Liska R., M.Si.


7. Uji Batas Selenium
• Prosedur (Cara FI IV & USP 27):
Sampel (Se) dibakar dalam labu oksigen

SeO2

Diasamkan

Asam selenat

+ pereaksi 3,3’ diaminobenzidin

Ekstraksi dengan toluena atau sikloheksana

Absorban diukur pada λ 380 nm


Liska R., M.Si.
8. Uji Batas Sulfat
• Cemaran sulfat direaksikan dengan barium
klorida dalam suasana asam, memberikan
endapan barium sulfat yang tersuspensi
membentuk kekeruhan (opalesensi).
• Membandingkan kekeruhan yang terbentuk
pada larutan uji dengan larutan baku.
• Kekeruhan yang terbentuk tidak boleh lebih
kuat dari kekeruhan larutan baku

Liska R., M.Si.


9. Uji Batas Klorida
• Cemaran klorida direaksikan dengan larutan
perak nitrat, memberikan endapan perak
klorida dalam suasana asam encer.
• Membandingkan kekeruhan yang terbentuk
pada larutan uji dengan larutan baku.
• Kekeruhan yang terbentuk tidak boleh lebih
kuat dari kekeruhan larutan baku.

Liska R., M.Si.


Kuis
1. Jika diketahui bobot piknometer kosong
sebesar 25,1080 g; bobot piknometer +
akuades sebesar 26,7089 g dan bobot
piknometer + larutan sampel sebesar
26,6012 g. Tentukan bobot jenis larutan
sampel tersebut.
2. Sebutkan metode apa saja yang digunakan
pada penentuan uji batas logam!
3. Mengapa sediaan farmasi perlu ditentukan
uji batasnya?
4. Jelaskan prinsip titrasi Karl Fischer!
Liska R., M.Si.
Tugas
Buatlah review jurnal mengenai penetapan
kadar logam berat pada sediaan farmasi.
Format review jurnal:
1. Pendahuluan
2. Bahan dan metodologi
3. Hasil dan pembahasan
4. Kesimpulan
5. Pustaka
Jurnal yang digunakan: jurnal internasional (3 jurnal)

Liska R., M.Si.


Contoh jurnal

Liska R., M.Si.

Anda mungkin juga menyukai