Anda di halaman 1dari 2

Fakhrurrazi 1105105010026 Oleoresin dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam produk-produk olahan

daging (misalnya sosis, burger, kornet), ikan dan hasil laut lainnya, roti, kue, puding, sirup,saus dan lain-lain. Penggunaan oleoresin yang makin meluas telah mengakibatkan diproduksinya oleoresin dalam berbagai bentuk olahan yang siap pakai. Produkproduk tersebut antara lain : Dispersed spices, Fat-based spices dan Encapsulated spices. Dispered Spices dibuat dengan mendispersikan oleoresin dalam suatu media pembawa tertentu. Dalam hal ini media pembawa yang sering digunakan yaitu bahan-bahan yang larut dalam air, seperti garam, tepung dan dekstrose. Dispered spices banyak digunakan pada

pembuatan minuman (soft drink ) dan makanan-makanan yang kering, basah ataupun semi padat, misalnya kue-kue, biskuit, sosis dan makanan bayi. Pada fat-based spices oleoresin

didispersikan pada lemak atauminyak (vegetable oil ). Fat-based spices ini sering digunakan pada makanan yang berlemak, seperti salad dressing , saus dan makanan kaleng. Dispered spices dan fat-based spices tidak dapat disimpan lama karena flavornya mudah menguap. Pada encapsulated spices , oleoresin dalam bentuk bubuk (spray dried ) dikapsulkan untuk mengurangi kehilangan flavor, sehingga dapat disimpan lebih lama (Staniforth,1973). Penggunaan oleoresin siap pakai mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan penggunaan rempah-rempah secara tradisional, terutama untuk penggunaannya dalam skala industri. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain; kualitas makanan yang tercampur oleoresin lebih terkontrol, hal ini terjadi karena kandungan kimia yang ada di oleoresin tidak terlalu banyak dibandingkan dengan bahan aslinya. Penggunaan oleoresin lebih ekonomis, karena oleoresin merupakan ekstrak dari rempah-rempah sehingga untuk mendapatkan rasa yang diinginkan akan memerlukan lebih sedikit oleoresin dibandingkan dengan serbuk rempahrempah aslinya (Somaatmadja, 1984). Namun untuk mengekstraksi oleoresin yang digunakan dalam produk pangan harus menggunakan pelarut yang aman dan diizinkan. Aguda (2007) menerangkan, pemilihan pelarut yang diijinkan untuk produk makanan harus merujuk pada pelarut GRAS ( Generally Recognized as Safe) yang tidak mengijinkan penggunaan pelarut berbahaya atau beracun bagi kesehatan. Pelarut pelarut tersebut telah dikumpulkan dan dipublikasikan oleh Food and Drug

Administration (FDA) dan the Flavor and Extract Manufacturing Association (FEMA). Di Indonesia penggunaan minyak atsiri sangat beragam, dapat digunakan melalui berbagai cara yaitu melalui mulut/dikonsumsi langsung berupa makanan dan minuman seperti jamu yang mengandung minyak atsiri, industri roti, industri cokelat dan permen, makanan awetan, es krim, industri soft drink.

Mutma Inna, Novi Atmania, Septika Prismasari dari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia melakukan penelitian tentang Pengembangan permen karet yang mengandung minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum burmanii) sebagai agen antibiofilm oral. Di dalam jurnalnya Potential Use of Cinnamomum burmanii Essential Oil-based Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent mengatakan bahwa Kandungan utama minyak atsiri adalah senyawa sinamaldehida dan eugenol. Kandungan tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri dan antibiofilm. Mekanisme penghambatan bakteri oleh minyak atsiri melibatkan beberapa aksi dan hal ini dimungkinkan karena sifat hidrofobisitasnya. Kandungan minyak atsiri dapat mempengaruhi lapisan lipid bilayer membran sel sehingga menjadikannya lebih permeabel, sehingga menyebabkan kebocoran isi sel vital. Penurunan aktivasi enzim bakteri juga merupakan mekanisme aksi penghambatan bakteri oleh minyak atsiri. Dari hasil penelitin dapat di simpulkan bahwa Minyak atsiri kayu manis (Cinnamomum bur-manii) mengandung zat aktif sinamaldehid dan eugenol yang dapat menghambat biofilm oral secara alami. Adanya sifat antibiofilm ini kemungkinan membuat minyak atsiri kayu manis menjadi zat aktif yang dimasukkan dalam permen karet, sehingga dapat digunakan sebagai bahan antibiofilm. Es krim herbal merupakan es krim yang dibuat dari bahan nabati dan jamu-jamuan yaitu jahe, temulawak, kunyit, dan kencur. Es krim herbal ini menyehatkan karena dalam jahe, temulawak, kunyit, dan kencur mengandung zat aktif minyak atsiri, zingerone, antimikrobia, antioksidan, polifenol, curcumin, shogaol, geraniol, dan alkaloid.

REFERENSI Aguda, R.M., (2007). Modeling the Solubility of Sclareol in Organic Solvent Using Solubility Parameter. North Carolina American Journal of Applied Sciences 6 (7), pp. 1390-1395. Inna,M. Novi A,. Septika P. 2010. Potential Use of Cinnamomum burmanii Essential Oil-based Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent. Fakultas Kedokteran Gigi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Somaatmadja, 1984. Penelitian Dan Pengembangan Kedelai. Pusat Penelitain dan Pengembanagan Tanaman Pangan. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai