Anda di halaman 1dari 4

Badan Pengawas Obat dan Makanan tengah gencar menindak

penyalahgunaan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan.


Padahal selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia berbahaya
lain yang digunakan produsen makanan, seperti zat pewarna merah
Rhodamin B dan Metanil Yellow (pewarna kuning).
Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor (IPB), Eddy Setyo Mudjajanto mengatakan, hasil penelitian
yang dilakukannya menemukan banyak penggunaan zat pewarna Rhodamin B
dan Metanil Yellow pada produk makanan industri rumah tangga.
Rhodamin B sebenarnya adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna
merah pada industri tekstil dan plastik.
Untuk makanan, Rhodamin B dan Metanil Yellow sering dipakai mewarnai
kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni
goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang, dan ikan asap. Makanan
yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa
agak pahit.
Manisan mangga yang ada dipinggir jalan dan tahu kuning sebagian juga
memakai Metanil Yellow, kata Eddy.
Kelebihan dosis Rhodamin B dan Metanil Yellow bisa menyebabkan kanker,
keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus.
Sebenarnya, pewarna merah yang masuk kategori Bahan Tambahan Pangan
(BTP) adalah Ponceau 4 R (70 mg/l untuk minuman ringan) dan merah allura
300 mg/kg untuk makanan. Kedua pewarna ini harganya jauh lebih murah
dibandingkan zat pewarna yang masuk kategori Food Grade (aman
dikonsumsi).
Selain Rhodamin B dan Metanil Yellow, konsumen juga perlu waspada dengan
pemakaian bahan kimia lain. Pasalnya, hasil kajian terhadap penelitian yang
dilakukan di Indonesia, ada beberapa kasus penyalahgunaan bahan kimia
yang dicampurkan dalam bahan makanan.
Bahan kimia yang sering disalahgunakan pemakaiannya adalah asam borat
(borak), asam salisilat (aspirin), Dietilpirokarbonat (DEP), Kalium Bromat,
Kalium Klorat, Brominated Vegetable Oil (BVO), dan Kloramfenikol.
Kasus pemakaian bahan-bahan kimia berbahaya itu pernah ditemukan,
terutama pada produk makanan industri rumah tangga, ujar Eddy.
Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salisilat
pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida melainkan
sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya
keawetan. Biasanya sayuran yang disemprot asam salisilat berpenampilan
sangat mulus, tak ada lubang bekas hama.
Sebagian petani suka mencoba coba menggunakan bahan kimia untuk
mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam
salisilat, kata Eddy.
Asam salisilat disemprotkan pada buah untuk mencegah jamur, sementara
pada sayuran, asam salisilat dingunakan untuk mencegah hama. Sebuah
survei menyebutkan, asam

Page 1 of 4
salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih banyak
dibandingkan sayuran organik.

Asam salisilat terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan


tanaman. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan
hilang meskipun sayur atau buahnya dicuci bersih, kata Eddy.

Kualitas pangan
Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian
IPB Dr Ir Sugiyono M AppSc mengungkapkan, BTP yang sudah dinyatakan
aman dan boleh dikonsumsi masuk dalam kategori Food Grade.
Sugiyono menegaskan, bahan kimia seperti boraks dan formalin tidak
termasuk kategori BTP dan Food Grade. Bahkan, kedua bahan kimia ini sama
sekali terlarang dicampurkan pada makanan.
Menurut Eddy, BTP adalah bahan atau campuran bahan kimia yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan
kedalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan agar
kualitasnya meningkat.
Fungsi BTP antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah
pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia
yang dapat menurunkan mutu pangan, dan membentuk makanan menjadi
lebih baik, renyah, serta lebih enak di mulut.
BTP juga digunakan untuk memberi warna dan aroma agar menarik dan
meningkatkan kualitas pangan. Makanan yang baik dan tak mudah busuk
tentu lebih menghemat biaya produksi, kata Eddy.
Untuk jenis pewarna, yang diizinkan adalah pewarna alami misalnya kunyit
(untuk warna kuning), daun suji (untuk warna hijau), serta pewarna buatan
dalam kategori food grade. Untuk pemanis buatan yang diizinkan antara lain
sakarin, aspartme, dan siklamat.
Sementara zat pengawet yang diizinkan di antaranya benzoat, propionat,
nitrit, nitrat, sorbat, dan sulfit. Satu atau beberapa jenis pengawet tersebut
mungkin efektif untuk jenis makanan tertentu, tetapi belum tentu hal sama
berlaku pada jenis makanan lain.
Produk-produk basah dalam kemasan seperti saus tomat, sambal, kecap,
dan selai buah juga tak lepas dari bahan tambahan pangan. Namun, bahan
tambahan yang digunakan masuk dalam kategori food grade.
Pengawet propionat banyak digunakan pada produk roti, cake dan kue-kue
basah. Adapun sulfit digunakan pada produk manisan buah. Ada juga yang
menambahkan sulfit pada gula merah agar tampak cokelat muda dan keras.
Pengawet nitrat/nitrit biasa ditambahkan pada produk daging misalnya
dendeng, sosis, salami dan kornet, serta agar daging berwarna merah.
Sugiyono menambahkan, tak semua makanan kemasan ditambahkan
pengawet. Produk makanan kemasan diberi pengawet jika tak langsung habis

Page 2 of 4
sekali pakai. Minuman dalam kemasan seperti susu steril tak menggunakan
pengawet karena langsung habis. Agar masa kadaluwarsanya bisa lama,
minuman dalam kemasan semacam itu disterilkan dengan pemanasan. Kalau
minuman tak langsung habis, harus disimpan dalam lemari es.

Produk kering seperti biskuit, susu bubuk, dendeng, dan ikan asin sebenarnya
tak perlu diberi pengawet jika kondisinya cukup kering. Produk steril dalam
kemasan seperti koktail dan ikan dalam kaleng juga tak perlu ditambah
pengawet.

Konsumen sebaiknya teliti dalam membeli makanan, terutama produk industri


rumah tangga. Pasalnya, pengawasan terhadap makanan industri rumah
tangga masih sulit dilakukan.

Bahan tambahan pangan


Setelah digegerkan dengan penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan
pengawet makanan, banyak masyarakat yang mulai ragu-ragu menyantap
makanan basah seperti mie, tahu, ayam, dan bakso.
Masyarakat juga menjadi ragu mengonsumsi saus tomat, sambal botol, dan
jenis makananan dalam kemasan lainnya.
Sebenarnya adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang dimasukkan pada
produk makanan bukan hal baru. Bahkan penggunaan BTP sudah diatur sejak
tahun 1988.
Lewat Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/1988 yang diperkuat
dengan Permenkes 1168/Menkes/1999 antara lain disebutkan bahwa yang
termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan,
antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan
pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk
memantapkan warna dan tekstur makanan).
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB yang mendalami soal bahan
tambahan pangan, pemanis buatan yang diizinkan adalah aspartame,
siklamat, dan sakarin dalam jumlah tertentu.
Adapun penyedap rasa dan aroma yang masih aman adalah vetsin atau
mosodium glutomat (MSG). Namun untuk BTP yang satu ini, ukuran
penggunaanya masih belum diatur dengan jelas.
Meski masih pada batas aman, penggunaan MSG yang berlebihan bisa
mengakibatkan rasa pusing dan sedikit mual. Gejala itu disebut Chinese
Restaurant Syndrome. Sebagai pengganti rasa gurih, menurut Eddy,
sebenarnya Anda cukup menggunakan garam dan rempah-rempah.

Untuk mengentalkan
Ada lagi bahan-bahan yang dipakai untuk mengemulsi, mengentalkan, dan
memantapkan rasa makanan. Eddy mengatakan, bahan-bahan yang masih

Page 3 of 4
aman digunakan untuk itu di antaranya adalah agar, alginat, dekstrin, gelatin,
gum, karagen, pektin, dan gum Arab.
Bahan tambahan pangan lain yang digunakan adalah antikempal. BTP ini
biasanya digunakan pada produk tepung-tepungan seperti gula pasir, terigu,
susu bubuk, dan lain-lain. Tujuannya agar tepung-

tepung tersebut tidak menggumpal. Antikempal yang diizinkan antara lain


aluminium silikat, kalsium slikat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.
Produk tepung-tepungan juga sering memakai bahan pemutih dan pematang.
Bahan tersebut digunakan untuk memutihkan dan mamatangkan tepung guna
memperbaiki kualitas pemanggangan.
Bahan pemutih dan pematang yang diizinkan di antaranya adalah asam
askorbat dan kalium bromat. Menurut Eddy, dibeberapa negara penggunaan
kalium bromat sudah lama dilarang. Namun di Indonesia, bahan tersebut
masih digunakan.
Sumber: KOMPAS, Minggu 15 Januari 2006

PESAN KESELAMATAN:

TELITILAH MEMILIH BAHAN MAKANAN.


HINDARI MAKANAN YANG MENGANDUNG PENGAWET DAN ZAT
PEWARNA.
BACK TO NATURE

Page 4 of 4

Anda mungkin juga menyukai