Anda di halaman 1dari 36

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Hormon Insulin 1.

1 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Hormon Insulin Insulin menurunkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta meningkatkan anabolisme molekul nutrien kecil ini. Efek pada karbohidrat Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat sebagai berikut. 1. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot yang aktif, dan hati. 2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun di hati. 3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. 4. Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Dengan demikian, insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel, sementara secara simultan menghambat dua mekanisme yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru ke dalam darah. Insulin adalah satu-satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah. Efek pada lemak Insulin mempunyai banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan medorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut : 1. Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida 2. Insulin mengaktifkan enzim enzim yang mengkatalisai pembentukan asam lemak dari turunan glukosa 3. Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa 4. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah. Efek pada protein Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut : 1. Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel. 2. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel. 3. Insulin menghambat penguraian protein. Akibat efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal. (sherwood, Laurelee.2001.fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2.jakarta.EGC) Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi pelepasan insulin FAKTOR YANG SEKRESI INSULIN Peningkatan glukosa darah MENINGKATKAN FAKTOR YANG MENURUNKAN SEKRESI INSULIN Penurunan kadar glukosa darah

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

Peningkatan asam lemak bebas Peningkatan asam amino Hormon gastrointestinal kolesistokinin, sekretin, gastric product (GIP) Hormon kortisol glukagon, hormon (gastrin, inhibitory

Keadaan puasa Somatostatin Aktivitas alfa adrenergik

pertumbuhan,

Leptin

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta adrenergik Keadaan resistensi insulin: obesitas Obat-obatan: sulfonilurea

1.2 Memahami dan Menjelaskan Biokimia Hormon Insulin Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum endoplasma reaksi enzim peptidase satu rantai (24 asam amino) dihilangkan proinsulin aktivitas enzim prohormon convertase 1 dan 2bagian tengah yaitu rantai C (33 asam amino) dihilangkan konversi proinsulin menjadi insulin struktur akhir dengan 2 rantai (Adan B) dan C-peptide dengan proteolytic cleavage pada dua sisi sepanjang rantai peptide

Gambar 5. Sintesis insulin Struktur Primer rantai insulin : 1. Rantai A (21 residu asam amino): 2. Rantai B (30 residu asam amino): Struktur Sekunder rantai insulin : 1. Rantai A tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag - helix (A2 Ile - A8 Thr dan A13 Leu - A19 Tyr) 2. Rantai B mengandung bag - helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys) dan residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan membentuk huruf V Struktur tersier

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

Struktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada struktur insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).

Gambar 6. Skema sintesis protein

Mekanisme Sintesis Insulin

Gambar 7. Mekanisme dasar stimulasi glukosa dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas, GLUT, transporter glukosa Skema 1. Mekanisme Pengikatan Insulin ke reseptor Jaringan Insulin berikatan dengan subunit-alfa dari reseptor insulin Mengaktivasi aktivitas kinase di subunit-beta Terjadi pergerakan aliran fosforilasi menuju protein target Aktivasi signaling pathway Mitogenic pathway Metabolic pathway

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

Memediasi efek pertumbuhan

Aktivasi phosphatidylinositol-3-kinase (PI-3K) pathway

Translokasi GLUT-4 dari dalam sel ke membrane sel

Glukosa masuk ke dalam sel melalui GLUT-4

Gambar 8. Mekanisme pengikatan insulin ke reseptor jaringan LO 2. Memahami dan Menjelaskan Diabetus Melitus 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Diabetus Melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresiinsulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Diabetus Melitus Diabetes Tipe 1 Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan,mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin. Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

1. Kerentanan genetik Berkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC) kelas II DR dan DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik. 2. Lingkungan a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4 b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan menyebabkan timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3 bulan) sehingga asupan ASI kurang Diabetes tipe 2 Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwamekanisme autoimun berperan. Beberapa faktor resiko pemicu DM 2: 1. Riwayat keluarga Resiko jadi 40% bila ada 2. Overweight ( BMI 25 kg/m2) Resiko jadi 4.5% 3. Kebiasaan kurang beraktifitas fisik Bila berakifitas minimal 30 menit/3-4x seminggu menurunkan resiko 42% 4. Ras dan etnik 5. IFG atau IGT sebelumnya 6. Hipertensi ( 140/90 mmHg pada orang dewasa) Resiko 20% bila ada 7. HDL 35 mg/dl dan/atau trigliserid 250 mg/dl 8. Riwayat GDM atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 lb 2-5% ibu hamil rentan berkembang jadi diabetes. 40% diantaranya jadi DM beberapa tahun setelahnya 9. Perokok Resiko 44% DM type 2 10. Faktor tambahan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) Certain medications such as steroid Indicators of insulin resistance, such as acanthosis nigricans, a brown to black hyperpigmentation of the skin History of cardiovascular disease or metabolic syndrome Certain autoimmune diseases 2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Diabetus Melitus Tabel 2. Klasifikasi diabetus melitus

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

1) Diabetes tipe 1: dikarakteristikan dengan defisiensi absolut dari insulin yang disebabkan oleh destruksi pancreatic sel beta 2) Diabetes tipe 2: disebabkan oleh kombinasi dari resistensi peripher terhadap aksi insulin dan respon sekresi yang inadequat terhadap pancreatic sel beta 3) Tipe DM spesifik lainnya : a) Defek genetik fungsi sel beta yang ditandai dengan mutasi di : - Hepatocyte nuclear transcription faktor (HNF) - Glukokinase - Hepatocyte nuclear transkription faktor 1 alfa - Insulin promotor factor b) Defek genetik pada kerja insulin - Resistensi insulin - Mutasi gen c) Penyakit pada pancreas eksokrin : pancreatitis, pancreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik, & hemakromatosis. d) Endokrinopaty : sindroma cushing, akromegali, feokromositoma, hipertiroidisme, & glukogonoma. e) Obat atau bahan kimia :glukokortikoid,tiazoid. f) Infeksi : rubella kongenital,stromagolovirus,coxackievirus. g) Sebab imunologi yang jarang h) Sindroma genetik lainnya berkaitan dengan DM : sindrome down,sindrom klinefelter. 4) Diabetes melitus gestasional Gestasional Diabetes pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinanyang dialami oleh si Ibu: 1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil 2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke: a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan. b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil. c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer. 3. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetus Melitus Diabetes tipe 1 1. Autoimunitas Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta Infiltrat peradangan limfosit Terdiri atas limfosit TCD8 dengan limfosit T CD 4 dan makrofag dalam jumlah bervariasi. Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula sitotoksik Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejala klinis diabetes. Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa. Diabetes tipe 2 1. Resistensi insulin Resistensi insulin adalah gangguan pada kerja insulin, sehingga meskipun kadar insulin dalam darah normal, namun tidak memicu sinyal pada organ yang sensitif terhadap insulin untuk mengaborbsi glukosa. Kompensasi pankreas pada keadaan ini adalah mensekresi insulin lebih banyak lagi hingga kapasitasnya dilampaui oleh peningkatan kebutuhan metabolik, akibatnya sekresi insulin menjadi tidak adekuat. Akibatnya terjadi hiperinsulinemia yang bertujuan untuk mempertahankan agar glukosa darah tetap normal. Asam lemak bebas (FFA) yang dilepaskan dari jaringan lemak akan disimpan di dalam hati. Selanjutnya terjadi proses glukoneogenesis yang mengakibatkan peningkatan produksi glukosa dan trigliserida, dan peningkatan sekresi VLDL di hati. Akibatnya terjadi lipid/lipoprotein yang abnormal, yaitu peningkatan small LDL dan penurunan HDL. FFA juga menghambat ambilan glukosa di dalam otot (insulin mediated glucose uptake), sehingga menurunkan sensitivitas insulin di dalam otot. Tabel 3. Abnormalitas dan makna klinis pada DM ABNORMALITAS MAKNA KLINIS

Penurunan pelepasan dan responsivitas terhadap nitrit oksida Peningkatan ekspresi adhesi-molekular

Gangguan fungsi dan reaktivitas endotel

Peningkatan adhesi monosit ke dinding pembuluh darah Pembentukan inflamasi Trombosis Penurunan pemecahan bekuan darah sel busa, trombosis dan

Peningkatan adhesi trombosit dan monosit

Peningkatan aktivitas prokoagulasi Penurunan aktivitas fibrinolisis

Lingkungan

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

1. Obesitas; asam lemak dalam darah dan intrasel meningkat sehingga mempengaruhi fungsi insulin dan pengeluaran sitokin yang diaktifkan thiazolidinedion sehingga menyebabkan resistensi insulin. Abdominal fat lebih aktif secara lipolitik daripada lemak subkutan, mungkin karena memiliki reseptor adrenergic yang lebih banyak. Penyimpanan adipose abdominal lebih resisten terhadap efek antilipolitik insulin Disfungsi dari sel beta - Manifestasi : sekresi insulin tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. - Kualitatif : hilangnya pola sekresi insulin - Kuantitatif : menurunnya massa sel beta, degenarasi pulau langerhans, pengendapan amiloid dalam pulau langerhans. - Mekanisme kegagalan sel beta pada diabetes tipe 2 adanya pengendapan amiloid. - 90% pasien DM tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada saat autopsi - Amilin merupakan komponen amiloid yang mengendap,secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai repon terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal diabetes tipe 2,menyebabkan meningkatnya produksi amilin sehingga mengendap sebagai amiloid di islet,sehingga amilin yang mengelilingi sel beta mungkin sel beta menjadi refraktor dalam menerima sinyal glukosa. Aimiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga berperan dalam kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus diaberes tipe 2 tahap lanjut.

Diabetes sekunder Tipe ini disebabkan oleh karena penyakit lain atau penggunaan obat-obatan yang menyebabkan destruksi pancreatic beta cells atau peripheral insulin resistance.Penyebab diabetes sekunder antara lain Penyakit pankreas yang menyebabkan rusaknya sel beta (eg, hemochromatosis, pancreatitis, cystic fibrosis, pancreatic cancer) Syndrom hormonal yang memicu penurunan secretion sel beta (eg, pheochromocytoma) Syndrom hormonal yang memicu peripheral insulin resistance (eg, acromegaly, Cushing syndrome, pheochromocytoma) Obat-obatan (eg, phenytoin, glucocorticoids, estrogens)

Diabetes tipe gestasional Skema 2. Patogenesis diabetes tipe gestasional

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Diabetus Melitus Gejala Khas/klasik Polidipsia Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel, menyebabkan dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus Poliuria Akibat polidipsi Polifagia Kurang efisiennya penggunaan glukosa untuk sumber energi yang menyebabkan timbulnya rasa lapar Penurunan BB tanpa penyebab yang jelas Akibat penurunan metabolisme glukosa dan pembuangan glukosa di urin sehingga menyebabkan penggunaan sumber energi lain (eg: lemak,protein) untuk kebutuhan tubuh Gejala tidak khas 1. Lemas 2. Kesemutan 3. Luka sukar sembuh 4. Gatal 5. Penglihatan kabur 6. Disfungsi ereksi 7. Pruritus vulva 2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Diabetus Melitus Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi . Gambar 9. Pemeriksaan ABI (ankle brachial index)

PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan PArm adalah nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari o Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsasi harus diraba Hal ini sangat penting pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena tungkai yang jelek aliran darahnya dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko amputasi. RIZKIE ARIANTI PUTRI NOOR 110.2010.254

Pemeriksaan ekstremitas bawah neuropati sensorik berguna pada pasien dengan ulkus pada kaki karena adanya penurunan sensasi yang membatasi kemampuan pasien untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Hal ini dapat dinilai dengan monofilamen Weinstein Semmes atau dengan pemeriksaan refleks, posisi, dan / atau sensasi getaran. Jika neuropathy perifer ditemukan, pasien harus dibuat sadar bahwa perawatan kaki (temasuk pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah ulkus kaki dan menghindari amputasi tungkai bawah. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain PemeriksaanPenunjang TTGO Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya. TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal. Prosedur Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994): Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan harus istirahat dan tidak merokok Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT). 1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). 2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL. Tabel 4.Nilai hasil pemeriksaan gula darah

Kadar glukosa darah Plasma vena sewaktu Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler

Bukan DM <110 <90 <110 <90

Belum pasti DM 110-199 90-199 110-125 90-109

DM 200 200 126 110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl Interpretasi Toleransi glukosa normal Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria. Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 30.6 mg/dl (1.1 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 19.8 mg/dl (0.6 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L). Toleransi glukosa melemah Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa. Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L). Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat. Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai. Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes. Penyimpanan glukosa yang lambat Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal. Toleransi glukosa meningkat Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine. Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium Penggunaan obat-obatan tertentu Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah. Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses penuaan.

Glukosa tes toleransi dapat menyebabkan salah diagnosis sebagai berikut: Respon normal: Seseorang dikatakan memiliki respon normal ketika tingkat glukosa 2 jam kurang dari 140 mg / dl, dan semua nilai antara 0 dan 2 jam kurang dari 200 mg / dl. b. Gangguan toleransi glukosa: Seseorang dikatakan memiliki toleransi glukosa terganggu ketika glukosa plasma puasa kurang dari 126 mg / dl dan kadar glukosa 2 jam adalah antara 140 dan 199 mg / dl. c. Diabetes: Seseorang memiliki diabetes ketika dua tes diagnostik dilakukan pada hari yang berbeda menunjukkan bahwa tingkat glukosa darah tinggi. d. Gestational diabetes: Seorang wanita memiliki gestational diabetes ketika dia mempunyai dua dari berikut: a OGTT 100g, glukosa plasma puasa lebih dari 95 mg / dl, 1 jam glukosa tingkat lebih dari 180 mg / dl, 2 - jam glukosa tingkat lebih dari 155 mg / dl, atau 3-jam kadar glukosa lebih dari 140 mg / dl.
a.

Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO). Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi Cpeptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas. Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP. Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase. Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin. Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri. Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu. Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi. Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC. Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L. Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak

terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis. a. Pemeriksaan Mikroalbuminuria Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun. b. Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21 c. Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM. Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.

Reduksi Urine Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat darihasil pemeriksaan reduksi urine adalah 5 Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan diagnosis Nilai (+) sampai (++++) Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan lainny Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300 mg% Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg% Reduksi (++++) kemungkinan KGD: 400 mg% Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

Bagan 1. Langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa 2.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Diabetus Melitus DM 1 vs DM 2 o Tingkat C-peptida puasa lebih dari 1 ng / dL pada pasien yang telah menderita diabetes selama lebih dari 1-2 tahun adalah sugestif dari diabetes tipe 2 (yaitu, residu beta-fungsi sel). Merangsang C-peptida konsentrasi (setelah tantangan makan standar seperti Sustacal atau setelah glukagon) agak dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan dari diabetes mellitus tipe 2. Tidak adanya respon C-peptida untuk konsumsi karbohidrat dapat mengindikasikan kekeurangan jumlah sel-beta o Autoantibodi dapat berguna dalam membedakan antara tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Islet-cell (IA2), anti-GAD65, dan anti-insulin autoantibodi dapat hadir pada awal diabetes tipe 1, namun tidak dalam tipe 2 penyakit. Insulin Resistance Esistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap

insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya. Hiperglikemi reaktif Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985). Glucose intolerance Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan denganpemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosisintoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini : Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat diabetes melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG) kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL. Sedangkan gula darah 2 jam setelah makan normal.

2.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetus Melitus Pilar Penatalaksanaan DM Edukasi Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat Dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien

Terapi Nutrisi Medis Makronutrien Karbohidrat Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada penderita diabetes tidak boleh melebihi 45-60 % dari total kebutuhan energy perhari Rekomendasi pemberian karbohidrat : 1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri. 2. Jika ditamah dengan MUFA ( monounsaturated fatty acid ) sebagai sumber energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70 % dari total kebutuhan kalori per hari. 3. Jumlah serat 25-50 gram per hari 4. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidakperlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari. 5. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa. 6. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebh dari 10 gram per hari 7. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram per hari Protein Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-35 % dari total kalori per hari. Protein mengandung energy sekitar 4 kilokalori per gram. Rekomendasi pemberian protein adalah : 1. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah. 2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan per hari 3. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan daripada dari protein hewani. Lemak Jumlah kebutuhan lemak yang direkomendasikan sekitar 20-35 % dari total kalori per hari.lemak mengandung energy sekitar 9 kilokalori per gram. Rekomendasi pemberian lemak : 1. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari. 2. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100mg/dl,maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari. 3. Batasi asupan lemak jenis trans 4. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kenutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 5. Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 % dari asupan kalori per hari dan asupan lemak jenuh maksimal 10 % dari total kebutuhan kalori per hari.

10

Mikronutirient Mineral dan vitamin juga harus seimbang dan diatur sehingga dapat memenuhi kebutuhan penderita diabetes per hari. Contoh penghitungan kalori : Pasien seorang laki-laki berumur 39 tahun, mempunyai tinggi 160 cm, dan berat badan 63 kg serta bekerja sebagai penjaga took. Maka kebutuhan kalori per hari yang dibutuhkannya adalah 1. Tentukan BBI BBI = ( TB cm - 100)kg 10 % = ( 160 cm - 100 ) kg 10 % = 60 kg 6 kg = 54 kg 2. Tentukan status gizi Status gizi = ( BB Aktual : BBI ) x 100 % = ( 63 kg : 54 kg ) x 100 % = 116 % ( termasuk overweight ) 3. Tentukan jumlah kebutuhan kalori per hari - Kebutuhan kalori basal = BBI x 30 kalori = 54 x 30 = 1620 kalori - Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20 % 20 % x 1620 kalori = 324 kalori - Koreksi karena overweight dikurangi 10 % 10 % x 1620 kalori = 162 kalori Jadi total kalori perhari untuk penderita = 1620 + 324 162 = 1782 ( dibulatkan menjadi 1700) 4. Tentukan distribusi makanan Karbohidrat 60 % 60 % x 1700 kalori = 1020 kalori setara dengan 255 gram Protein 20 % 20 % x 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 85 gram Lemak 20 % 20 % 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 37,7 gram

5. Jadwal ( distribusikan dalam 5-6 kali pemberian , 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan ) Jam 06.00-07.00 makan pagi ( 25 % ) Jam 09.00-10.00 makan selingan ( < 10 % ) Jam 12.00-13.00 makan siang ( 30 % ) Jam 15.00-16.00 makan selingan ( < 10 % ) Jam 18.00-19.00 makan malam ( 25 % ) Jam 20.00-21.00 makan selingan Latihan Jasmani

ADA merekomendasikan 150 menit/minggu untuk melakukan aerobic physical activity ( dibagi menjadi 3 hari ). Prinsip latihan bagi penderita diabetes adalah : 1) Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu 2) Intensitas : ringan dan sedang 3) Durasi : 30-60 menit 4) Jenis : latihan jasmani endurance ( aerobic ) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda

11

Intervensi Farmakologi Obat hipoglikemik oral (OHO) a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion c) Penghambat glukoneogenesis (metformin) d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. e) DPP-IV inhibitor

Tabel 5. Perbandingan obat OHO

1. PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: A. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). B. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. C. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-blocker.

12

Tabel 6. Penggolongan obat hipoglikemik oral Golongan Sulfonilurea Contoh Senyawa Gliburida/Glibenklamida Glipizida Glikazida Glimepirida Glikuidon Repaglinide Nateglinide Metformin Mekanisme Kerja Merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, sehingga hanyaefektif pada penderita diabetes yangsel-sel pankreasnya masihberfungsi dengan baik Merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas Meningkatkan kecepatan sintesisinsulin oleh pankreas Bekerja langsung pada hati (hepar),menurunkan produksi glukosa hati.Tidak merangsang sekresi insulinoleh kelenjar pankreas Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin. Berikatan denganPPAR (peroxisome proliferatoractivated receptorgamma) di otot,jaringan lemak, dan hati untukmenurunkan resistensi insulin Menghambat kerja enzimenzimpencenaan yang mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorpsi glukosa kedalam darah

Meglitinida Turunanfenilalanin Biguanida

Tiazolidindion

Rosiglitazone Troglitazone Pioglitazone

Inhibitor -glukosidase

Acarbose Miglitol

13

TABEL 7. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN SULFONILUREA Obat Hipoglikemik Oral Gliburida (Glibenklamida) Contoh Sediaan: Glibenclamide (generik) Abenon (Heroic) Clamega (Emba Megafarma) Condiabet (Armoxindo) Daonil (Aventis) Diacella (Rocella) Euglucon (Boehringer Mannheim, Phapros) Fimediab (First Medipharma) Glidanil (Mersi) Gluconic (Nicholas) Glimel (Merck) Hisacha (Yekatria Farma) Latibet (Ifars) Libronil (Hexpharm Jaya) Prodiabet (Bernofarm) Prodiamel (Corsa) Renabetic (Fahrenheit) Semi Euglucon (Phapros, Boeh. Mannheim) Tiabet (Tunggal IA) Glipizida Contoh Sediaan: Aldiab (Merck) Glucotrol (Pfizer) Glyzid (Sunthi Sepuri) Minidiab (Kalbe Farma) Glucotrol Keterangan Memiliki efek hipoglikemik yang potensehingga pasien perlu diingatkan untukmelakukan jadwal makan yang ketat.Gliburida dimetabolisme dalam hati, hanya25% metabolit diekskresi melalui ginjal,sebagian besar diekskresi melalui empedudan dikeluarkan bersama tinja. Gliburidaefektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.Diperkirakan mempunyai efek terhadapagregasi trombosit. Dalam batas-batastertentu masih dapat diberikan padabeberapa pasien dengan kelainan fungsi hati dan ginjal.

Glikazida Contoh Sediaan: Diamicron (Darya Varia) Glibet (Dankos) Glicab (Tempo Scan Pacific) Glidabet (Kalbe Farma) Glikatab (Rocella Lab) Glucodex (Dexa Medica) Glumeco (Mecosin) Gored (Bernofarm) Linodiab (Pyridam) Nufamicron (Nufarindo) Pedab (Otto) Tiaglip (Tunggal IA) Xepabet (Metiska Farma) Zibet (Meprofarm) Zumadiac (Prima Hexal)

Mempunyai masa kerja yang lebih lamadibandingkan dengan glibenklamid tetapilebih pendek dari pada klorpropamid.Kekuatan hipoglikemiknya jauh lebih besardibandingkan dengan tolbutamida.Mempunyai efek menekan produksi glukosahati dan meningkatkan jumlah reseptorinsulin. Glipizida diabsorpsi lengkap sesudahpemberian per oral dan dengan cepatdimetabolisme dalam hati menjadi metabolityang tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10%glipizida utuh diekskresikan melalui ginjal Mempunyai efek hipoglikemik sedangsehingga tidak begitu sering menyebabkanefek hipoglikemik. Mempunyai efek antiagregasi trombosit yang lebih poten. Dapatdiberikan pada penderita gangguan fungsihati dan ginjal yang ringan

14

Glimepirida Contoh Sediaan: Amaryl

Glikuidon Contoh Sediaan: Glurenorm (Boehringer Ingelheim)

Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal. Untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan Mempunyai efek hipoglikemik sedang danjarang menimbulkan serangan hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang agak berat

TABEL 8. ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN MEGLITINIDADAN TURUNAN FENILALANIN Obat Hipoglikemik Oral Repaglinida Contoh Sediaan: Prandin/NovoNorm/ GlucoNorm Nordisk) Keterangan Merupakan turunan asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan sampai (Novo sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran cerna Merupakan turunan fenilalanin, cara kerja mirip dengan repaglinida. Diabsorpsi cepat setelah pemberian per oral dan diekskresi terutama melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA)

Nateglinida Contoh Sediaan: Starlix (Novartis Pharma AG)

TABEL 9. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN BIGUANIDA Obat Hipoglikemik Oral Metformin Contoh Sediaan: Metformin (generic) Benoformin (Benofarma) Bestab (Yekatria) Diabex (Combiphar) Eraphage (Guardian) Formell (Alpharma) Glucotika (Ikapharmindo) Glucophage (Merck) Gludepatic (Fahrenheit) Glumin (Dexa Medica) Methpica (Tropica Mas) Neodipar (Aventis) Rodiamet (Rocella) Tudiab (Meprofarm) Zumamet (Prima Hexal) Keterangan Satu-satunya golongan biguanida yangmasih dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral. Bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaikitransport glukosa ke dalam sel-sel otot. Obat ini dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis

15

TABEL 10. ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN TIAZOLIDINDION Obat Hipoglikemik Oral Rosiglitazone Contoh Sediaan: Avandia (GlaxoSmithKline) Keterangan Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia. Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan fungsi hati. Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.

Pioglitazone Contoh Sediaan: Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd)

TABEL 11. ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN INHIBITOR-GLUKOSIDASE Obat Hipoglikemik Oral Acarbose Contoh Sediaan: Glucobay (Bayer) Precose Miglitol Contoh Sediaan: Glycet Keterangan Acarbose dapat diberikan dalam terapikombinasi dengan sulfonilurea, metformin,atau insulin.

Miglitol biasanya diberikan dalam terapikombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea

Terapi Insulin 1. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang Tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Jenis dan lama kerja insulin

16

Tipe - Jenis Insulin Insulin dapat dibedakan atas dasar: 1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan. 2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin. 3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek insulin. Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen : 1. Insulin Eksogen kerja cepat. Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2. Insulin Eksogen kerja sedang. Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)

17

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40

4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam). Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard Cara pemberian insulin Insulin kerja singkat : IV, IM, SC Infus ( AA / Glukosa / elektrolit ) Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin ) Insulin kerja menengah / panjang : Jangan IV karena bahaya emboli. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu : Gula darah < 60 mg % = 0 unit < 200 mg % = 5 8 unit 200 250 mg% = 10 12 unit 250 - 300 mg% = 15 16 unit 300 350 mg% = 20 unit > 350 mg% = 20 24 unit Tabel 12. Jenis kerja insulin Jenis sediaan Kerja cepat Regular solube Bufer Mula kerja Puncak (jam) Masa (jam) 5-8 kerja Kombinasi dengan (jam) Semua jenis 18

Gambar 10. Lokasi penyuntikan insulin

0,1-0,7

1,5-4

(kristal) Lispro Kerja sedang NPH (isophan) Lente Kerja panjang Protamin zinc Ultralente Glargin

Fosfat

0,25

0,5-1,5

2-5 lente

Fosfat Asetat Fosfat asetat -

1-2 1-2 4-6 4-6 2-5

6-12 6-12 14-20 16-18 5-24

18-24 18-24 24-36 20-36 18-24

Regular Senilente Regular

Jenis alat suntik (syringe) insulin 1. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang. 2. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal. 3. Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan. Penyimpanan Insulin Eksogen Bila belum dipakai : Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer. Bila sedang dipakai : Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari. Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya. Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan. Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

Efek samping penggunaan insulin


Hipoglikemia Lipoatrofi Lipohipertrofi Alergi sistemik atau lokal Resistensi insulin Edema insulin Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan

19

akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut. Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung. Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian. Interaksi Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin. Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik. Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor , obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin. Suntik Agonis GLP-1/incretin mimetic Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasanglukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011) Tabel 13. Target pengendalian DM

20

2.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetus Melitus

Bagan 2. Komplikasi DM A. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus Dimana komplikasi akut dari DM dibagi menjadi dua keadaan, yaitu keadaan Diabetic Ketoacidosis (DKA) dan Hyperglikemik hyperosmolar. 1. Diabetic Ketoacidosis (DKA)

21

Klinis: 1. 2. 3. 4. 5.

Riwayat DM sebelumnya Terdapat faktor pencetus yang biasa menyertai Kesadaran menurun Pernapasan cepat dan dalam (kussmaul sign) Tanda-tanda dehidrasi

Faktor Pencetus: 1. Infeksi Kebutuhan insulin mendadak naik pada keadaan infeksi, misalnya ISPA, pneumonia, ISK, abses 2. Pengobatan insulin dihentikan 3. Stress: IMA, stroke 4. Obat-obatan Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin, hidroklotiazid, penghambat beta, penghambat kalsium, dilantin, kortisol (steroid) Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel beta Hyperglikemik menuju glukosuria, berkurangnya volume cairan, dan tachycardia. Hypotensi dapat terjadi karena kekurangan volume cairan dengan kombinasi dengan peripheral vasodilatasi. 2. Hyperglikemik hyperosmolar Gejala dan tandanya polyuria, polidipsi,berat badan turun, dehidrasi perubahan mental Biasanya berusia > 50 tahun Kesadaran Tanda-tanda dehidrasi Hiperglikemia yang tinggi (> 600 mg/dl) Tanpa asidosis pH > 7.3 Ketosis ringan Hiperosmolaritas 3. Hipoglikemia Etiologi 1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan. 2. Berat badan turun 3. Sesudah olahraga 4. Sesudah melahirkan 5. Sembuh dari sakit 6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa Gejala Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang. B. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus Pembagian Komplikasi DM

22

1. Microvascular Penyakit Mata : retinopati (nonproliferatif/proliferatif), edema makula Neuropaty : sensorik dan motorik (mono dan polyneuropati), otonom 2. Macrovascular Penyakit arteri koroner Penyakit periferal vascular Penyakit cerebrovascular 3. Other Gastrointestinal (gastroparesis, diarrhea) Genitourinary (uropathy/disfungsi seksual) Dermatologis Infeksi Katarak Glaukoma 1. Komplikasi ginjal DM Gangguan pembuluh darah kapiler di ginjal (nefropati) Angka kejadian : 20-30 % penderita DM mengalami nefropati dapat menjadi gagal ginjal

SKRINING : Pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya proteinuria dilakukan setiap tahun bila hasil urinalisa tidak didapatkan protein, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan protein urin 24 jam mikroalbuminuria (30 - 300 mg per 24 jam) Pemeriksan kadar kreatinin dan CCT darah kadar kreatinin harus < 2 mg/dl CCT darah <50 mL/menit 2. Neuropathy dan DM A. Neuropati sensorimotor Dialami oleh 30 % penderita DM Keluhan : nyeri kronik kesemutan rasa panas baal (mati rasa) Penyebab : GD yang tidak terkontrol aliran darah menurun B. Neuropati otonom Hipotensi ortostatik : pusing bila berdiri dan berkurang pada posisi tidur Gastroparesis : mual, kembung susah BAB (konstipasi) BAB tidak tertahan Neuropati genitourinaria : 23

BAK tidak tertahan Disfungsi seksual Mudah mengalami infeksi

3.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetus Melitus a. Pencegahan Primer Cara ini adalah cara yang paling sulit karena sasarannya orang sehat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah agar DM tidak terjadi pada orang atau populasi yang rentan (risiko tinggi), yang dilakukan sebelum timbul tanda-tanda klinis dengan cara : Makan seimbang artinya yang dimakan dan yang dikeluarkan seimbang disesuiakan dengan aktifitas fisik dan kondisi tubuh, dengan menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak karena bisa menyebabkan penyusutan konsumsi energi. Mengkonsusmsi makanan dengan kandungan karbohidrat yang berserat tinggi dan bukan olahan. Meningkatkan kegiatan olah raga yang berpengaruh pada sensitifitas insulin dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Kerjasama dan tanggung jawab antara instansi kesehatan, masyarakat, swasta dan pemerintah, untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat b.Pencegahan Sekunder Ditujukan pada pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif, sehingga komplikasi dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan skrining, untuk menemukan penderita sedini mungkin terutama individu/populasi. Kalaupun ada komplikasi masih reversible / kembali seperti semula. Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu DM, bagaimana penatalaksanaan DM, obat-obatan untuk mengontrol glukosa darah, perencanaan makan, dan olah raga. c. Pencegahan Tersier Upaya dilakukan untuk semua penderita DM untuk mencegah komplikasi. Mencegah progresi dari komplikasi supaya tidak terjadi kegagalan organ. Mencegah kecacatan akibat komplikasi yang ditimbulkan. Strategi yang bisa dilakukan untuk pencegahan DM adalah : a. Population/Community Approach (Pendekatan Komunitas) : Mendidik masyarakat menjalankan gaya hidup sehat dengan cara: Mengendalikan berat badan, glukosa darah, lipid, tekanan darah, asam urat. Menghindari gaya hidup berisiko. Kerjasama dengan semua lapisan masyarakat. b. Individual High Risk Approach (Pendekatan Individu) : Umur > 40th Obesitas Hipertensi Riwayat keluarga / keturunan Dislipidemia / timbunan lemak dalam darah yang berlebihan Riwayat melahirkan > 4 kg Riwayat DM pada saat kehamilan

24

2.10

Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetus Melitus

Sekitar 60% pasien DM tipe 1 yang mendapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan meninggal lebih cepat. Pasien diabetes memiliki tantangan seumur hidup untuk mencapai dan menjaga kadar glukosa darah sedekat mungkin ke angka normal. Dengan pengendalian glikemia yang cocok, resiko terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan neuropati menurun secara bermakna. Sebagai tambahan, jika hipertensi dan hiperlipidemia ditangani secara agresif, resiko terjadinya komplikasi makrovaskuler juga menurun secara drastis. Manfaat ini juga diimbangi dengan resiko hipoglikemi dan biaya jangka pendek untuk menyediakan pengobatan berkualitas baik. Penelitian menunjukkan biaya yang dihemat setelah berkurangnya komplikasi akut diabetes selama 1-3 tahun setelah memulai pencegahan efektif. Setiap bertemu dengan dokternya, pasien sebaiknya diberitahukan tentang rencana terapi yang cocok dan memotivasi pasien untuk melakukannya secara ketat. Dokter mesti meyakinkan pasien bahwa penatalaksanaan diabetes mellitus mencakup seluruh pemeriksaan lab yang penting, pemeriksaan neurologik dan tungkai, dan rujukan ke spesialis mata atau orthopedis/podiatris. LO 4. Memahami dan Menjelaskan Makanan Sehat dan Halal Menurut Ajaran Islam Tidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk minu-mannya & sepertiga lagi utk bernafas. (Hadis Riwayat: Ahmad & dishahihkan oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw : makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang. Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban Al Quran, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi seorang muslim untuk memakannya. Islam menghalalkan sesuatu yang baik-baik.

Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk memakannya. Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut. Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :

25

Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu -bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa

Najis (Filth) dalam hal di atas, didefinisikan dalam 3 golongan : 1. pertama, bersih dari sesuatu yang diperuntukkan untuk upacara-upacara/berhala, 2. kedua yang dapat ditoleransi karena sulit untuk menghindarinya seperti darah dari nyamuk, dan insek lainnya, 3. ketiga yang tak dapat ditoleransi seperti minuman yang memabukkan dan beracun serta bangkai.

26

Daftar Pustaka American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full Cormack D.H. Introduction to Histology. Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 1984:299-303 Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik.Cetakan keenambelas . Jakarta : Dian Rakyat Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan Terapeutik FKUI Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres http://emedicine.medscape.com/article/980685-medication#showall http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=tests-and-diagnosis
th

Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10 edition, Washington, Lange, 2003: 31623 Konsensus DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011 Kumar V,et al. 2008. Patologi Anatomi : Robbins edisi 7 vol 2. Jakarta Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC. Murray,RK et al (2003). Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4. Jakarta : EGC. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001 Snell,RS.(2006).Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.EGC Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.

27

Anda mungkin juga menyukai