Anda di halaman 1dari 23

Barabai Tempo Dulu

Barabai adalah ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah di Kalimantan Selatan, terletak 165 km di utara Banjarmasin. Sebelum perang dunia kedua, kota Barabai pernah dijuluki oleh orang Belanda sebagai Bandoeng van Borneo hal ini dikarenakan udaranya yang sejuk dan rasa ketenangan yang dipantulkan kota ini. Yang dimaksudkan adalah menonjolnya kebersihan, kesejukan dan tata kotanya ketika itu. Lorong-lorong di pusat kota diteduhi oleh deretan pohon-pohon mahoni (orang Barabai menyebutnya pohon kenari) yang rindang. Menurut penduduk, pohon-pohon itu dulu ditanam oleh tuan Paul, seorang keturunan Jerman yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda sebagai kepala V & W singkatan dari Verkeer & Waterstaat yang mengurusi bidang Transportasi dan Pekerjaan Umum, semacam DPU (Departemen Pekerjaan Umum) sekarang. Tuan Paullah yang telaten merawat pohon-pohon mahoni dan menata kota dengan gaya dan selera orang Eropah. Ketika Hitler menyerang Nederland, tak ayal lagi tuan Paul ditawan Belanda, majikannya. Entah bagaimana nasibnya kemudian. Yang jelas, namanya masih dikenang orang Barabai, terutama jika sedang berjalan-jalan di bawah pepohonan mahoni di pusat kota. Tapi pernah ada tangan latah membabat pohon-pohon pelindung di beberapa lorong. Konon seorang bupati yang berambisi ingin membuat pelebaran jalan dan sekaligus jalur kembar seperti yang dilihatnya di Banjarmasin menyikat bersih pohon-pohon mahoni peninggalan tuan Paul disebagian jalan Dharma dan Garuda. Jelasnya di pusat pasar sekarang, Untunglah karena langka biaya pelanjutnya, pembabatan pohon mahoni berhenti sampai disitu saja. Foto-foto ini diambil antara tahun 1875 sampai 1940

Beberapa jukung tambangan tengah di parkir di pinggir sungai. Sebuah jembatan terlihat melintasi sungai, di seberang sungai terlihat sebuah bangunan agak besar itu adalah mesjid Ash-Shulaha. Lokasi parkir jukung ini sekarang adalah Toko Tujuh (namun belum dibangun), sedangkan toko Tujuh sendiri selesai dibangun tahun 1925.

Inilah Mesjid Ash-Shulaha tempo doeloe, mesjid dengan gaya arsitektur Banjar Jawa (Demak) yang dihiasi dengan ornamen-ornamen tradisional (khas banjar) dengan bubungan (atap) bertingkat tiga yag mengandung makna : Tingkat pertama mengandung makna Syariat Tingkat kedua mengandung makna Thariqat Tingkat ketiga mengandung makna Haqiqat Dalam perkembangannya Mesjid Ash-Shulaha beberapa kali mengalami perombakan total.

Mesjid Ash-Shulaha sedang dalam proses penyelesaian perombakan, diperkirakan tahun 1910an keatas.

Mesjid Ash-Shulaha, jembatan dan pasar ikan, sementara Toko Toedjoeh (Tujuh) belum dibangun. Dijepret dari (sekarang) bundaran mengarah ke seberang sungai. Untuk memperkuat dugaan tersebut, coba anda perhatikan 2 foto bangunan (terutama pada bentuk atapnya) di bawah ini :

Pasar ikan (vismarkt) Pasar ini berdampingan dengan rumah pemotongan hewan, letaknya berseberangan jalan dengan Mesjid Ash-Shulaha, lokasi ini sekarang menjadi Hutan Kota.

Rumah Pemotongan Hewan terutama yang berkaki empat seperti sapi, kambing dan kerbau .

Terlihat dikejauhan pagar jembatan Mesjid Ash-Shulaha.

Kantor Pos (Post Kantoor)

Coba anda perhatikan orang-orang yang beraktivitas dipasar ini, hampir semua mereka berpakaian muslim, yang pria berpeci dan yang wanita berkerudung baik orang tua maupun anak-anak. Ini menunjukkan bahwa mereka amat menjunjung nilai-nilai agama Islam.

Suasana pasar Barabai pada hari Sabtu (hari pasar), lokasi ini sekarang adalah toko tujuh. Terlihat pohon-pohon mahoni muda tanaman si Tuan Paul.

Bioskop Juliana Barabai (Juliana-theater-te-Barabai)

Suasana pusat kota Barabai di atas tahun 1925an, foto ini dikudak (dijepret) dari atas sebuah hotel yang (sesudah kemerdekaan) bernama HOTEL MERDEKA.

Keterangan : 1. Jalan Pasar Dua.Kawasan ini dahulu dikenal dengan Pacinannya kota Barabai karena kebanyakan yang mendiami kawasan ini adalah orang-orang Cina. 2. Pasar Kain (Los Kain). 3. Gudang penyimpanan karet milik pemerintah Hindia Belanda. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan ekonomi kota Barabai pada waktu itu maka ditempat ini (point 2 dan 3) dikemudian hari oleh pemerintah Belanda dibangun sebuah pertokoan yang megah yang menjadi ikonnya kota Barabai (orang Barabai menyebutnya) TOKO BATU. Inilah potret Toko Batu

Toko Batu Sayang Toko Batu Malang Toko Batu dalam Kenangan Pada tahun 1998 terjadi kebakaran besar di pasar Barabai yang menghanguskan hampir seluruh pertokoan, namun TOKO BATU tetap berdiri kokoh, tapi sayang dalam pembangunan kembali pasar Barabai TOKO BATU ikut dirobohkan. Padahal ini Proyek Mercusuar pemerintah Belanda.

Sayang sungguh sayang, Nasi sudah menjadi bubur, orang mati dalam kubur Di tempat ini sekarang berdiri Pusat Perbelanjaan MURAKATA

4. Terminal kota Barabai hingga tahun 1960an, kemudian dipindahkan ke tempat yang sekarang bernama PUJASERA. 5. TOKO TUJUH*, dinamakan demikian karena jumlah atapnya yang berjejer tujuh, sementara jumlah tokonya ada 15 buah dan di tawing layar (segi tiga) atap tengahnya ada tulisan TOKO TOEDJOEH anno 1925 yang sekarang tulisan tersebut ditutup dengan seng karena papannya sudah lapuk. 6. Jalan menuju jembatan Mesjid Ash-Shulaha. 7. Sekarang di tempat ini berdiri Bundaran Kota. 8. Tempat pengisian bahan bakar yang dijaman Belanda disebut dengan Bataafsche Petroleum Maatschappij atau disingkat dengan B.P.M (semacam SPBU milik PERTAMINA), adalah perusahaan minyak Belanda, anak dari perusahaan Royal Dutch Shell. BPM didirikan tanggal 26 Februari 1907 di Den Haag, Belanda. Kalau point 8 dalam foto ini kita zoom maka akan tampak seperti foto ini :

Pom bensin atau Bataafsche Petroleom Maatschappij (BPM).

Tempat Pengisian Bahan Bakar Minyak di depan bioskop JULIANA THEATER.; Cara kerja alat ini sangat sederhana yaitu minyak dipompa ke dalam tabung kaca yang berada diatas (di tabung kaca tersebut ada tulisan deretan angka penunjuk banyaknya minyak dalam satuan liter) baru kemudian dimasukkan kedalam tangki kendaraan.

Komplek kediaman penguasa tertinggi pemerintah Hindia Belanda di Barabai. Sekarang tempat ini (setelah direnovasi tentunya) menjadi Rumah kediaman Bupati Barabai.

Salah satu alat transportasi umum antar kota

Restaurant tempat orang-orang eropa berpesta pora, berdiri di tengah kota

Komplek Penjara (orang dahulu menyebutnya SAPIR). Di lokasi ini sekarang berdiri Komplek Gedung MURAKATA.

Gudang tempat penyimpanan mobil dan alat pemadam kebakaran, gudang ini lokasi berdampingan dengan komplek penjara. Sekarang di lokasi ini berdiri gedung PERPUSTAKAAN daerah kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Inilah alat pemadam kebakaran di zaman Hindia Belanda(lucu ya), kalau terjadi kebakaran alat ini akan ditarik dengan mobil menuju lokasi kebakaran.

Wajah lapangan Dwi Warna tempo doeloe. Terlihat sebuah gazebo, orang Barabai dahulu menyebutnya KUPAL diambil dari bahasa.Belanda KOEPEL yang berarti kubah, berbentuk segi 6 dan tidak mempunyai dinding. Di zaman Belanda KUPAL ini berfungsi sebagai tempat bermain musik, hal ini berpengaruh hingga awal tahun 1970an. Dahulu apabila ada pertandingan resmi sepak bola, para musisi disiapkan di atas KUPAL, tatkala terjadi gol maka para musisi akan melantunkan lagu Halo-Halo Bandung dalam bentuk instrument. Pada tahun 1970an KUPAL ini dirobohkan kemudian dibuat Air Mancur dan di lokasi ini pula kemudian dibangun Gedung Musabaqah yang sekarang beralih fungsi menjadi salah satu kantor milik pemerintah kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Usai mengadakan pertunjukan musik, para musisi Belanda berfoto bersama di atas KUPAL

Terminal kota di samping bioskop JULIANA THEATER.

Sekarang tempat ini menjadi Taman Bermain

Sekolah Rakyat (Inlandse_school)

Sebuah sekolah pribumi di Barabai (Inlandse_school_te_Barabai_Zuidoost-Borneo )

Rumah sakit Barabai (Hospitaal-te-Barabai ) ditempat ini sekarang berdiri kantor KPN

Ini adalah Komunitas orang jawa yang didatangkan oleh Belanda untuk dipekerjakan di sektor perkebunan dan sektor lainnya, mereka didatangkan dari Banjarnegara Jawa Tengah. Kuat dugaan lokasi ini sekarang adalah Kampung Jawa Barabai.

Pengambilan sumpah jabatan Seorang penduduk sipil Barabai sedang bersumpah di depan Asisten Residen yang bernama JJ MEIJER, untuk setia kepada pemerintah Belanda (1875)

Sedang mangerjakan perbaikan jalan hulu sungai, lokasi ini di Pajukungan, Barabai, seorang pengawas (mandor) Belanda sedang mengawasi pekerjaan.

(Wegverbetering Pajoekoengan, Zuidoost-Borneo )

Dijepret dari (sekarang) lampu kuning mengarah ke jembatan (pasar)

Tugu peringatan yang menyatakan bahwa onderafdeling Barabai dan sekitarnya berada dibawah kendali pemerintah Hindia Belanda.

Gapura untuk memperingati hari ulang tahun ratu Belanda yang ke 47 yang bernama Ratu Wilhelmina yang nama lengkapnya Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Dia lahir pada tanggal 31 Agustus 1880 dan meninggal pada tanggal 28 November 1962 dalam usia 82 tahun.

Potret Ratu Wilhelmina tahun 1909 Pada tanggal 23 November 1890 (setelah ayahnya Raja William III wafat) Wilhelmina diangkat jadi Ratu dalam usia 10 tahun dan memimpin Belanda selama 57 tahun 286 hari, hingga pada tanggal 4 September 1948, Wilhelmina menyerahkan tampuk kekuasaan kepada anaknya Ratu Juliana.

Pintu gerbang dalam rangka memperingati HUT Ratu Belanda yang ke 47 yang bertuliskan : Lang Leve de Koningin yang berarti Semoga Ratu Panjang Umur

Pawai Akbar dalam rangka memeriahkan HUT Ratu Wilhelmina yang ke 47 pada tahun 1927.

Pelepasan peserta pawai akbar oleh pemerintah Hindia Belanda

Pameran Pembangunan dalam rangka memeriahkan HUT Ratu Wilhelmina yang ke 47 pada tahun 1927.

Komplek pekuburan Belanda (Kerkhof), sekarang lokasi ini menjadi taman Air Mancur. Disekitar lokasi ini juga pernah dijadikan Terminal Bus antar kota hingga tahun 1970an.

Salah satu kuburan petinggi Belanda

Deretan pohon jati menghiasi kiri-kanan jalan sehingga orang Belanda menyebutnya dengan DJATI LAAN yang berarti Jalan Jati. Dalam perkembangannya, pohon-pohon jati ini kemudian ditebang untuk keperluan pemerintah kolonial dan diganti dengan pohon mahoni (orang Barabai menyebutnya pohon kenari). Diduga kuat lokasi ini sekarang bernama jalan Perwira Dipotret dari (sekarang) samping rumah dinas Bupati ke arah Balai Rakyat.

Pada tahun 1926 bertepatan dengan hari ulang tahun ratu Belanda yang ke 47, Belanda membentuk sebuah club tennis dengan nama BARABAI TENNIS CLUB atau disingkat dengan B.T.C yang beranggotakan orang-orang Eropa dan pribumi. Lapangan tennis ini terletak di belakang rumah dinas kediaman Bupati (Bungur) dan hingga sekarang masih dipakai.

Suasana pasar Pantai Hambawang di jaman Kolonial Belanda, terlihat banyak perahu (jukung) yang bertambat di tepi sungai, hal ini wajar karena perahu merupakan alat transportasi utama di kala itu. Pasar ini sekarang sudah tidak ada lagi alias dipindah, sebagai gantinya di tempat ini sekarang dibangun terminal transit bus antar provinsi.

Banjir besar yang melanda kota Barabai sebelum tahun1925. Hal ini bukan di sebabkan oleh Penambangan Batu Bara dan Pembabatan Hutan melainkan karena faktor alam semata yakni curah hujan yang tinggi. Sulit dibayangkan apa yang akan tetjadi kalau penambangan batu bara dilegalkan. Di potret dari(sekarang) bundaran ke arah Kemasan.

Suasana keramaian pusat kota Barabai (sebelum tahun1925) Hotel Merdeka belum dibangun. Dipotret dari (sekarang) depan warung mie ke arah Toko Tujuh.

Anda mungkin juga menyukai