Anda di halaman 1dari 34

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT.

X Maman Suhendra

EVALUASI ATAS PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI SISTEM PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN: STUDI KASUS PT X
Oleh: Maman Suhendra1 Abstraksi
Pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan mulai dirasakan tidak memadai dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Kinerja perusahaan meliputi aspek yang sangat luas. Balanced Scorecard menjawab tantangan itu. Dalam perspektif Balanced Scorecard, kinerja perusahaan paling tidak harus dilihat dalam empat aspek kinerja, yaitu aspek keuangan, pelanggan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan Balanced Scorecard, perusahaan mampu mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang bersumber dari visi dan misi perusahaan. Sehingga perusahaan mampu memberikan fokus pada strategi yang digunakan untuk mencapai visi dan misi tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa beberapa ukuran yang digunakan oleh PT X belum mencerminkan strategi secara utuh. Di samping itu, beberapa faktor yang diperlukan dalam menunjang keberhasilan penerapan Balanced Scorecard tidak ditemui.

I.

Pendahuluan

Dunia bisnis telah mengalami pergeseran yang sangat ekstrim. Persaingan abad industri telah bergeser menjadi persaingan abad informasi. Perusahaan-perusahaan yang menguasai teknologi informasi secara baik akan mampu bertahan secara layak (suistainable) di tengah-tengah turbulensi dunia bisnis. Selama abad industri, sistem pengendalian keuangan yang dikembangkan dalam perusahaan digunakan untuk memfasilitasi dan memantau alokasi modal finansial dan fisik secara efisien. Namun, ukuran-ukuran yang dihasilkan dari alat-alat tersebut tidak cukup andal untuk mengimbangi perkembangan pada jaman teknologi informasi seperti sekarang ini. Untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif dan turbulen, perusahaan memerlukan tipe perencanaan yang tidak sekedar untuk merespon perubahan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, namun lebih dari itu. Perusahaan memerlukan tipe perencanaan untuk menciptakan masa depan perusahaan melalui perubahan-perubahan yang dilaksanakan sejak sekarang. Kondisi ini kemudian membawa dunia bisnis kepada pemikiran-pemikiran baru yang lebih maju untuk mengimbangi laju informasi. Benturan antara keharusan membangun kapabilitas kompetitif jangka panjang dengan tujuan yang tidak tergoyahkan dari

Staf pada Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional. 82

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

model akuntansi keuangan biaya historis telah menciptakan sebuah sintesis: Balanced Scorecard. Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja baru yang mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Selain ukuran finansial masa lalu, Balanced Scorecard juga menggunakan pendorong kinerja masa depan. Pendorong kinerja yang meliputi perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan, diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata. Balanced Scorecard tetap mempertahankan berbagai ukuran finansial tradisional yang hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu dan tidak memadai untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan yang harus dilalui perusahaan abad informasi dalam menciptakan nilai masa depan melalui investasi yang ditanamkan pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi. Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Banyak perusahaan yang mengklaim telah menerapkan Balanced Scorecard. Padahal mereka baru menerapkan model pengukuran yang relatif lebih seimbang ketimbang hanya menggunakan pengukuran kinerja yang berbasis pada ukuran keuangan semata. Keberhasilan penerapan Balanced Scorecard sangat ditentukan oleh proses penyusunan/pengembangan Balanced Scorecard itu sendiri. Pengembangan Balanced Scorecard yang tidak tepat pada akhirnya akan kembali mengantarkan perusahaan kepada model pengukuran yang tidak mampu menjelaskan strategi perusahaan. Atau dengan kata lain perusahaan menerapkan model pengukuran yang relatif berimbang saja atau bahkan hanya merupakan model pengukuran kinerja yang berbasis finansial belaka. 1.1 Lingkup Pembahasan Dalam tulisan ini penulis akan berusaha mengevaluasi penerapan Balanced Scorecard pada PT. X . Evaluasi dibatasi untuk periode tahun 2001 yang merupakan tahun pertama penerapan Balanced Scorecard. Adapun rangkaian evaluasi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi atas Proses Penyusunan Balanced Scorecard 2. Evaluasi atas Proses Penerapan Balanced Scorecard 3. Evaluasi atas Faktor-faktor Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Balanced Scorecard Dari hasil evaluasi ini diharapkan akan muncul usulan rekomendasi yang dapat digunakan oleh PT X untuk mengoptimalkan penerapan Balanced Scorecard-nya. 1.2 Metode Penelitian Dalam tulisan ini penulis menggunakan dua metode penelitian:
83

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

1. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku literatur, majalah, buletin, artikel, dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan untuk menambah perbendaharaan teori tentang permasalahan yang sedang dibahas. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan objek penelitian itu sendiri. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian lapangan adalah observasi, wawancara, serta teknik-teknik pengumpulan data lainnya.

II. Landasan Teori


2.1 Pengukuran Kinerja: Dari Aspek Finansial ke Balanced Scorecard Sejauh ini masih banyak perusahaan menggunakan ukuran keuangan untuk melakukan penilaian kinerja, padahal sejak lama dirasakan bahwa pengukuran kinerja bisnis yang dilakukan berdasarkan pada aspek keuangan semata memiliki banyak kekurangan. Di antara kekurangan-kekurangan tersebut antara lain: 1. Furnishes misleading information for decision making. 2. Fails to consider the requirement of todays organization and strategy. 3. Encourages short-term thinking and suboptimization. 4. Plays second fiddle to the requirements of financial accounting. 5. Provides misleading information for cost allocation and control of investments. 6. Furnishes abstract information to employees. 7. Pays little attention to the business environment. 8. May give misleading information.2 Sementara itu dalam NAA: Financial measures of performance may be short term oriented and, if used as part of incentive system may encourage activities and behavior that do not have long-term value. Because of changing price levels, accounting measures using historical costs combine different units of measure. Accounting measurements might be modified to show how the presents period events will influence future cash flows; in practice, however, this modification may be problematic. Additionally, behavioral considerations must be evaluated if a measurement system is to support the objective goal congruence.3

Olve, Jan Roy dan Magnus Wetter, Performance Drivers: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard (England: John Willey & Sons Ltd., 1999), hal. 14. 3National Association of Accountants (NAA), Statement of Management Accounting No. 4 D, Measuring Entity Performance (Montrale, NJ: NAA, 1986), par. 31. 84 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2 Juni 2004

2NilsGoran

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa semata-mata mengandalkan ukuran finansial dalam mengukur kinerja akan menyebabkan perusahaan mengambil keputusan bisnis yang tidak tepat. 2.2 Pengertian Balanced Scorecard

Dalam Discussion Paper yang diterbitkan oleh 2GC, sebuah perusahaan konsultan, disebutkan bahwa definisi Balanced Scorecard sebagai berikut: The Balanced Scorecard is an approach to performance measurement that combines traditional financial measures with non-financial measures to provide managers with richer and more relevant information about activities they are managing.4 Sedangkan Chow et al., menyebutkan definisi Balanced Scorecard sebagai berikut: Essentially, the BSC is a set of financial and nonfinancial measures relating to company critical success factors. What is innovative about that concept is that components of the scorecard are designed in integrative fashion such they reinforce each other in indicating both the current and future prospects of the company.5 Ukuran-ukuran kinerja dalam Balanced Scorecard merupakan penjabaran dari visi dan strategi perusahaan, seperti yang juga dinyatakan oleh Chow et al., berikut ini: A well-designed Balanced Scorecard combines financial measures of past performance with measures of the firms drivers of future performance. The specific objectives and measures of an organizations Balanced Scorecard are derived from the firms vision and strategies.6 Strategi perusahaan, yang merupakan dasar penyusunan sebuah scorecard, dikembangkan dari visi perusahaan. Visi ini memberikan gambaran masa depan perusahaan yang menjelaskan arah organisasi dan membantu insan perusahaan dalam memahami kenapa dan bagaimana mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan. Visi juga merupakan penghubung antara misi dan nilai pokok (core values) yang sifatnya stabil sepanjang waktu dengan strategi yang sifatnya dinamis. Yang khas pada model Balanced Scorecard adalah pada kemampuannya menerjemahkan strategi ke dalam berbagai macam ukuran kinerja. Ada tiga prinsip yang digunakan untuk memenuhi maksud ini, yaitu (1) hubungan sebab akibat, (2) faktor pendorong kinerja dan (3) keterkaitan dengan masalah finansial.7

42GC

Active Management, Combining EVA with the Balanced Scorecard to Improve Strategic Focus and Alignment, Januari 2001, hal. 3. 5Chee W. Chow, Kamal M. Haddad, and James E. Williamson, Applying the Balanced Scorecard to Small Companies, (IFAC, 1998), hal. 11. 6Ibid., hal. 12. 7Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, penerjemah Peter R. Yosi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000), hal. 129.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

85

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Terdapat semacam kesepakatan bahwa kerangka dari sebuah Balanced Scorecard paling tidak terdiri dari empat perspektif yang umum, yaitu: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.8 Scorecard harus menjelaskan strategi perusahaan, dimulai dengan finansial jangka panjang, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses finansial, pelanggan, internal dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis panjang yang diinginkan perusahaan. 1. Perspektif Keuangan Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda, yakni: 1) menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan 2) menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya. 2. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif ini perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perusahaan biasanya memilih dua kelompok ukuran untuk perspektif pelanggan. Kelompok ukuran pertama merupakan ukuran generik yang digunakan oleh hampir semua perusahaan. Kelompok ini meliputi: 1) pangsa pasar, 2) akuisisi pelanggan, 3) kepuasan pelanggan, dan 4) profitabilitas pelanggan. Kelompok ukuran kedua merupakan faktor pendorong kinerja pembeda (differentiator) hasil pelanggan. Semua ukuran ini memberi jawaban atas pertanyaan apa yang harus diberikan perusahaan kepada pelanggan agar tingkat kepuasan, retensi, akuisisi, dan pangsa pasar yang tinggi dapat tercapai. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif ini mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang ambisius dalam ketiga perspektif lainnya dapat terwujud. 2.3 Alasan Perusahaan Menerapkan Balanced Scorecard Dorongan untuk menyusun sebuah Balanced Scorecard dapat timbul dari kebutuhan untuk:
8Chee

tujuan urutan proses jangka

W. Chow, Kamal M. Haddad, and James E. Williamson, op. cit., hal. 12. 86 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

1. mengklarifikasi dan memperoleh konsensus tentang visi dan strategi, 2. membangun sebuah tim manajemen, 3. mengkomunikasikan strategi, 4. mengaitkan imbalan dengan pencapaian tujuan strategis, 5. menentukan target strategis, 6. menyelaraskan sumber daya dengan inisiatif strategis, 7. mempertahankan investasi di dalam aktiva intelektual dan tidak berwujud, atau 8. menyediakan dasar bagi pembelajaran strategis.9 2.4 Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Chow et al., keunggulan Balanced Scorecard adalah: 1. Balanced Scorecard puts strategy, structure, and vision at the center of managements focus. 2. Balanced Scorecard emphasizes an integrated combination of traditional and nontradisional performance measure. 3. Balanced Scorecard keeps management focused on the entire business process and helps ensure that actual current operating performance is in the line with long term strategy and customer values.10 Sedangkan menurut Mulyadi, Balanced Scorecard memiliki keunggulan sebagai berikut: 1. komprehensif; 2. koheren; 3. seimbang; 4. terukur.11 Balanced Scorecard memperluas perspektif yang harus diperhatikan dalam pengukuran kinerja. Selain perspektif keuangan, paling tidak ada 3 (tiga) perspektif lain yang juga harus mendapatkan perhatian yakni pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. Untuk menjamin keterpaduan di antara perspektif ini, maka ukuran-ukuran yang dikembangkan untuk masing-masing perspektif ini mengandung hubungan sebab akibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

9Robert 10Chee

S. Kaplan dan David P. Norton, op.cit., hal. 261. W. Chow, Kamal M. Haddad, and James E. Williamson, op.cit., hal. 12 dan 16. 11Mulyadi, Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan, edisi ke-1 (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2001), hal. 18. 87 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2 Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

2.5 Proses Penyusunan Balanced Scorecard Bangunan Balanced Scorecard dimulai dari visi perusahaan. Visi di sini adalah situasi masa depan perusahaan yang diinginkan. Kemudian visi ini diuraikan dalam perspektif-perspektif pengukuran. Pada masing-masing perspektif tersebut ditetapkan tujuan-tujuan strategis yang lebih spesifik yang merupakan penjabaran dari visi perusahaan. Atas dasar tujuan strategis ini, perusahaan kemudian menetapkan faktorfaktor keberhasilan kritikal agar visi perusahaan bisa diwujudkan. Setelah penetapan factor-faktor keberhasilan kritikal ini, kemudian ditentukan ukuran-ukuran strategis yang mencerminkan strategi perusahaan. Terakhir, perusahaan menyiapkan langkahlangkah spesifik yang akan dilakukan pada masa mendatang agar tercapai tujuantujuan strategis yang merupakan syarat bagi pencapaian misi perusahaan. Gambar 2.1 berikut memberikan gambaran ringkas bagaimana sebuah Balanced Scorecard dikembangkan.
Gambar 2.1 An Overview of How the Scorecard is Developed Vision What is our vision of the future?

Perspective

Financial

Customer

Internal Business

Learning & Growth

A. Strategic Aims If our vision succeeds, how will we differ? Critical Success Factors What are the critical success factors for achieving our strategic goals?

Strategic Measures What are the critical measurements that indicate our strategic direction?

Action Plan What should be our action plan to succeed?


Sumber: NilsGoran Olve, Jan Roy dan Magnus Wetter, Performance Drivers: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard (England: John Willey & Sons Ltd, 1999), hal.42.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

88

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Kaplan menyarankan untuk menggunakan proses yang telah ditempuh oleh Mobil NAM&R dalam membangun scorecard-nya sehingga menjadi organisasi yang fokus terhadap strategi dan leading dalam industrinya. Langkah-langkah tersebut sebagai berikut: 1. Assess the competitive environment. 2. Learn about customer preferences and segments. 3. Develop a strategy to generate breakthrough financial performance. 4. Articulate the balance between growth and productivity. 5. Select the targeted customer segments. 6. Determine the value preposition for the targeted customers. 7. Identify the critical internal business processes to deliver the value proposition. to customers and for financial cost and productivity objectives. 8. Develop the skills, competencies, motivation, databases, and technology required to excel at internal processes and customer value delivery.12 2.6 Proses Penerapan Balanced Scorecard Tahap ini membutuhkan pengembangan sistem dan IT (Information Technology) untuk mengimbangi perubahan lingkungan bisnis yang terus terjadi. Pengendalian strategis mengantarkan organisasi untuk terus belajar menyempurnakan ukuranukuran agar selalu merefleksikan strategi perusahaan. Proses penerapan ini dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 The Balanced Scorecard Process
Management Control Systems

The Balanced Scorecard Strategy Development Systems & IT Development

Learning Organization
Sumber: NilsGoran Olve, Jan Roy dan Magnus Wetter, Performance Drivers: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard (England: John Willey & Sons Ltd, 1999), halaman 39.
12Robert

S. Kaplan and David P. Norton, The Strategy Focused Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Bussiness Environment, edisi ke-1 (USA: Harvard Bussiness School Publishing Corporation, 2001), hal. 40. 89 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2 Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Model Balanced Scorecard hanya memberikan perusahaan sebuah struktur yang menyatakan visi dan strategi perusahaan ke dalam sasaran dan ukuran yang nyata. Perusahaan masih menghadapi tantangan untuk membangun sebuah sistem serta prosedur yang mampu mengumpulkan informasi sekaligus mengkomunikasikannya kepada karyawan dan pihak-pihak yang memerlukan. Untuk menciptakan perubahan yang diinginkan dari sistem pengukuran kinerja ini, informasi harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Presented in a communicative manner in numbers, figures, diagrams, or multimedia, which facilitate an overview. 2. Presented in a user-friendly environment simple, familiar interface. 3. Easy to access the person who needs the information must be able to obtain it wherever he or she is. 4. Collected and measured in a cost-effective manner measures of soft data often require new instruments of measurement. The cost of measurement must not exceed the utility of the measures.13 2.7 Karakteristik Ukuran untuk Balanced Scorecard

Banyak perusahaan yang telah mengklaim bahwa mereka telah menerapkan Balanced Scorecard karena telah menggunakan campuran ukuran keuangan dan nonkeuangan. Padahal pada kenyataannya mereka baru menggunakan ukuran yang lebih seimbang dibandingkan dengan perusahaan yang hanya menggunakan ukuran finansial semata-mata dalam mengukur kinerjanya. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan ukuran yang sifatnya tidak mendukung strategi perusahaan. Balanced Scorecard yang baik mampu merefleksikan strategi perusahaan. Cara yang paling tepat untuk untuk mengujinya adalah apakah kita bisa memahami strategi perusahaan dengan hanya melihat scorecard tersebut. Strategy scorecard menyediakan cara yang logis serta komprehensif untuk menjelaskan strategi perusahaan. Scorecard ini dengan jelas mengkomunikasikan keluaran yang diinginkan perusahaan sekaligus hipotesis mengenai bagaimana keluaran tersebut dapat dicapai. 2.8 Penerapan Balanced Scorecard yang Berhasil

Walaupun tidak ada standar yang seragam untuk mengevaluasi penyusunan atau penerapan suatu Balanced Scorecard, Olve et al. telah mengidentifikasi keadaan yang menunjukkan penerapan Balanced Scorecard yang berhasil sebagai berikut: 1. Support and Participation 2. Priority

13

NilsGoran Olve, Jan Roy, dan Magnus Wetter, op.cit., hal. 236. 90

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

3. Composition of the Project Group 4. Coverage of the Project 5. Basing the Scorecard on the Companys Strategy 6. Clearly and Consistently Defined Measures 7. Balance and Cause-and-Effect Relationship between Measures 8. Setting Goals 9. Relationship to Existing Control Systems 10. Ensuring the Feasibility of Measures and Measurements 11. IT-based Presentation and Support Systems 12. Training and Information 13. Development of Learning Organization 14. Following up the Concept14 Hubungan antara tujuan strategis perusahaan dengan ukuran di dalam scorecard-nya merupakan suatu hipotesis hubungan sebab-akibat, yang karenanya manakala tidak lagi terdapat korelasi antara ukuran dan tujuan strategis, maka strategi perusahaan harus kembali ditinjau sesuai kebutuhan, seperti yang disimpulkan oleh Olve et. al.: . A balanced scorecard should not be regarded as static product but as a living model of a company.15

III. Balanced Scorecard Pada PT X


3.1 Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan Visi: Reliable partner in petroleum exploration and production information. Misi: 1) Benefit petroleum EP data users through an integrated data management system that covers data storage, cataloguing, value adding and promotion. 2) Empower national resources in petroleum data management. Strategi: Strategi Pembedaan Terfokus. 3.2 Proses Penyusunan Balanced Scorecard PT X Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di PT X adalah seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, dan manajer administrasi dan keuangan). Sampai dengan saat ini Balanced Scorecard di PT X penerapannya telah sampai pada level manajer. Dengan kata lain, struktur scorecard telah dibangun sampai pada level ini.
14Ibid., 15

hal.318-325. Ibid., hal. 252. 91 Juni 2004

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Penyusunan Balanced Scorecard di PT X diawali dengan penjabaran strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis 2001 terlihat bahwa strategi bisnis yang dipilih PT X adalah Strategi Pembedaan Terfokus. Dengan strategi ini maka PT X mampu membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik sehingga PT X dapat mengejar daya saing strategis dengan para pesaing yang berkaliber internasional. Untuk kebutuhan pengembangan Balanced Scorecard, strategi tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih actionable. Pembedaan terfokus dicapai dengan revenue growth strategy dan cost/productivity management. Dari dua strategi inilah bangunan Balanced Scorecard PT X dikembangkan. PT. X menetapkan empat perspektif untuk pengukuran kinerjanya, yaitu perspektif keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal, dan karyawan (employee). Pemilihan ini berdasarkan pada logika bisnis PT X dengan kesalingterhubungan yang jelas pada masing-masing perspektif tersebut. Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba bersih positif pada tahun 2001. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif atas ROE (Return on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari perspektifperspektif yang lain. Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka PT X harus meningkatkan pendapatan dan melakukan manajemen biaya serta kas yang efektif. Peningkatan pendapatan dilakukan melalui perluasan sumber-sumber pendapatan dari pelanggan saat ini dan pengenalan produk-produk baru. Sementara itu, manajemen biaya serta kas sangat terkait dengan proses internal perusahaan. Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif finansial yaitu: Revenue from Data Management, Revenue from Access to Data, Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE. Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan penjualan yang efektif, pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan. Dalam rangka pengenalan produk baru dibutuhkan investasi yang memadai untuk proses penciptaan produk tersebut. Karenanya dalam perspektif pelanggan PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, Loss Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer Satisfaction Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New Customer, dan Number of Repeated Order. Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk bisnis PT X, yang bergerak dalam bidang jasa informasi, sangat ditentukan oleh: ketersediaan data, mutu data, dan dukungan dari teknologi informasi. Penciptaan produk baru tidak hanya membutuhkan investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah bagaimana perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan. Untuk mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi perusahaan. Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih untuk perspektif internal adalah: Data Accuracy, Number of Data Entry, Number of Fulfilled Data

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

92

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Requisition, On Time Service Delivery Percentage, Solved Complaint dan Number of New Product. Perspektif terakhir dalam scorecard PT X adalah perspektif employee yang menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif sebelumnya dapat tercapai. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh ukuran tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas ini PT X menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled Employee, Number of Training Days, Number of Trained People, Training Investment, Number of idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over, dan Revenue per Employee. 3.3 Balanced Scorecard Untuk Mengukur Kinerja PT X Setelah membangun model scorecard-nya, PT X kemudian menyiapkan program aplikasi untuk operasionalisasi ukuran-ukuran yang ada pada scorecard-nya. Program yang digunakan oleh PT X adalah program Oracle yang didisain secara khusus untuk penerapan Balanced Scorecard di PT X. Program aplikasi ini memiliki dua fungsi sebagai berikut: 1) Fungsi pengelolaan data. Keluaran yang dihasilkan dari fungsi ini adalah bentuk-bentuk laporan baik berupa tabel, grafik, maupun diagram. 2. Fungsi pemantauan. Keluaran yang dihasilkan adalah laporan perkembangan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Manajemen dapat mengetahui sampai tingkat mana pencapaian kinerja perusahaan untuk periode yang diinginkan setiap saat. Umpan balik dari fungsi ini adalah timbulnya perhatian manajemen untuk peningkatan kinerja secara berkesinambungan. Pengelolaan data Balanced Scorecard dilakukan oleh bagian QAD dengan rincian pekerjaan sebagai berikut: Melakukan pengumpulan data Balanced Scorecard Pembuatan laporan Balanced Scorecard Mengirimkan laporan Balanced Scorecard ke PT Y (holding company) Menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal Computer) manajemen dalam bentuk database Mengarsipkan laporan Balanced Scorecard

Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan data Balanced Scorecard telah dibuat dokumen SOP (Standard Operating Procedures) yang terdiri dari 11 dokumen SOP. SOP-SOP yang disusun merupakan serangkaian prosedur yang harus dijalani untuk
93

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

menjamin validitas data yang akan menjadi masukan bagi pengukuran serta laporan kinerja PT X. Atas dasar SOP-SOP yang ada, dapat dilihat bahwa implementasi Balanced Scorecard di PT X terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama; (1) tahap pengumpulan data Balanced Scorecard, (2) tahap pelaporan, dan (3) tahap monitoring. Pada tahap pengumpulan data, masing-masing supervisor menyiapkan datadata yang diperlukan oleh kunci pengukuran (KPI) bagiannya. Setelah data-data tersebut disiapkan, para supervisor tersebut kemudian mengoreksi untuk kemudian menyerahkan yang telah ditentukan beserta data-data pendukungnya kepada manajer yang menjadi atasan langsungnya. Laporan pengumpulan data ini harus sudah diserahkan oleh para supervisor kepada manajer-manajer masing-masing paling lambat tanggal 1 (satu) setiap bulannya. Setelah menerima dan memeriksa data dari para supervisor yang menjadi tanggung jawabnya, manajer terkait kemudian menyampaikan data tersebut beserta dokumen pendukungnya kepada bagian QAD untuk diolah ke dalam format Balanced Scorecard. Oleh bagian QAD data-data tersebut kembali diperiksa untuk mendapatkan jaminan atas validitas dan kewajarannya. Setelah proses ini data tersebut di-input ke loader Balanced Scorecard dan ke dalam form laporan Balanced Scorecard yang telah distandarkan. Setelah mengoreksi hasil input baik pada loader Balanced Scorecard maupun form laporan Balanced Scorecard, bagian QAD mengirimkan laporan Balanced Scorecard kepada Direktur Utama. Bagian QAD juga menampilkan laporan Balanced Scorecard pada PC (Personal Computer) manajemen dalam bentuk database untuk mendapatkan tindak lanjut dari apa-apa yang telah dicapai perusahaan selama periode yang bersangkutan. Setelah data masukan ini diproses, aplikasi Balanced Scorecard perusahaan akan menyajikan pencapaian kinerja perusahaan dibandingkan dengan target atau anggaran pada periode atau waktu yang terkait. Ada beberapa prosedur tanggapan yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam menindaklanjuti laporan kinerja yang ditampilkan ini, yaitu: 1) Melakukan koreksi dengan cara membuat catatan berdasarkan grafik dan diagram yang ditampilkan pada masing-masing KPI Balanced Scorecard untuk melihat perkembangan terhadap pelaksanaan kerja dari masing-masing bagiannya apakah pelaksanaan kerja tersebut dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan atau tidak. 2) Mencari penyebab sehingga pelaksanaan kerja yang dilakukan tidak dapat mencapai rencana kerja yang telah ditentukan sebagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan kerja periode yang akan datang. 3) Mencari cara agar pelaksanaan kerja yang dilakukan pada periode yang akan datang dapat mencapai rencana kerja yang ditentukan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

94

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Melakukan koordinasi dengan masing-masing bagian di bawahnya terhadap pelaksanaan kerja periode yang akan datang untuk disesuaikan dengan rencana kerja yang telah ditentukan. Program pengembangan Balanced Scorecard di PT X akan terus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1) Tujuan jangka pendek. Direncanakan sebelum tahun 2003 (pertengahan 2002), implementasi Balanced Scorecard dapat sampai pada level supervisor, sehingga struktur scorecard yang ada sekarang akan diperluas untuk masing-masing supervisor. 2) Tujuan jangka panjang. Setelah tujuan pada angka 1 (satu) di atas, implementasi Balanced Scorecard akan diarahkan pada masing-masing karyawan. Setiap karyawan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan sistem penilaian berbasis Balanced Scorecard. Nantinya diharapkan seluruh bagian dalam perusahaan akan dinilai kinerjanya dengan menggunakan kerangka Balanced Scorecard perusahaan. 3.4 Sistem Manajemen yang Telah Diterapkan di PT X 1. Standarisasi ISO Prinsip penting dalam ISO yang sangat kritikal dalam fungsi pengendalian adalah: Tulislah apa yang Anda kerjakan, dan kerjakanlah apa yang Anda tulis. 2. Semangat Kaizen Sistem ini mendorong organisasi ke arah perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement). Respon yang cepat atas perubahan/ketidakberesan merupakan inti dari sistem manajemen ini. 3. Kader 5 R Lima R merupakan singkatan dari Ringkas, Resik, Rapih, Rawat, dan Rajin. Ini merupakan model dasar sikap kerja yang dicanangkan oleh perusahaan. 4. Sistem Pengelolaan Kinerja Merupakan rekapitulasi penilaian kinerja selama satu tahun untuk masingmasing karyawan di lingkungan PT. Y. Penilaian karyawan berdasar atas pengamatan terhadap kompetensi dan pencapaian target kerja.

IV. Pembahasan
Dari uraian Bagian 3 dapat disimpulkan bahwa penerapan Balanced Scorecard yang telah dijalani PT. X baru merupakan tahap awal dari proses penerapan Balanced Scorecard yang seutuhnya. Ini dapat dilihat pada penekanan tujuan akhir dari penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yakni semata-mata untuk mengukur kinerja. Kondisi ini bukanlah merupakan sesuatu yang diharapkan dengan penerapan Balanced

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

95

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Scorecard. Ketika manajemen berfikir bahwa Balanced Scorecard hanyalah merupakan sekumpulan ukuran baru yang dapat memberikan gambaran kinerja secara lebih baik daripada ukuran kinerja yang hanya berdasarkan aspek keuangan maka perusahaan hanya akan mendapatkan sedikit dari banyak keuntungan dengan penerapan sistem ini. Dengan sudut pandang seperti ini maka PT. X baru mendapatkan pengukuran kinerja yang lebih berimbang daripada pengukuran kinerja berbasis anggaran sebagaimana yang telah dilakukan sebelum penerapan Balanced Scorecard ini. Titik berikut yang juga harus mendapat perhatian adalah mengenai alasan PT. X menerapkan Balanced Scorecard. Kejelasan mengenai alasan penerapan Balanced Scorecard mutlak diperlukan untuk menentukan arah pengembangan Balanced Scorecard. Seperti yang telah disebutkan dalam Bagian 2, ada berbagai alasan perusahaan menerapkan Balanced Scorecard untuk menjalankan bisnisnya, antara lain untuk mendapatkan kejelasan dan konsensus tentang strategi, mencapai fokus, pengembangan kepemimpinan, intervensi strategis, mendidik perusahaan, menetapkan target strategis, menyelaraskan program dengan investasi, serta membangun sistem umpan balik. Dapat disimpulkan bahwa tidak satupun alasan yang semata-mata hanya berkaitan dengan peningkatan sistem pengukuran. Setiap alasan merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu untuk memobilisasi perusahaan ke arah strategi yang baru. Jadi alasan penerapan Balanced Scorecard pada PT. X hendaknya tidak hanya untuk mengukur kinerja dengan cara yang lebih baik, tetapi lebih luas seperti perusahaan yang lain yang telah sukses menerapkan Balanced Scorecard. Cara pandang pihak manajemen PT. X harus diubah ke arah yang lebih strategis. Balanced Scorecard tidak akan banyak memberikan arti manakala masih dianggap sebagai sistem pengukuran finansial dan nonfinansial saja. Berikut evaluasi atas penerapan Balanced Scorecard pada PT. X yang terbagi dalam 3 (tiga) bagian sebagai berikut: a. Evaluasi atas Proses Penyusunan Balanced Scorecard pada PT. X b. Evaluasi atas Proses Penerapan Balanced Scorecard pada PT. X c. Evaluasi atas Faktor-faktor Keberhasilan Penerapan Balanced Scorecard pada PT. X 4.1 Evaluasi atas Proses Penyusunan Balanced Scorecard pada PT. X Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan scorecard PT. X terdiri dari: direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, dan manajer administrasi dan keuangan. Rencana bisnis menjadi dasar dalam pengembangan scorecard PT. X karena ia menjadi acuan dalam menjalankan perusahaan selama satu tahun ke depan.
96

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Dari bagian 3 diketahui bahwa PT. X memilih 4 (empat) perspektif untuk menjabarkan visinya. Perspektif tersebut adalah perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan karyawan. Karyawan yang terampil akan mendorong proses bisnis yang baik. Proses binis yang baik kemudian akan menghasilkan produk yang bermutu yang memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan. Selanjutnya pelanggan yang terpuaskan akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba baik melalui pembelian berulang maupun melalui pangsa pasar yang semakin meluas. Perspektif terakhir yang dipilih oleh PT. X berbeda dengan yang disampaikan pada Bagian 2. Sebagaimana terlihat dalam Bagian 2, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (yang terdiri tiga kategori utama, yaitu: kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan) menciptakan infrastruktur bagi pencapaian sasaran pada ketiga perspektif sebelumnya, yakni perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal. Tetapi bagi PT. X, infrastruktur yang paling penting menjadi dasar bagi pencapaian sasaran pada ketiga perspektif tersebut adalah karyawan dengan dua kategori utama yaitu kapabilitas pekerja dan motivasi serta pemberdayaan dan keselarasan. Ketiadaan kategori kapabilitas sistem informasi dalam perspektif karyawan pada PT. X ini dapat menyebabkan para pekerja bekerja tidak efektif. Hal ini karena untuk dapat bersaing dalam lingkungan kompetitif dunia bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan, proses internal bisnis, dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Sebelum membahas ukuran-ukuran pada masing-masing perspektif Balanced Scorecard PT. X yang disebut dengan KPI (Key Performance Indicator), terlebih dahulu perlu dibahas mengenai strategi yang seharusnya ditempuh perusahaan sebagaimana tertuang di dalam rencana bisnisnya. Setelah membandingkan scorecard PT. X dengan Rencana Bisnis PT. X Tahun 2001 dapat disimpulkan bahwa belum semua strategi perusahaan telah diterjemahkan dalam scorecard-nya. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa informasi, PT. X memerlukan biaya yang besar dalam operasinya. Selain membutuhkan biaya yang besar, aktivitas bisnis PT. X juga berhadapan dengan tingkat resiko yang tinggi. Kerelavanan informasi yang merupakan syarat dari produk PT. X sangat rentan berubah, padahal untuk mendapatkan informasi tersebut memerlukan biaya yang besar. Strategi-strategi pada masing-masing perspektif yang belum terintegrasi ke dalam scorecard perusahaan tampak dalam Tabel 4.1 berikut.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

97

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra Tabel 4.1 Ukuran Tambahan untuk Scorecard PT X agar Merefleksikan Strategi Secara Utuh Perspektif Perspektif Keuangan 1. Menciptakan alternatif strategi pembiayaan 2. Membagi resiko usaha Perspektif Pelanggan 3. Meningkatkan pangsa pasar dengan pembentukan company image Perspektif Proses Bisnis Internal 4. Mengikuti dan menguasai teknologi mutakhir untuk melakukan proses pengembangan produk di samping melakukan operasi yang efektif 5. Menjadikan PND sebagai satu-satunya perusahaan di dunia yang akan memiliki informasi tentang data EP (Eksplorasi dan Produksi) Indonesia yang terlengkap dan legal secara hukum 6. Meningkatkan eksistensi PND dengan menjamin kerahasiaan data 7. Mempercepat proses pengumpulan data dari perusahaan-perusahaan internasional yang selama ini menguasai data nasional secara tidak legal Perspektif Karyawan 8. Mempercepat proses pembelajaran SDM PT. X 9. Membangun dan membuka peluang bagi seluruh personel PT. X untuk meningkatkan kapasitasnya dengan memberlakukan kebijakan yang menunjang misi serta sasaran usaha 10. Menyediakan dan mempersiapkan SDM yang mampu membawa visi, misi, dan tujuan perusahaan 11. Pemberdayaan karyawan secara tepat
Diolah dari: Rencana Bisnis PT X Tahun 2001

Usulan Ukuran Tambahan Number of Potential Partner Market Share (%) IT Capacity

Lead Time Development

for

Product

Empowerment Index

Pengalaman Kaplan dan Norton selama bertahun-tahun bekerja dengan Balanced Scorecard menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan membutuhkan 20-25 ukuran dalam scorecard-nya dengan sebaran pada masing-masing perspektif sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi ukuran scorecard menurut Kaplan dan Norton
Perspektif Financial Customer Internal Learning and Growth Jumlah Ukuran five measures (22 percent) five measures (22 percent) eight to ten measures (34 percent) five measures (22 percent)

Sumber: Robert S. Kaplan and David P. Norton, The Strategy Focused Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Bussiness Environment, edisi ke-1, (USA: Harvard Bussiness School Publishing Corporation, 2001), hal. 375.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

98

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Sementara itu berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Best Practices LLC, yang dilakukan pada tahun 1998, menyimpulkan bahwa dari 22 organisasi yang telah sukses menerapkan Balanced Scorecard memiliki ukuran dengan distribusi yang sama seperti yang disimpulkan oleh Kaplan dan Norton di atas. Selain pola distribusi ukuran seperti yang disampaikan di atas, Kaplan dan Norton juga menyampaikan bahwa dari total ukuran di dalam scorecard, 80 % dari total jumlah tersebut merupakan ukuran yang bersifat non finansial. Sementara itu PT. X menerapkan pola distribusi dalam scorecard-nya sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Ukuran Scorecard PT X Perspektif Jumlah Ukuran tujuh ukuran (21 persen) Keuangan dua belas ukuran (35 persen) Pelanggan enam ukuran (18 persen) Internal sembilan ukuran (26 persen) Karyawan
Diolah dari: Deskripsi Scorecard PT X

Dalam Lampiran VI tentang Analisis KPI Scorecard PT X terlihat bahwa dari total 34 (tiga puluh empat) ukuran yang dalam PT X disebut dengan Key Performance Indicator (KPI), 35 % di antaranya merupakan ukuran yang bersifat finansial 12 (dua belas) KPI. Jumlah ini lebih banyak dari jumlah ukuran yang digunakan oleh rata-rata perusahaan yang diteliti oleh Kaplan dan Norton. Banyaknya jumlah ukuran finansial ini memberi indikasi bahwa pengaruh ukuran finansial dalam penilaian kinerja PT X masih relatif lebih dominan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah diteliti oleh Kaplan dan Norton di atas. Perhatian pada pelanggan nampaknya mendapat porsi yang istimewa bagi PT X. Hal ini tampak pada beragamnya ukuran kinerja pada perspektif pelanggan yang digunakan perusahaan, yakni 12 (dua belas) ukuran dari total 34 (tiga puluh empat) ukuran. Dari proporsi ini tampak bahwa kinerja perusahaan dinilai sebagian besar dari aspek pelanggan. Dalam Tabel 4.3 juga tampak bahwa perusahaan hanya memberikan lebih sedikit perhatian pada pengelolaan kapasitas internal yang merupakan pilar pertama dalam memuaskan pelanggan yakni 6 (enam) ukuran dari total 34 (tiga puluh empat) ukuran. Karena ukuran mencerminkan strategi perusahaan maka ukuran juga terkait dengan inisiatif strategis untuk mewujudkan sasaran dan target perusahaan. Ketiadaan ukuran strategis berarti menutup inisiatif strategis untuk mewujudkan sasaran dan target yang sudah ditentukan. Padahal inisiatif strategis merupakan dasar dari perubahan yang bisa membawa perusahaan mencapai tujuannya. Dari distribusi ukuran ini dapat disimpulkan bahwa Scorecard PT X belum memenuhi kriteria berimbang jika dibandingkan dengan distribusi ukuran seperti

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

99

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

yang disampaikan oleh Kaplan dan Norton. Jumlah ukuran yang diberikan pada pelanggan menempati peringkat pertama dari total ukuran yang dimiliki oleh PT X (35%), sementara itu kapasitas internal yang diperlukan untuk memuaskan pelanggan tersebut menempati peringkat terakhir dari total ukuran dalam Scorecard PT X (18%). Sesuai dengan karakteristik dari Balanced Scorecard yakni bahwa ukuran-ukurannya mencerminkan strategi perusahaan, dapat disimpulkan bahwa strategi yang dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas internal belum optimal. Pencapaian sasaran dalam perspektif pelanggan sulit tercapai manakala strategi internal untuk mewujudkannya tidak optimal. Dengan kata lain pencapaian sasaran dalam perspektif internal merupakan ukuran pendorong bagi tercapainya sasaran dalam perspektif pelanggan. Kebanyakan perusahaan yang menerapkan Balanced Scorecard memberikan perhatian yang cukup besar pada peningkatan kapabilitas internal perusahaan. Hal ini karena dengan proses internal yang baik perusahaan dapat menghasilkan produkproduk unggul yang dibutuhkan pelanggan. Dari hasil pengamatan atas KPI Scorecard PT. X, terdapat beberapa ukuran yang secara substansi mengandung kesamaan. Pengulangan ukuran merupakan sesuatu yang tidak efektif dan juga dapat memecah perhatian pengelolaan kinerja karena tingkat perhatian akan berkurang dengan banyaknya ukuran. Ukuran yang efektif adalah ukuran yang mampu menjelaskan strategi perusahaan secara memadai, bukan secara berulang. Tidak semua hal harus diukur. Yang perlu diukur adalah hal-hal yang penting dan strategis saja. Di luar scorecard akan ada sejumlah ukuran dan rasio-rasio penting lain yang diperlukan untuk melengkapi ukuran-ukuran strategis di dalamnya. Ukuran yang digunakan oleh PT. X pada perspektif keuangan terdiri dari 7 (tujuh) ukuran yaitu: Revenue from Data Management, Revenue from Access to Data, Account Receivable-Collection Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan Return on Equity (ROE). Pemilihan ukuran untuk perspektif finansial bergantung pada tahap siklus bisnis organisasi. Berdasarkan Rencana Bisnis Tahun 2001, dapat disimpulkan bahwa PT. X saat ini berada dalam tahap bertumbuh. PT X menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk hal ini, PT X melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru. PT. X juga berusaha untuk memperluas pangsa pasarnya agar dapat mencapai tingkat pengembalian yang diinginkan. Tujuan finansial perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah. Ukuran Return on Equity (ROE), Revenue from Data Management, dan Revenue from Access to Data merupakan ukuran yang relevan karena sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang bertumbuh serta sejalan dengan sasaran pertama di bidang keuangan yakni peningkatan pendapatan sebesar Rp 6,593 milyar dengan NPAT (Net Profit After Tax) sebesar 7,3 %. Ukuran yang lain yaitu Account Receivable-Collection Period, Operating Cost, dan Investment juga

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

100

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

sudah sesuai dengan sasaran perusahaan di perspektif ini yaitu peningkatan kinerja manajemen keuangan yang sehat melalui optimalisasi sumber dan penggunaan dana. Sementara itu, ukuran Profitability sudah cukup diwakili oleh ketiga ukuran yang terkait dengan pengukuran pertumbuhan pendapatan, yakni ROE, Revenue from Data Management, dan Revenue from Accesss to Data. Sebelum membahas KPI pada perspektif berikutnya, Ada satu sasaran yang terkait dengan strategi pada perspektif finansial ini yaitu pengembangan partnership dengan agen internasional untuk menciptakan alternatif strategi pembiayaan belum terintegrasikan ke dalam scorecard perusahaan. Ukuran yang bisa ditambahkan untuk perspektif ini ialah Number of Potential Partner yang menggambarkan jumlah partner potensial yang memberikan keuntungan bagi perusahaan baik dalam pembagian resiko usaha maupun pemberian alternatif pembiayaan. Untuk mewujudkan sasaran perspektif pelanggan yang telah ditentukan, yakni perluasan pangsa pasar maka keberadaan ukuran yang menerangkan strategi perluasan pasar menjadi kebutuhan yang mendesak. Sayangnya, di dalam scorecard yang ada saat ini perluasan pasar belum mendapatkan perhatian yang memadai. Hanya ada satu KPI yang menerangkan perluasan pasar. KPI tersebut adalah KPI Number of New Customer. KPI ini digunakan untuk mengukur jumlah pelanggan yang menggunakan produk atau jasa untuk pertama kalinya. Jumlah pelanggan yang meningkat yang diukur oleh KPI ini belum berarti positif bagi perusahaan. Bisa saja pelanggan yang dulunya menggunakan jasa Data Management beralih kepada jasa Access to Data. Hal ini secara keseluruhan tidak memberi pengaruh signifikan dalam peningkatan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu untuk menegaskan sasaran perusahaan maka ukuran yang secara tegas mengukur peningkatan pangsa pasar merupakan kebutuhan yang relevan bagi perusahaan. Untuk memenuhi maksud ini maka KPI Market Share (%) bisa digunakan untuk membantu perusahaan dalam memfokuskan diri pada peningkatan pangsa pasar yang dikehendaki. Dalam perspektif ini juga perlu dilakukan pengurangan beberapa KPI yang secara substansi mengandung kesamaan, sehingga tidak terjadi pengulangan pengukuran yang mengakibatkan proses pengukuran kinerja menjadi tidak efektif. KPI tersebut yaitu Effective Selling-Number of Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, dan Loss Sales. Dari deskripsi atas 5 (lima) KPI Effective Selling ini, nampak bahwa KPI Hit Rate merupakan ukuran yang relevan untuk digunakan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, ukuran ini telah sesuai dengan target perusahaan untuk mendapatkan laba bersih positif mulai tahun 2001. Kedua, ukuran ini relatif tegas mendukung strategi perusahaan untuk meningkatkan pendapatan dengan menciptakan pasar-pasar yang baru. Untuk mewujudkan target-target pada perspektif keuangan dan pelanggan maka perspektif internal menyiapkan faktor-faktor pendorong terwujudnya targettarget tersebut. Sesuai dengan inisiatif strategis yang tampak dalam rencana bisnis, ada beberapa hal, seperti yang tertera dalam Tabel IV.1, yang harus disiapkan perusahaan

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

101

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

untuk menjadi Reliable Partner in Petroleum Exploration and Production Information. Halhal tersebut adalah: 1. Mempercepat proses pengumpulan seluruh data EP migas nasional yang saat ini keberadaannya tersebar. 2. Mengikuti dan menguasai teknologi mutakhir untuk melakukan pengembangan produk di samping melakukan operasi yang efektif. proses

3. Menjadikan PT. X sebagai satu-satunya perusahaan di dunia yang memiliki informasi tentang EP Indonesia yang terlengkap dan legal secara hokum. 4. Meningkatkan eksistensi PT. X dengan menjamin kerahasiaan data. Dari hal-hal tersebut dan berdasarkan analisis deskripsi KPI yang ada maka ukuran yang relevan untuk PT. X dalam perspektif ini adalah: Data Accuracy, On Time Delivery Service, Solved Complaint, Number of New Product, Lead Time for Product Development, dan IT Capacity. Jika membandingkan ukuran yang lama dengan ukuran yang diusulkan ini, terdapat beberapa ukuran yang berbeda. Dari tiga KPI Excellent Service yakni Data Accuracy, Number of Data Entry, dan Number of Fulfilled Data Requisition hanya satu ukuran yang relevan digunakan yakni Data Accuracy. Hal ini sesuai dengan inisiatif strategis perusahaan tersebut untuk menghasilkan data dengan tingkat keakuratan yang tinggi. KPI Number of Data Entry tidak bisa bercerita banyak mengenai strategi organisasi, KPI ini hanya berfungsi sebagai data yang berguna untuk memantau jumlah entry yang telah ada di dalam database. Sementara itu agar tidak terjadi pengulangan ukuran yang mengandung kesamaan maka fungsi dari KPI Number of Fulfilled Data Requisition dapat dilaksanakan oleh KPI Number of Solved Complaint. Catatan mengenai jumlah permintaan data yang dipenuhi (Number of Fulfilled Data Requisition) merupakan data pendukung dari jumlah keluhan yang diselesaikan (Solved Complaint). Untuk perspektif internal ini minimal ada dua ukuran tambahan untuk melengkapi scorecard yang sudah ada. Penambahan ini untuk menerjemahkan dua strategi yang juga harus dijalankan oleh PT X. Dua strategi itu adalah: 1). mempercepat proses pengumpulan seluruh data EP migas nasional yang saat ini keberadaannya tersebar dan 2) mengikuti dan menguasai teknologi mutakhir untuk melakukan proses pengembangan produk di samping melakukan operasi yang efektif. Alternatif ukuran yang bisa digunakan tersebut adalah: 1. Lead Time for Product Development. Sesuai dengan tuntutan dari strategi perusahaan untuk mendapatkan data EP migas nasional secepat mungkin, maka agar operasi ke arah tersebut dapat berjalan secara efektif perlu digunakan ukuran untuk waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan produk PT X yang berupa data EP migas. 2. IT Capacity. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, maka agar dapat tetap kompetitif PT X menempuh strategi untuk selalu mengikuti laju perkembangan tersebut. Kemampuan sumber daya manusia di bidang Information Technology (IT) tersebut merupakan syarat mutlak untuk mengantisipasi keadaan

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

102

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

ini. Ukuran IT Capacity bertujuan untuk mengukur kemampuan kapasitas teknologi yang dimiliki perusahaan sebagai dasar antisipasi perkembangan teknologi informasi yang amat cepat. Setelah ketiga perspektif awal dalam scorecard PT X di atas dianalisa, maka adalah perlu menuntaskan evaluasi ini dengan evaluasi pada perspektif karyawan yang merupakan pilar untuk mewujudkan kinerja istimewa dalam tiga perspektif sebelumnya. Perspektif karyawan memfokuskan pada pengukuran strategi yang dikembangkan untuk manajemen sumber daya manusia agar bisa mendukung pencapaian sasaran kinerja yang diinginkan oleh perusahaan. Ukuran-ukuran ini merupakan syarat penting dan strategis untuk PT X agar kinerja istimewa perusahaan memiliki dasar yang kuat untuk direalisasikan. Ukuran yang telah digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kategori ini adalah Number of Skilled Employees, Employee Satisfaction Index, dan Number of Training Days. Dari keseluruhan KPI yang ada pada scorecard untuk perspektif ini, tiga KPI tersebut cukup relevan untuk menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan tiga perspektif sebelumnya. Satu alternatif tambahan ukuran yang dapat ditambahkan untuk mengukur strategi pemberdayaan seperti yang telah digariskan dalam rencana bisnis perusahaan. yaitu Empowerment Index yang mengukur tingkat pemberdayaan karyawan dalam perusahaan. Gambar 4.1 di bawah ini memberikan alternatif struktur scorecard yang dapat digunakan sebagai penyempurnaan scorecard yang telah digunakan oleh PT X.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

103

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Suhendra Gambar 4.1 ALTERNATIF STRUKTUR SCORECARD PT X AGAR MENCERMINKAN STRATEGI PERUSAHAAN Scorecard - PT X PT X Balanced Scorecard

Maman

Financial Perspective Revenue from Data Management Revenue from Access Data

Customer Perspective Hit Rate Number of Promotion Event Customer Satisfaction Index

Internal Perspective Data Accuracy On Time Delivery Service Number of Solved Complaint Number of New Product Lead Time for Product Development IT Capacity

Employee Perspective Number of Skilled Employee Employee Satisfaction Index Number of Training Days Empowerment Index

A/R Collection Period Operating Cost Investment ROE Number of Potential Partner Number of New Customer Market Share

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

104 Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

4.2 Evaluasi atas Proses Penerapan Balanced Scorecard pada PT X Penerapan Balanced Scorecard di PT X telah didukung oleh sistem dan prosedur yang berfungsi untuk mengumpulkan data dan memantau perkembangan scorecard perusahaan. Aplikasi yang dipilih adalah Oracle for Balanced Scorecard. Sistem yang dipilih masih merupakan generasi pertama dari IT solution untuk Balanced Scorecard. Keluaran yang dihasilkan oleh program aplikasi ini berupa penyajian dan perkembangan data kinerja untuk periode tertentu (user interface presentation). Data ini berasal dari sumber-sumber yang berbeda yang di-input secara manual ke loader Balanced Scorecard. Memperhatikan Standard Operating Procedures (SOP) yang mengatur proses pengumpulan dan pemantauan data serta praktek yang terjadi di lapangan, berikut evaluasi atas penerapan Balanced Scorecard yang dapat diberikan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa PT X telah meletakkan dasar-dasar yang cukup baik dalam penerapan Balanced Scorecard. Semua prosedur penting dalam proses pengumpulan dan pemantauan data telah disiapkan dengan baik, sehingga seluruh pihak yang terkait dengan proses ini memiliki pedoman yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan untuk mendukung penerapan Balanced Scorecard ini. Kejelasan mengenai prosedur ini memberikan jaminan atas akurasi data yang ada sehingga memberikan keyakinan yang memadai untuk para pembuat keputusan dalam menentukan kebijakan bisnis atas dasar data-data tersebut. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan agar perusahaan mendapatkan manfaat yang maksimal dengan penerapan Balanced Scorecard ini. Dalam praktek, seperti yang disebutkan dalam SOP Balanced Scorecard PT X, pihak-pihak yang memiliki akses ke database Balanced Scorecard masih terbatas pada direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, dan manajer administrasi dan keuangan. Akses ini pun masih dibatasi oleh kendala waktu, yakni perkembangan data terbaru hanya dapat dilihat pada setiap tanggal 6 (enam) setiap bulannya. Dua keadaan ini merupakan kelemahan dari sistem yang sedang berjalan. Terbatasnya akses atas database Balanced Scorecard akan menyebabkan para karyawan tidak memiliki rasa kepemilikan atas strategi yang sedang dilaksanakan perusahaan. Karyawan hanyalah melaksanakan apa yang sudah menjadi rutinitas kesehariannya tanpa tahu arah perusahaan. Hal ini tidak kondusif karena berpotensi dapat menimbulkan inefisiensi dan inefektivitas yang merugikan perusahaan. Karyawan hanya akan memikirkan bagaimana bekerja dengan baik untuk bagiannya tanpa memikirkan pengaruhnya terhadap bagian yang lain. Ketika bagian penjualan berusaha memaksimalkan penjualan, namun tidak memperhatikan kapabilitas bagian operasi akan berakibat pada rendahnya mutu produk. Rendahnya mutu produk pada gilirannya akan mengecewakan konsumen. Akumulasi kekecewaan konsumen merupakan penyebab utama dari penurunan nilai perusaaan dalam masa yang akan datang. Kondisi ini tidak diingini dengan penerapan Balanced Scorecard yang berusaha

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

105

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

menciptakan nilai istimewa perusahaan di masa depan dengan investasi kesuksesan dari sekarang. Sukses besar dengan penerapan Balanced Scorecard di masa yang akan datang merupakan akumulasi dari sukses-sukses kecil yang diciptakan dari sekarang. Setiap entitas bisnis membutuhkan informasi yang senantiasa mutakhir untuk menyesuaikannya dengan strategi yang sedang dijalani. Manakala informasi yang mutakhir ini sulit untuk diperoleh, maka akan berakibat pada pengambilan keputusan yang tidak optimal. PT X sesuai dengan deskripsi pada scorecard telah menetapkan periode pengukuran untuk masing-masing ukuran. Tetapi karena data scorecard yang dihasilkan masih dimasukkan secara manual pada waktu-waktu tertentu maka tingkat kemutakhiran dan relevansi informasi menjadi berkurang. Perubahan yang terjadi setelah periode pengukuran belum dapat dilihat sampai periode pengukuran berikutnya, karena hasil pemasukan data baru ditayangkan pada periode pengukuran yang terakhir. Karena bisnis perusahaan terkait erat dengan teknologi informasi yang sangat cepat berubah, maka proses yang sedang berlangsung perlu disempurnakan agar tingkat kemutakhiran dan relevansi informasi tersebut dapat tetap terjaga. Untuk mengatasi hal ini maka adalah penting untuk membuat sistem yang ada mampu menyajikan perubahan informasi secara cepat dan akurat dengan mengintegrasikan sistem pada masing-masing bagian dengan sistem pengelolaan Balanced Scorecard sedemikian rupa sehingga setiap pihak yang memerlukan informasi yang terkini untuk penciptaan nilai perusahaan di masa depan dapat segera memperolehnya. Segera setelah mendapatkan informasi mengenai perkembangan data Balanced Scorecard, para manajer yang terkait dengan masing-masing KPI melakukan tindak lanjut atas kondisi yang telah terekam dalam database Balanced Scorecard. Yang menjadi patokan apakah rencana kerja telah dicapai atau belum. Ketika rencana kerja belum tercapai, sebab-sebabnya segera diidentifikasi untuk mencari solusi agar rencana kerja yang tidak tercapai dapat direalisasikan. Untuk keterpaduan langkah, para manajer melakukan koordinasi dengan bagian-bagian di bawahnya untuk mencapai rencana kerja yang telah ditentukan. Tampak dalam deskripsi di atas bahwa tindak lanjut yang dilakukan masih bersifat taktis. Ketidakberhasilan suatu rencana kerja pada suatu ukuran masih dipandang secara lokal, sehingga solusi yang disiapkan hanya bersifat sementara saja. Dalam sudut pandang Balanced Scorecard, setiap ukuran mengandung hubungan sebab akibat karena mereka dikembangkan berdasarkan strategi yang juga mengandung hubungan sebab akibat. Karenanya, setiap ketidakberhasilan pencapaian rencana kerja tertentu harus dipandang secara menyeluruh. Tidak tercapainya target pendapatan pada periode tertentu harus dipandang dari perspektif pelanggan, proses bisnis internal, dan karyawan. Bisa jadi rendahnya penjualan disebabkan oleh berubahnya pangsa pasar yang sudah ada akibat perusahaan tidak mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Kondisi internal yakni kurangnya tenaga kerja terampil yang menguasai IT secara baik bisa menyebabkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

106

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

produk PT X menjadi rendah kualitasnya jika dibandingkan dengan produk pesaing yang lebih baik penguasaan IT-nya. Database Balanced Scorecard PT X masih disajikan secara terbatas untuk pihakpihak seperti yang telah disebutkan di atas. Perusahaan belum membuat program untuk menyajikan informasi mengenai perkembangan kinerja kepada segenap karyawan yang ada di perusahaan. Informasi mengenai perkembangan kinerja perusahaan harus dikomunikasikan kepada segenap karyawan agar mereka mengetahui kontribusi apa yang dapat mereka berikan untuk perusahaan. Untuk mencapai tujuan ini maka informasi haruslah dapat dimengerti oleh semua pihak sehingga pesan-pesan yang diinginkan dari penyampaian informasi dapat mencapai tujuannya. Ukuran-ukuran kinerja perusahaan yang tersusun di dalam Balanced Scorecard memerlukan penyesuaian dalam periode tertentu agar mampu menjawab tantangan dari dunia bisnis yang sangat dinamis ini. PT X sampai saat ini belum membuat mekanisme peninjauan ukuran kinerja dalam operasi rutinnya. Hal ini penting untuk dijadikan salah satu prioritas agar scorecard perusahaan senatiasa relevan dengan kondisi bisnis yang ada. KPI yang merupakan ukuran kinerja PT X bukan merupakan sesuatu yang tidak membutuhkan pengelolaan. Untuk tetap dapat menggambarkan strategi perusahaan maka ukuran ini harus direncanakan, dikelola, dan dikembangkan oleh pihak-pihak yang terkait langsung dengannya. Untuk saat ini para manajer hanya berkewajiban untuk mengumpulkan data untuk KPI yang menjadi tanggung jawabnya melalui para supervisor di bawah rentang kendalinya. Karenanya peran dari manajer perlu dikembangkan dari sekedar bertanggung jawab atas pelaporan data KPI menjadi bertanggung jawab dalam pengelolaan KPI. Menyerahkan pengelolaan ukuran kinerja kepada bagian QAD, yang bertanggung jawab atas pembangunan sistem pengendalian terpadu, seperti yang dilakukan saat ini tidaklah efektif karena beberapa sebab. Bagian QAD bukanlah bagian yang memahami seluk beluk operasi perusahaan secara rinci dan tepat. Ketika pengeloalaan ukuran kinerja diserahkan kepada bagian ini maka akan muncul resiko yang kontraproduktif akibat keterbatasan ini. Sebab berikutnya adalah fungsi administrasi scorecard yang dilakukan bagian QAD membutuhkan tingkat perhatian yang tinggi. Apabila perhatian terpecah dikhawatirkan pengembangan ukuran kinerja itu sendiri tidak akan pernah ada sehingga Balanced Scorecard hanya akan menjadi model pengukuran kinerja yang fungsinya sama dengan pengukur kinerja konvensional yang sifatnya hanya merekam kejadian yang telah lampau tanpa ada visi ke depan untuk ikut memberi nilai untuk perusahaan. Dunia bisnis adalah dunia yang sangat cepat berubah. Salah satu yang mendorong perkembangan Balanced Scorecard adalah karena situasi yang cepat berubah ini sehingga ukuran keuangan semata tidak relevan digunakan dalam menilai kinerja suatu perusahaan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

107

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

Pengelolaan suatu perusahaan membutuhkan waktu respon yang singkat agar perusahaan tetap mampu membuat langkah antisipasi untuk menyesuaikan diri atau bahkan menghadapi efek dari perubahan tersebut. Memperhatikan periode pengukuran untuk masing-masing perspektif pada PT X, dapat dilihat bahwa respon waktu yang diberikan adalah cukup lama dalam kisaran 1-12 bulan sesuai dengan karakteristik dari pengukuran itu sendiri. Padahal perubahan lingkungan bisnis dapat terjadi secara ekstrim/secara signifikan hanya dalam tempo beberapa saat saja. Balanced Scorecard dikembangkan untuk mengantisipasi hal tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka adalah penting bagi PT X untuk memanfaatkan kelebihan Balanced Scorecard secara maksimal dengan mengoptimalkan pengendalian dalam waktu respon yang lebih relevan. PT X perlu melakukan penelitian untuk menentukan kisaran normal yang relevan untuk menentukan periode pengukuran tersebut. 4.3 Evaluasi Atas Faktor-faktor Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Balanced Scorecard pada PT X Berikut evaluasi atas faktor-faktor tersebut pada PT X untuk memberikan masukan mengenai apa yang sudah ada dan atau baik untuk dipertahankan, apa yang belum ada tetapi penting untuk disiapkan, dan apa yang perlu dikembangkan dari sistem yang sudah berjalan. 1. Dukungan dan Partisipasi Dukungan dari manajemen senior yang dalam konteks PT X terdiri dari direktur utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, serta manajer administrasi dan keuangan dari proses penyusunan sampai penerapan Balanced Scorecard sangatlah baik. Tetapi berdasarkan kondisi yang ada, dapat dilihat bahwa dukungan itu masih berdasarkan pada anggapan Balanced Scorecard merupakan sistem yang baik dalam mengukur kinerja perusahaan. Sedangkan berdasarkan datadata dari perusahaan yang sukses dengan Balanced Scorecard -nya adalah merupakan perusahaan yang memandang Balanced Scorecard bukan sebagai proyek pengukuran melainkan merupakan proyek perubahan. Anggapan bahwa Balanced Scorecard hanya merupakan proyek pengukuran akan mengeliminasi manfaat yang sebenarnya dari Balanced Scorecard itu sendiri, yakni untuk menciptakan masa depan perusahaan dengan melakukan pengelolaan pengukuran strategi yang dilakukan sejak dari sekarang. Anggapan bahwa Balanced Scorecard hanya merupakan proyek pengukuran juga akan menyebabkan munculnya kesimpulan bahwa ukuran-ukuran di dalam scorecard haruslah tetap tidak dapat diubah. Pengubahan ukuran akan berpengaruh kepada daya banding dari pengukuran itu sendiri. Padahal Balanced Scorecard bertujuan untuk mengukur strategi. Sifat dari strategi perusahaan supaya tetap relevan

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

108

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

dengan perubahan adalah dinamis, yaitu senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan itu sendiri untuk mempertahankan eksistensi organisasi. Karena itu, Balanced Scorecard tidak menutup kemungkinan untuk berubah agar tetap relevan mengukur strategi tersebut. Untuk kasus PT X tampak bahwa partisipasi dalam pengembangan Balanced Scorecard masih rendah. Hal ini, seperti yang disebutkan dalam evaluasi atas penerapan di atas, karena informasi mengenai Balanced Scorecard belum disosialisasikan sampai ke level karyawan. Informasi Balanced Scorecard sementara ini masih merupakan konsumsi para manajer dan direktur. Dengan kondisi yang ada ini, maka tingkat partisipasi belum bisa dioptimalkan sedemikian rupa sehingga mampu memunculkan inisiatif-inisiatif strategis yang baik untuk pelaksanaan strategi perusahaan. Untuk mencapai hal ini maka pihak manajemen perlu menetapkan langkah-langkah agar segenap komponen organisasi bisa dilibatkan secara lebih intensif dalam mendukung perusahaan mewujudkan visi dan sasaran strategisnya. 2. Prioritas PT. X telah mengalami banyak sekali perubahan. Dari awalnya hanyalah sebuah proyek dari PT Y (induk perusahaa), kini menjadi sebuah perusahaan yang harus mengikuti perubahan teknologi informasi dari waktu ke waktu. Banyaknya perubahan ini tentunya membawa beban tersendiri bagi karyawan. Atas dasar kondisi yang ada di lapangan, dapat dilihat bahwa antisipasi manajemen atas efek yang terjadi terhadap karyawan akibat perubahan belum memadai. Idealnya, alokasi waktu untuk sosialisasi suatu sistem baru harus diberikan secara memadai. Tidak tampak dalam Rencana Bisnis Tahun 2001, yang merupakan tahun pertama penerapan Balanced Scorecard, alokasi waktu yang diberikan untuk sosialisasi penerapan Balanced Scorecard. Sebagai sistem yang berdasar atas strategi, Balanced Scorecard mensyaratkan adanya dukungan dari segenap komponen organisasi agar penerapannya bisa bermanfaat. Manakala dukungan ini tidak memadai, maka dapat dipastikan bahwa Balanced Scorecard akan kembali mengulangi cerita lama; pengukuran kinerja yang hanya merekam data-data historis tanpa dapat memberikan umpan balik berupa pemicu-pemicu kesuksesan masa depan. Padahal dimensi pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard memiliki dimensi masa lalu, sekarang, dan masa datang. 3. Komposisi Tim Penyusun Scorecard Balanced Scorecard harus mencerminkan strategi perusahaan. Karenanya semua bagian harus terlibat dalam penyusunan scorecard. Pekerjaan penyusunan scorecard bukanlah tanggung jawab bagian keuangan saja, yang merupakan bagian yang dianggap langsung terkait dengan kinerja perusahaan, tetapi merupakan tanggung jawab organisasi. PT X menyusun scorecard-nya dengan melibatkan seluruh bagian yang ada. Ini merupakan hal yang tepat karena strategi perusahaan harus diterjemahkan oleh

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

109

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

seluruh bagian (organisasi). Tetapi perlu disampaikan bahwa scorecard yang telah dibuat perlu mendapatkan peninjauan ulang agar tetap relevan dengan strategi perusahaan. Kemudian, pengelolaan KPI juga hendaknya dilakukan oleh bagian yang terkait langsung dengan KPI itu sendiri. Hal ini karena bagian yang terkait yang memahami tren pengukuran yang relevan untuk mengukur strategi perusahaan pada bagiannya. 4. Cakupan Proyek Scorecard Penerapan Balanced Scorecard dimulai dengan menggunakan scorecard sampai level manajer. Penerapan dengan model ini mengandung beberapa kelemahan. Pertama, karena Balanced Scorecard merupakan terjemahan dari strategi perusahaan maka penerjemahan strategi sampai level manajer ini tidak mendukung strategi itu sendiri karena dukungan atas strategi menjadi tidak terpadu pada level bagian di bawah manajer sampai karyawan. Kedua, sebagai akibat dari kelemahan pertama maka scorecard menjadi cenderung sebagai ukuran-ukuran statis untuk mengukur kinerja belaka. Hal ini mengurangi nilai manfaat dari Balanced Scorecard itu sendiri. 5. Mendasarkan Scorecard pada Strategi Perusahaan Sebelum menyusun scorecard, perusahaan melakukan proses pemetaan atas strateginya. Atas dasar hasil pemetaan ini kemudian disusunlah scorecard yang mencerminkan strategi perusahaan. Seperti yang telah dibahas pada bagian evaluasi atas proses penyusunan di atas, PT. X perlu untuk segera mengintegrasikan strategi-strategi, penjabaran dari strategi utama Pembedaan Terfokus, yang belum masuk ke dalam scorecard perusahaan. Ini penting agar antara rencana bisnis yang merupakan pedoman operasi perusahaan dan scorecard yang merupakan ukuran kinerja perusahaan menjadi terpadu dan relevan. 6. Definisi Ukuran yang Jelas dan Konsisten Informasi mengenai Balanced Scorecard di PT X baru sampai secara memadai pada level manajer. Hal ini dikarenakan penerapan Balanced Scorecard baru sampai pada tahap manajemen level ini. Manajemen level bawah, yakni para supervisor hanya melakukan pelaporan perkembangan KPI, yang merupakan ukuran strategis yang digunakan untuk mengukur kinerja, yang menjadi tanggung jawab bagiannya saja. Proses sosialisasi definisi ukuran-ukuran kinerja tidak dilakukan secara ekspansif seperti yang telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang telah sukses menerapkan konsep ini. Atas dasar pengamatan terhadap proses yang terjadi, ada semacam keyakinan bahwa pemahaman definisi ukuran akan berlangsung dengan sendirinya, lewat arahan para manajer kepada supervisor yang menjadi bawahannya. Dari para supervisor ini para karyawan kemudian akan turut memahami definisi ukuran-ukuran kinerja perusahaan. Ada resiko yang muncul akibat asumsi seperti ini. Pemahaman terhadap definisi ukuran kinerja akan terjadi secara parsial dan sifatnya sepihak serta sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

110

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

saja. Hal ini bukanlah kondisi yang diharapkan dengan penerapan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard harus dipahami sebagai model yang utuh untuk membawa organisasi mencapai visinya. Saat ukuran-ukuran diartikan diartikan secara parsial, maka akan terjadi kondisi yang kontradiktif dengan maksud dari Balanced Scorecard itu sendiri. Masingmasing pihak yang bertanggung jawab akan berfikiran bagaimana ukurannya dapat mencapai hasil yang terbaik tanpa menghubungkannya dengan eksistensi dari ukuranukuran yang lain. 7. Keseimbangan dan Hubungan Sebab Akibat antar Ukuran PT. X sudah berusaha untuk menggunakan scorecard untuk menyeimbangkan ukuran-ukuran kinerjanya. Tetapi PT. X belum memanfaatkan secara optimal karakteristik seimbang dari scorecard tersebut. Ke depan, hendaknya Balanced Scorecard juga dikembangkan sebagai alat pengendalian manajemen agar perusahaan mampu mewujudkan visinya melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek sebagai investasi untuk keberhasilan pencapaian tujuan jangka panjang. Pemanfaatan ukuran-ukuran yang mengandung hubungan sebab akibat telah dilakukan oleh PT X dalam scorecard-nya. Nampak dalam scorecard pada Lampiran III bahwa kondisi satu perspektif akan sangat menentukan kondisi perspektif lainnya. Proses internal yang baik merupakan penentu kepuasan pelanggan dan seterusnya. Tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam konteks Balanced Scorecard strategi terkait erat dengan hipotesis. Karenanya hubungan sebab akibat yang terbangun juga merupakan suatu hipotesis yang memerlukan penyesuaian ketika ukuran-ukuran yang ada sudah tidak mencerminkan strategi perusahaan. Untuk ini, PT X perlu membuat program untuk meninjau scorecard-nya agar relevan dengan perkembangan lingkungan bisnis. 8. Penyusunan Sasaran Setiap ukuran harus mempunyai sasaran atau target tertentu. Sasaran tersebut harus konsisten dengan visi dan strategi perusahaan secara keseluruhan. PT X telah melakukan penyusunan sasaran untuk masing-masing ukuran yang telah dipilihnya. Tetapi sampai saat ini PT X belum mengoptimalkan informasi pencapaian sasaran dalam sistem pengendalian manajemen. Seperti yang telah disampaikan dalam evaluasi proses penerapan di muka, umpan balik yang diberikan atas informasi tersebut sifatnya hanyalah bersifat taktis operasional. Padahal dengan scorecard yang telah ada perusahaan bisa menyesuaikan umpan baliknya untuk secara maksimal mendorong pada terwujudnya tujuan strategis perusahaan di masa mendatang. 9. Hubungan dengan Sistem Pengendalian yang Sudah Ada PT X juga telah menerapkan beberapa sistem manajemen yang diterapkan untuk kelancaran proses operasional perusahaan. Sistem tersebut adalah: 1) Standarisasi ISO, 2) Semangat Kaizen, 3) Kader 5-R dan 4) Sistem Penilaian Kinerja. Atas hasil wawancara dengan bagian QAD, dapat disimpulkan bahwa belum ada

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

111

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

program manajemen untuk menyinergikan sistem-sistem manajemen ini. Untuk saat ini, semua sistem manajemen perusahaan berjalan sesuai dengan kondisinya masingmasing. Lazimnya, sistem ini harus disesuaikan dengan sistem pengendalian yang ada, khususnya sistem pengendalian manajemen. 10. Menjamin Kelayakan Ukuran dan Pengukuran Deskripsi Scorecard PT X dapat disimpulkan bahwa data-data yang diperlukan terkait langsung dengan operasi sehari-hari perusahaan. Suatu kondisi yang kondusif bagi pengembangan ukuran-ukuran tersebut. 11. Penyajian Berdasarkan IT dan Sistem Pendukung Scorecard PT X telah didukung oleh program aplikasi yang mampu menerangkan perkembangan data scorecard perusahaan. Hanya saja seperti yang telah disampaikan dalam pembahasan di muka aplikasi memerlukan penyempurnaan agar lebih mampu menjaga kemutakhiran dan relevansi informasi. Selain itu, penyempurnaan juga diperlukan agar sistem yang ada mampu menyampaikan informasi scorecard kepada segenap lapisan dalam organisasi. 12. Pelatihan dan Informasi Kesuksesan penerapan Balanced Scorecard berkorelasi positif dengan tingkat pemahaman segenap komponen organisasi terhadap scorecard itu sendiri. Memberikan pelatihan kepada seluruh karyawan untuk menjelaskan konsep ini adalah sesuatu yang sulit. Untuk mengatasi hal ini maka penyediaan informasi scorecard yang mudah ditemukan dan mudah dimengerti merupakan solusi alternatif yang bisa dilakukan untuk kendala seperti yang disebutkan di atas. Untuk PT X, sosialisasi konsep scorecard yang memenuhi dua kriteria di atas belum dilakukan. Sementara ini informasi scorecard baru sampai pada level manajemen tingkat puncak dan menengah. Untuk keterpaduan pemahaman atas strategi yang merupakan dasar Balanced Scorecard, maka langkah sosialisasi informasi perlu diprogramkan. 13. Pengembangan Organisasi Pembelajaran Perusahaan yang sukses menerapkan Balanced Scorecard tidak anti terhadap perubahan. Penggunaan Balanced Scorecard dalam organisasi yang berhasil membutuhkan partisipasi, kepedulian, proses pengambilan keputusan yang terdesentralisasi, dan tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang telah disusun. Konsekuensi dari hal tersebut adalah diperlukannya analisis pencapaian sasaran untuk mengetahui apa yang sudah dilakukan dengan baik, apa yang belum baik dilakukan, dan apa yang bisa dikembangkan. PT X belum mengembangkan program seperti yang telah diutarakan. Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari penerapan scorecard maka PT X perlu untuk
112

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

mengembangkan program tersebut. Partisipasi dan kepedulian karyawan perlu segera dibangun melalui sosialisasi yang luas mengenai Scorecard PT. X. 14. Tindak Lanjut atas Konsep Scorecard Untuk selalu kompetitif, perusahaan harus secara periodik meninjau strategi agar relevansi ukuran-ukuran scorecard tetap terjaga. Balanced Scorecard merupakan model dinamis untuk mengukur strategi perusahaan. Pandangan manajemen PT. X bahwa Balanced Scorecard merupakan model pengukuran kinerja yang lebih baik daripada model yang hanya berdasarkan pada aspek keuangan semata adalah benar, tetapi belum tepat. Balanced Scorecard selain merupakan proses perekaman data kinerja juga merupakan proses untuk mengantarkan organisasi kepada pencapaian visi dalam jangka panjang. Untuk mencapai tahap pencapain visi ini maka hasil pengukuran kinerja organisasi harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah tepat untuk keberhasilan perusahaan.

V. Simpulan dan Saran


5.1 Simpulan Setelah dilakukan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 4, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. PT X menerapkan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja. 2. Penyusunan Balanced Scorecard PT X berdasar pada Rencana Bisnis 2001 yang menjadi acuan perusahaan dalam menjalankan operasinya. Hal ini menyebabkan beberapa tahapan dalam penyusunan scorecard tidak lagi dilalui oleh PT X. Tetapi atas hasil perbandingan antara Scorecard PT X dengan rencana bisnisnya terdapat beberapa strategi pendukung (inisiatif strategis) untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan belum terintegrasi ke dalam scorecard tersebut. Untuk mengintegrasikan strategi-strategi yang belum terintegrasi tersebut, beberapa alternatif ukuran baru diusulkan untuk melengkapi scorecard yang sudah ada. Ukuran-ukuran baru tersebut adalah: Number of Potential Partner, Market Share (%), IT Capacity, Lead Time for Product Development, dan Empowerment Index. Ukuran Number of Potential Partner merupakan penerjemahan dari strategi untuk mendapatkan alternatif pembiayaan dan pembagian resiko usaha. Lalu ukuran Market Share (%) untuk menerjemahkan strategi meluaskan pangsa pasar dalam rangka meningkatkan pendapatan bagi perusahaan. Sementara itu ukuran IT Capacity untuk menerjemahkan strategi penguasaan IT secara baik sehingga tetap mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis. Bisnis PT X adalah bisnis jasa informasi yang memiliki karakteristik cepat berubah. Penguasaan atas teknologi informasi merupakan syarat mutlak untuk bisa bertahan dalam jalur bisnis ini. Ukuran berikutnya yaitu Lead Time for Development Product. Ukuran ini untuk memenuhi strategi untuk mempercepat perolehan data EP migas yang keberadaannya tersebar di berbagai tempat dalam berbagai bentuk. Terakhir,

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

113

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

ukuran Empowerment Index. Ukuran ini untuk menerjemahkan strategi pemberdayaan karyawan agar mempunyai kapasitas kemampuan yang memadai untuk menjalankan operasi sehingga proses internal bisnis perusahaan bisa berjalan secara maksimal. Dalam evaluasi atas ukuran-ukuran ini juga ditemukan pengulangan ukuran (yaitu secara substansi mengandung kesamaan) sehingga menyebabkan proses pengukuran kinerja menjadi tidak efektif karena perhatian manajemen menjadi tersebar. 3. Informasi mengenai perkembangan data Balanced Scorecard belum disampaikan secara memadai untuk semua tingkatan organisasi. 4. Penerapan Balanced Scorecard pada PT X tidak didahului oleh beberapa persiapan yang mendukung penerapan sistem ini. Program-program tersebut antara lain partisipasi dan sosialisasi. 5.2 Saran 1. Manajemen perusahaan agar merubah pandangan atas konsep Balanced Scorecard. Ukuran-ukuran dalam scorecard bukan semata-mata model statis yang tidak bisa diubah. 2. Tim penyusun Balanced Scorecard agar mengintegrasikan strategi PT X secara menyeluruh ke dalam scorecard PT X. 3. Partisipasi karyawan dalam pengembangan Balanced Scorecard agar ditingkatkan melalui sosialisasi data scorecard perusahaan sehingga karyawan memahami kondisi perusahaan saat ini. 4. PT X agar melengkapi scorecard-nya supaya terwujud kesatuan pemahaman atas strategi perusahaan dari level manajer tingkat atas sampai pada karyawan level bawah. Pemahaman ini akan mendorong pelaksanaan strategi perusahaan secara benar. Usulan rekomendasi (saran) yang penulis sampaikan dalam tulisan ini tentunya mengandung beberapa kelemahan karena hal-hal sebagai berikut: Pertama, dalam banyak kesempatan, penulis melakukan evaluasi dengan membandingkan antara perusahaan-perusahaan yang sudah sangat maju dan full-automated dengan PT X yang masih dalam tahap bertumbuh. Dan kedua, waktu penelitian yang sangat singkat (lebih kurang 1 bulan) tidak memungkinkan bagi penulis untuk memahami secara memadai PT X. Penulis berharap dengan usulan rekomendasi ini, PT X mampu melakukan langkah-langkah yang tepat agar investasi yang ditanamkan untuk penerapan sistem ini bisa mencapai tujuannya, yaitu menggunakan Balanced Scorecard untuk mencapai keunggulan strategis bagi perusahaan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

114

Juni 2004

Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Pengukuran Kinerja Perusahaan: Studi Kasus PT. X Maman Suhendra

VI. Daftar Pustaka


Antarkar, Neelesh, dan Ian Cobbold. Implementing the Balanced Scorecard within TRURO. Berkshire: 2 GC Limited, 2001. Chow, Chee W., Kamal M. Haddad, dan James E. Williamson. Applying Balanced Scorecard to Small Companies Articles of Merit, International Federation of Accountant (IFAC), 1998, hal. 11-18. Horngren, Charles T., Gay L. Sundern dan William O. Stratton. Introduction to Management Accounting. Edisi ke-11. New Jersey: Prentice Hall Inc., 1996. Kaplan, Robert S., dan Anthony A. Atkinson. Advanced Management Accounting. Edisi ke-3. New Jersey: Prentice Hall International, Inc., 1998. Kaplan, Robert S., dan David P. Norton. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Penerj. Peter R. Yosi Pasla. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000. ----------. The Strategy Focus Organization: How Balanced Scorecard Companies Thrive in the New Business Environment. Massachusetts: Harvard Business School Publishing Corporation, 2001. Mulyadi. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Cetakan ke-1. Jakarta: Salemba Empat, 2001. Munandar, M. Manajemen Proyek. Jakarta: Penerbit Karunika UT, 1987. Murray, Jeff. The Balanced Scorecard in Action: Creating a Positive Culture for Superior Business Performance. Australian Association of Accountants, 1998. 2 GC Active Management. EVA and Balanced Scorecard-Mutually Supportive Tools. Berkshire: 2 GC Limited, 2001. National Association of Accountants. Practices and Techniques in Measuring Equity Performance. Statement of Management Accounting No. 4 D. Montrale: National Association of Accountants, 1986. Olve, Nils-Goran, Jan Roy dan Magnus Wetter. Performance Drivers: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard. Chichester: John Willey & Sons Ltd., 1999. Tunggal, Amin Wijaya. Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard. Cetakan ke-2. Jakarta: Harvarindo, 2001. Yuwono, Sony. Balanced Scorecard: Menuju Organisasi yang Fokus Terhadap Strategi. Akuntabilitas, Volume 1 Nomor 1. Jakarta: LP FE Universitas Pancasila, 2001, hal. 39-50.

Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 8, Nomor 2

115

Juni 2004

Anda mungkin juga menyukai