Anda di halaman 1dari 17

HIDUP SEHAT

hidup sehat adalah pilihan

Posts Tagged zat aditif


MEMINIMALKAN BAHAYA ZAT-ZAT ADITIF
PADA MAKANAN
leave a comment

MEMINIMALKAN BAHAYA ZAT-ZAT ADITIF PADA MAKANAN

Andrie S. Praputranto

Meski tidak semua bahan pengawet berbahaya, orang tua hendaknya tetap berhati-hati. Bahan
pengawet yang dikatakan aman, jika dikonsumsi melebihi dosis maksimum pun tetap berbahaya.

Adakah makanan dalam kemasan yang tanpa bahan pengawet? Rasanya pertanyaan tersebut
terdengar aneh di zaman sekarang ini. Betapa tidak, nyaris setiap hari perut kita tak pernah absen
menerima pasokan makanan berbahan pengawet. Jajanan bocah di warung-warung, juga aneka
camilan dan minuman di supermarket semuanya diduga kuat mengandung bahan makanan
berpengawet.

Bahkan, aneka saus dan selai pun mengandung bahan pengawet. Terlebih sumber makanan
hewani dan nabati yang dikemas dalam kaleng. Dokter kandungan biasanya tidak menganjurkan
ibu hamil mengonsumsi makanan dalam kemasan kaleng ini.

Menurut Dr. Sri Durjati Boedihardjo, ada beberapa alasan mengapa para pembuat makanan
mengawetkan produk mereka. Salah satunya karena daya tahan kebanyakan makanan memang
sangat terbatas dan mudah rusak ( perishable).

Dengan pengawetan, makanan bisa disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan ini jelas-
jelas sangat menguntungkan pedagang.

Alasan lain, beberapa zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan itu sendiri.
Seperti penambahan kalium nitrit agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan
yang menarik biasanya membuat konsumen jatuh hati untuk membelinya.

Menurut pakar gizi dari RS Internasional Bintaro, Banten, secara garis besar zat pengawet
dibedakan menjadi tiga. Ada GRAS (Generally Recognized as Safe ) yang umumnya bersifat
alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Jenis berikut adalah ADI
(*Acceptable Daily Intake*), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (*daily intake*
) guna melindungi kesehatan konsumen. Terakhir adalah zat pengawet yang memang tidak layak
dikonsumsi, alias berbahaya seperti boraks, formalin dan rhodamin B. Formalin, misalnya, bisa
menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan
penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati,
dan kulit.

PENGAWETAN ALAMI

DENGAN GARAM

Salah satu metode pengawetan alami yang sudah dilakukan masyarakat luas selama bertahun-
tahun adalah penggunaan garam atau NaCl. Larutan garam yang masuk ke dalam jaringan
diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga
makanan tersebut jadi lebih awet.

Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibanding dengan
produk segarnya yang hanya bisa bertahan beberapa hari atau jam saja. Contohnya ikan yang
hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan bisa disimpan selama berminggu-minggu. Tentu saja
prosedur pengawetan ini perlu mendapat perhatian karena konsumsi garam secara berlebihan
bisa memicu penyakit darah tinggi. Apalagi jika keluarga si anak memiliki riwayat hipertensi.

DENGAN SUHU RENDAH

Metode lain yang dianggap aman adalah pengawetan dengan menyimpan bahan pangan tersebut
pada suhu rendah. Suhu di bawah nol derajat Celcius mampu memperlambat reaksi metabolisme,
disamping mencegah perkembangbiakan mikroorganisme yang bisa merusak makanan.

Prosedur pengawetan melalui pembekuan ini bisa membuat makanan awet disimpan selama
berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Meski begitu, kualitas makanan yang dibekukan tetap saja
berkurang sedikit dibandingkan makanan segarnya.

Selain itu, pembekuan juga berpengaruh terhadap rasa, tekstur dan warna maupun sifat-sifat lain
dari makanan tersebut.

DENGAN PENGERINGAN

Cara lain yang juga kerap dilakukan untuk mengawetkan makanan adalah pengeringan karena air
bebas merupakan faktor utama penyebab kerusakan makanan. Semakin tinggi kadar air dalam
makanan tertentu, maka semakin cepat proses kerusakannya. Melalui proses ini, air yang
terkandung dalam bahan makanan akan diminimalkan. Dengan begitu, mikroorganisme perusak
makanan tidak bisa berkembang biak.

Seperti halnya makhluk hidup yang kita jumpai sehari-hari, baik jamur, kuman, maupun bakteri
memerlukan air untuk bisa bertahan hidup. Namun agar hasilnya bisa maksimal, proses
pengeringan harus berjalan sempurna. Jika tidak, jamur dan mikroba tetap bisa tumbuh pada
makanan yang berarti tidak aman lagi dikonsumsi.
Lebih lanjut, ahli gizi yang kerap disapa Ndung ini menuturkan, berdasarkan Permenkes
No.722/88 terdapat 25 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Meski
termasuk kategori aman, hendaknya bahan pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di
bawah ambang batas yang telah ditentukan.

BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN

1. asam benzoat,

2. asam propionat,

3. asam sorbat,

4. sulfur dioksida,

5. etil p-hidroksi benzoat,

6. kalium benzoat,

7. kalium sulfit,

8. kalium bisulfit,

9. kalium nitrat,

10. kalium nitrit,

11. kalium propionat,

12. kalium sorbat,

13. kalsium propionat,

14. kalsium sorbat,

15. kalsium benzoat,

16. natrium benzoat,

17. metil-p-hidroksi benzoat,

18. natrium sulfit,

19. natrium bisulfit,

20. natirum metabisulfit,


21. natrium nitrat,

22. natrium nitrit,

23. natrium propionat,

24. nisin, dan

25. propil-p-hidroksi benzoat.

BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN NAMUN KURANG AMAN

Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh
individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan.

Kalsium Benzoat

Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), bakteri
spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan makanan atau
minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat
cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari
buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma dan
bagi orang yang peka terhadap aspirin. Kalsium Benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.

Sulfur Dioksida (SO2)

Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup
dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan
perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.

Kalium nitrit

Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering
digunakan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak
selalu segar, semisal daging kornet.

Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1% atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk
nitrat 0,2% atau 2 gram/kg bahan. Bila lebih dari jumlah tersebut bisa menyebabkan keracunan,
selain dapat mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh,
menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.

Kalsium Propionat/Natrium Propionat

Keduanya yang termasuk dalam golongan asam propionat sering digunakan untuk mencegah
tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan
tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2
gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau
3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren,
kelelahan, dan kesulitan tidur.

Natrium Metasulfat

Sama dengan Kalsium dan Natrium Propionat, Natrium Metasulfat juga sering digunakan pada
produk roti dan tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit.

Asam Sorbat

Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, buah dan produk minuman kerap
ditambahkan asam sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat
perlukaan di kulit. Batas maksimum penggunaan asam sorbat (mg/l) dalam makanan berturut-
turut adalah sari buah 400; sari buah pekat 2100; squash 800; sirup 800; minuman bersoda 400.

BAHAN PENGAWET YANG TIDAK AMAN

Natamysin

Bahan yang kerap digunakan pada produk daging dan keju ini, bisa menyebabkan mual, muntah,
tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit.

Kalium Asetat

Makanan yang asam umumnya ditambahi bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini
diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.

Butil Hidroksi Anisol (BHA)*

Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, *shortening*, keripik kentang,
pizza, dan teh instan. Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan penyakit hati dan
memicu kanker.

PERHATIKAN JUGA BAHAYA LAIN

Orang tua sebaiknya menganggap zat pewarna, zat pengawet, dan penyedap rasa saja yang
membahayakan. Soalnya, tindakan yang dilakukan terhadap makanan juga bisa membahayakan.
Orang yang membakar makanan sampai gosong, misalnya, menganggap tidak ada masalah.
Padahal, makanan yang gosong tersebut bisa memicu kanker, ungkapnya.

Botol plastik minuman air dalam kemasan yang dipakai ulang secara terus-menerus juga tidaklah
aman. Sebab bahan plastik botol yang terbuat *polyethyleneterephthalate *tersebut mengandung
zat-zat karsinogen yang memicu timbulnya kanker. Kebiasaan memakai ulang dapat membuat
lapisan plastik rusak dan zat karsinogennya melarut dalam air minum. Akibatnya, risiko terkena
kanker pun semakin besar. Itulah sebabnya, konsumen hendaknya betul-betul mematuhi instruksi
yang tertera pada botol tersebut. Jika memang botol tersebut untuk sekali pakai, ya jangan
dipakai berulang-ulang dong, katanya.

Selain itu zat pemicu kanker juga ditemukan pada makanan-makanan dengan pengolahan yang
tidak tepat. Contohnya, pemanasan dengan suhu tinggi dalam jangka waktu lama bisa
menghasilkan senyawa yang disebut *trans-fatty acid*(TFA). Cara menggoreng dengan
menggunakan minyak goreng yang sama secara berulang kali pun, tutur Ndung, bisa
menimbulkan radikal bebas dalam tubuh.

Jangan abaikan pula penggunaan pemanis buatan seperti siklamat dan sakarin.Walaupun
pemakaiannya diizinkan, FDA (*Food and Drug Association*) tetap memberikan batasan-
batasan. Untuk siklamat, penggunaan maksimalnya adalah 11mg/kg berat badan/hari, sedangkan
sakarin 5 mg/kg berat badan/hari. Jika dikonsumsi secara berlebihan, kedua senyawa ini bisa
memicu kanker kandung kemih.

TIPS AMAN MEMILIH MAKANAN:

Apakah makanan yang dikonsumsi aman? Ndung memberikan sejumlah tip untuk menjadi acuan
buat orang tua:

Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna
aslinya. Snack, kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan
telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman. Demikian juga dengan warna daging sapi
olahan yang warnanya tetap merah, sama dengan daging segarnya.
Jangan lupa cicipi juga rasanya. Biasanya lidah kita juga cukup jeli membedakan mana
makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa
tajam, semisal sangat gurih dan membuat lidah bergetar.
Perhatikan juga kualitas makanan tersebut, apakah masih segar, atau malah sudah
berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan
proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kedaluwarsa.
Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik pertanda makanan tersebut sudah rusak atau
terkontaminasi oleh mikroorganisme.
Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan
tambahan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan.
Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat
yang lainnya. Bisa saja pada anak tertentu bahan pengawet ini menimbulkan reaksi alergi.
Tentu saja reaksi semacam ini tidak akan muncul jika konsumennya tidak memiliki
riwayat alergi. Ndung menyontohkan pengawet Kalsium Benzoat pada produk minuman
ringan yang amat digandrungi anak-anak. Bagi anak-anak yang sehat mungkin tidak
berdampak apa-apa, tapi bagi anak-anak yang mengidap asma, kandungan bahan
pengawet ini bisa membuat asmanya kambuh.
Kalaupun hendak membeli makanan impor, usahakan produknya telah terdaftar di Badan
POM (Pengawas Obat dan Makanan) yang bisa dicermati dalam label yang tertera di
kemasannya.
*Sumber : Tabloid Nakita*

Written by informasisehat

21/05/2009 at 11:56 pm

Posted in zat aditif makanan

Tagged with zat aditif

Bahaya Zat Aditif


with one comment

Zat aditif adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan atau pun minuman yang bertujuan
memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya makanan atau pun minuman tersebut dapat
bertahan lama. Zat aditif ini sama sekali tidak mengandung nilai gizi kepada yang
mengkonsumsinya. Dalam jumlah yang tidak terlalu berlebihan zat aditif ini tidak berbahaya,
akan tetapi jikalau telah melebihi dari standar yang normal maka sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Misalnya dalam jangka panjang akan menyebabkan kanker, gangguan fungsi
ginjal, hati, menurunnya fungsi otak yang berakibat makin melemahnya daya ingat seseorang,
dan efek-efek negatif lain yang dapat mengganggu kesehatan. Beberapa contoh zat aditif adalah
MSG ( Monosodium Glutamate ) yang bertujuan untuk memberi rasa terhadap makanan,
Rodamin-B yang berfungsi untuk memberikan warna yang menarik pada kecap, Formalin yang
diberikan agar makanan menjadi tahan lama, dan masih banyak lagi zat-zat aditif lainnya.
Khusus Rodamin-B, zat pewarna ini biasanya untuk keperluan tekstil/ batik agar lebih menarik
warnanya namun pada kenyataanya beberapa produsen kecap dan pembuat terasi juga
memanfaatkan zat ini. Begitu pula dengan Formalin yang biasanya dipergunakan untuk
mengawetkan mayat, ternyata juga dipakai untuk mengawetkan tahu, bakso, ikan basah dan
kering, dan makanan lainnya yang belum sempat diperiksa oleh Balai POM ( Pengawasan Obat
dan Makanan ) Depkes RI Rodamin-B dan Formalin sedikit pun tidak boleh ada dalam makanan
atau pun minuman.
Perilaku materialistik dari beberapa produsen makanan dan minuman yang tidak memperhatikan
aturan yang ada dan hanya mengejar keuntungan, tentunya sangat merugikan masyarakat
utamanya yang belum tahu akan dampak terhadap kesehatan dari penggunaan zat aditif ini.
Ditambah lagi penerapan aturan yang belum tegas terhadap produsen pengguna zat aditif yang
berlebihan dan yang dilarang. Kondisi seperti ini membuat tidak jera dari pengguna zat
berbahaya ini. Sehingga dimana-mana dapat kita temukan makanan dan minuman yang diperjual
belikan tidak memperhatikan Hygiene dan Sanitasi Makanan.

Anak-anak kita yang menjadi generasi penerus untuk masa-masa yang akan datang, jikalau
mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung zat aditif seperti ini maka dapat kita
bayangkan akan bermunculan generasi yang tidak berkualitas. Generasi penyakitan yang
nantinya tidak dapat diandalkan sebagai pelaku-pelaku pembangun bangsa dan negara ini.
Dimana-mana dapat kita temui penjual makanan dan minuman untuk anak-anak sekolah yang
sama sekali jauh dari kabersihan. Penampilan dari makanan dan minuman itu sendiri begitu
mencolok sehingga menarik bagi anak-anak untuk membelinya, justru inilah yang perlu
diwaspadai jangan sampai terlalu banyak zat pewarna dan zat pemanis yang dipergunakan.
Seperti penjual es warna, minuman berwarna yang dikemas dalam botol aqua kecil yang tidak
terdaftar di Balai POM Depkes RI, dan yang lainnya. Sudah banyak informasi, baik cetak mau
pun elektronik bahwa di beberapa sekolah beberapa anak sering keracuna makanan mau pun
minuman di sekolahnya. Yang direpotkan tentunya kembali kepada pihak sekolah dan orang tua
anak-anak tersebut.
Jadi sekolah sebagai lembaga yang sangat dekat dengan anak-anak sekolah haruslah mengetahui
apa itu zat aditif dan melarang anak-anak untuk berbelanja makanan dan minuman yang tidak
menggunakan prinsip Hygiene dan Sanitasi makanan serta makanan-makanan kemasan yang
tidak terdaftar di Balai POM Depkes RI. Untuk keperluan jajanan anak-anak, akan lebih baik jika
pihak sekolah sendiri yang mengelolanya. Peran orang tua juga sangat penting dalam
memberikan informasi dan larangan kepada anak-anaknya untuk tidak berbelanja di sembarang
tempat. Dengan demikian hal-hal yang kita khawatirkan bersama yaitu generasi penyakitan dapat
dicegah sedini mungkin. Seba yang kita harapakan tentunya generasi yang handal dan kuat, sehat
lahir batin. Lebih baik mencegah daripada mengobati.

Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas.
Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi akan
membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi sangat
penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat
membahayakan kesehatan.

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat, diiringi dengan
penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat pada
banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi
konsumsi masyarakat. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan,
baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau
keamanan konsumen.

Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan dalam produk
pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan aman untuk
digunakan pada produk pangan.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN


Menurut Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahan tambahan pangan
merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau
bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak
mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena lazim digunakan.
Namun, penggunaan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal tidak
dibenarkan karena merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

Ruang lingkup bahan tambahan pangan (BTP) menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 22
Tahun 2013 dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke
dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung
atau tidak langsung.

Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahan tambahan pangan terdiri dari


antioksidan, antikempal, pengawet, pewarna alam dan sintetik, pemanis buatan, pengatur
keasaman, pengeras, sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental,
pemantap, penyedap rasa dan penguat rasa (Anonim, 1989). Peraturan Menteri Kesehatan ini
diperkuat dengan Permenkes No. 1168/Menkes/1999.

Tujuan penambahan bahan tambah makanan :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau


mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan;

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan dan

5. Menghemat biaya

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG BERBAHAYA

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan


atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan
Makanan, bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah : Asam Borat (Boric
Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt),
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium
Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated
vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), Kalium Bromat
(Potassium Bromate)

Di dalam industri pangan, terutama industri rumah tangga yang pengetahuan mereka masih
terbatas, penggunaan bahan tambahan yang berbahaya masih sering dilakukan (Anggrahini,
2007). Bahan tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna
Rhodamine B dan Methanyl yellow, pemanis buatan siklamat dan sakarin, serta pembuat kenyal
berupa formalin dan boraks (Didinkaem, 2007).

FORMALIN

Formalin, dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna, berbau
tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan
metanol 10-15% sebagai pengawet.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai
pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun
landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan
Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan
Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).

Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang,
diantaranya:

1. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan
pakaian.
2. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
3. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
7. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
9. Bahan untuk insulasi busa.
10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
11. Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
12. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring,
pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013)

Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya
ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari
bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein
setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu
protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam,
Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia,
dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret
darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin
pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing
darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin
dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Deteksi formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di
laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus
dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat.

BORAKS

Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan,
khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak pula
digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan lainnya.
Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal
sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin, 2008).

Di industri farmasi boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan
kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil industri farmasi
tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997). Boraks digunakan oleh
masyarakat dan industri kecil untuk pembuatan gendar, kerupuk rambak tiruan, mie dan bakso.
Boraks secara local dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks
sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978 dan diperkuat lagi
melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).

Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan
dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual, sakit kepala, nyeri
hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan
kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10 gram
oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Beberapa penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan kerupuk
gendar.

CIRI PANGAN YANG MENGANDUNG FORMALIN DAN BORAKS

Ikan segar :

Tahan lama pada suhu kamar (25C),


lebih dari 1 bulan
Warna bersih dan cerah (tidak kuning
kecoklatan)
Tekstur keras, tidak berbau khas ikan
asin dan tidak mudah hancur
Tidak dihinggapi lalat. Ikan
basah/udang.
Insang berwarna merah tua dan tidak
cemerlang
Warna putih bersih dengan tekstur yang
kenyal
Awet sampai 3 hari pada suhu kamar,
tidak mudah busuk dan bau.

Tahu mentah :

Tekstur kenyal, tidak padat tetapi tidak


mudah hancur
Awet sampai 3 hari pada suhu kamar,
tahan sampai 15 hari dalam lemari es
Aroma menyengat bau formalin (kadar
0,5-1,0 ppm).

Mi basah :

Mengkilat, tidak lengket dan sangat


berminyak.
Awet sampai 2 hari pada suhu kamar,
tahan sampai 15 hari dalam lemari es.
Aroma menyengat (tidak berbau mi) dan
tidak mudah basi.

Bakso :

Memiliki kekenyalan khas yang berbeda


dari kekenyalan bakso yang
menggunakan bahan daging.
Tekstur kulit kering dan berwarna
keputihan.

PEWARNA BUATAN (RHODAMINE B DAN METHANIL YELLOW)

Penggunaan pewarna sintetis di industri makanan saat ini sangat besar, hampir 90% industri
makanan memilih menggunakan pewarna sintetis hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dan
kepraktisannya. Pewarna buatan atau sintetis merupakan zat aditif yang ditambahkan pada
makanan yang bertujuan untuk memperbaiki warna dari makanan.. Pewarna buatan atau sintetis
untuk makanan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia,
atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.

Menurut Permenkes RI No.033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, pewarna sintetis
yang diperbolehkan yaitu Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine), Kuning kuinolin CI. No. 47005
(Quinoline yellow), Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF), Karmoisin CI. No. 14720
(carmoisine), Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R), Eritrosin CI. No. 45430
(Erythrosine), Merah allura CI. No. 16035 (Allura red), Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine),
Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF), Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF),
Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT). Namun demikian harus diperhatikan bahwa pewarna
buatan dapat membahayakan kesehatan apabila ditambahkan dalam jumlah berlebih pada
makanan atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu
lama. Sedangkan pewarna makanan buatan yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi
adalah Rhodamin B dan Methanil Yellow yang merupakan pewarna tekstil.

Deteksi secara Visual terhadap Pewarna Non Food Colour (Pewarna Buatan)

Makanan yang diwarnai dengan pewarna Non Food Colour akan cerah sekali, karena pewarna
cepat meresap kedalam produk. Biasanya tempat atau bejananya juga akan berwarna, sukar
sekali dihilangkan meskipun telah dicuci. Begitupun bila kita pegang, maka bekas pewarna akan
tetap menempel.

Ciri-ciri visual yang dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih makanan di pasaran,
adalah sebagai berikut :

Pewarna Alami :
Pewarna Non Food Colour :
1. Warna agak suram
1. Warna cerah sekali
2. Mudah larut dalam air
2. Tidak mudah larut dalam air
3. Membutuhkan bahan pewarna lebih
3. Membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit,
banyak (kurang mampu mewarnai dengan
karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu
baik)
mewarnai dengan baik.
4. Membutuhkan waktu lama untuk
4. Cepat meresap ke dalam produk
meresap kedalam produk

(http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010)

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu
kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang
berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang
digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih
mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC
Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005). Rhodamin B sering
disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar,
aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain.

Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain:

1. warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok;


2. terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk;
3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit;
4. biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode,
label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan
kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang
kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat
menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan
fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Rhodamin B juga dapat
menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya
dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air seni akan berwarna
merah atau merah muda.

Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, larut
dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil Yellow adalah pewarna asam monoazo, dengan
rumus kimia C18H14N3O3SNa. Zat pewarna ini diseting untuk digunakan di industri tekstil,
penyamakan kulit, kertas, sabun, kosmetik, dan lilin terutama untuk tujuan memberikan warna
kuning cerah pada produknya. Pewarna ini banyak digunakan untuk beberapa produk seperti
tahu, manisan mangga, atau agar-agar yang sering dijual untuk jajanan anak sekolah.

Ciri-ciri pangan yang mengandung methanil yellow antara lain:

1. warnanya kuning mencolok dan kecenderungan warnanya berpendar.;


2. banyak memberikan titik-titik warna yang tidak merata dan terkadang warna terlihat tidak
homogen (rata) seperti pada kerupuk;
3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit;

Pemakaian methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan. Toksikosis kronis
jangka panjang Metanil Yellow sangat membahayakan sistem tubuh manusia, tidak hanya ginjal
dan gagal hati tapi kadang-kadang dapat menghasilkan karsinoma. Apabila tertelan, bisa
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah.
(file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html).

Contoh penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow pada produk makanan


PENUTUP

Bahan tambahan pangan (BTP) ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar
kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan
oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko
kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Penyimpangan atau pelanggaran
mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1)
Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan
BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun seperti formalin,
boraks dan pewarna buatan (rhodamin B dan methanil yellow) atau BTP yang melebihi batas
akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang
akan datang. Oleh karena itu, masyarakat dan produsen pangan harus mengetahui peraturan-
peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah khususnya mengenai penggunaan BTP.

DAFTAR BACAAN

Anonim.1989. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX /1988, tentang Bahan


Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Anonim, 2012. Bahaya Boraks dan Formalin pada Makanan, (online),


(http://gasloy.blogspot.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 22 September 2014).

Fajar, 2013. Bahaya Formalin, (online), (http://fajargnwn17.blogspot.com/2013/05/bahaya-


formalin.html. Diakses pada hari Senin , 22 September 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan
Makanan

Saifudin, Boraks. http://food4healthy.blogspot.com/2008/06/boraks.html 2008.


Sentra Informasi Keracunan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2005
Pedoman

Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Buku IV Bahan Tambahan Pangan.

http://easy4test.blogspot.com/.../merahnya-rhodamine-b-semerah-bahayanya.html Akses
September 2014

http://absconsultant.blogspot.com/2014/...lebih-jauh-metanil-yellow-dan.html Akses September


2014

file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html Akses Oktober 2014.

http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010 di akses Oktober 2014.

Disusun Oleh :

Harwanti, S. Pt

Pengawas Mutu Hasil Pertanian

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Kabupaten Bangka Barat

Penulis:
Harwanti, S. Pt
Sumber:
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Anda mungkin juga menyukai